Pada bulan Desember 1935 di solo diadakan kongres yang menghasilkan

Partai Indonesia Raya atau Parindra adalah adalah nama yang digunakan oleh dua partai politik Indonesia.

Show

Berkas:Parindra.jpg

Foto para anggota Parindra sekitar tahun 1930-an

Dr. Soetomo, salah seorang pendiri Boedi Oetomo, pada akhir tahun 1935 di kota Solo, Jawa Tengah berusaha untuk menggabungkan antara Persatuan Bangsa Indonesia (PBI), Serikat Selebes, Serikat Sumatera, Serikat Ambon, Budi Utomo, dan lainnya, sebagai tanda berakhirnya fase kedaerahan dalam pergerakan kebangsaan, menjadi Partai Indonesia Raya atau Parindra. PBI sendiri merupakan klub studi yang didirikan Dr. Soetomo pada tahun 1930 di Surabaya, Jawa Timur.

Partai Indonesia Raya adalah suatu partai politik yang berdasarkan nasionalisme Indonesia dan menyatakan tujuannya adalah Indonesia Mulia dan Sempurna (bukan Indonesia Merdeka). Parindra menganut asas cooperatie alias bekerja sama dengan pemerintah Hindia Belanda dengan cara duduk di dalam dewan-dewan untuk waktu yang tertentu.

Parindra pertama didirikan pada tahun 1935 sebagai hasil penggabungan antara perkumpulan politik Budi Utomo dan Perserikatan Bangsa Indonesia dengan tujuan bekerja sama dengan Belanda untuk mengamankan kemerdekaan Indonesia.[1] Partai itu dipimpin oleh Raden Soetomo, Mohammad Husni Thamrin, Susanto Tirtoprodjo, Sukarjo Wiryopranoto dan Woerjaningrat, dan menjadi kelompok Indonesia yang paling berpengaruh di Volksraad, badan legislatif yang didirikan oleh Belanda.[2] Pada Mei 1939, Thamrin menjadi pendorong utama di balik penggabungan Parindra dan tujuh organisasi nasionalis lainnya ke dalam Gaboengan Politek Indonesia (GAPI).[3]

Parindra berusaha menyusun kaum tani dengan mendirikan Rukun Tani, menyusun serikat pekerja perkapalan dengan mendirikan Rukun Pelayaran Indonesia (Rupelin), menyusun perekonomian dengan menganjurkan Swadeshi (menolong diri sendiri), mendirikan Bank Nasional Indonesia di Surabaya, serta mendirikan percetakan-percetakan yang menerbitkan surat kabar dan majalah.

Kegiatan Parindra ini semakin mendapatkan dukungan dari Gubernur Jenderal Hindia Belanda pada saat itu, van Starkenborg, yang menggantikan de Jonge pada tahun 1936. Gubernur Jenderal van Starkenborg memodifikasi politiestaat peninggalan de Jonge, menjadi beambtenstaat(negara pegawai) yang memberi konsensi yang lebih baik kepada organisasi-organisasi yang kooperatif dengan pemerintah Hindia Belanda.

Pada tahun 1937, Parindra memiliki anggota 4.600 orang. Pada akhir tahun 1938, anggotanya menjadi 11.250 orang. Anggota ini sebagian besar terkonsentrasi di Jawa Timur. Pada bulan Mei 1941 (menjelang perang Pasifik), Partai Indonesia Raya diperkirakan memiliki anggota sebanyak 19.500 orang.

Ketika Dr. Soetomo meninggal pada bulan Mei 1938, kedudukannya sebagai ketua Parindra digantikan oleh Moehammad Hoesni Thamrin (MHT), seorang pedagang dan anggota Volksraad. Sebelum menjadi ketua Parindra, Moehammad Hoesni Thamrin telah mengadakan kontak-kontak dagang dengan Jepang sehingga ia memainkan kartu Jepang ketika ia berada di panggung politik Volksraad.

Karena aktivitas politiknya yang menguat dan kedekatannya dengan Jepang, pemerintah Hindia Belanda menganggap Thamrin lebih berbahaya daripada Soekarno. Maka pada tanggal 9 Februari 1941, rumah Moehammad Hoesni Thamrin digeledah oleh PID (dinas rahasia Hinda Belanda) ketika ia sedang terkena penyakit malaria, selang dua hari kemudian Muhammad Husni Thamrin menghembuskan napas yang terakhir.

Salah satu bukti kedekatan Parindra dengan Jepang yaitu ketika Thamrin meninggal dunia, para anggota Parindra memberikan penghormatan dengan mengangkat tangan kanannya. Bukti lain adalah pembentukan gerakan pemuda yang disebut Surya Wirawan (Matahari Gagah Berani), yang disinyalir nama ini bertendensi dengan negara Jepang.

Dengan demikian Parindra digambarkan sebagai partai yang bekerjasama dengan pemerintahan Hindia Belanda di awal berdirinya, akan tetapi dicurigai di akhir kekuasaan Hindia Belanda di Indonesia pada tahun 1942 sebagai partai yang bermain mata dengan Jepang untuk memperoleh kemerdekaan.

Parindra kedua didirikan sebagai "partai sempalan" pada tahun 1949 oleh salah satu pemimpin partai sebelum perang, R.P. Soeroso. Keanggotaannya terdiri dari anggota Parindra lama yang memutuskan untuk tidak bergabung dengan PNI.[4][5]

Tokoh-tokoh pendiri Parindra antara lain

  • Soetomo
  • Bardan Nadi
  • Woeryaningrat
  • Soekardjo Wirjopranoto
  • Raden Mas Margono Djojohadikusumo
  • Panji Soeroso
  • Soesanto Tirtoprodjo
  • Soetan Noeralamsjah
  • Wanita Indonesia (organisasi)
  • Bardan Nadi
  • Badan Permusjawaratan Partai-Partai

  1. ^ Ricklefs 2008, hlm. 317.
  2. ^ Kahin 2052, hlm. 95.
  3. ^ Kahin 2052, hlm. 97.
  4. ^ Feith 2008, hlm. 144.
  5. ^ Kahin 1952, hlm. 469.

  • Feith, Herbert (2007) [1962]. The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia. Equinox Publishing (Asia) Pte Ltd. ISBN 0-674-01834-6. 
  • Kahin, George McTurnan (1952). Nationalism and Revolution in Indonesia. Ithaca, New York: Cornell University Press. ISBN 0-8014-9108-8. 
  • Ricklefs, M.C. (2008) [1981]. A History of Modern Indonesia Since c.1300 (edisi ke-4th). London: MacMillan. ISBN 978-0-230-54685-1. 

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Partai_Indonesia_Raya&oldid=18490177"

Pada bulan Desember 1935 di solo diadakan kongres yang menghasilkan

Pada bulan Desember 1935 di solo diadakan kongres yang menghasilkan
Lihat Foto

Partai Indonesia Raya (Parindra)

KOMPAS.com - Pada dekade 1930-an, banyak muncul partai-partai politik yang menempuh cara-cara koopratif dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia.

Pergerakan perjuangan secara kooperatif dianggap lebih rasional dan mampu meminimalisasi konfrontasi antara masyarakat pribumi dan pemerintah kolonial yang berpotensi menimbulkan korban jiwa.

Partai Indonesia Raya atau Parindra merupakan salah satu organisasi pergerakan politik yang aktif dalam memperjuangkan kemerdekaan bangsa Indonesia melalui cara-cara kooperatif.

Pendirian

Parindra didirikan pada kongres bersama antar organisasi tanggal 24-26 Desember 1935 oleh dr.Sutomo dan tokoh-tokoh nasionalis moderat Indonesia.

Dalam buku Sejarah Pemikiran Indonesia Modern (2013) karya Taufik Abdullah, Parindra merupakan gabungan dari organisasi-organisasi pergerakan seperti, Budi Utomo, Paguyuban Pasundan, Serikat Betawi, Serikat Ambon, Serikat Minahasa, Sumtranen Bond dan Persatuan Bangsa Indonesia (PBI).

Baca juga: Volksraad: Dewan Rakyat Hindia-Belanda

Latar belakang pembentukan Parindra bermula dari keinginan golongan priayi cendekiawan Jawa untuk membentuk wadah perjuangan politik demi kemerdekaan bangsa Indonesia.

Selain itu, golongan priayi cendekiawan Jawa juga berkeinginan untuk menerapkan perjuangan kooperatif terhadap kolonialisme Belanda.

Perkembangan

Dalam buku Sejarah Indonesia Modern: 1200-2004 (2005) karya M.C Ricklefs, pada tahun 1937, partai ini memiliki anggota lebih dari 4.600 orang dari seluruh Indonesia.

Pada perkembangannya, cita-cita dan gagasan perjuangan Parindra menarik banyak simpati dari masyarakat Indonesia. Pada tahun 1939, anggota Parindra meningkat hampir 3 kali lipat hingga 11.250 orang.

Dari Indonesische Studie Club yang dibentuk di Surabaya oleh dr. Sutomo, lahirlah Persatuan Bangsa Indonesia (PBI) pada tahun 1931. Tokoh lainnya adalah Mr. Subroto. PNI bertujuan untuk menyempurnakan derajat bangsa dan tanah air Indonesia berdasarkan kebangsaan Indonesia yang pada hakikatnya mencapai Indonesia merdeka juga.

Kegiatannya dilakukan dengan mengadakan kursus-kursus untuk memajukan perekonomian rakyat sebagai usaha nyata dan praktis. Misalnya, mengadakan koperasi tani yang disebut Rukun Tani dan koperasi pelayaran.

Sedangkan untuk pembinaan kader diadakan kepanduan yang bernama Surya Wirawan. Terhadap agama sikapnya netral. Nonkooperasi bukan merupakan asas prinsipiil seperti yang dianut oleh PNI dan Partindo, tetapi taktik insidental.

Bila perlu PBI dapat bersikap nonkooperatif, misalnya setelah Belanda bertindak terhadap PNI. Namun dalam keadaan biasa PNI dapat bersikap kooperatif. Sikap yang membiarkan anggotanya duduk dalam dewan-dewan pemerintahan Belanda sebagai perorangan disebut kooperatif insidental. Dalam kongresnya bulan April 1935 diputuskan bahwa PBI akan mengadakan penggabungan (fusi) dengan Boedi Oetomo. Hal itu diujudkan dan lahirlah Partai Indonesia Raya atau Parindra (1935).


Pada bulan Desember 1935 di solo diadakan kongres yang menghasilkan


Pada bulan Desember 1935 di Solo diadakan kongres yang menghasilkan penggabungan Boedi Oetomo dengan PBI dan melahirkan Partai Indonesia Raya (Parindra). Sebagai ketua dipilih dr. Sutomo, pendiri dari kedua organisasi yang berfungsi tersebut.

Tujuannya ialah mencapai Indonesia Raya dan Mulia, yang pada hakikatnya mencapai Indonesia merdeka juga. Caranya dengan jalan memperkokoh persatuan kebangsaan Indonesia, mengadakan aksi-aksi politik sehingga diperoleh hak-hak lengkap dalam politik dan sistem pemerintahan yang berdasarkan demokrasi dan kebangsaan, dan memajukan kehidupan rakyat dalam ekonomi dan sosial.

Di Jawa kaum tani banyak masuk Parindra melalui Rukun Tani, sehingga golongan kecil ini disebut juga sebagai kaum kromo. Dari daerah lain masuk kaum Betawi, Serikat Sumatra, dan Partai Serikat Selebes, dr. Sutomo yang menjadi perintis Kebangkitan Nasional dan telah berkecimpung 30 tahun di dalamnya, wafat tanggal 30 Mei 1938. Perjuangan diteruskan oleh generasi muda seperti Moh. Husni Thamrin, Sukarjo Wiryopranoto, Ruslan Wongsokusumo, dan R.P. Suroso.