Hak dan Kewajiban Pejalan Kaki untuk Menyeberang Pada dasarnya dalam Pasal 1 angka 12 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (“UU LLAJ”) dijelaskan bahwa Jalan adalah seluruh bagian jalan, termasuk bangunan pelengkap dan perlengkapannya yang diperuntukkan bagi lalu lintas umum, yang berada pada permukaan tanah, di atas permukaan tanah, di bawah permukaan tanah dan/atau air, serta di atas permukaan air, kecuali jalan rel dan jalan kabel. Selanjutnya, Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan adalah ruang lalu lintas, terminal, dan perlengkapan Jalan yang meliputi marka, rambu, alat pemberi isyarat lalu lintas, alat pengendali dan pengaman pengguna Jalan, alat pengawasan dan pengamanan Jalan, serta fasilitas pendukung.[1] Jalan dan fasilitas pendukung adalah prasarana yang merupakan bagian dari Ruang Lalu Lintas Jalan yang diperuntukkan bagi gerak pindah kendaraan, orang, dan/atau barang.[2] Orang yang menggunakan Jalan untuk berlalu lintas disebut Pengguna Jalan, salah satu penggunanya ialah Pejalan Kaki.[3] Mengenai hak Pejalan Kaki, pengaturannya ada di Pasal 131 ayat (1) UU LLAJ sebagai berikut: Pejalan Kaki berhak atas ketersediaan fasilitas pendukung yang berupa trotoar, tempat penyeberangan, dan fasilitas lain. Pejalan kaki pun berhak mendapatkan prioritas pada saat menyeberang di Jalan di tempat penyeberangan.[4] Yang dimaksud dengan "tempat penyeberangan" dapat berupa zebra cross dan penyeberangan yang berupa jembatan atau terowongan.[5] Kewajiban yang harus dipatuhi Pejalan Kaki pun disebutkan di Pasal 132 ayat (1) UU LLAJ, dalam hal ini juga termasuk kewajiban untuk menyeberang di tempat penyeberangan, selengkapnya sebagai berikut: Pejalan Kaki wajib:
Sebagai informasi, untuk Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali pengguna jalan lain.[6] Pengecualian dalam Menyeberang Memang disebutkan bahwa Pejalan Kaki pada dasarnya harus menyeberang pada tempat yang telah ditentukan. Namun bagaimana jika Pejalan Kaki menyeberang tidak pada tempatnya? Jawabannya ialah hal tersebut diperbolehkan dalam situasi tertentu sebagai pengecualian. Pengecualian itu disebutkan dalam Pasal 131 ayat (3) UU LLAJ, yang bunyinya: Dalam hal belum tersedia fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejalan Kaki berhak menyeberang di tempat yang dipilih dengan memperhatikan keselamatan dirinya. Juga disebutkan di Pasal 132 ayat (2) UU LLAJ sebagai berikut: Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas. Sayangnya tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai apa yang dimaksud dengan “tempat yang dipilih”, namun yang terpenting ialah Pejalan Kaki wajib memperhatikan keselamatan (termasuk dirinya dan orang lain) dan kelancaran lalu lintas. Maksudnya memperhatikan keselamatan agar Pejalan Kaki dan pengguna jalan lain terhindar dari risiko kecelakaan, sedangkan perhatian pada kelancaran ialah agar tidak terjadi kemacetan di jalan akibat menyeberang.[7] Adakah Sanksinya Jika Menyeberang Tidak Pada Tempatnya Secara eksplisit UU LLAJ tidak mengatur sanksi apabila Pejalan Kaki menyeberang tidak pada tempatnya atau jika Pejalan Kaki tidak memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas saat menyeberang di tempat yang telah dikecualikan. Namun menurut hemat kami, terhadap Pejalan Kaki yang menyeberang tidak pada tempatnya atau menyeberang di tempat yang dikecualikan dengan tidak memperhatikan keselamatan dan kelancaran lalu lintas, maka dapat dianggap mengakibatkan gangguan fungsi jalan atau dalam hal ini lalu lintas secara umum.[8] Adapun sanksinya diatur di Pasal 274 ayat (1) UU LLAJ sebagai berikut: Setiap orang yang melakukan perbuatan yang mengakibatkan kerusakan dan/atau gangguan fungsi Jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Tetapi perlu dilihat sebagaimana telah dijelaskan dalam artikel Menabrak Pejalan Kaki yang Menyeberang Tiba-Tiba, Bisakah Dituntut?, setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan diwajibkan mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda.[9] Dalam UU LLAJ diatur bahwa selain pengemudi harus memperlambat kendaraannya sesuai dengan Rambu Lalu Lintas, Pengemudi juga harus memperlambat kendaraannya jika melihat dan mengetahui ada Pejalan Kaki yang akan menyeberang.[10] Ketentuan ini menandakan bahwa Pejalan Kaki merupakan pengguna jalan yang harus diprioritaskan keselamatannya. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Dasar Hukum: Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. [1] Pasal 1 angka 6 UU LLAJ [2] Pasal 1 angka 11 UU LLAJ [3] Pasal 1 angka 26 dan angka 27 UU LLAJ [4] Pasal 131 ayat (2) UU LLAJ [5] Penjelasan Pasal 45 ayat (1) huruf c UU LLAJ [6] Pasal 132 ayat (3) UU LLAJ [7] Pasal 1 angka 31 dan 33 UU LLAJ [8] Pasal 28 ayat (1) UU LLAJ [9] Pasal 106 ayat (2) UU LLAJ [10] Pasal 116 ayat (1) dan ayat (2) huruf f UU LLAJ Pada Selasa (7/12/2021) Bus TransJakarta menabrak seorang pejalan kaki hingga tewas di Jalan Raya Marga Satwa Raya, Jakarta Selatan. Kepala Divisi Sekretaris Korporasi dan Humas Transjakarta, Angelina Betris menerangkan bahwa kecelakaan yang terjadi diakibatkan beberapa faktor yaitu kelalaian pejalan kaki yang menyeberang secara tiba-tiba melalui sela-sela pagar pembatas Ketika bus melintas di jalur Transjakarta setelah halte SMK 57, selain itu buruknya penerangan jalan di lokasi tersebut juga menjadi faktor atas kecelakaan. Berdasarkan UU No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan setiap orang yang mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib mengutamakan keselamatan pejalan kaki dan pesepeda, selain itu Pengemudi juga harus memperlambat kendaraannya jika melihat dan mengetahui ada pejalan kaki yang akan menyeberang. Sebagai pejalan kaki, terdapat beberapa kewajiban pejalan kaki yang harus dipatuhi, meliputi:
Dalam hal tidak terdapat tempat penyeberangan yang ditentukan, Pejalan Kaki wajib memperhatikan Keselamatan dan Kelancaran Lalu Lintas dan untuk Pejalan Kaki penyandang cacat harus mengenakan tanda khusus yang jelas dan mudah dikenali Pengguna Jalan lain. Namun, permasalahannya adalah dalam hal fasilitas pejalan kaki di Indonesia seperti tempat penyeberangan adalah masih sangat kurang baik dari segi kualitas dan kuantitas. Ada berbagai penyebab, salah satunya ialah terjadinya pengalihan fungsi fasilitas pejalan kaki menjadi lahan parkir atau tempat berusaha bagi PKL. Ketidaksesuaian penyediaan fasilitas pejalan kaki ini disebabkan oleh pengembangan kota pada awalnya sering tidak mempertimbangkan pejalan kaki, dimana kendaraan bermotor mendapat prioritas utama selama beberapa waktu. Padahal berdasarkan Pasal 131 UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan menjelaskan bahwa pejalan kaki memiliki hak dalam berlalu lintas, Adapun beberapa hak pejalan kaki, meliputi:
Menanggapi hal ini, dalam rangka peningkatan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, Menteri Perhubungan mengeluarkan Permenhub No: PM 26 Tahun 2015 tentang Standar Keselamatan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, terdapat standar khusus terhadap fasilitas pejalan kaki di lalu lintas, yaitu: lebar trotoar sesuai dengan kondisi lokasi atau jumlah pejalan kaki yang menggunakan trotoar tersebut, dengan lebar yang beragam di kawasan yang berbeda beda, serta memiliki ruang bebas di atasnya sekurang-kurangnya 2,50 meter dari permukaan trotoar
Oleh karena itu negara wajib untuk memastikan dan memenuhi hak-hak pejalan kaki yakni dengan tersedianya fasilitas pendukung dan negara juga berkewajiban untuk dapat melindungi dan memastikan tidak terlanggarnya hak-hak pejalan kaki oleh pihak lain. |