Selama masa kolonial di filipina spanyol memberlakukan politik devide and rule tujuannya adalah

ISLAM DI FILIPINA

Disusun Oleh

JEPRIADI (10420803)

Dosen Pembimbing

DR. Nyimas Anisah Muhammad,M.A

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

SEJARAH DAN KEBUDAYAAN ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG

2012

PEMBAHASAN

A.     Letak Geografis

Negara Filipina adalah sebuah wilayah yang terdiri dari beberapa pulau besar-kecil, yang paling besar adalah pulau Luzon dan Mindanao, yang merupakan dua pertiga seluruh Filipina. Pulau lainnya yaitu pulau Mindoro, Panay, Negros, Cebu, Bohol, Leyte, Samar, dan Masbate, serta pulau Palawan.Filipina adalah negara kepulauan dengan 7.107 buah pulau. Islam telah mempunyai sejarah panjang di Filipina, sejak zaman Pra Kolonial. Masyarakat Muslim dibagian Selatan tercatat sebagai masyarakat yang mampu mempertahankan diri dari penetrasi Spanyol.

Orang – orang Islam di Filipina menamakan diri mereka Moro. Muslim moro atau lebih dikenal dengan Bangsa Moro adalah komunitas Muslim yang mendiami kepulauan Mindanao – Sulu beserta gugusan Filipina bagian Selatan. Masa kolonial dihadapi bangsa ini akan menjadi pembahasan berikutnya, sekaligus dampak yang terjadi terhadap perkembangan Islam dinegara tersebut. Sebagaimana diketahui Filipina menghadapi dua kali masa penjajahan, yaitu oleh Spanyol dan Amerika Serikat. Berbagai perjuangan bangsa Moro dalam memperjuangkan hidupnya sebagai bangsa minoritas akan dibahas satu per satu.

B.      Sejarah Masuknya Islam di Filipina

Masuknya Islam di Filipina tidak dapat dilepaskan dari kondisi sosio-cultural wilayah tersebut sebelum kedatangan Islam . Filipina adalah sebuah negara kepulauan yang penduduknya menggunakan 87 dialek bahasa yang berbeda yang mencerminkan banyaknya suku dan komunitas etnis. Sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mereka lakukan selama ini dibanding sebelumnya. Sebelum Islam datang masyarakat tersebut masih menganut Animisme dan Dinamisme.

Masuk dan berkembangnya Islam di Filipina tidak dapat dipisahkan dengan keberadaan Kesultanan Sulu. Hampir semua silsilah bermula pada masa Rapa Sipad ( bahasa sansekerta : Raja Shripaduka). Pada masa pemerintahannya di Pulau Jolo, datanglah seorang muslim bernama Tuan Masha’ika ke suatu tempat yang disebut Maimbung (bagian selatan Pulau Sulu). Sebuah batu nisan atas nama Miqbal, dengan tanggal 1310, ditemukan di Badatto, tidak jauh dari Jolo, Pulau Sulu. Penemuan batu nisan inilah yang dijadikan salah satu bukti arkeologis masuk dan berkembangnya Islam di Filipina. Beberapa kelebihan Tuan Masha’ika membuatnya dengan mudah diterima dan dihargai oleh masyarakat setempat, bahkan kemudian dinikahkan dengan seorang putri Rapa Sipad. Tuan Masha’ika berputra tiga orang yaitu bernama Aisha, Tuan Hakim ( Berputraempat orang laki-laki ; Tuan Da’im, Tuan Buda , Tuan Bujang, dan Tuan muku) dan seorang putri yang tidak dikenal namanya. Keempat putra dari Tuan Hakim ( berarti cucu dari Tuan Masha’ika) memerintah di Maimbung. Inilah titik awal masuknya Islam di Filipina. Selanjutnya, datang lagi seorang Arab bernama Karim al-Makhdum bergelar Syarif Awliya pada abad ke-14 yang bergabung dengan bangsawan Tagimaha di Buansa dan membangun sebuah masjid. Sepuluh tahun kemudian, datang seorang bangsawan dan pendakwah dari Minangkabau bernama Raja Baguinda bersama beberapa orang pengikutnya. Selanjutnya datang lagi seorang Arab bernama Sayed Abu Bakar, yang telah menetap berturut-turut di Palembang, Brunai, akhirnya di Buansa dan menikah dengan putri Raja Baguinda. Oleh karena keahliannya dalam bidang agama Islam dia diangkat menjadi sultan di Sulu, dengan gelar Sultan Sharif. Dengan demikian, secara geneologis, Sultan Sulu merupakan gabungan darah bangsawan Melayu Minangkabau( melalui raja Baguinda).

            Perkembangan selanjutnya orang muslim di Filipina menamakan diri mereka sebagai muslim moro. Nama ini sebenarnya bersifat politis, karena realitasnya Moro terdiri dari kelompok etnolinguistik, seperti Maranao, Manguindanao, Tausung, Samal, Yakan, Ira Naun, Jamapung, Badjou, Kalibungan, Kalangan, dan Sangil. Jumlah masyarakat moro sekitar 4,5 juta jiwa atau 9 % dari seluruh penduduk Filipina. Mayoritas orang-orang Moro adalah nelayan dan petani. Orang Moro merasa diri berbeda dengan orang Filipina. Perbedaan sesungguhnya bukan karena faktor etnis, karena jumlah kelompok etnis mendekati 100 di Filipina tetapi lebih pada faktor sejarah politik, wilayah, agama dan kondisi sosial ekonomi. Dilihat dari aktivitas kerja, orang-orang Islam Moro ada yang bekerja disektor pemerintahan sebagai guru, administrator, personil angkatan bersenjata, pegawai kantor kehakiman dan bahkan ada yang terpilih sebagai gubernur. Kaum muslim yang mendapat pendidikan sekuler secara cenderung mudah menyatu dengan negara Filipina. Sebaliknya yang tidak mau menerina pendidikan sekuler dan hanya hanya mendapat pendidikan agama secara tradisional. Antara kelompok elit tradisional dan massa terdapat jurang pemisahyang cukup lebar dikalangan masyarakat Moro. Identifikasi dan kesadaran etnik yang terjadi karena pembagian komunitas-komunitas muslim secara geografis, tampaknya sangat kuat. Namun, meskipun terdapat variasi dan perbedaan itu, terdapat perasaan persaudaraan keagamaan terutama ketika menghadapi persoalan yang sama.

C.      Masa Kolonial Spanyol

            Kedatangan orang-orang Spanyol ke Filipina pada tahun 928 H/ 1521 M, selain untuk menjajah juga bertujuan untuk menyebarkan agama Kristen. Mereka datang dengan membawa seluruh dendam orang-orang salib terhadap kaum muslimin. Maka,situasi di Filipina saat itu hampir sama dengan situasi yang dialami oleh muslim Andalusia. Dengan kekerasan, persuasi atau menundukkan secara halus dengan hadiah-hadiah, orang-orang dapat memperluas kedaulatannya hampir keseluruh wilayah Filipina. Namun, ketika Spanyol menaklukkan wilayah bagian utara tidak ada perlawanan yang berarti, tidak demikian halnya dengan wilayah bagian Selatan. Tentara kolonial Spanyol harus bertempur mati-matian melawan kesultanan Islam diwilayah Selatan Filipina, yakni Sulu, Manguindanou dan Buayan. Rentetan peperangan yang panjang antara Islam dan Spanyol hasilnya tidak nampak kecuali bertambahnya ketegangan atara orang Kristen dan orang Islam Filipina. Usaha yang dilakukan Spanyol dengan berbagai cara agar orang Islam bersedia memeluk Kristen. Selanjutnya, mereka yang telah dikristenkan akan menjadi sekutu Spanyol. Namun tidak seluruh muslim di Filipina dapat dikristenkan, khususnya umat Islam Sulu, Mindanao, dan sekitarnya. Mereka bukan hanya menolak dikristenkan tetapi juga memberikan perlawanan yang tidak kenal menyerah.

            Selama masa kolonial, Spanyol menerapkan politik Devide and Rule ( pecah belah dan kuasai) serta mission-sacre ( misi suci Kristenisasi) terhadap orang-orang Islam. Bahkan orang-orang Islam di-Stigmatisasi ( julukan terhadap hal-hal yang buruk) sebagai “Moor” (Moro), yang artinya orang yang buta huruf, jahat, tidak bertuhan dan huramentados (tukang bunuh). Sejak saat itu julukan Moro melekat pada orang-oran Islam yang mendiami kawasan Flipina Selatan tersebut. Tahun 1578 M terjadi perang besar yang melibatkan orang Filipina sendiri. Penduduk pribumi wilayah Utara yang telah dikristenkan dilibatkan dalam ketentaraan kolonial Spanyol, kemudian diadu domba dan disuruh berperang melawan orang-orang Islam di Selatan.  Sehingga terjadilah peperangan antar orang Filipina sendiri dengan mengatasnamakan “misi suci”. Dari sinilah kemudian timbul kebencian dan rasa curiga orang-orang Kristen Filipina terhadap Bangsa Moro yang Islam hingga sekarang.

Beberapa misionaris yang bersemangat paling tinggi diantaranya Fatrher Andreas de Urdanette, Augustinian, Fransician, Jesuit, Dominican dan Augustinian Rosellect. Dengan bantuan keuangan dan senjata Spanyol, proses kristenisasi paksa tersebut berlangsung sistematis dan sukses, sehingga saat ini 83% penduduk Filipina adalah penganut kristen katholik dan merupakan satu-satunya negara di Asia Tengggara yang berpenduduk Kristen tebesar. Penjajahan Spanyol berada di Filipina berakhir hingga tahun 1316 H/ 1898 M.

D.     Masa Imperialisme Amerika Serikat

Penguasaan Amerika Serikat atas Filipina terjadi sebagai akibat dari pembakaran kapal terbang Amerika “The Mines” di Pelabuhan Havana, Cuba pada malam 15 Februari 1898. Pihak Amerika menuduh Spanyol bertanggung jawab dalam peristiwa tersebut. Akhirnya, dengan sebuah perjanjian di Washington (yang sama sekali tidak membawa serta masyarakat Filipina) Spanyol menyerahkan kekuasaannya atas Filipina ke Amerika Serikat. Pada masa-masa awal, kolonial Amerika Serikat di Filipina berusaha menarik para pemimpin Islam agar menerima kekuaaan Amerika. Jendral Bates melalui “Perjanjian Bates”, pada 1898 melakukan pendekatan dengan para Datu Sulu. Isinya bahwa Amerika Serikat tidak akan campur tangan dalam masalah internal umat Islam Sulu dan sebaliknya umat Islam juga tidak campur tangan dalam peperangan antara Amerika Serikat dengan pemberontak Filipina (1899-1901). Setelah peperangan berakhir, mulailah Amerika merancang penyatuan wilayah Sulu dan sekitarnya, yang sebelumnya diperintah oleh Sultan dan Datu Sulu, kedalam wilayah Filipina. Sejak itulah umat Islam menolak penguasa Amerika dengan semua kebijakanya. Seorang pemimpin tentara Islam, Panglima Hasan dan para pengikutnya berusaha menyerang Amerika Serikat di Sulu pada 1901 hingga Maret 1904, ketika Panglima Panglima Hasan dapat dibunuh. Penentangan paling sengit dilakukan oleh Bud Dajo pada 1906. Peperangan ini melibatkan 790 orang tentara Amerika dan 1.000 orang umat Islam. Dalam peperangan ini, diperkirakan 600 0rang umat Islam gugur.

            Konsep dan gagasan Amerika itu dituangkan dalam “Philipines Bill” tahun 1902, yang  membagi wilayah Islam Selatan menjadi lima bagian : Zamboanga, Lanao, Cotabato, Davao, dan Sulu, dan memetapkan bahwa kelima daerah tersebut diperintah langsung oleh Amerika dari Manila. Latar belakang pencetusan wilayah Moro adalah desakan kaum nasionalis Kristen agar wilayah Moro masuk kedalam wilayah Filipina, sehingga seluruh cukai, di Selatan dapat masuk ke pemerintah pusat di Manila.

            Pada 15 Desember 1913, pengelolaan wilayah Moro disederhanakan menjadi Mindanao dan Sulu (1914-1920), Mindanao digabung dengan Luzon dan Sulu digabungkan dengan Visayas. Tujuan penyatuan ini adalah menghilangkan eksklusivisme Islam wilayah Mindanao dann Sulu. Selain itu usaha ini juga mewajibkan pelajar-pelajar Islam masuk sekolah umum dan para pelajar “Pensionados” (mereka yang mendapat beasiswa pemerintah) diberi peluang masuk pendidikan yang lebih tinggi di Manila ataupun ke Amerika Serikat. Pimpinan dan umat Islam Moro keberatan atas kebijakan tersebut, tetapi mereka tidak mempunyai kemampuan untuk menolaknya. Pada Februari 1920, pengurus Mindanao dan Sulu akhirnya diganti dengan  Akta 2878 Undang-undang Filipina. Akta ini mengakhiri penjajahan Amerika Serikat atas Filipina. Selanjutnya, pengawalan penduduk Moro dikendalikan oleh Kristen Filipina sendiri.

E.      Masa Pra Kemerdekaan

            Masa pra-kemerdekaan ditandai dengan masa Peralihan kekuasaan dari Amerika ke bangsa Filipina sendiri pada tahun 1920 M, teryata tidak menguntungkan bagi bangsa Moro, tetapi justru menambah kesulitan baru. Oleh Karena itu, para pemimpin Moro mengirim utusan petisi kepada Amerika Serikat, yang isinya mengungkapkan hasrat bangsa Moro untuk hidup terpisah dari Filipina merdeka. Usaha ini bahkan hingga dua kali pada tahun 1924, tetapi kedua petisi itu diabaikan oleh Pemerintah Amerika Serikat atas kesepahaman dengan pemerintah Filipina. Ketidakpuasan terhadap kebijakan tersebut menyebabkan beberapa kkeali pergolakan senjata. Filipina dikuasai oleh Pemerintahan Kristen Filipina di Utara. Untuk menggabungkan ekonomi Moroland ke dalam sistem kapitalis, diberlakukan hukum-hukum tanah waris jajahan Amerika yang sangat kapitalis. Pada intinya ketentuan hukum tanah ini merupakan legalisasi penyitaan tanah-tanah kaum Muslimin oleh pemerintah kolonial Amerika dan pemerintah Filipina di Utara yang menguntungkan para kapitalis.

            Bahkan seorang senator Manuel L.Quezon pada 1936-1944 gigih mengkampanyekan program pemukiman besar-besaran orang-orang Utara dengan tujuan untuk menghancurkan keagamaan dan keunggulan jumlah Bangsa Moro di Mindanao serta berusaha mengintegrasikan mereka kedalam masyarakat Filipina secara umum. Kepemilikan tanah yang begitu mudah dan mendapat legalisasi dari pemerintah tersebut mendorong migrasi dan pemukiman besar-besaran orang-orang Utara ke Mindanao. Banyak pemukiman yang datang seperti di Kidapawan, Manguindanao yang mengakui, bahwa motif utama kedatangan mereka ke Mindanao adalah untuk mendapatkan tanah. Untuk menarik banyak pemukim dari Utara ke Mindanao, pemerintah membangun koloni-koloni yang disubsidi lengkap dengan seluruh alat bantu yang diperlukan. Konsep penjajahan melalui koloni ini diteruskan oleh pemerintah Filipina begitu Amerika Serikat hengkang dari negeri tersebut. Sehingga berlahan tapi pasti orang-orang Moro menjadi minoritas ditanah kelahiran mereka sendiri. Amerika lalu mengumumkan kemerdekaan bagi Filipina pada tahun 1366 H / 4 juli1946 M.Saat ini Umat Islam di Selatan Filipina masih tetap menuntut pemerintahan otonomi dengan segala upayanya.

F.     Masa Pasca Kemerdekaan

Kemerdekaan yang didapatkan Filipina (1946 M) dari Amerika Serikat ternyata tidak memiliki arti khusus bagi Bangsa Moro. Hengkanngya penjajah pertama (Amerika Serikat) dari Filipina ternyata memunculkan penjajah lainnya (pemerintah Filipina). Namun patut dicatat, pada masa ini perjuangan Bangsa Moro memasuki babak baru dengan dibentuknya front perlawanan yang lebih terorganisir dan maju, seperti MIM, Anshar-el-Islam, MNLF, MILF, MNLF-Reformis, BMIF. Namun pada saat yang sama juga sebagai masa terpecahnya kekuatan Bangsa Moro menjadi faksi-faksi yang melemahkan perjuangan mereka secara keseluruhan.

Pada awal kemerdekaan, pemerintah Filipina disibukkan dengan pemberontakan kaum komunis Hukbalahab dan Hukbong Bayan Laban Sa Hapon. Sehingga tekanan terhadap perlawanan Bangsa Moro dikurangi. Tekanan semakin terasa hebat dan berat ketika Ferdinand Marcos berkuasa (1965-1986). Dibandingkan dengan masa pemerintahan semua presiden Filipina dari Jose Rizal sampai Fidel Ramos, maka masa pemerintahan Ferdinand Marcos merupakan masa pemerintahan paling represif bagi Bangsa Moro. Pembentukan Muslim Independent Movement (MIM) pada 1968 dan Moro Liberation Front (MLF) pada 1971 tak bisa dilepaskan dari sikap politik Marcos yang lebih dikenal dengan Presidential Proclamation No. 1081 itu.

Ditandatanganinya perjanjian perdamaian antara Nur Misuari (ketua MNLF) dengan Fidel Ramos (Presiden Filipina) pada 30 Agustus 1996 di Istana Merdeka Jakarta lebih menunjukkan ketidaksepakatan Bangsa Moro dalam menyelesaikan konflik yang telah memasuki 2 dasawarsa itu. Disatu pihak mereka menghendaki diselesaikannya konflik dengan cara diplomatik (diwakili oleh MNLF), sementara pihak lainnya menghendaki perjuangan bersenjata/jihad (diwakili oleh MILF). Semua pihak memandang caranyalah yang paling tepat dan efektif. Namun agaknya Ramos telah memilih salah satu di antara mereka walaupun dengan penuh resiko. “Semua orang harus memilih, tidak mungkin memuaskan semua pihak,” katanya. Jadilah bangsa Moro seperti saat ini, minoritas di negeri sendiri.Islam masuk Filipina dengan jalan yang tidak mulus, berliku dan harus menghadapi rintangan dan hambatan dari dalam maupun luar negeri. Imbasnya, maka pada awal tahun 1970-an, Islam di Philipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal di beberapa daerah dan pulau khusus. Dengan suatu konsekwensi bagi kaum minoritas Islam berseberangan dengan kepentingan pemerintah, hingga timbullah konflik yang berkepanjanangan antara pemerintah dan komunitas muslim.

            Dalam sebuah tulisan Datu Michael O.Mastura, menguraikan prinsip tentang lembaga keuangan (bank) Islam di Filipina dalam bentuk lembaga zakat, wakaf dan sistem bank Islam.Lembaga tersebut mengelola perseroan terbatas,asuransi, lembaga manajemen berdasarkan prinsip teori keuangan Islam. Lembaga keuangan bank Islam di Filipina, merupakan fenomena baru dilingkungan muslim minoritas. Sistem ekonomi yang mengadopsi prinsip-prinsip Bank Islam selain yang telah di diskusikan, juga diujicobakan sejak 1974 secara aspiratip. Di Filipina, pengelolaan zakat sudah pesat, pendistribusinya disampaikan kepada ashnafnya, termasuk penggunaannya untuk riset di universitas, modal produktif dan dana kesehatan.

KESIMPULAN

Filipina merupakan negara kepulauan yang terdiri dari 7.107 pulau.Sebelum kedatangan Islam, Filipina adalah wilayah yang dikuasai oleh kerajaan-kerajaan. Islam dapat masuk dan diterima dengan baik oleh penduduk setempat setidaknya karena ajaran Islam dapat mengakomodasi berbagai tradisi yang telah mereka lakukan selama ini dibanding sebelumnya. Sebelum Islam datang masyarakat tersebut masih menganut animisme dan dinamisme.Orang – orang Islam di Filipina menamakan diri mereka Moro. Muslim moro atau lebih dikenal dengan Bangsa Moro adalah komunitas Muslim yang mendiami kepulauan Mindanao – Sulu beserta gugusan Filipina  Selatan.

            Filipina dijajah oleh Spanyol (1521 M-1898 M) dan Amerika Serikat (1898 M-1947M). Sebelum menyatakan kemerdekaan atas Filipina, pada tahun 1920 Amerika memberikan peralihan kekuasaan kepada Filipina, yang saat itu dipegang oleh Filipina Utara yang mayoritas Kristen Khatolik.Peralihan kekuasaan ini tidak menguntungkan bagi bangsa Moro, tetapi justru menambah kesulitan baru. Pada tanggal 4 juli 1946 Amerak Serikat menyatakan kemerdekaan kepada Filipina. Walaupun Filipina telah merdeka, tetapi Filipina bagian Selatan merasa belum merdeka, mereka menuntut untukmemisahkandiri (Moro).

Pada awal tahun 1970-an, Islam di Philipina merupakan komunitas minoritas dan tinggal dibeberapa daerah dan pulau khusus. Dengan suatu konsekuensi bagi kaum minoritas Islam berseberangan dengan kepentingan pemerintah, sehingga timbullah konflik yang berkepanjangan antara pemerintah dan komunitas muslim.Saat ini Umat Islam di Selatan Filipina masih tetap menuntut pemerintahan otonomi dengan segala upayanya.

DAFTAR PUSTAKA

http//www.scribd.com/doc/6121559/Islam-Filipina

Saifullah, Sejarah dan Kebudayaan Islam di Asia Tenggara, ( Yogyakarta : Pustaka Pelajar, 2010)

Tohir Aji, Studi Kawasan Dunia Islam, ( Jakarta : Rajawali Pers, 2009)

------------,Perkembangan Peradaban di Kawasan Dunia Islam,( Jakarta: Rajawali Pers,2009)

Usairy Ahmad, Sejarah Islam, (Jakarta : Akbar Media, 2011)

www.taqrib, akses 24 oktober 2012

Selama masa kolonial di filipina spanyol memberlakukan politik devide and rule tujuannya adalah

Selama masa kolonial di filipina spanyol memberlakukan politik devide and rule tujuannya adalah


Page 2