Riya adalah termasuk akhlak tercela apa yang dimaksud dengan akhlak tercela?

Riya termasuk syirik kecil.

Foto : MgRol_93

Ilustrasi

Red: Ani Nursalikah

REPUBLIKA.CO.ID, PEKANBARU -- Ustaz Abuya Masnur mengatakan riya artinya memperlihatkan sekaligus memperbagus suatu amal ibadah dengan tujuan diperhatikan dan mendapat pujian dari orang lain. Ustaz Abuya mengatakan riya merupakan perbuatan tercela."Dalam bahasa Arab, riya adalah 'arriya, berasal dari kata kerja 'raa' yang bermakna memperlihatkan. Dengan memperlihatkan amalan kita pada orang lain, amal akan menjadi sia-sia," kata Abuya dalam keterangannya di Kampar, beberapa waktu lalu.Abuya yang juga Penyuluh Agama Islam (PAI) Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Kampar Utara itu mengatakan, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya amalan itu tergantung pada niatnya. Sesungguhnya amalan seseorang itu akan dibalas sesuai dengan apa yang ia niatkan.Ia mengatakan, amal perbuatan yang diridhai Allah SWT ialah yang diniatkan kepada Allah semata, dikerjakan dengan ikhlas sesuai dengan kemampuan, tidak pilih kasih, dan merupakan rahmat bagi seluruh alam."Namun ibadah yang tidak akan diterima oleh Allah SWT merupakan amal ibadah yang dikerjakan dengan niat bukan kepada Allah SWT, tidak ikhlas karena ingin mendapat imbalan, bisa berupa pujian atau penghargaan, serta mengada-ada," katanya.Allah SWT berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan pahala sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti perasaan si penerima, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia (Q.S. Al-Baqarah: 264).Bersamaan dengan sumah, riya, merupakan perbuatan tercela dan masuk ke dalam syirik kecil. Allah SWT berfirman, sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah SWT dan Allah SWT akan membalas tipuan mereka.Dan jika mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas, mereka bermaksud riya dengan shalat itu di hadapan manusia, dan tidaklah mereka zikir kepada Allah kecuali sedikit sekali (Q. S. An-Nisa: 142).

Selain itu, dari Mahmud bin Labid, Rasulullah SAW bersabda, sesungguhnya yang paling ditakutkan dari apa yang saya takutkan menimpa kalian adalah asy syirkul ashghar (syirik kecil). Maka, para sahabat bertanya, apa yang dimaksud dengan asy syirkul ashghar? Beliau menjawab: "Ar riya," katanya.

Baca Juga

  • riya
  • syirik kecil
  • perbuatan tercela

Riya adalah termasuk akhlak tercela apa yang dimaksud dengan akhlak tercela?

sumber : Antara

Silakan akses epaper Republika di sini Epaper Republika ...

RIYA​’ PENGERTIAN RIYA MENURUT BAHASA

Pengertian Riya menurut Bahasa: riya’ ( ﺍﻟﺮﻳﺎﺀ ) berasal dari kata ﺍﻟﺮﺅﻳﺔ /ru’yah, yang artinya menampakkan

Riya ’ adalah memperlihatkan suatu amal kebaikan kepada sesama manusia.
PENGERTIAN RIYA MENURUT ISTILAH 

Pengertian Riya Menurut Istilah yaitu: melakukan ibadah dengan niat supaya ingin dipuji manusia, dan tidak berniat beribadah kepada Allah SWT.

Al-Hafidz Ibnu Hajar al-Asqolani dalam kitabnya Fathul Baari berkata: “Riya’ ialah menampakkan ibadah dengan tujuan dilihat manusia, lalu mereka memuji pelaku amalan itu”.

Imam Al-Ghazali , riya’ adalah mencari kedudukan pada hati manusia dengan memperlihatkan kepada mereka hal-hal kebaikan.

Imam Habib Abdullah Haddad pula berpendapat bahwa riya’ adalah menuntut kedudukan atau meminta dihormati daripada orang ramai dengan amalan yang ditujukan untuk akhirat.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa riya’ adalah melakukan amal kebaikan bukan karena niat ibadah kepada Allah, melainkan demi manusia dengan cara memperlihatkan amal kebaikannya kepada orang lain supaya mendapat pujian atau penghargaan, dengan harapan agar orang lain memberikan penghormatan padanya.
JENIS-JENIS RIYA

Riya’ dibagi kedalam dua tingkatan:

▪riya’ kholish yaitu melakukan ibadah semata-mata hanya untuk mendapatkan pujian dari manusia,

▪riya’ syirik yaitu melakukan perbuatan karena niat menjalankan perintah Allah, dan juga karena untuk mendapatkan pujian dari manusia, dan keduanya bercampur”.

Perbuatan riya bila dilihat dari sisi amal/citra yang ditonjolkan menurut Imam Al-Ghazali dapat dibagi atas 5 kategori, yaitu:

▪Riya dalam masalah agama dengan penampilan jasmani, misalnya memperlihatkan badan yang kurus dan pucat agar disangka banyak puasa dan shalat tahajud;

▪Riya dalam penampilan tubuh dan pakaian, misalnya memakai baju koko agar disangka shaleh atau memperlihatkan tanda hitam di dahi agar disangka rajin sholat.

▪Riya dalam perkataan, misalnya orang yang selalu bicara keagamaan agar disangka ahli agama.

▪Riya dalam perbuatan, misalnya orang yang sengaja memperbanyak shalat sunnah di hadapan orang banyak agar disangka orang sholeh. Atau seseorang yang pergi berhaji/umroh untuk memperbaiki citranya di masyarakat.

▪Riya dalam persahabatan, misalnya orang yang sengaja mengikuti ustadz ke manapun beliau pergi agar disangka ia termasuk orang alim.

Jangan biarkan pahala ibadah-ibadah yang telah sulit kita kumpulkan hilang tanpa arti dan berbuah keburukkan lantaran masih ada riya di hati kita. Allah SWT mengingatkan dalam firmannya:

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, yaitu orang-orang yang lalai dari shalatnya, yang berbuat karena riya” (Al Maa’uun 4-6)

BAB III : AKHLAK TERCELA KEPADA ALLAH SWT

KOMPETENSI INTI

1.      Menghargai dan menghayati ajaran agama yang dianutnya

2.     Menghargai dan menghayati perilaku jujur, disiplin, tanggungjawab, peduli (toleransi, gotong royong), santun, percaya diri, dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial dan alam dalam jangkauan pergaulan dan keberadaannya

3.     Memahami pengetahuan (faktual, konseptual, dan prosedural) berdasarkan rasa ingin tahunya tentang ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya terkait fenomena dan kejadian tampak mata

4.     Mencoba, mengolah, dan menyaji dalam ranah konkret (menggunakan, mengurai, merangkai, memodifikasi, dan membuat) dan ranah abstrak (menulis, membaca, menghitung, menggambar, dan mengarang) sesuai dengan yang dipelajari di sekolah dan sumber lain yang sama dalam sudut pandang/teori

KOMPETENSI DASAR

1.3.       Menolak akhlak tercela riya’ dan nifaq

2.3.       Membiasakan diri menghindari akhlak tercela riya’ dan nifaq

3.3.       Memahami akhlak tercela riya’ dan nifaq

4.3.       Mensimulasikan contoh perilaku riya’ dan nifaq serta dampaknya dalam kehidupan sehari-hari

INDIKATOR

1.3.1. Menyadari kewajiban memiliki sifat ikhlas, taat, khauf, dan tobat dalam kehidupan sehari-hari

2.3.1. Menunjukkan perilaku sifat ikhlas, taat, khauf, dan tobat dalam kehidupan sehari-hari

3.3.1. Menjelaskan pengertian riya

3.3.2. Menjelaskan pengertian nifaq

3.3.3. Mengidentifikasi akhlak tercela riya’ dan nifaq

3.3.4. Menganalisis pengaruh  negatif riyak dalam kehidupan

3.3.5. Menyimpulkan hikmah menghindari akahlak negatif

4.3.1. Mensimulasikan contoh perilaku riya’ dan nifaq serta dampaknya dalam kehidupan sehari-hari

AKHLAK TERCELA

RIYA’ DAN NIFAQ

Manusia sebagai makhluk Tuhan telah dianugerahi berbagai nikmat sehingga hal itu mengharuskan manusia untuk bersyukur kepada-Nya. Caranya bersyukur adalah dengan menjalankan perintah dan menjauhi larangan-Nya, yang diwujudkan dalam beberapa akhlak terpuji terhadap-Nya.

Kebalikannya adalah akhlak tercela (akhlakul madzmumah), yaitu perbuatan yang menyimpang dari ajaran Allah Swt yang nantinya akan berdampak negatif, baik bagi pelaku maupun bagi orang lain. Diantara akhlak madzmumah adalah riya’ dan nifaq.

1.      Riya’

Riya’ dalam bahasa Arab artinya memperlihatkan atau memamerkan, secara istilah riya’yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya.          Hal yang sepadan dengan riya’ adalah sum’ah yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar orang lain dan dipujinya, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Swt. Orang yang sum’ah dengan perbuatan baiknya, berarti ingin mendengar pujian orang lain terhadap kebaikan yang ia lakukan. Dengan adanya pujian tersebut, akhirnya masyhurlah nama baiknya di lingkungan masyarakat.

Dengan demikian orang yang riya’ berarti juga sum’ah, yakni ingin memperoleh pujian dari orang lain atas kebaikan yang dilakukan. Rasulullah Saw bersabda:

مَنْ سَمَّعَ سَمَّعَ اللهُ بِهِ وَمَنْ يُرَاءِ يُرَاءِ اللهُ بِهِ ( رواه البخاري)

Artinya:” Barang siapa (berbuat baik) karena ingin didengar oleh orang lain (sum’ah), maka Allah akan memperdengarkan kejelekannya kepada yang lain. Dan barang siapa (berbuat baik) karena ingin dilihat oleh orang lain (riya’), maka Allah  akan memperlihatkan kejelekannya kepada yang lain.” ( H.R Bukhari).

Allah juga berfirman dalam surat An-Nisa ayat 142  :

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللهَ إِلاَّ قَلِيلاً

Artinya : “Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. 4 An Nisaa' 142)

Alangkah meruginya orang-orang yang bersifat riya’ dan sum’ah, karena mereka bersusah payah mengeluarkan tenaga, harta dan meluangkan waktu, tetapi Allah tidak menerima sedikit pun amal ibadah mereka,bahkan adzab yang mereka terima sebagai balasannya.

Firman Allah Swt :

لاَ تَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَفْرَحُونَ بِمَا أَتَواْ وَّيُحِبُّونَ أَن يُحْمَدُواْ بِمَا لَمْ يَفْعَلُواْ فَلاَ تَحْسَبَنَّهُمْ بِمَفَازَةٍ مِّنَ الْعَذَابِ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ

Artinya: “Janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa orang-orang yang gembira dengan apa yang telah mereka kerjakan dan mereka suka supaya dipuji terhadap perbuatan yang belum mereka kerjakan janganlah kamu menyangka bahwa mereka terlepas dari siksa, dan bagi mereka siksa yang pedih.” (Q.S. 3 Ali 'Imran 188)

Sabda Rasulullah Saw:

لاَيَقْبَلُ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ عَمَلاً فِيْهِ مِثْقَالُ ذَرَّةٍ مِنْ رِيَاءٍ ( الحديث)

Artinya: “Allah tidak akan menerima amal yang terdapat unsur riya’ di dalamnya walaupun riya’  itu hanya sebesar dzarrah” ( Al-Hadits)

Allah memberikan ancaman bagi pelaku riya’ termasuk ketika melaksanakan ibadah shalat. Orang yang melakukan perbuatan riya’ diancam sebagai pendusta Agama Islam ini, bahkan diancam dengan satu sangsi yaitu neraka Wail. Allah berfirman dalam q.s al-Maun: 4-6, yaitu:

فَوَيْلٌ لِلْمُصَلِّينَ (4) الَّذِينَ هُمْ عَنْ صَلَاتِهِمْ سَاهُونَ (5) الَّذِينَ هُمْ يُرَاءُونَ (6)

“Maka kecelakaanlah bagi orang-orang yang shalat, (QS. 107:4)

(yaitu) orang-orang yang lalai dari shalatnya. (QS. 107:5)

orang-orang yang berbuat riya”. (QS. alMaun 107:6)

Contoh-contoh perbuatan riya’ misalnya adalah:

  1. Sifat –sifat yang melekat pada diri seseorang, seperti suka melekatkan  sifat-sifat mulia pada diri sendiri. Hal-hal yang cenderung dipamerkan itu misalnya keelokan dirinya, pakaian atau perhiasan,  jabatan di tempat kerja, dan status sosial lainnya.
  2. Seseorang menyantuni anak yatim dihadapan banyak orang dengan maksud agar ditayangkan di TV atau radio.

Adapun akibat buruk riya’, antara lain sebagai berikut

       a. Menghapus pahala amal baik, ( Q.S. Al-Baqarah ayat 264)

       b. Mendapat dosa besar karena riya’ termasuk perbuatan Syirik kecil.

           Sabda Rasulullah Saw:

   اِنَّ اَخْوَفَ مَااَخَافُ عَلَيْكُمُ الشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ قَالُوْا يَارَسُوْلَ اللهِ

وَمَا الشِّرْكُ اْلاَصْغَرُ قَالَ الرِّيَاءُ (رواه أحمد)

  Artinya:” Sesungguhnya perkara paling aku khawatirkan dari beberapa hal yang aku khawatirkan adalah syirik kecil. Sahabat bertanya, “ Apa syirik kecil itu, ya Rasulullah?”  Beliau  menjawab, “Riya’” ( H.R  Ahmad)

c.   Tidak selamat dari bahaya kekafiran karena riya’ sangat dekat hubungannya dengan sikap kafir. (Q.S Al-Baqarah ayat 264).

2.      Nifaq

Kata nifaq berasal dari kata: nafiqa alyarbu’, artinya  lobang  hewan sejenis tikus. Lobang ini ada dua, ia bisa masuk ke lobang satu kemudian keluar lewat lobang yang lain. Demikianlah gambaran keadaan orang-orang munafik, satu sisi menampakkan Islamnya, tetapi di sisi lain ia amat kafir dan menentang kepentingan Agama Islam.

Nifaq adalah perbuatan menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanannya dengan ucapan dan  tindakan. Perilaku seperti ini pada hakikatnya adalah ketidaksesuaian antara keyakinan,  perkataan, dan perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan yang selalu dilakukan adalah kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, terhadap Allah Swt maupun sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq di sebut munafik. Firman Allah Swt.

وَإِذَا لَقُواْ الَّذِيْنَ اٰمَنُواْ قَالُواْ اٰمَنَّا وَإِذَا خَلَواْ إِلَى شَيَاطِينِهِمْ قَالُواْ إِنَّا مَعَكْمْ إِنَّمَا نَحْنُ مُسْتَهْزِئُونَ

Artinya:”Dan bila mereka berjumpa dengan orang-orang yang beriman, mereka mengatakan:  "Kami telah beriman." Dan bila mereka kembali kepada syaitan-setan mereka, mereka mengatakan: "Sesungguhnya kami sependirian dengan kamu, kami hanyalah berolok-olok". (Q.S. 2 Al Baqarah 14)

1.      Dua Kategori Nifaq:

Perbuatan Nifaq dikategorikan menjadi dua , yaitu:

a.      Nifaq I’tiqadi

Nifaq I’tiqadi adalah suatu bentuk  perbuatan yang menyatakan dirinya beriman kepada AllahSwt, sedangkan dalam hatinya tidak ada keimanan sama sekali. Dia shalat, bersedekah. Dan beramal shaleh lainnya, namun tindakannya itu tanpa didasari keimanan dalam hatinya.

Firman Allah Swt.

إِنَّ الْمُنَافِقِينَ يُخَادِعُونَ اللهَ وَهُوَ خَادِعُهُمْ وَإِذَا قَامُواْ إِلَى الصَّلاَةِ قَامُواْ كُسَالَى يُرَآؤُونَ النَّاسَ وَلاَ يَذْكُرُونَ اللهَ إِلاَّ قَلِيلاً

Artinya:”Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah, dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk salat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan salat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali.” (Q.S. 4 An Nisaa' 142)

Pelaku nifaq diancam Allah dengan disamakan dengan orang fasik yang diancam dengan  neraka Jahannam dan kekal di dalamnya. 

Allah juga berfirman dalam surat at-Taubah:  67-68:

الْمُنَافِقُونَ وَالْمُنَافِقَاتُ بَعْضُهُمْ مِنْ بَعْضٍ يَأْمُرُونَ بِالْمُنْكَرِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمَعْرُوفِ وَيَقْبِضُونَ أَيْدِيَهُمْ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ إِنَّ الْمُنَافِقِينَ هُمُ الْفَاسِقُونَ (67)

وَعَدَ اللَّهُ الْمُنَافِقِينَ وَالْمُنَافِقَاتِ وَالْكُفَّارَ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا هِيَ حَسْبُهُمْ

وَلَعَنَهُمُ اللَّهُ وَلَهُمْ عَذَابٌ مُقِيمٌ (68)    (التوبة: 67-68)

“Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan-perempuan, sebagian dari sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang berbuat yang ma'ruf dan mereka mengenggam tangannya. Mereka telah lupa kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafik itulah orang-orang yang fasik. (QS. 9:67)

“Allah mengancam orang-orang munafik laki-laki dan perempuan dan orang-orang kafir dengan neraka Jahannam. Mereka kekal di dalamnya. Cukuplah neraka itu bagi mereka; dan Allah mela'nati mereka; dan bagi mereka azab yang kekal, (QS. 9:68.

Allah akan memasukkan orang munafik dan orang kafir bersama-sama dalam neraka. Dalam surat anNisa 140, Allah berfirman:

إِنَّ اللَّهَ جَامِعُ الْمُنَافِقِينَ وَالْكَافِرِينَ فِي جَهَنَّمَ جَمِيعًا (النساء: 140)

“Sungguh Allah mengumpulkan orang-orang munafik dan kafir dalam neraka Jahannam bersama-sama”. (anNisa: 140)

Kisah Abdullah ibnu Saba’, dia adalah tokoh munafiq Madinah, semenjak kemunculan Nabi SAW, ia sudah memendam rasa benci terhadap Nabi. Sebiah kisah menerangkan bahwa kebencian terhadap Nabi disebabkan karena hijrahnya Nabi ke Madinah, dengan sebab hijrah inilah, ia merasa kurang diperhatikan lagi oleh masyarakatnya, semula, ia adalah calon pemimpin MAdinah. Tetapi setibanya Nabi di Madinah, maka pamor akan status social Abdullah ibnu Saba’ menjadi padam. Lalu ia amat memendam rasa benci kepada Nabi SAW.  Dalam sejarah perjuangan Islam, dialah sosok yang paling banyak mengendurkan semangat umat Islam dalam berjuang melawan orang-orang kafir, ia juga pernah berusaha mengusir Nabi dari Madinah, ia juga yang pernah memfitnah sayyidah Aisyah, Istri Nabi pernah berselingkuh dengan seorang sahabat bernama Shafwan Ibnu Muatthal, lalu Allah menolong langsung sahabat Aisyah, menjelaskan masalahnya dengan menurunkan ayat-ayat alQur’an. Dan ketika Abdullah ibnu Saba’ meninggal di Madinah, Anaknya berusaha memohon pada Nabi untuk turut serta menshalatkan dan menguburkannya. Lalu Nabi amat berbaik hati, menshalatkannya dan  turut menguburkannya, lalu mendoakkannya. Setelah Nabi mendoakan dan mengistighfarkan untuknya, maka Allah menurunkan surat atTaubah: 80:  

اسْتَغْفِرْ لَهُمْ أَوْ لَا تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ إِنْ تَسْتَغْفِرْ لَهُمْ سَبْعِينَ مَرَّةً فَلَنْ يَغْفِرَ اللَّهُ لَهُمْ

ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ كَفَرُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ (80)

Kamu memohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun kepada mereka (adalah sama saja). Kendatipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, namun Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Yang demikian itu adalah karena mereka kafir kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik. (QS. atTaubah :80.

Ayat ini menerangkan bahwa kemunafikan Abdullah Ibnu Saba’ sudah melewati batas kekafiran, sehingga Allahpun tidak berkenan menerima taubatnya, naudzu billahi min dzalik (lihat tafsir surat atTaubah).

b.      Nifaq ‘Amali

Nifaq ‘amali adalah kemunafikan berupa  pengingkaran atas  kebenaran dalam bentuk perbuatan. Sesuai dengan Sabda Rasulullah Saw:

اَيَةُ اْلمُنَفِقِيْنَ ثَلاَ ثٌ : اِذَا حَدَّثَ كَذَبَ وَاِذَا وَعَدَ أَخْلَفَ وَاِذَا اؤْتُمِنَ خَان

(رواه البخاري ومسلم )

Artinya: “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga, yaitu apabila berkata selalu berdusta, apabila  berjanji selalu tidak ditepati, dan apabila dipercaya selalu mengkhianati .” (HR. Bukhari Muslim)

2.      Ciri-ciri perbuatan yang masuk kategori nifaq:

1.       Tidak mampu menegakkan shalat kecuali dengan malas-malasan,  ia merasa ragu terhadap balasan Allah di Akhirat.

2.       Hanya berfikir jangka pendek yaitu kekayaan duniawi semata

3.       Terbiasa dengan kebohongan, ingkar janji, dan khianat.

4.       Tidak mampu ber-amar ma’ruf nahyi munkar.

5.       Sering kali dalam pembicaraannya menyindir dan menyakiti Nabi atau Islam.

RANGKUMAN

Riya’ dalam   bahasa Arab artinya memperlihatkan atau memamerkan, secara istilah riya’yaitu memperlihatkan sesuatu kepada orang lain, baik barang maupun perbuatan baik yang dilakukan, dengan maksud agar orang lain dapat melihatnya dan akhirnya memujinya. Hal yang sepadan dengan riya’ adalah sum’ah yaitu berbuat kebaikan agar kebaikan itu didengar orang lain dan dipujinya, walaupun kebaikan itu berupa amal ibadah kepada Allah Swt.

Nifaq adalah perbuatan menyembunyikan kekafiran dalam hatinya dan menampakkan keimanannya dengan ucapan dan  tindakan. Perilaku seperti ini pada hakikatnya adalah ketidaksesuaian antara keyakinan,  perkataan, dan perbuatan. Atau dengan kata lain, tindakan yang selalu dilakukan adalah kebohongan, baik terhadap hati nuraninya, terhadap Allah Swt maupun sesama manusia. Pelaku perbuatan nifaq di sebut munafik.

Para ulama membagi ada dua jenis kemunafikan, yaitu nifaq i’tiqadi dan nifaq amali.


Page 2