Sistem hukum administrasi negara yang di Indonesia apakah sudah sesuai dengan jalurnya

Hukum administrasi negara (bahasa Inggris: administrative law) adalah sebuah cabang dari ilmu hukum yang mempelajari mengenai tindakan-tindakan dalam menyelenggarakan sebuah negara. Hukum ini juga dikenal sebagai hukum tata usaha negara atau hukum tata pemerintahan.

Hukum administrasi negara adalah bagian dari hukum publik dan diturunkan dari hukum tata negara. Ia mengatur tindakan, kegiatan, dan keputusan yang dilakukan dan diambil oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam menjalankan roda negara sehari-hari. Hukum administrasi negara berkembang sejak awal abad ke-20 seiring dengan beralihnya peran negara dari "penjaga malam" menjadi negara kesejahteraan yang diatur oleh banyak lembaga dengan kewenangan masing-masing.

Di Indonesia, hukum administrasi negara diuji dan dilaksanakan dalam lingkungan peradilan tata usaha negara.

  • L.J. van Apeldoorn: "Segala keseluruhan aturan yang harus diperhatikan oleh setiap pendukung kekuasaaan yang diserahi tugas pemerintahan tersebut."[1]
  • Prajudi Atmosudirjo: "Hukum yang mengenai operasi dan pengendalian dari kekuasaan–kekuasaan administrasi atau pengawasan terhadap penguasa–penguasa administrasi."
  • Bachsan Mustofa: "Suatu gabungan jabatan-jabatan yang dibentuk dan disusun secara bertingkat sertakan tugas dalam melakukan sebagian sebagian pekerjaan pemerintahan dalam arti luas yang tidak diserahkan pada badan-badan pembuat undang-undang dan badan kehakiman."[2]
  • Adanya hubungan istimewa antara negara dan warga negara;
  • Adanya sekumpulan norma yang mengatur kewenangan pejabat atau lembaga negara;
  • Adanya  pejabat–pejabat  negara sebagai pelaksana dari perjanjian istimewa tersebut;
  • Mencakup  pengelolaan  administrasi  terhadap lembaga tertentu.

Terdapat beberapa pendapat mengenai ruang lingkup hukum administrasi negara, terutama dalam kaitannya dengan hukum tata negara.[3]

Secara umum, hukum administrasi negara meliputi hukum tentang dasar-dasar dan prinsip–prinsip utama administrasi negara, hukum tentang organisasi administrasi negara, hukum tentang aktivitas –aktivitas administrasi negara yang bersifat yuridis, hukum tentang sarana-sarana  administrasi negara, hukum administrasi pemerintahan daerah dan wilayah, hukum administrasi kepegawaian, hukum  administrasi keuangan, hukum administrasi materil, hukum administrasi perusahaan negara, dan hukum tentang peradilan administrasi negara.[4][5]

Pendapat Kranenburg

Roelof Kranenburg melihat bahwa hukum tata negara  merupakan  hukum yang berbicara  mengenai struktur dari suatu  pemerintahan, sedangkan hukum administrasi negara merupakan hukum yang membahas peraturan-peraturan yang bersifat khusus. Pendapat Kranenburg ini didukung oleh Prins yang mengemukan bahwa hukum administrasi negara membahas hal-hal yang bersifat  teknis, sedangkan  hukum tata negara  lebih  merupakan hukum yang membahas hal–hal yang lebih fundamental dari negara.

Pendapat van Vollenhoven

Cornelis van Vollenhoven melalui teori residu menjelaskan bahwa lapangan hukum administrasi negara adalah sisa/residu dari lapangan hukum  setelah penambahan oleh hukum tata negara, hukum pidana  materil, dan hukum perdata materil.

van Vollenhoven menyatakan bahwa hukum administraasi negara terdiri atas hukum pemerintahan, hukum peradilan (hukum acara pidana, hukum acara perdata, hukum acara peradilan administrasi negara), hukum kepolisian, dan hukum proses perundang-undangan.[6]

Pendapat Oppenheim

L. F. L. Oppenheim berpendapat bahwa ada garis tegas antara hukum administarasi negara dan hukum tata negara. Ia berpendapat bahwa hukum administasi negara membahas negara dalam keadaan bergerak (staats in bevening/state in progress), yakni mempelajari segala kewenagan  atau aparatur dalam menjalankan proses–proses pemerintahan. Sementara itu, hukum tata negara membahas negara dalam keadaan diam (staats in rust/state in still), dalam pengertian membahas negara atau keweangan lembaga–lembaganya.

Pendapat Logeman

J.H.A. Logemann berpendapat bahwa hukum tata negara menetapkan kompetensi atau kewenangannya, sedangkan tugas  hukum administrasi negara membahas hubungan istimewa tersebut.

  1. ^ Utomo, Tri Widodo W. (2005-01-28). "Tinjauan Kritis Tentang Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Menurut Hukum Administrasi Negara". Unisia. 28 (55): 28–43. doi:10.20885/unisia.vol28.iss55.art3. ISSN 0215-1421. 
  2. ^ Mulyana, Aji (2017-12-30). "Resensi Buku (Book Review) Sonny Dewi Judiasih, Susilowati Suparto Dajaan, Dan Deviana Yuanitasari, Aspek Hukum Sewa Rahim Dalam Perspektif Hukum Indonesia, Bandung: Refika Aditama, 2016". Jurnal Hukum Mimbar Justitia. 3 (2): 249. doi:10.35194/jhmj.v3i2.260. ISSN 2580-0906. 
  3. ^ Utomo, Tri Widodo W. (2005-01-28). "Tinjauan Kritis Tentang Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Menurut Hukum Administrasi Negara". Unisia. 28 (55): 28–43. doi:10.20885/unisia.vol28.iss55.art3. ISSN 0215-1421. 
  4. ^ Adhyatma, Sulaeman; Pujiwati, Yani; Priyanta, Maret (2018-10-30). "IMPLIKASI PERUBAHAN PERUNTUKAN PRASARANA DAN SARANA TERHADAP PEMILIK RUMAH DALAM MEWUJUDKAN LINGKUNGAN YANG BERKELANJUTAN". Bina Hukum Lingkungan. 3 (1): 104–118. doi:10.24970/jbhl.v3n1.8. ISSN 2541-2353. 
  5. ^ Utomo, Warsito, 1943- (2006). Administrasi publik baru Indonesia : perubahan paradigma dari administrasi negara ke administrasi publik. Pustaka Pelajar. ISBN 979-24-5818-2. OCLC 156783980. Pemeliharaan CS1: Banyak nama: authors list (link)
  6. ^ utama, yos johan (2014). ADPU4332-Hukum administrasi negara (edisi 2). tangerang selatan: Universitas terbuka. ISBN 9789790119208.  Parameter |url-status= yang tidak diketahui akan diabaikan (bantuan)

  • Ridwan H.R. (2014). Hukum Administrasi Negara: Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
  • Davis, Kenneth Culp (1975). Administrative Law and Government. St. Paul, MN: West Publishing. 
 

Artikel bertopik hukum ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Hukum_administrasi_negara&oldid=17499254"

DOI: https://doi.org/10.56196/jta.v11i01.187

Perkembangan masyarakat cenderung selangkah lebih maju dari perkembangan hukum, tentu saja hukum harus bisa mengikuti perkembangan yang terjadi di masyarakat. Perkembangan Hukum Administrasi Negara yang berifat dinamis tentu saja harus bisa menjawab permasalahan hukum yang terjadi dalam masyarakat.

Membuat suatu kebijakan tentu saja merupakan kewenangan dari Pemerintah. Proses pembuatan kebijakan tersebut tentu harus disesuaikan dengan kondisi dan keadaan yang terjadi dalam masyarakat yaitu dengan memperhatikan unsur filosofi, yuridis dan sosiologis sehingga aturan tersebut dapat dilaksanakan dan diterima oleh masyarakat.  

Hukum Administrasi Negara merupakan bagian yang tidak bisa dilepaskan dari tata kelola pemerintahan yang baik (Good Government). Lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan merupakan terobosan dalam perkembangan hukum administrasi negara. Salah satu yang melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yaitu pejabat pemerintahan mempunyai hak untuk mengambil diskresi dan memperoleh perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya.

Kondisi saat ini pemerintah dihadapkan dengan masa pandemi covid 19 yang masih mewabah di dunia tidak terkecuali di Indonesia. Pemerintah dituntut oleh masyarakat agar dapat mengambil kebijakan-kebijakan yang tepat dan cepat untuk menanggulangi wabah pandemi covid 19. Tentu saja diskresi kebijakan merupakan jawaban terhadap permasalahan yang sedang terjadi di masyarakat. Tujuan dari diskresi yaitu 1) Melancarkan penyelenggaraan pemerintahan; 2) Mengisi kekosongan hukum; 3) Memberikan kepastian hukum; dan 4) Mengatasi stagnansi pemerintahan dalam keadaan tertentu guna kemanfaatan dan kepentingan umum.

Untuk mengambil kebijakan diskresi di tengah pandemi saat ini bukanlah hal yang mudah, dimana ancaman pidana korupsi tentu “menghantui” para pengambil kebijakan. Dengan adanya Undang-Undang Nomor 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan bisa menjadi jawaban atas ketakutan yang dihadapi para pengambil kebijakan. Sehingga  dengan adanya pengambilan diskresi yang cepat dan perlindungan hukum yang diatur dalam Undang-Undang 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, dapat menjadi dasar kebijakan yang cepat dan tepat yang diputuskan oleh pejabat pemerintahan dalam menangani wabah covid 19.