Ilustrasi Hewan Kurban | Tim dokter dari Suku Dinas Ketahanan Pangan Kelautan dan Perikanan (KPKP) Jakarta Timur memeriksa kesehatan hewan kurban di salah satu tempat penjualan hewan kurban di Jalan I Gusti Ngurah Rai, Jakarta Timur, Kamis (15/7/2021). Menjelang Idul Adha, Sudin KPKP Jakarta Timur terus melakukan pemeriksaan kelayakan hewan kurban di 327 lokasi penjualan atau penampungan yang tersebar di 10 kecamatan guna mencegah masuknya penyakit serta memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa hewan kurban yang dijual telah memenuhi syarat kesehatan. Tribunnews/Herudin
TRIBUNNEWS.COM - Hari Raya Idul Adha 1442 H masih dilaksanakan dalam kondisi pandemi Covid-19. Terlebih pada pelaksanaan Idul Adha, Selasa (20/7/2021) besok, sejumlah wiayah di Indonesia khususnya Jawa dan Bali masih dalam masa PPKM Darurat. Untuk itu, Kementerian Agama telah menerbitkan Surat Edaran (SE) tentang pelaksanaan penyembelihan hewan qurban di masa PPKM Darurat. Berikut ketentuan penyembelihan hewan kurban yang telah dirangkum Tribunnews dari laman resmi Kemenag.go.id: Baca juga: Tata Cara Shalat Idul Adha di Rumah Berjamaah dengan Keluarga, Lengkap dengan Naskah Khutbah Pelaksanaan Kurban Pelaksanaan qurban wajib memenuhi ketentuan: Penyembelihan hewan qurban dilaksanakan sesuai syariat Islam, termasuk kriteria hewan yang disembelih. Penyembelihan hewan qurban berlangsung dalam waktu tiga hari, yakni pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzulhijjah untuk menghindari kerumunan di lokasi pelaksanaan qurban. Pemotongan hewan qurban dilakukan di Rumah Pemotongan Hewan Ruminasia (RPH-R). Dalam hal keterbatasan jumlah dan kapasitas RPH-R, pemotongan hewan qurban dapat dilakukan di luar RPH-R dengan ketentuan: Baca juga: Bacaan Takbiran versi Panjang dan Pendek Idul Adha 2021, Berikut Amalan Sunah yang Bisa Dilakukan Kurban (bahasa Arab: قربن, translit. Qurban) yang berarti dekat atau mendekatkan atau disebut juga Udhhiyah atau Dhahiyyah secara harfiah berarti hewan sembelihan. Sementara itu, ibadah kurban adalah salah satu ibadah pemeluk agama Islam, dengan melakukan penyembelihan hewan ternak untuk dipersembahkan kepada Allah. Ritual kurban dilakukan pada bulan Zulhijah pada penanggalan Islam, yakni pada tanggal 10 (Iduladha), serta 11, 12, dan 13 (hari Tasyrik).
Dalam Al-Qur'an, terdapat dua peristiwa dilakukannya ritual kurban yakni oleh Qabil dan Habil (dua putra Nabi Adam), serta pada saat Nabi Ibrahim akan mengorbankan Nabi Isma'il atas perintah Allah. Habil dan QabilKisah Habi dan Qabil dikisahkan pada Al-Qur'an:
Ibrahim dan IsmailDalam Al-Qur'an disebutkan bahwa Allah memberi perintah melalui mimpi kepada Nabi Ibrahim untuk mempersembahkan Ismail. Mereka mematuhi perintah tersebut dan tepat saat Ismail akan disembelih, Allah menggantinya dengan domba. Berikut petikan Surah As-Saffat ayat 102–107 yang menceritakan hal tersebut.
Ayat dalam Al-Qur'an tentang ritual kurban antara lain Surah Al-Kausar ayat 2: Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu; dan berkurbanlah (anhar). Sementara hadis yang berkaitan dengan kurban antara lain:
Mayoritas ulama dari kalangan sahabat, tabiin, tabiut-tabiin, dan ahli fikih (fuqaha) menyatakan bahwa hukum kurban adalah sunah muakad (utama), dan tidak ada seorangpun yang menyatakan wajib, kecuali Abu Hanifah (tabiin). Ibnu Hazm menyatakan: “Tidak ada seorang sahabat Nabi pun yang menyatakan bahwa kurban itu wajib. Berkas:Scan0001.jpg Syarat dan ketentuan pembagian daging kurban adalah sebagai berikut:
Waktu untuk menyembelih kurban bisa pada awal waktu, yaitu setelah Salat Id langsung dan tidak menunggu hingga selesai khotbah. Bila di sebuah tempat tidak terdapat pelaksanaan Salat Id, maka waktunya diperkirakan dengan ukuran Salat Id. Barang siapa yang menyembelih sebelum waktunya maka tidak sah dan wajib menggantinya. Dalilnya adalah hadis-hadts berikut:
Akhir waktuWaktu penyembelihan hewan kurban adalah empat hari, yaitu saat Iduladha dan tiga hari sesudahnya. Waktu penyembelihannya berakhir dengan tenggelamnya matahari pada hari keempat yaitu tanggal 13 Zulhijah. Ini adalah pendapat ‘Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan Al-Bashri (imam penduduk Bashrah), ‘Atha` bin Abi Rabah (imam penduduk Makkah), Al-Auza’i (imam penduduk Syam), dan Asy-Syafi'i (imam fuqaha ahli hadits). Pendapat ini dipilih oleh Ibnul Mundzir, Ibnul Qayyim dalam Zadul Ma’ad (2/319), Ibnu Taimiyah, Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/406, no. fatwa 8790), dan Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/411-412). Alasannya disebutkan oleh Ibnul Qayyim, yaitu (1) Hari-hari tersebut adalah hari-hari Mina; (2) Hari-hari tersebut adalah hari-hari tasyrik; (3) Hari-hari tersebut adalah hari-hari melempar jumrah; dan (4) Hari-hari tersebut adalah hari-hari yang diharamkan puasa padanya. Nabi Muhammad bersabda: أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ وَذِكْرٍ لِلهِ تَعَالَى “Hari-hari tasyrik adalah hari-hari makan, minum, dan zikir kepada Allah Swt.” Adapun hadits Abu Umamah bin Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, dia berkata: كَانَ الْمُسْلِمُوْنَ يَشْرِي أَحَدُهُمُ اْلأُضْحِيَّةَ فَيُسَمِّنُهَا فَيَذْبَحُهَا بَعْدَ اْلأضْحَى آخِرَ ذِي الْحِجَّةِ “Dahulu kaum muslimin, salah seorang mereka membeli hewan kurban lalu dia gemukkan kemudian dia sembelih setelah Iedul Adha di akhir bulan Dzulhijjah.” (HR. Al-Baihaqi, 9/298) Al-Imam Ahmad rahimahullahu mengingkari hadits ini dan berkata: “Hadits ini aneh.” Demikian yang dinukil oleh Ibnu Qudamah dalam Syarhul Kabir (5/193). Wallahu a’lam. Waktu siang atau malamTidak ada perbedaan pendapat (khilafiah) di kalangan ulama tentang kebolehan menyembelih kurban pada waktu pagi, siang, atau sore. Berdasarkan firman Allah Swt, وَيَذْكُرُوا اسْمَ اللهِ فِي أَيَّامٍ مَعْلُوْمَاتٍ “Dan supaya mereka menyebut nama Allah pada hari yang telah ditentukan.” (Al-Hajj: 28) Mereka hanya berbeda pendapat tentang menyembelih kurban pada malam hari. Pendapat yang kuat (rajih) adalah diperbolehkan, karena tidak ada dalil khusus yang melarangnya. Ini adalah tarjih Ibnu Utsaimin dalam Asy-Syarhul Mumti’ (3/413) dan fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah (11/395, no. fatwa 9525). Yang dimakruhkan adalah tindakan-tindakan yang mengurangi sisi keafdhalannya, seperti kurang terkoordinasi pembagian dagingnya, dagingnya kurang segar, atau tidak dibagikan sama sekali. Adapun penyembelihannya tidak mengapa. Adapun ayat di atas (yang hanya menyebut hari-hari dan tidak menyebutkan malam), tidaklah menunjukkan persyaratan, namun hanya menunjukkan keafdalan saja. Adapun hadit yang diriwayatkan Ath-Thabrani dalam Al-Kabir dari Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma dengan lafadz: نَهَى النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنِ الذَبْحِ بِاللَّيْلِ “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang menyembelih di malam hari.” Al-Haitsami rahimahullahu dalam Al-Majma’ (4/23) menyatakan: “Pada sanadnya ada Salman bin Abi Salamah Al-Janabizi, dia matruk.” Sehingga hadits ini dha’if jiddan (lemah sekali). Wallahu a’lam. (lihat Asy-Syarhul Kabir, 5/194)
|