Pertanyaan tentang fungsi dan peran masjid dalam pengembangan Islam

3. Peristiwa Fathul Makkah menjadi kemenengan kaum muslimin atas kaum Qurasiy karena pertolongan dari......​

tuliskan 20 kosakata yg didalam dialog ..​

hallo kaka boleh bantuin gak​

Wahyu yang turun sebelum nabi Muhammad tidak disebut Al Qur'an,sebaba. diberikan kepada nabi Isab.tidak di bukukan dengan rapic. Al Qur'an khusus untu … k nabi Muhammadd. sudah diubah oleh manusiae. bersifat sementaratlg dijawab ya besok mau dikumpulin ,​

Setiap selesai melaksanakan shalat fardu, Ibad selalu melakukan sujud syukur. Sikap Ibad dalam pandangan fiqih adalah .....​

tolong dibantu yaaa, makasi​

dalam bermusyawarah dapat kita temui banyak perbedaan pendapat hal itu adalah anugerah yang harus kita syukuri Bagaimana sikap yang baik ketika ada te … man yang berbeda pendapat dalam musyawarah​

menurut ajaran Islam hubungan muamalah antara kaum muslimin dan non muslim hukumnya...​

Tuliskan contoh toleransi yang sesuai isi Surah al-Kafirun!​

kejujuran akan membawa kebaikan dan kebaikan membawa ke surga Sebutkan tiga manfaat perilaku jujur​

BAB I

PENDAHULUAN

Umat Islam bukanlah kelompok manusia yang tujuannya adalah untuk hidup dengan menghalalkan segala cara dan menempuh jalan hidup tanpa arah asalkan dapat memperoleh makanan, kenikmatan dan kesenangan.

Umat Islam memiliki akidah yang menagtur hubungan mereka dengan Allah, menentukan pandangan hidup, mengatur urusan intern secara khusus dan menuntun hubungan mereka dengan alam untuk mencapai tujuan-tujuan yang jelas. Sejak Rasulullah SAW mtinggal menetap di Madinah, hal pertama yang dilakukan oleh Rasulullah adalah untuk  menampilkan syiar Islam yaitu dengan membangun masjid, tempat melaksanakan shalat dan do’a-do’aserta untuk mendekatkan diri kepada Allah dan membersihkan hati dari kotoran-kotoran duniawi.

1.      Bagimana sejarah tentang suatu masjid?

2.      Bagimana masjid sebagai lembaga pendidikan?

3.      Bagaimana fungsi masjid secara substansial ?

4.      Bagaimana peran masjid dalam perkembangan Islam di Negara non-Islam?

5.      Bagaimana peran masjid dalam perkembangan islam di negara islam pada masa lalu dan masa kini?

6.      Bagaimana peran masjid di negara mayoritas muslim?

BAB II

PEMBAHASAN

A.    Sejarah Masjid.

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh imam Tirmidzi dari Abi Sa’id al-Khudry berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”.

Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Masjid adalah “tempat shalat berjama’ah” atau tempat shalat untuk umum (orang banyak). Dalam perkembangannya kata-kata masjid sudah memiliki pengertian khusus, yakni suatu bangunan yang berfungsi sebagai tempat shalat, baik shalat lima waktu, shalat jum’at maupun shalat Hari Raya.

Departemen Agama RI, mendefinisikan masjid berdasarkan kategorinya adalah bangunan tempat ibadah (shalat) yang bentuk bangunannya dirancang secara khusus dengan berbagai atribut masjid seperti ada menara yang cukup megah, memiliki kubah, bangunannya cukup besar, kapasitasnya dapat menampung ratusan bahkan ribuan jamaah dan biasanya dipakai melaksanakan ibadah shalat jum’at atau perayaan hari-hari besar Islam.

Masjid sebagai salah satu pemenuhan kebutuhan spiritual sebenarnya bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beberapa ayat dalam al-Qur’an menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang di dalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan Islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan. Masjid memegang peranan penting dalam penyelenggaraan pendidikan Islami karena itu masjid merupakan sarana pokok dan mutlak bagi perkembangan masyarakat Islam.

B.     Masjid Sebagai Lembaga Pendidikan

Masjid adalah lembaga pendidikan Islam yang berfungsi aktif dalam mengajarkan dasar-dasar agama, bahasa dan sastra. Oleh karena itu, masjid telah menjalankan peran agama dan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan kaum muslimin.

Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan suau lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya. Dengan tercipta lingkaran tersebut, bukan berarti fungsi masjid berhenti, tetapi tetap memberikan sahamnya dalam menciptakan dan menimbulkan lingkaran baru lagi.

Al-‘Abdi menyatakan bahwa masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Dengan menjadikan lembaga pendidikan dalam masjid, akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangkan segala bid’ah, mengembangkan hukum-hukum Tuhan, serta menghilangkan stratifikasi status sosial ekonomi dalam pendidikan.

Masjid merupakan lembaga pendidikan luar sekolah yang merupakan intitussi utama dan terpenting dalam mendidik dan membina umat. Umat Islam baru mengenal lembaga pendidikan sekolah yang mendekati system dan bentuknya seperti sekarang ini pada abad XV H atau abad XI M. Pada awalnya pendidikan Islam tidak bisa dilepaskan dari masjid, akan tetapi dengan perkembangan wilayah dan jumlah umat Islam yang semakin banyak, anak-anak muslim banyak yang belajar di masjid dengan tidak atau kurang memeprhatikan kebersihan dan kesuciannya sehingga disarankan oleh beberapa kalangan kala itu agar anak-anak tidak belajar di masjid. Bahkan kalangan yang ekstrim menganjurkan agar masjid dibersihkan dari anak-anak dengan alasan Nabi pernah memerintahkan agar masjid dibersihkan dari anak-anak dan orang gila. Setelah itu, mereka kemudian membuat tempat belajar di pinggir-pinggir jalan dan pinggir-pinggir pasar.

Oleh karena adanya pendapat ekstrim tersebut, masjid kemudian hanya diperuntukkan bagi kalangan mereka yang sudah dewasa dan mahasiswa. Pada saat orang-orang dewasa ini enggan belajar di masjid maka masjid pun menjadi sepi dari aktivitas akademis, seperti yang bisa disaksikan di beberapa masjid saat ini.

Sejarah pendidikan Islam memiliki ikatan yang kuat dengan masjid karena merupakan tempat yang amat vital untuk mengembangkan budaya Islam dan di tempat yang suci ini pula lingkaran studi berjalan sejak awal.

Pada periode awal Islam masjid dan perpustakaan merupakan pusat pendidikan Islam. Setelah itu baru dikenal istilah sekolah dan lembaga-lembaga lain yang dimanfaatkan untuk keperluan studi, seperti istana Negara dan bahkan rumah sakit. Pendidikan di Masjid pada saat itu menawarkan berbagai disiplin ilmu; filsafat, al-Qur’an, tafsir, hadits, fiqih dll. Sendi-sendi pendidikan dalam Islam, seperti persamaan, demokratis, persamaan kesempatan dan kebebasan dalam memilih subjek maupun mata pelajaran, dan bahkan memilih guru, terlepas dari himpitan dana yang membebani dapat diperoleh saat pendidikan diberlakukan di masjid.

C.    Fungsi Masjid Secara Substansial

Dalam perspektif al-Qur'an Sunnah, secara substansial masjid memiliki empat fungsi yakni:

Pertama, fungsi teologis, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah. (QS.Jin [72]: 11).

Kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah). Fungsi ini yang merupakan kelanjutan dari fungsi teologis diatas yang menyatakan bahwa masjid adalah tempat penyucian diri dari segala ilah dan penyucian dari pengesaaan tersebut memiliki makna yang sebenarnya, jikalau dibarengi dengan peribadatan yang menunjukkkan kearah tersebut. (QS.An-nur [24]:  36-37).  Pada fungsi kedua ini, tumpuan masjid adalah  untuk membangun nilai ketakwaan baik dalam hubungan ketakwaan individual maupun sosial. Oleh karena masjid berfungsi sebagai ubudiyah, maka pendirian masjid harus didasarkan takwa kepada Allah sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur'an surat at-Taubah [9]:107 , al-Baqarah [2]:114, at-Taubah [9]:18-19. 

Ketiga, fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah). Secara etik, peribadatan dianggap sebagai penyerahan total apabila disertai dengan nilai moral yang menyangkut gerakan hati dan fisik. Bukan sekedar membangun sebuah bangunan, tetapi juga membangun hati yang tegak dalam jalan Allah. Prilaku halal, tetapi terlarang apabila melakukan hubungan seksual dengan istri saat iktikaf di Masjid (QS. at-Baqarah [2]: 187 dan melakukan transaksi jual beli di dalam masjid. (QS. At-Taubah [9]:29) dan (QS. Al-Hajj [22]: 40). Secara sosial masjid juga menjadi jaminan keamanan  bukan sekedar dari panas dan hujan, tetapi lebih dari itu adalah jaminan akan marabahaya keamanan dan ekonomi.

Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam sejarah fungsi ini   dapat ditengok dari seluruh aktivitas  Nabi yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid. Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.

Dari empat fungsi dasar masjid tersebut diatas dapat dikembangkan menjadi beberapa fungsi secara lebih rinci sebagai berikut:

1.         Fungsi keagamaan; untuk melakukan shalat, pembagian zakat, manasik haji, memberi fatwa dan lain-lain.

2.         Fungsi sosial, untuk tempat saling  mengenal (ta’aruf), memahami dan menerima orang lain, baik secara individu maupun kolektif.

3.         Fungsi psikologi, untuk memberi rasa aman dan kebersamaan, senasib dan seiman yang memupuk persatuan dan rasa optimis.

4.         Fungsi pendidikan dan dakwah; untuk pendidikan ulumul qur'an, ulumul hadits, ilmu-ilmu sosial ekonomi dan eksak, pendidikan moral dan juga perpustakaan.

5.         Fungsi politik; untuk perdamaian, tempat mengatur strategi perang, menerima delegasi dan memusyawarahkan urusan kemasyarakatan dan kenegaraan.

6.         Fungsi layanan kesehatan umat (fisik dan mental)

7.         Fungsi peradilan, tempat untuk mengadili perkara perdata dan pidana.

8.         Fungsi komunikatif, yaitu untuk mengkomunikasikan berbagai informasi aktual.

9.         Fungsi estetis, untuk menuangkan kreatifitas seni.

D.    Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara Non-Islam

Muslim korea dalam peta sejarah perkembangan Islam di Korea memang tidak mudah. Hal ini didominasi oleh agama Budha dan Konfusius, juga cepatnya perkembangan agama Nasrani, muslim Korea hanya sekitar 40 ribu saja ditambah 100 ribu muslim pendatang. Jumlah itu terlihat sangat kecil jika dibandingkan dengan jumlah penduduk korea yang mencapai 40 juta jiwa. Belum lagi dominasi budaya yang jauh dari nilai-nilai Islam membuat muslim korea benar-benar harus berjuang dalam dakwah.

Pertalian sejarah antara muslim Arab dengan orang Korea sendiri berawal dari abad ke-7. Saat Arab muslim sering berdagang ke wilayah Cina, saat itu pula pedagang Arab mengunjungi Korea yang saat itu dikuasai oleh Dinasti Shilla. Walaupun tidak nampak bukti ada kegiatan yang bersifat religious, namun hubungan dagang antar muslim Arab dengan Dinasti Shilla berlangsung cukup baik.

Abad ke-11 Koryo mulai intensif melakukan hubungan dagang dengan Arab Muslim. Raja Koryo waktu itu memberi keleluasaan bagi para pedangan Muslim itu untuk tinggal di Korea dan dipersilahkan untuk membangun masjid yang disebut Yekung dan para imamnya disebut Doro. Namun di masa Dinasti Chosun, muslim korea mengalami kesulitan karena dinasti tersebut menolak heterogenitas dan budaya yang berbeda dan memutuskan untuk menutup diri dari asimilasi budaya luar. Muslim korea pun secara bertahap melebur ke dalam budaya korea sehingga sulit ditemui jejak perkembangan Islam di sini.

Setelah didirikannya masjid itu, selain digunakan untuk beribadah umat muslim, masjid juga digunakan sebagai tempat untuk melakukan proses belajar mengajar bagi Negara Korea.

Selain itu juga seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya aliran “sekularisasi” dan pandangan hidup “materalisme”, tanpa disadari peranan masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit dan bahkan terpinggirkan. Besarnya gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan orang terhadap agama, telah menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai pelengkap dalam kehidupan. Hal ini dilihat dari semakin kecilnya pengunjung gereja di negara-negara barat. Dalam pandangan orang barat, gereja hanya sebagai tempat ibadah, bahkan lebih ironis lagi mereka melihat gereja sebagai “lembaga sosial” yang meminta sumbangan kepada jamaahnya. Mereka melihat gereja tidak memberikan keuntungan materi dan hanya membuang waktu saja. Akhirnya banyak gereja yang kosong karena ditinggalkan umatnya.

Fenomena di  barat tersebut menarik untuk di perhatikan, karena pandangan yang demikian akhir-akhir ini juga telah banyak ditemukan pada umat Islam. Saat ini banyak diantara umat Islam yang melihat masjid hanya sebagai tempat ibadah atau sholat. Itupun kalau kita lihat hanya sedikit orang yang melakukan sholat berjama’ah di masjid setiap waktu, kecuali sholat Jum’at. Maka tidak heran masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu sholat, bahkan yang kadang-kadang digunakan sebagai tempat istirahat melepas lelah setelah bekerja, sehingga kita lihat masjid-masjid yang sepi tidak ada aktifitas apa-apa selain sholat dan peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Tentunya kita tidak ingin masjid-masjid kita mengalami nasib yang sama seperti di barat.

Hasil analisa menyimpulkan bahwa kecenderungan umat meninggalkan masjid karena mereka merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka yang semakin komplek. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.

Sedangkan pro pembangunan masjid di Negara non muslim yaitu masjid dibangun di Negara non muslim diperkenankan untuk melaksanakan kegiatan ibadah bagi warga muslim, namun kontranya yaitu dengan banyaknya pembangunan masjid di Negara yang non muslim itu warga muslim dianggap sebagai pelopor munculnya rezim baru dan dianggap sebagai teroris.

E.     Peran Masjid dalam Perkembangan Islam di Negara Islam Pada Masa Lalu dan Masa Kini

Usaha pertama yang dilakukan Rasulullah SAW setelah tiba di Madinah ialah membangun masjid. Masjidlah yang menghimpun banyak kaum muslimin. Disitulah mereka mengatur segala urusan, bermusyawarah guna mewujudkan tujuan, menghindarkan berbagai kerusakan dari mereka, saling membahu dalam mengatasi berbagai masalah dan menghindarkan setiap perusakan terhadap akidah, diri dan harta mereka. Masjid adalah pusat mereka untuk berlindung kepada Rabb, dan memohon ketentraman, kekuatan serta pertolongan kepada-Nya. Di samping itu, masjid merupakan tempat mereka memakmurkan qalbu dengan bekal baru, yaitu berupa potensi-potensi ruhaniah. Dengan potensi tersebut, Allah SWT memberi kesabaran, kekuatan, keberanian, kesadaran, pemikiran, kegigihan, dan semangat.

Pada masa permulaan Islam, masjid memiliki fungsi yang sangat agung. Pada masa dahulu, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-berhala, dan thagut, agar mereka beribadah hanya kepada Allah SWT semata.

Dalam Islam merupakan salah satu dari sekian banyak unsur penting dalam pendidikan. Masjid adalah tempat beribadah, juga tempat berlangsungnya proses pendidikan. Dalam Islam, ibadah merupakan bagian dari risalah masjid. Tidak hanya itu, Rasulullah juga telah berjanji kepada sahabat-sahabat Beliau untuk menjaga dan melindungi mereka di dalam masjid. Sehingga sudah menjadi rahasia umum masjid pada zaman Rasulullah SAW telah melahirkan sekumpulan ulama fiqih, tafsir, dan hadits.

Perjalanan Islam pun mulai berkembang dan bendera Islam mulai meninggi diantara pojok-pojok masjid. Rasulullah SAW telah menjadikan masjid sebagai tempat untuk memimpin dan pusat brebagai operasi pasukan Islam, sebagaimana Beliau juga menjadikan masjid tersebut sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran untuk para generasi muslim, guna menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh negeri.

Masjid merupakan bagian-bagian dari lembaga-lembaga peradaban yang mampu menciptakan kembali kebangkitan umat Islam. Karena, masjid-masjid tersebut tetap sejalan dengan perkembangan peradaban sepanjang masa tersebut. Masjid tidak hanya terbatas pada aktivitas pendidikan dan pengajaran. Bahkan lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai pengukuh ikatan-ikatan sosial dan persaudaraan antar kaum muslimin. Masjid terus menerus melaksanakan peran pendidikan dan sosialnya di masa-masa kejayaan Islam. Sehingga, tidak diragukan lagi, masjid telah dianggap sebagai salah satu dari sekian banyak lembaga-lembaga pendidikan paling penting di tengah masyarakat Islam.

Masjid memiliki peranan penting dalam masyarakat Islam pada masa kejayaannya di masa lalu. Masjid merupakan tempat ibadah, pengajaran, pendidikan dan pengarahan. Juga sebagai tempat bermusyawarahnya kaum muslimin dan tempat untuk saling nasehat-menasehati diantara mereka. Maka pada saat itu masjid difungsikan sebagai sarana berlangsungnya aktivitas peradilan, tempat ibadah, tempat pengangkatan pasukan-pasukan yang siap berjihad di jalan Allah dan tempat pengobatan orang sakit. Tidak hanya itu, di samping sebagai pusat kebudayaan Islam masjid juga digunakan untuk melaksanakan akad nikah. Juga sebagai tempat penerimaan para utusan dan duta-duta bangsa, pusat informasi, dan tempat pertolongan serta tempat perlindungan soisal.

Oleh karena itu, masjid sudah menjadi kebutuhan setiap individu muslim, baik dilihat dari sisi agama maupun sosial. Para ahli pendidikan dan peletak metode pendidikan Islam menegaskan bahwa masjid berfungsi sebagai pemandu dalam pembangunan manusia muslim. Untuk itu, sudah selayaknya ditanamkan sebuah keyakinan dalam jiwa setiap insan muslim bahwa masjid memiliki kedudukan yang paling tinggi.

Sudah semenjak zaman dahulu, masjid selalu dijadikan sebagai tempat beribadah dan sebagai tempat pertemuan kaum muslimin. Lebih dari itu, masjid juga berfungsi sebagai pusat informasi Islam dan tempat melaksanakan aktivitas-aktivitas kaum muslimin. Maka, jadilah msjid sebagai pusat ilmu pengetahuan, informasi, aktivitas membaca, dzikir, nasehat dan pengarahan.

Di samping itu, masjid berfungsi sebagai markas pendidikan. Di situlah manusia dididik supaya memegang teguh keutamaan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial, serta menyadari hak dan kewajiban mereka dalam Negara Islam yang didirikan guna merealisasikan ketaatan kepada Allah SWT, syari’at, keadilan, dan rahmat-Nya di tengah-tengah manusia. Pengajaran baca tulis sebagai gerakan pemberantasan buta huruf dimulai dari masjid Rasulullah SAW. Di samping itu, masjid merupakan sumber pancaran moral karena di situlah kaum muslimin menikmati akhlak-akhlak yang mulia.

Dalam masa kini, masjid masih menjalankan fungsi khususnya dalam memberikan pendidikan keislaman di seluruh lapisan masyarakat Islam. Semua itu masih mengakar erat dalam kehidupan kaum muslimin, karena sejarah pendidikan Islam bagi generasi-generasi terdahulu sangat erat kaitanya dengan masjid.

Bersamaan dengan semakin beragamnya sumber-sumber ilmu pengetahuan, kebudayaan dan informasi termasuk di dalamnya kebudayaan Islam barulah dirasakan perlunya membangun sekolah-sekolah secara tersendiri terpisah dari masjid. Sekolah-sekolah tersebut akan digunakan untuk pelaksanaan pengajaran berbagai ilmu agama dan sosial. Akan tetapi, keragaman dan bermacamnya sumber kebudayaan dan informasi bukan berarti menghilangkan peran masjid sebagai tempat ibadah dan pendidikan. Karena, Islam sama sekali tidak melalaikan salah satu sisi dari berbagai sisi kejiwaan manusia. Maka Islam tetap memperhatikan aspek motoric, sebagaimana juga memperhatikan aspek pengetahuan dan perilkau keimanan seorang muslim.

Dalam masyarakat Islam, masjid berkedudukan sebagai pusat pengarahan mental spiritual dan fisik material, sekaligus pula merupakan tempat beribadah, tempat menuntut ilmu dan tempat pengakajian sastra. Moral, akhlak dan tradisi Islam yang merupakan bagian dari intisari agama, dalam masjid itu terjalin erat dengan kewajiban shalat dan dengan barisan shafnya yang teratur rapi. Namun, kini orang-orang yang tidak mampu lagi membina kepribadian berdasarkan akhlak yang kuat lalu mengutamakan pembangunan masjid yang megah, tetapi jamaahnya adalah orang-orang yang tidak karuan akhlaknya.

Selain peran masjid di atas dapat diperjelas lagi peran masjid Dalam bidang pendidikan, Rasulullah menggunakan masjid untuk mengajarkan para sahabat agama Islam, membina mental dan akhlak mereka, seringkali dilakukan setelah sholat berjama’ah, dan juga dilakukan selain waktu tersebut.  Masjid pada waktu itu mempunyai fungsi sebagai “sekolah” seperti saat ini, gurunya adalah Rasulullah dan murid-muridnya adalah para sahabat yang haus ilmu dan ingin mempelajari Islam lebih mendalam.  Tradisi ini juga kemudian di ikuti oleh para sahabat dan penguasa Islam selanjutnya, bahkan dalam perkembangan keilmuan Islam, proses “ta’lim” lebih sering di lakukan di masjid, tradisi ini dikenal dengan nama “halaqah”. Banyak ulama-ulama yang lahir dari tradisi halaqah ini. Tradisi ini diadopsi di Indonesia dengan model “Pesantren”, menurut sejarah berdirinya pesantren-pesantren di Indonesia dimulai dengan adanya kyai dan masjid. Pada perkembangan selanjutnya ketika proses ta’lim di adakan di sekolah/madrasah, tradisi halaqah masih tetap dilestarikan di berbagai tempat sebagai “madrasah non formal”. Namun demikian tidak dapat dipungkiri bahwa tradisi ini merupakan cikal bakal berdirinya universitas-universitas Islam besar di dunia. Salah satu contohnya adalah al-Azhar di Mesir.

Di bidang ekonomi, masjid pada awal perkembangan Islam di gunakan sebagai “Baitul Mal” yang mendistribusikan harta zakat, sedekah, dan rampasan perang kepada fakir miskin dan kepentingan Islam. Golongan lemah pada waktu itu sangat terbantu dengan adanya baitul mal.

Hasan Langgulung mengemukakan bahwa masjid merupakan lembaga pendidikan pokok pada zaman Nabi dan Khulafa’ur Rasyidin. Ketika ilmu-ilmu asing memasuki masyarakat Islam, ia juga memasuki masjid dan harus dipelajari bersama-sama dengan ilmu agama.

Menurut Asma Fahmi, masjid merupakan sekolah menengah dan tinggi  dalam waktu yang sama. Pada mulanya, masjid juga dipergunakan untuk pendidikan rendah. Akan tetapi, kaum muslimin kemudian lebih menyukai jika kepada kanak-kanak diberikan tempat khusus karena kanak-kanak dapat merusak masjid dan tidak bisa menjaga kebersihan.

Muhammad Athiyah al-Abrasyi mengemukakan bahwa pada masa keemasan Islam pertama, pemuda-pemuda dan orang-orang yang telah berumur bersama-sama duduk di masjid untuk mengikuti beberapa pelajaran yang diberikan. Di antara mereka yang telah menjadi siswa di masjid itu adalah Ali bin Abi Thalib dan Abdullah bin Abbas.

Masjid adalah symbol yang memiliki makna sangat penting bagi Islam. Ia melambangkan hubungan erat antara hamba dengan Tuhan, hubungan yang selalu diperbaharui seiring berjalannya waktu, dan berlangsung siang dan malam. Peradaban yang dibawa oleh Islam tidak pernah putus hubungannya dengan kebesaran dan kekuasaan Ilahi, senantiasa berpegang teguh pada kebajikan, menentang kemunkaran dan setia kepada perintah dan larangan yang telah ditetapkan Allah.

Setelah Islam berkembang, semakin banyak pula masjid. Kaum muslimin membina satu masjid atau lebih di tempat-tempat di mana mereka tinggal. Khalifah Umar bin Khattab memerintahkan para komandannya untuk mendirikan masjid di negeri, di kota-kota yang mereka kuasai. Pada abad ketiga Hijriah, kota Baghdad sudah penuh dengan masjid, begitu pula di kota-kota mesir.

Keadaan ini mengalami pasang surut karena kemudian tujuan duniawi menguasai sebagian pengelola masjid. Padahal mereka juga termasuk para ulama’. Akhirnya, fungsi masjid bergeser menjadi sumber pencarian rezeki dan benteng fanatisme madzhab, golongan atau pribadi. Seperti masjid di Negara Jepang. Di masjid tersebut mengadopsi orang yang dapat mengumandangkan adzan dan orang tersebut akan mendapat upah yang sangat besar. Ini dapat disimpulkan fungsi masjid menjadi bergeser sebagai sumber pencarian rezeki secara individual.

Namun pada masa sekarang ini fungsi masjid tidaklah seperti dahulu. Sekarang ini banyak orang yang bermegah-megahan dalam membangun masjid, tapi sedikit sekali orang yang mau berjama’ah di masjid. Dengan sedikitnya jama’ah itu dapat mengurangi peran atau fungsi masjid sebagai tempat ibadah sekaligus sebagai lembaga pendidikan. Pada masa sekarang ini sebagian kaum muslimin sudah terpengaruh oleh kemajuan teknologi yang sangat pesat. Hanya beberapa yang masih memfungsikan masjid sebagai lembaga pendidikan Islam. Sebagai contoh pada saat Ramadhan tiba, biasanya Masjid menyelenggarakan tadarusan al-Qur’an. Sekarang tampaknya lebih berkembang lagi, biasanya bila tiba ramadhan masjid ramai-ramai mengadakan kegiatan seperti pesantren Ramadhan, pesantren kilat, ngaji kitab, cerama-ceramah keagamaan, dan sebagainya, terlebih lagi dengan didukukng pemuda masjid yang penuh kreativitas, sehingga masjid lebih semarak.

Dengan lahirnya sekolah-sekolah yang terorganisir, beragamnya sarana-sarana pengetahuan dan kemudahan untuk mencapai berbagai informasi dari sumbernya yang beraneka ragam, membuat adanya penyusutan peran masjid. Masjid tidak lagi menjalankan perannya seperti zaman dahulu. Untuk mengatasi hal tersebut, para ahli pendidikan dan para pemerhati perkembangan pengetahuan hendaknya merancang kembali sistem pendidikan Islam dengan memperjelas petunjuk dan tujuannya dalam rangka mensukseskan pendidikan orang muslim. Mereka diharapakan dapat memasukkan masjid sebagai bagian yang dapat melengkapi peran sekolah.

F.     Peran Masjid di Negara Mayoritas Muslim (Prancis)

Islam adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar itu, agama Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini. Mulai dari jazirah Arabia, Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.

Pada abad ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa. Perlahan-lahan, masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan Katholik ini mulai menerima kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam menjadi salah satu agama yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropa.

Di Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.

Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis.

Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.

Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang dengan pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.

Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.

Pelajar Muslim Pada tahun 1970-an, imigran Muslim kembali mendatangi negara pencetus trias politica itu. Kali ini, para pelajar Muslim yang datang ke Prancis untuk menuntut ilmu. Kedatangan para pelajar ini menjadi faktor penting yang mengambil peran besar dan penting dalam mendorong penyebaran Islam dan berkehidupan Islam di jantung negeri Napoleon Bonaparte ini.

Tahun 1985, diselenggarakan konferensi besar Islam yang dibiayai Rabithah Alam Islami (Organisasi Islam Dunia). Turut serta dalam konferensi itu 141 negara Islam dengan keputusan mendirikan Federasi Muslim Prancis.

Hasil konferensi dan terbentuknya federasi Muslim itu berhasil mempersatukan sebanyak 540 buah organisasi Islam di seluruh Prancis dan melindungi 1600 buah masjid, lembaga-lembaga pendidikan Islam, dan gedung-gedung milik umat Islam.

Dengan kondisi ini, barisan umat Islam pun semakin kokoh. Yang lebih menggembirakan lagi, kebanyakan anggota federasi yang menjalankan roda organisasi justru berasal dari kaum muda-mudi Muslim berkebangsaan Prancis sendiri.

Banyak hal yang memengaruhi perkembangan Islam di Perancis. Salah satunya adalah Perang Teluk 1991 yang menyebabkan munculnya krisis identitas di kalangan anak muda Muslim di Prancis. Kondisi ini mendorong mereka lebih rajin datang ke masjid. Gerakan Intifada di Palestina juga mendorong makin banyaknya Muslim Perancis yang beribadah ke masjid.

Seiring dengan berkembangannya agama Islam di negara Prancis, jumlah sarana ibadah dan kegiatan keislaman pun semakin meningkat. Menurut survei yang dilakukan kelompok Muslim Prancis, sampai tahun 2003, jumlah masjid di seantero Prancis mencapai 1.554 buah. Mulai dari yang berupa ruangan sewaan di bawah tanah sampai gedung yang dimiliki oleh warga Muslim dan dibangun di tempat-tempat umum.

Perkembangan Islam dan masjid di Prancis juga ditulis oleh seorang wartawan Prancis yang juga pakar tentang Islam, Xavier Ternisien. Dalam buku terbarunya, Ternisien menulis, di kawasan Saint Denis, sebelah utara Prancis, terdapat kurang lebih 97 masjid, sementara di selatan Prancis sebanyak 73 masjid.

Tampaknya, pada tahun-tahun mendatang, jumlah masjid akan makin bertambah di Prancis. Sejumlah masjid yang ada sekarang terkadang tidak bisa menampung semua jamaah. Masjid di kawasan Belle Ville dan Barbes, misalnya, sebagian jamaah terpaksa harus shalat sampai ke pinggiran jalan.

Awalnya, masjid-masjid yang ada di Prancis didirikan oleh orang-orang Muslim asal Pakistan yang bekerja di pabrik-pabrik di Paris, Prancis. Mereka mengubah ruangan kecil tempat makan siang atau berganti pakaian menjadi ruangan untuk shalat. Terkadang, mereka menggunakan ruangan di asramanya sebagai sarana ibadah. Sehingga, hal itu terus berkembang dan menyebar.

Perkembangan yang terus meningkat itu membuat sebagian masyarakat Prancis khawatir. Masjid-masjid yang ada sering menjadi sasaran serangan yang berbau rasisme. Masa suram masjid di Prancis terjadi pada tahun 2001. Sejumlah masjid menjadi sasaran serangan dengan menggunakan bom molotov. Bahkan, ada masjid yang dibakar. Bentuk serangan lainnya adalah menggambari dinding-dinding masjid dan dinding rumah imam-imam masjid dengan lambang swastika. Namun, sejauh ini, belum ada organisasi hak asasi manusia atau asosiasi Muslim yang mempersoalkan serangan-serangan itu. Sekolah Tak hanya masjid yang tumbuh, lembaga pendidikan Islam di negeri mode ini pun turut berkembang. Sejumlah sekolah Islam berdiri di Prancis. Sampai kini, sedikitnya ada empat sekolah Muslim swasta.


BAB III

PENUTUP

A.    Kesimpulan

1.      Riwayat imam Tirmidzi dari Abi Sa’id al-Khudry berbunyi bahwa tiap potong tanah itu adalah masjid. Dalam hadits yang lain, Nabi Muhammad SAW menerangkan, “telah dijadikan tanah itu masjid bagiku, tempat sujud”. Secara harfiah masjid diartikan sebagai tempat duduk atau setiap tempat yang dipergunakan untuk beribadah. Sedangkan secara istilah Masjid adalah bangunan yang berfungsi sebagai tempat shalat yang sah unutk beri’tikaf. Masjid bukan hanya berfungsi sebagai tempat shalat saja, tetapi juga merupakan pusat kegiatan sosial kemasyarakatan seperti yang telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Beberapa ayat dalam al-Qur’an menyebutkan bahwa fungsi masjid adalah sebagai tempat yang di dalamnya banyak menyebut nama Allah (tempat berdzikir), tempat beri’tikaf, tempat beribadah (shalat), pusat pertemuan Islam untuk membicarakan urusan hidup dan perjuangan.

2.      Masjid adalah lembaga pendidikan Islam yang berfungsi aktif dalam mengajarkan dasar-dasar agama, bahasa dan sastra. Masjid telah menjalankan peran agama dan kebudayaan yang berpengaruh dalam kehidupan kaum muslimin. Pendidikan Islam tingkat pemula lebih baik dilakukan di masjid sebagai lembaga pengembangan pendidikan keluarga, sementara itu dibutuhkan suatu lingkaran (lembaga) dan ditumbuhkannya. Dengan tercipta lingkaran tersebut, bukan berarti fungsi masjid berhenti, tetapi tetap memberikan sahamnya dalam menciptakan dan menimbulkan lingkaran baru lagi.

3.      Dalam perspektif al-Qur'an Sunnah, secara substansial masjid memiliki empat fungsi yakni: Pertama, fungsi teologis, yaitu tempat untuk melakukan aktivitas yang mengandung ketaatan, kepatuhan dan ketundukan total kepada Allah. (QS.Jin [72]: 11). Kedua, fungsi peribadatan (ubudiyah). Ketiga, fungsi etik, moral dan sosial (ahlaqiyah, wa ijtimaiyyah). Keempat fungsi keilmuan dan pendidikan. Dalam sejarah fungsi ini   dapat ditengok dari seluruh aktivitas  Nabi yang berhubungan dengan keumatan dan bermuatan edukatif berpusat di masjid. Keempat fungsi ini saling melengkapi dan tak terpisahkan yang merupakan perpaduan konsep Iman, Islam dan Ihsan.

4.      Seiring dengan perkembangan zaman dan derasnya aliran “sekularisasi” dan pandangan hidup “materalisme”, tanpa disadari peranan masjid dalam kehidupan umat Islam semakin menyempit dan bahkan terpinggirkan. Besarnya gelombang sekularisasi yang mempengaruhi pandangan orang terhadap agama, telah menjadikan agama dan lembaga-lembaga agama sebagai pelengkap dalam kehidupan. Saat ini banyak di antara umat Islam yang melihat masjid hanya sebagai tempat ibadah atau sholat. Dalam faktanya, hanya sedikit orang yang melakukan sholat 5 waktu dengan berjama’ah di masjid, kecuali sholat Jum’at. Maka tidak heran masjid hanya dikunjungi pada waktu-waktu sholat, bahkan yang kadang-kadang digunakan sebagai tempat istirahat melepas lelah setelah bekerja, sehingga masjid-masjid terlihat sepi, tidak ada aktifitas selain sholat dan peringatan-peringatan keagamaan tertentu. Hasil analisa menyimpulkan bahwa kecenderungan umat meninggalkan masjid karena mereka merasa masjid tidak memberikan manfaat langsung dalam kehidupan mereka yang semakin komplek. Untuk itu perlu kembali kita mereposisikan masjid sebagai sentral kegiatan umat yang mampu memberikan kontribusi langsung kepada umat.

5.      Pada masa permulaan Islam, masjid berfungsi sebagai pangkalan angkatan perang dan gerakan kemerdekaan, pembebasan umat dari penyembahan terhadap manusia, berhala-berhala, dan thagut, agar mereka beribadah hanya kepada Allah SWT semata. Masjid adalah tempat beribadah, juga tempat berlangsungnya proses pendidikan. Dalam Islam, ibadah merupakan bagian dari risalah masjid. Tidak hanya itu, Rasulullah juga telah berjanji kepada sahabat-sahabat Beliau untuk menjaga dan melindungi mereka di dalam masjid. Sehingga sudah menjadi rahasia umum masjid pada zaman Rasulullah SAW telah melahirkan sekumpulan ulama fiqih, tafsir, dan hadits. Perjalanan Islam pun mulai berkembang dan bendera Islam mulai meninggi diantara pojok-pojok masjid. Rasulullah SAW telah menjadikan masjid sebagai tempat untuk memimpin dan pusat berbagai operasi pasukan Islam, sebagaimana Beliau juga menjadikan masjid tersebut sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran untuk para generasi muslim, guna menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh negeri.

6.      Di Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Islam berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Al-jazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis. Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa. Pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.