Perjanjian apa yang menyebabkan Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Kesuhunan Surakarta?

Jogja terbuat dari rindu

Pulang dan angkringan

-Jokpin-

Bahkan untuk pengucapan nama dapat diketahui antara orang asli Yogya dan yang hanya singgah atau mukim sementara di Yogya. Antara Jogja dan Yogya. Berawal dari perselisihan keluarga Mataram, karena kekuasaan senantiasa menggiurkan, VOC melihat peluang untuk memporak-porandakan kesatuan keraton Mataram. Sebuah dendam lama ketika Sultan Agung menyerang markas VOC di Batavia, yang mengakibatkan kerugian di pihak Belanda sehingga membuat murka penguasa di negeri Belanda. 13 Februari 1755 Perjanjian Giyanti membagi kerajaan Mataram Islam menjadi dua bagian yaitu Kasunanan Surakarta dan Kasultanan Ngayogyakarta.

Yogyakarta sebagai kota budaya sekaligus kota pelajar, menarik banyak orang untuk berkunjung, mencari ilmu di banyak sekolah dan perguruan tinggi yang tersebar di seantero Yogya, bahkan tak sedikit menarik para pencari ketidakbaikan yang juga terserak di sudut kota.

Yogya istimewa.

Pagi yang riuh, berawal dari Pantai Indrayanti, pantai selatan dengan pasir putih dan tebing karang yang berpadu deburan ombak menemani sarapan di atas karang. Masih di pantai selatan dengan ombaknya yang tak ada dua indahnya, sambil menikmati capucino di He Ha Ocean View, tempat nongkrong dengan konsep kekinian di selatan Yogya. Titik tempat mengambil potret diri, sebagai bahan cerita dan bukti bahwa kita pernah singgah di sini. Menikmati semilir angin siang di warung Kopi Telo, perpaduan antara sruputan kopi hitam nasgithel dan telo goreng empur, meduk dan gurih, dengan menu makan siang sayur lodeh terong dan lauk tempe goreng, sungguh Indonesia adalah sepetak sorga yang jatuh ke bumi. Maka tak heran bila Prof. Santos menyatakan bahwa Atlantis berada di Indonesia, seperti yang diberitakan mbah Plato beribu tahun yang lewat, meski tak banyak yang mempercayainya.

Apa bukti bahwa sudah sampai ke Yogya? Bakpia pathok yang sekarang tidak hanya dengan rasa kacang hijau, namun sudah merambah ke durian, keju, coklat yang semakin menambah legit dalam setiap gigitan. Yangko, kekenyalan kue dengan taburan kacang, geplak perpaduan antara kelapa dan gula yang tercampur menumbuhkan sensasi rasa yang lain dari yang lain, menjadi buah tangan bagi tetangga yang sangat peduli dengan kita, sehingga akan ngertakne (menanyakan kabar) ketika tahu bahwa tetangga yang lain baru saja melakukan perjalanan jauh.

Tak lengkap rasanya setelah berpanas di pantai tanpa singgah di tempat adem dan sejuk, Pinus Pengger menjadi lokasi yang pas dan tepat untuk menikmati itu semua. Hutan pinus yang ditata sebagai tempat tetirah di sela kesibukan kota, diselingi titik foto sebagai bukti untuk handai taulan bahwa ada jejakku di rindang pohon pinus. Menikmati hamparan kota Yogya dari tebing Pinus Pengger, menyusuri persawahan, sungai dan hutan dengan kendaraan 4x4 yang tersedia untuk disewa, mengantar pengunjung memanjakan mata dengan kehijauan dan kesegaran.

Pulang ke kotamu ada setangkup haru dalam rindu…ditingkahi bunyi klakson kendaraan yang lewat tersendat, bunyi musik jalanan yang tak bosan meramaikan sepanjang jalan, suara Katon Bagaskara mengalun sendu mengiringi langkah menyusuri jalan utama Kota Yogya, Malioboro, jadilah wali dan lakukan perjalanan untuk menyebarkan kebaikan dan kemaslahatan, kepada siapa saja, bahkan batu sekalipun. Langkah terakhir sebelum kembali pulang ke rumah, di mana hati nyaman berada.

Masih terlihat sisa gerimis yang membasahi aspal jalan dan trotoir, dengan sedikit genangan air di sana dan di sini, namun tidak menyurutkan langkah kaki untuk menuntaskan hingga ujung jalan, karena Alloh menurunkan kepadamu hujan dari langit untuk menyucikan kamu dengan hujan itu dan menghilangkan dari kamu gangguan syaitan dan untuk menguatkan hatimu dan meperteguh dengannya telapak kakimu (Q.S. 8:11), menambah suasana malam begitu damai dan tentram meski di tengah keramaian dan hiruk pikuk jalanan.

Karena perjalanan bukan lagi sekadar menikmati pemandangan yang dituju, lebih dari itu mensyukuri nikmat Tuhan yang ditebar di setiap penjuru bumi. Bila ingin melakukan perjalanan dengan cepat, lakukan sendiri, namun bila ingin melakukan perjalanan lebih jauh, lakukan bersama-sama.

Suatu ketika Sayidina Ali k.w. ditunjukan oleh seorang sahabatnya bahwa ada orang baik yang akan lewat. Ketika orang tersebut lewat Sayidina Ali k.w. menanyakan tiga hal kepada sahabat yang memberitahu tersebut, apakah sudah pernah menginap di rumahnya,  apakah sudah pernah berutang kepadanya, dan pertanyaan ketiga apakah sudah pernah melakukan perjalanan bersamanya. Karena dalam perjalanan ada kesabaran, ada ketelatenan, ada kebersamaan, ada kepedulian, ada empati dan simpati.

Kesabaran menikmati jauhnya jarak yang ditempuh, karena semakin sering kita bertanya masih belum sampai, masih berapa jauh, maka semakin jauh langkah yang harus kita lakukan. Ketelatenan terbentuk ketika ada teman seperjalanan yang membutuhkan pertolongan, meski sekadar menjaga tas saat di tinggal ke belakang. Kebersamaan karena satu tujuan tak mungkin akan saling merecoki, yang akan menghambat tercapainya tujuan bersama. Kepedulian bukan hanya kepada diri dan teman, bahkan tidak membuang bungkus permen sembarangan juga bentuk nyata kepedulian. Dan dengan melakukan perjalanan akan membentuk empati dan simpati kita kepada siapa saja dan apa saja, yang akan berakhir dengan sujud syukur tak terhingga kepada Tuhan yang telah berkenan memberi anugerah-Nya yang tak terbatas.

Sejatinya hidup adalah melakukan perjalanan, mulai dari alam ruh, alam kandungan, alam dunia, alam kubur hingga alam barzah dan alam akhirat. Asal manusia adalah sorga, maka sesungguhnya hidup di dunia adalah melakukan perjalanan kembali pulang ke asal. Ke-Diri yang sejati, Innalillahi wa inna ilaihi rojiun.

Jakarta, CNN Indonesia --

Perjanjian Salatiga merupakan kelanjutan dari Perjanjian Giyanti, yang berlangsung pada 17 Maret 1757 di Gedung Pakuwon, Kota Salatiga.

Jika pada Perjanjian Giyanti wilayah Kerajaan Mataram terbelah menjadi dua, maka pada Perjanjian Salatiga mengharuskan kedua penguasa yakni Sri Sultan Hamengkubuwono I dan Sunan Pakubuwono III merelakan sebagian wilayahnya diberikan ke Pangeran Sambernyawa.

Perjanjian Salatiga menambahkan satu pihak yakni Raden Mas Said atau yang lebih dikenal dengan Pangeran Sambernyawa.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

Hubungan Raden Mas Said, Hamengkubuwono I, dan Pakubuwono III masih bersaudara dan merupakan keturunan dari Amangkurat IV.

Awalnya Raden Mas Said dan Hamengkubuwono atau Pangeran Mangkubumi bekerja sama melawan Belanda setelah keinginan Pangeran Mangkubumi untuk diangkat sebagai raja ditolak Belanda.

Namun siasat licik Belanda melalui VOC berhasil memecah kerja sama Raden Mas Said dan Pangeran Mangkubumi. Belanda berhasil menarik Pangeran Mangkubumi ke sisi VOC.

Perjanjian apa yang menyebabkan Kerajaan Mataram dibagi menjadi dua yaitu daerah Kesultanan Yogyakarta dan daerah Kesuhunan Surakarta?
Latar belakang Perjanjian Salatiga yang memecah Tanah Mataram menjadi 3 wilayah kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegaran. (Ilustrasi Keraton Yogyakarta, Foto: Istockphoto/uskarp)

Sementara VOC berhasil menghasut Raden Mas Said soal potensi pengkhianatan oleh Pangeran Mangkubumi atas dirinya. Keduanya tercatat bekerja sama kurang lebih 9 tahun.

Pada Perjanjian Giyanti, Raden Mas Said tidak dilibatkan dan dirinya juga menentang perjanjian itu karena dinilai dapat memecah belah kerajaan dan rakyat Mataram.

Dengan bergabungnya Pangeran Mangkubumi atau yang bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I dengan VOC maka perlawanan Raden Mas Said menjadi tiga lawan satu.

Raden Mas Said memberikan perlawanan sengit hingga tiga kubu tersebut belum dapat mengalahkan Raden Mas Said begitu pun sebaliknya.

Namun pada akhirnya perlawanan Raden Mas Said berujung pada meminta bagian dari wilayah kekuasaan Mataram yang sebelumnya telah dibagi menjadi dua.

Sadar perang akan berlangsung lama karena keempat pihak sama-sama kuat dan tidak ingin menyerah maka VOC kemudian menawarkan solusi saling menguntungkan.

Solusi tersebut berupa pembagian wilayah menjadi tiga kekuasaan, yakni Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, dan Mangkunegaran.

Tujuan VOC membagi tiga adalah untuk mengamankan kantong finansial sekaligus kekuasaannya di Pulau Jawa.

Selain itu, Perjanjian Salatiga pun turut menjadi tanda berakhirnya kekuasaan kesultanan Mataram Islam karena wilayahnya kerajaannya telah terpecah dan memiliki penguasanya sendiri-sendiri.

Setelah mendapat wilayah otonom Raden Mas Said kemudian bergelar Mangkunegara I. Mangkunegara I saat itu mendapat wilayah kekuasaan di Mataram sebelah timur.

Wilayah tersebut saat ini mencakup Banjarsari, Karanganyar, Wonogiri, Ngawen, dan Semin. Kini lokasi penandatanganan Perjanjian Salatiga digunakan sebagai kantor Wali Kota Salatiga.

Tokoh di Balik Perjanjian Salatiga

Tokoh di balik Perjanjian Salatiga tidak begitu berbeda dengan Perjanjian Giyanti. Perjanjian Salatiga hanya menambah 1 orang untuk membagi lagi wilayah kekuasaan menjadi tiga bagian.

Mereka adalah Sultan Hamengkubuwono I, Sunan Pakubuwono III, VOC, dan Raden Mas Said atau Pangeran Mangkunegara.