Show
Siapkan wadahMembuat pupuk kompos bisa Anda mulai dengan menyiapkan sebuah wadah. Gunakan wadah itu sebagai tempat menampung sampah-sampah organik. Misalnya, kulit buah, sayuran, kulit telur, bubuk kopi, bubuk teh, dan lain-lain. Sebaiknya, siapkan dua wadah sebagai tempat sampah organik. Tujuannya, supaya saat salah satu wadah terisi penuh, Anda masih memiliki wadah lain yang bisa digunakan untuk menampung sampah organik selanjutnya.Tambahkan daun keringSetelah menempatkan sampah organik, Anda bisa menambahkan daun-daun kering ke wadah. Penggunaan daun kering berguna untuk mengontrol kelembaban pada wadah sampah organik yang Anda siapkan. Jika daun kering terasa kurang, Anda bisa menambah serbuk gergaji.Masukkan mikrobaCara membuat pupuk kompos selanjutnya adalah dengan memasukkan mikroba untuk mengurai sampah. Ada banyak hal yang bisa digunakan sebagai sumber mikroba, seperti kompos setengah jadi, kotoran sapi, atau buttermilk atau mentega susu. Baca Juga: Suhu Bumi makin panas, lakukan 6 hal ini untuk selamatkan BumiLibatkan oksigenSalah satu keuntungan pupuk kompos yang dibuat secara aerobik adalah Anda bisa mengatur bau busuk yang keluar dari sampah. Selain itu, cara aerobik juga bisa mencegah munculnya organisme yang tak diinginkan, misalnya belatung. Ada dua cara yang bisa Anda lakukan. Pertama, beri beberapa lubang pada wadah sampah organik. Kedua, aduk sampah dalam wadah sekali tiap empat hari. Setelah melakukan cara membuat pupuk kompos di atas, pupuk bisa jadi setelah 40 hingga 45 hari. Anda hanya perlu menjaga kelembaban dan terus menumpuk sampah dengan sampah organik baru.Selanjutnya: Wow, kulit pisang bisa jadi menyuburkan tanaman, benarkah?Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Oleh : Pudji Astuti, SP Penyuluh Pertanian Muda Pada dasarnya seluruh bahan organik lambat laun akan lapuk dan terurai dengan sendirinya. Hasil pelapukan bahan organik ini yang umum dikenal masyarakat sebagai kompos. Kompos merupakan salah satu jenis pupuk organik yang dikenal luas di masyarakat. Kompos berasal dari hasil pelapukan dari bahan organik, baik secara sengaja maupun tidak disengaja. Bila didefinisikan secara lengkap, maka kompos adalah sisa-sisa bahan organik yang telah mengalami pelapukan, bentuknya berubah (menjadi seperti tanah), tidak berbau, dan mengandung unsur yang dibutuhkan tanaman. Kompos juga merupakan salah satu jenis pupuk organik yang berasal dari penguraian/dekomposisi bahan organik yg dilakukan oleh mikro-organisme aktif (bakteri/jamur/mikroba). Terdapat beragam manfaat dari penggunaan kompos dalam budi daya tanaman. Penambahan kompos pada media tanam memiliki manfaat dan kelebihan sebagai berikut :
Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan beragam penelitian yang telah dilakukan, dewasa ini semakin banyak dikenal berbagai bahan dan metode pembuatan kompos. Sejatinya pembuatan kompos juga harus disesuaikan dengan tujuan pembuatan kompos, sehingga bahan dan manfaat kompos akan sesuai dengan yang diharapkan. Salah satu bahan yang sangat potensial untuk diolah menjadi kompos adalah sampah organik rumah tangga. Pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos memiliki manfaat ganda, yaitu mengatasi masalah sampah rumah tangga, sekaligus mendapatkan pupuk organik yang sangat bermutu. Syarat pertama dan utama dalam pengolahan sampah rumah tangga menjadi kompos adalah pemilahan sampah. Sampah rumah tangga harus selalu dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Hanya sampah organik yang dapat diolah menjadi kompos. Cara pembuatan kompos dari sampah rumah tangga sangat mudah dan sederhana. Alat dan bahan yang diperlukan cukup murah dan mudah diperoleh. Alat dan bahan yang diperlukan adalah : Bahan :
Alat :
Cara membuat kompos dengan memanfaatkan sampah rumah tangga adalah sebagai berikut : 1.Cacah sampah organik rumah tangga hingga berukuran kecil (semakin kecil, semakin cepat pengomposan berlangsung) 2.Tambahkan kompos jadi/tanah/pupuk kandang/serbuk gergaji sebagai inokulan 3.Larutkan aktivator dengan air. Tuangkan larutan aktivator/starter kompos (contoh : EM4) ke bahan kompos. Aduk rata. 4.Tambahkan lagi larutan aktivator bila campuran terlalu kering 5. Masukkan dalam wadah pengomposan 6. Tutup rapat 7. Aduk seminggu sekali agar aerasi (aliran udara) dalam wadah berlangsung baik. Selama proses pengomposan, suhu dalam wadah akan naik tanda bahwa mikroorganisme sedang bekerja) 8.Memasuki minggu 7-8 pengomposan selesai, suhu dalam wadah normal kembali. 9. Kompos yang sudah jadi siap digunakan. Bisa dilakukan pengayakan dan pengemasan untuk skala usaha. 10. Kompos yang baik berwarna cokleat kehitaman, berbau tanah, dan berbutir halus. Referensi:
Op. Bid Pertanian Artikel ini membutuhkan rujukan tambahan agar kualitasnya dapat dipastikan.(Februari 2014) Kompos adalah hasil penguraian parsial/tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organik yang dapat dipercepat secara artifisial oleh populasi berbagai macam mikrob dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembap, dan aerobik atau anaerobik (Modifikasi dari J.H. Crawford, 2003). Sedangkan pengomposan adalah proses di mana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikrob-mikrob yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, pengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Kompos bisa digunakan sebagai mulsa organik serpihan kecil penutup permukaan lahan, gambut dapat pula diolah menjadi kompos, kompos dapat mengandung atau menjadi humus setelah terurai.
Sampah terdiri dari dua bagian, yaitu bagian organik dan anorganik. Rata-rata persentase bahan organik sampah mencapai ±80%, sehingga pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai. Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara. DKI Jakarta menghasilkan 6000 ton sampah setiap harinya, di mana sekitar 65%-nya adalah sampah organik. Dan dari jumlah tersebut, 1400 ton dihasilkan oleh seluruh pasar yang ada di Jakarta, di mana 95%-nya adalah sampah organik. Melihat besarnya sampah organik yang dihasilkan oleh masyarakat, terlihat potensi untuk mengolah sampah organik menjadi pupuk organik demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat (Rohendi, 2005). Secara alami bahan-bahan organik akan mengalami penguraian di alam dengan bantuan mikrob maupun biota tanah lainnya. Namun proses pengomposan yang terjadi secara alami berlangsung lama dan lambat. Untuk mempercepat proses pengomposan ini telah banyak dikembangkan teknologi-teknologi pengomposan. Baik pengomposan dengan teknologi sederhana, sedang, maupun teknologi tinggi. Pada prinsipnya pengembangan teknologi pengomposan didasarkan pada proses penguraian bahan organik yang terjadi secara alami. Proses penguraian dioptimalkan sedemikian rupa sehingga pengomposan dapat berjalan dengan lebih cepat dan efisien. Teknologi pengomposan saat ini menjadi sangat penting artinya terutama untuk mengatasi permasalahan limbah organik, seperti untuk mengatasi masalah sampah di kota-kota besar, limbah organik industri, serta limbah pertanian dan perkebunan. Teknologi pengomposan sampah sangat beragam, baik secara aerobik maupun anaerobik, dengan atau tanpa aktivator pengomposan. Aktivator pengomposan yang sudah banyak beredar antara lain: PROMI (Promoting Microbes), OrgaDec, SuperDec, ActiComp, BioPos, EM4, Green Phoskko Organic Decomposer dan SUPERFARM (Effective Microorganism) atau menggunakan cacing guna mendapatkan kompos (vermicompost). Setiap aktivator memiliki keunggulan sendiri-sendiri. Pengomposan secara aerobik paling banyak digunakan, karena mudah dan murah untuk dilakukan, serta tidak membutuhkan kontrol proses yang terlalu sulit. Dekomposisi bahan dilakukan oleh mikroorganisme di dalam bahan itu sendiri dengan bantuan udara. Sedangkan pengomposan secara anaerobik memanfaatkan mikroorganisme yang tidak membutuhkan udara dalam mendegradasi bahan organik. Hasil akhir dari pengomposan ini merupakan bahan yang sangat dibutuhkan untuk kepentingan tanah-tanah pertanian di Indonesia, sebagai upaya untuk memperbaiki sifat kimia, fisika dan biologi tanah, sehingga produksi tanaman menjadi lebih tinggi. Kompos yang dihasilkan dari pengomposan sampah dapat digunakan untuk menguatkan struktur lahan kritis, menggemburkan kembali tanah pertanian, menggemburkan kembali tanah petamanan, sebagai bahan penutup sampah di TPA, eklamasi pantai pasca penambangan, dan sebagai media tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk kimia. Bahan baku pengomposan adalah semua material yang mengandung karbon dan nitrogen, seperti kotoran hewan, sampah hijauan, sampah kota, lumpur cair dan limbah industri pertanian. Berikut disajikan bahan-bahan yang umum dijadikan bahan baku pengomposan.
Kompos memperbaiki struktur tanah dengan meningkatkan kandungan bahan organik tanah dan akan meningkatkan kemampuan tanah untuk mempertahankan kandungan air tanah. Aktivitas mikrob tanah yang bermanfaat bagi tanaman akan meningkat dengan penambahan kompos. Aktivitas mikrob ini membantu tanaman untuk menyerap unsur hara dari tanah. Aktivitas mikrob tanah juga diketahui dapat membantu tanaman menghadapi serangan penyakit. Tanaman yang dipupuk dengan kompos[1] juga cenderung lebih baik kualitasnya daripada tanaman yang dipupuk dengan pupuk kimia, seperti menjadikan hasil panen lebih tahan disimpan, lebih berat, lebih segar, dan lebih enak. Kompos memiliki banyak manfaat yang ditinjau dari beberapa aspek: Aspek Ekonomi:
Aspek Lingkungan:
Aspek bagi tanah/tanaman:
Peran bahan organik terhadap sifat fisik tanah di antaranya merangsang granulasi, memperbaiki aerasi tanah, dan meningkatkan kemampuan menahan air. Peran bahan organik terhadap sifat biologis tanah adalah meningkatkan aktivitas mikroorganisme yang berperan pada fiksasi nitrogen dan transfer hara tertentu seperti N, P, dan S. Peran bahan organik terhadap sifat kimia tanah adalah meningkatkan kapasitas tukar kation sehingga memengaruhi serapan hara oleh tanaman (Gaur, 1980). Beberapa studi telah dilakukan terkait manfaat kompos bagi tanah dan pertumbuhan tanaman. Penelitian Abdurohim, 2008, menunjukkan bahwa kompos memberikan peningkatan kadar Kalium pada tanah lebih tinggi daripada kalium yang disediakan pupuk NPK, namun kadar fosfor tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dengan NPK. Hal ini menyebabkan pertumbuhan tanaman yang ditelitinya ketika itu, caisin (Brassica oleracea), menjadi lebih baik dibandingkan dengan NPK. Hasil penelitian Handayani, 2009, berdasarkan hasil uji Duncan, pupuk cacing (vermicompost) memberikan hasil pertumbuhan yang terbaik pada pertumbuhan bibit Salam (Eugenia polyantha Wight) pada media tanam subsoil. Indikatornya terdapat pada diameter batang, dan sebagainya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa penambahan pupuk anorganik tidak memberikan efek apapun pada pertumbuhan bibit, mengingat media tanam subsoil merupakan media tanam dengan pH yang rendah sehingga penyerapan hara tidak optimal. Pemberian kompos akan menambah bahan organik tanah sehingga meningkatkan kapasitas tukar kation tanah dan memengaruhi serapan hara oleh tanah, walau tanah dalam keadaan masam. Dalam sebuah artikel yang diterbitkan Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor menyebutkan bahwa kompos bagase (kompos yang dibuat dari ampas tebu) yang diaplikasikan pada tanaman tebu (Saccharum officinarum L) meningkatkan penyerapan nitrogen secara signifikan setelah tiga bulan pengaplikasian dibandingkan dengan yang tanpa kompos, namun tidak ada peningkatan yang berarti terhadap penyerapan fosfor, kalium, dan sulfur. Penggunaan kompos bagase dengan pupuk anorganik secara bersamaan tidak meningkatkan laju pertumbuhan, tinggi, dan diameter dari batang, namun diperkirakan dapat meningkatkan rendemen gula dalam tebu. Pada dasarnya semua bahan-bahan organik padat dapat dikomposkan, misalnya: limbah organik rumah tangga, sampah-sampah organik pasar/kota, kertas, kotoran/limbah peternakan, limbah-limbah pertanian, limbah-limbah agroindustri, limbah pabrik kertas, limbah pabrik gula, limbah pabrik kelapa sawit, dll. Bahan organik yang sulit untuk dikomposkan antara lain: tulang, tanduk, dan rambut. Bahan yang paling baik menurut ukuran waktu, untuk dibuat menjadi kompos dinilai dari rasio karbon dan nitrogen di dalam bahan / material organik seperti limbah pertanian: ampas tebu dan kotoran ternak serta tersebut di atas. Bahan organik yang telah disusun oleh Sinaga dkk. (2010) dari berbagai campuran dengan nilai rasio C/N = 35,68 dan kondisi kandungan airnya 50,37%, waktu dekomposisi diperoleh terpendek 28 hari dibanding lainnya. Proses PengomposanProses pengomposan akan segera berlangsung setelah bahan-bahan mentah dicampur. Proses pengomposan secara sederhana dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu tahap aktif dan tahap pematangan. Selama tahap-tahap awal proses, oksigen dan senyawa-senyawa yang mudah terdegradasi akan segera dimanfaatkan oleh mikrob mesofilik. Suhu tumpukan kompos akan meningkat dengan cepat. Demikian pula akan diikuti dengan peningkatan pH kompos. Suhu akan meningkat hingga di atas 50 - 70 oC. Suhu akan tetap tinggi selama waktu tertentu. Mikrob yang aktif pada kondisi ini adalah mikrob Termofilik, yaitu mikrob yang aktif pada suhu tinggi. Pada saat ini terjadi dekomposisi/penguraian bahan organik yang sangat aktif. Mikrob-mikrob di dalam kompos dengan menggunakan oksigen akan menguraikan bahan organik menjadi CO2, uap air dan panas. Setelah sebagian besar bahan telah terurai, maka suhu akan berangsur-angsur mengalami penurunan. Pada saat ini terjadi pematangan kompos tingkat lanjut, yaitu pembentukan komplek liat humus. Selama proses pengomposan akan terjadi penyusutan volume maupun biomassa bahan. Pengurangan ini dapat mencapai 30 – 40% dari volume/bobot awal bahan. Skema Proses Pengomposan Aerobik Proses pengomposan dapat terjadi secara aerobik (menggunakan oksigen) atau anaerobik (tidak ada oksigen). Proses yang dijelaskan sebelumnya adalah proses aerobik, di mana mikrob menggunakan oksigen dalam proses dekomposisi bahan organik. Proses dekomposisi dapat juga terjadi tanpa menggunakan oksigen yang disebut proses anaerobik. Namun, proses ini tidak diinginkan, karena selama proses pengomposan akan dihasilkan bau yang tidak sedap. Proses anaerobik akan menghasilkan senyawa-senyawa yang berbau tidak sedap, seperti: asam-asam organik (asam asetat, asam butirat, asam valerat, puttrecine), amonia, dan H2S. Gambar profil suhu dan populasi mikrob selama proses pengomposan Tabel organisme yang terlibat dalam proses pengomposan
Proses pengomposan tergantung pada:
Faktor yang memengaruhi proses PengomposanSetiap organisme pendegradasi bahan organik membutuhkan kondisi lingkungan dan bahan yang berbeda-beda. Apabila kondisinya sesuai, maka dekomposer tersebut akan bekerja giat untuk mendekomposisi limbah padat organik. Apabila kondisinya kurang sesuai atau tidak sesuai, maka organisme tersebut akan dorman, pindah ke tempat lain, atau bahkan mati. Menciptakan kondisi yang optimum untuk proses pengomposan sangat menentukan keberhasilan proses pengomposan itu sendiri. Faktor-faktor yang memperngaruhi proses pengomposan antara lain: Tabel Kondisi yang optimal untuk mempercepat proses pengomposan (Ryak, 1992)
Pengomposan dapat dipercepat dengan beberapa strategi. Secara umum strategi untuk mempercepat proses pengomposan dapat dikelompokan menjadi tiga, yaitu:
Memanipulasi Kondisi PengomposanStrtegi ini banyak dilakukan di awal-awal berkembangnya teknologi pengomposan. Kondisi atau faktor-faktor pengomposan dibuat seoptimum mungkin. Sebagai contoh, rasio C/N yang optimum adalah 25-35:1. Untuk membuat kondisi ini bahan-bahan yang mengandung rasio C/N tinggi dicampur dengan bahan yang mengandung rasio C/N rendah, seperti kotoran ternak. Ukuran bahan yang besar-besar dicacah sehingga ukurannya cukup kecil dan ideal untuk proses pengomposan. Bahan yang terlalu kering diberi tambahan air atau bahan yang terlalu basah dikeringkan terlebih dahulu sebelum proses pengomposan. Demikian pula untuk faktor-faktor lainnya. Menggunakan Aktivator PengomposanStrategi yang lebih maju adalah dengan memanfaatkan organisme yang dapat mempercepat proses pengomposan. Organisme yang sudah banyak dimanfaatkan misalnya cacing tanah. Proses pengomposannya disebut vermikompos dan kompos yang dihasilkan dikenal dengan sebutan kascing. Organisme lain yang banyak dipergunakan adalah mikrob, baik bakeri, aktinomicetes, maupuan kapang/cendawan. Saat ini dipasaran banyak sekali beredar aktivator-aktivator pengomposan, misalnya:MARROS Bio-Activa,Green Phoskko(GP-1), Promi, OrgaDec, SuperDec, ActiComp, EM4, Stardec, Starbio, BioPos, dan lain-lain. Promi, OrgaDec, SuperDec, dan ActiComp adalah hasil penelitian Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan Indonesia (BPBPI) dan saat ini telah banyak dimanfaatkan oleh masyarakat. Sementara MARROS Bio-Activa dikembangkan oleh para peneliti mikrob tanah yang tergabung dalam sebuah perusahaan swasta. Aktivator pengomposan ini menggunakan mikrob-mikrob terpilih yang memiliki kemampuan tinggi dalam mendegradasi limbah-limbah padat organik, yaitu: Trichoderma pseudokoningii, Cytopaga sp, Trichoderma harzianum, Pholyota sp, Agraily sp dan FPP (fungi pelapuk putih). Mikrob ini bekerja aktif pada suhu tinggi (termofilik). Aktivator yang dikembangkan oleh BPBPi tidak memerlukan tambahan bahan-bahan lain dan tanpa pengadukan secara berkala. Namun, kompos perlu ditutup/sungkup untuk mempertahankan suhu dan kelembapan agar proses pengomposan berjalan optimal dan cepat. Pengomposan dapat dipercepat hingga 2 minggu untuk bahan-bahan lunak/mudah dikomposakan hingga 2 bulan untuk bahan-bahan keras/sulit dikomposkan. Memanipulasi Kondisi dan Menambahkan Aktivator PengomposanStrategi proses pengomposan yang saat ini banyak dikembangkan adalah mengabungkan dua strategi di atas. Kondisi pengomposan dibuat seoptimal mungkin dengan menambahkan aktivator pengomposan. Pertimbangan untuk menentukan strategi pengomposanSeringkali tidak dapat menerapkan seluruh strategi pengomposan di atas dalam waktu yang bersamaan. Ada beberapa pertimbangan yang dapat digunakan untuk menentukan strategi pengomposan:
Peralatan yang dibutuhkan dalam pengomposan secara aerobik terdiri dari peralatan untuk penanganan bahan dan peralatan perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi pekerja. Berikut disajikan peralatan yang digunakan.
Kompos Bahan Organik dan Kotoran Hewan Pengomposan dapat juga menggunakan alat mesin yang lebih maju dan modern. Komposter type Rotary Kiln, misalnya, berfungsi dalam memberi asupan oksigen ( intensitas aerasi), menjaga kelembapan, suhu serta membalik bahan secara praktis. Komposter type Rotary Klin di pasaran terdapat dengan kapasitas 1 ton setara 3 m3 hingga 2 ton atau setara 6 m3 bahan sampah, menggunakan proses pembalikan bahan dan mengontrol aerasi dengan cara mengayuh pedal serta memutar aerator ( exhaust fan). Penggunaan komposter Biophoskko disertai aktivator kompos Green Phoskko (GP-1) telah mampu meningkatkan kerja penguraian bahan organik(dekomposisi) oleh jasad renik menjadi 5 sampai 7 hari saja. Tahapan pengomposan
Proses pengontrolan yang harus dilakukan terhadap tumpukan sampah adalah:
|