Menurut kalian bagaimana cara kita menyikapi pengaruh kemajuan iptek itu

Dampak besar yang dirasakan oleh bisnis akibat perkembangan teknologi adalah munculnya e-commerce. Platform belanja online yang semakin menjamur ini menghadirkan disrupsi dalam wujud tombol “BUY NOW” yang memudahkan transaksi, konsep sharing economy yang membuka peluang usaha bagi siapa saja, dan hadirnya instant delivery yang mempercepat proses jual beli secara online.

Dalam Guest Lecture Magister Manajemen Sistem Informasi BINUS Graduate Program-BINUS University yang diselenggarakan pada Jumat (26/6), dua pakar ahli dari Indonesia E-Commerce Association (idEA) yaitu Daniel Tumiwa, S.I.P., Advisory Board Member idEA dan Dr. Sofian Lusa, S.E., M.Kom., Head of Human Capital di idEA dan co-founder dari Akupintar, menjelaskan cara-cara untuk mempersiapkan bisnis Anda agar bisa terus berkembang di tengah disrupsi teknologi.

Fokus pada Connected Customer

E-commerce yang dulunya identik dengan kata “penipuan,” kini kaitannya erat dengan kata “convenience” atau kenyamanan. Dari sini, muncul market force baru yang dipanggil dengan sebutan connected customers. Mereka adalah orang-orang yang aktif menggunakan media sosial dan sering mempublikasikan pengalaman mereka ke khalayak publik via media sosial juga. Connected customers merupakan fokus baru bagi bisnis di seluruh dunia sebab mereka memprioritaskan kenyamanan, bahkan memilih untuk membayar lebih demi pengalaman berbelanja yang lebih baik.

Lantas, bagaimana cara sebuah bisnis untuk bisa menghadapi dan memenuhi segala kebutuhan connected customers? Kuncinya adalah dengan memperluas dan meningkatkan skill atau kompetensi dari karyawan. Kemudian, buat omnichannel dan digitalisasi proses jual beli Anda.

Kembangkan Customer Experience dan Employee Experience

Meskipun bisnis perlahan namun pasti beralih ke teknologi digital, bukan berarti bisnis tersebut harus meninggalkan adanya humane experience. Sebuah perusahaan yang mampu meningkatkan customer experience (CX) dengan baik, terbukti mengalami 17% peningkatan dalam loyalitas konsumen dan 11% peningkatan dalam laba usaha.

Untuk dapat mengembangkan customer experience, Anda harus mengetahui framework yang perlu diterapkan. Dimulai dengan memberikan informasi bermanfaat mengenai brand atau produk, kemudian dilengkapi dengan akses bagi konsumen untuk memberikan saran maupun kritik. Setelah berhasil menerapkan kedua dasar dari framework tersebut, bisnis Anda siap untuk mulai memberikan solusi atas masalah yang dihadapi oleh konsumen, tentunya dengan produk atau jasa yang dijual.

Setelahnya, customer experience akan melambung tinggi ketika Anda berhasil memberikan apa yang dibutuhkan konsumen, bahkan ketika konsumen tersebut belum mengetahui apa kebutuhannya.

Dalam situasi terkini, tingkatan yang harus menjadi fokus utama setiap bisnis adalah bagaimana caranya untuk bisa menghadirkan barang atau jasa yang bisa membuat hidup konsumen jadi lebih baik, lebih aman, dan lebih berdampak.

Selanjutnya, Anda juga tidak boleh mengabaikan kepuasaan karyawan Anda. Nyatanya, bisnis yang peduli dengan employee experience mendapatkan keuntungan yang lebih besar, sebanyak 21%. Hal pertama yang harus diperhatikan adalah budaya kerja di perusahaan, harus positif dan mendukung kemajuan skill karyawan. Kedua, selalu lengkapi kebutuhan kerja karyawan dengan teknologi yang mumpuni. Terakhir, Anda bisa mengubah interior kantor jadi lebih berwarna dan kondusif untuk kinerja yang lebih optimal.

Pahami Disrupsi Teknologi dan Buat Strategi

Saat ini, Indonesia sudah memasuki era revolusi industri 4.0, di mana selalu ada teknologi baru yang mencuat di permukaan dan menggeser teknologi lama. Tidak bisa dipungkiri kalau kecepatan adalah mata uang baru dalam dunia bisnis. Sudah menjadi hukum alam bahwa yang baru akan menggerus yang lama, begitu juga dalam kelangsungan bisnis.

Inilah yang disebut dengan disrupsi teknologi, sebuah fenomena yang akhirnya mendorong banyak perusahaan untuk melakukan transformasi digital secepat mungkin. Untuk bisa menghadapi disrupsi teknologi, Anda harus terlebih dahulu memiliki pemahaman yang cukup dan membuat strategi yang tepat.

Diperlukan digitalisasi dan reformasi model bisnis, baik sebagai langkah reaktif atau proaktif. Ke depannya, bisnis akan sepenuhnya bergantung pada data. Ibarat kata, data is the new oil. Sehingga, diperlukan divisi atau tenaga kerja yang memiliki kompetensi dalam bidang data processing dan cyber security. Jika sebelumnya pemerintah berperan sebagai regulator, kini harus ikut menjadi akselerator dan fasilitator, terutama dalam merancang kebijakan yang berhubungan dengan teknologi.

Lalu, disrupsi teknologi juga akan berdampak bagi tenaga kerja di Indonesia. Sudah bisa dilihat mulai sekarang, semakin banyak freelancers dan karyawan yang bekerja untuk lebih dari 1 perusahaan sekaligus. Beberapa tahun mendatang, akan semakin banyak virtual jobs, entrepreneurs, dan technopreneurs.

Bentuk Digital Mindset

Beberapa perusahaan sukses melakukan transformasi digital, tetapi tidak sedikit juga yang berujung pada kegagalan. Memiliki digital mindset adalah kunci dari keberhasilan transformasi digital. Berbeda dengan digitalisasi, digital mindset bisa diartikan sebagai kemampuan individu untuk melihat peluang menggabungkan teknologi dengan bisnis. Digital mindset ini diperlukan untuk bisa memberikan solusi inovatif yang mengedepankan teknologi untuk semakin mempermudah kehidupan manusia. Digital mindset bisa dimiliki dengan memiliki keinginan untuk jadi yang terdepan, menghindari sistem birokrasi yang rumit, dan hasrat untuk membantu konsumen.

Konsep syariah belakangan ini semakin melekat dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan, salah satu sektor yang mengusung konsep syariah yakni bisnis syariah atau yang biasa disebut Halal industry. Hal tersebut melatarbelakangi Himpunan Mahasiswa Ahwal Al-Syakhshiyyah dan Program Studi Ahwal Al-Syakhshiyyah UII untuk menggelar Shariah Fest Day. Rangkaian acara diselenggarakan selama tiga hari dengan tema Merespon Dinamika Hukum Islam Melalui Analisis Kritis.

Perkembangan teknologi yang semakin maju pada era industri 4.0 ini sangat disayangkan karna memiliki dampak positif maupun negatif. Secara dampak positif, konsep syariah akan diterima oleh masyarakat contohnya penggunaan smartphone yang dapat diakses oleh masyarakat diseluruh dunia.

Namun, dampak negatif yang dihadapi dari perkembangan teknologi sekarang ini yaitu konsep syariah hanya digunakan untuk kepentingan beberapa golongan saja seperti strategi marketing yang mengusung konsep halal industry tanpa mengetahui lebih dalam konsep syariah yang sebenarnya. Kekhawatiran tersebutlah yang kemudian melatarbelakangi salah satu rangkaian dari acara Shariah Fest Day yaitu Seminar Nasional.

Seminar Nasional yang dilaksanakan pada Selasa, (2/7) berlangsung di Gedung Auditorium Abdulkahar Mudzakkir UII dengan tema seminar “Inovasi Teknologi: Bencana atau Karunia”. Dalam acara tersebut, Dr. Tamyiz Mukharrom, M.A. selaku Dekan Fakultas Ilmu Agama Islam Universitas Islam Indonesia (FIAI UII) meresmikan pembukaan acara secara simbolis dengan pemukulan gong.

Dilanjutkan dengan panel diskusi, menghadirkan pembicara Seminar Nasional CEO Indonesia Medika, dr. Gamal Albinsaid dan Kepala Seksi Aplikasi Layanan Publik Dinas Komunikasi dan Informasi DIY, Dr. Sayuni Egaravanda, S.Kom., M.Eng.
Dalam materinya, Gamal menjelaskan bagaimana seharusnya mahasiswa menyikapi inovasi teknologi diera milenial ini. Data survey bulan januari 2019 menyebutkan bahwa manusia rata-rata menggunaan internet untuk sosial media dihabiskan selama 3 jam 26 menit. “Dalam setahun, dapat dijumlah satu orang dapat menghabiskan lebih dari 1000 jam hanya untuk scroll dan like postingan di sosial media saja,” ungkapnya.

Banyak waktu yang terbuang sia-sia hanya dengan mengakses sosial media. Oleh karena itu, Gamal menyarankan kepada para peserta seminar yang hadir untuk melakukan kegiatan yang positif dengan memanfaatkan perkembangan teknologi sekarang ini seperti melakukan bisnis start-up.

Gamal yang sudah memulai bisnis start-up dalam bidang kesehatan menjelaskan terdapat lima pondasi utama dalam menjalani bisnis yakni Resources, Jaringan, Penelitian & Pengembangan, Marketing & Branding serta memiliki jiwa kepemimpinan dan kewirausahaan.

Pada sesi selanjutnya, Sayuni menjelaskan tentang penggunaan media sosial berdasarkan syariat Islam dan hukum yang berlaku di Indonesia. “Pesatnya perkembangan teknologi tidak dibarengi dengan budaya kritis melihat persoalan, merasa hebat jadi yang pertama menyebarkan informasi tanpa melihat kebenaran informasi tersebut,” tuturnya.

Sayuni memaparkan bahwa dalam waktu tiga bulan (Juli-September 2018) setidaknya ada 230 hoax yang beredar di masyarakat. Hoax ini didominasi oleh konten politik sebanyak 58,7%. Hoax tersebut sebagian besar gabungan dari narasi dan foto yang berasal dari Facebook 47,83%, Twitter 12,17% serta Whatsapp 11,74%.

Sayuni berharap, masyarakat dapat menggunakan media massa masih dalam perspektif Islam seperti bersikap tabayyun, bebas namun bertanggung jawab, menjunjung objektivitas dan kejujuran, serta penyajian yang benar dan tidak menimbulkan salah penafsiran. (NI/RS)

Menurut kalian bagaimana cara kita menyikapi pengaruh kemajuan iptek itu

Perkembangan teknologi memiliki dampak yang beragam bagi individu. Sumber foto: blog.eikontechnology.com

Kini kemajuan teknologi dan informasi tentu banyak memberikan inovasi di dunia. Namun, dalam kemajuan teknologi dan informasi tersebut tentu memiliki dampak positif dan negatif. Di tengah perkembangan teknologi yang pesat kini, mahasiswa tentu harus bijak dalam penggunaannya agar tidak terlena dan lalai dalam nilai keislaman.

Dosen Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIKOM), pengampu mata kuliah Studi Islam Satu, Cecep Romli M.A. mengatakan, seiring perkembangan teknologi yang pesat mahasiswa harus tanggap dalam memilah informasi yang baik untuk dikonsumsi.

“Pentingnya penumbuhan karakter bagi mahasiswa agar menjadi kaum terpelajar serta menjadi garda terdepan dapat dilakukan dengan perbanyak literasi, sehingga mahasiswa dapat memahami atau well inform di era perkembangan teknologi saat ini,” ungkapnya.

Dirinya menambahkan, antara dosen dan mahasiswa tentu perlu bersinergi untuk memberikan hal positif kepada publik serta memilah informasi yang diterima agar tidak termakan oleh propaganda yang jauh dari nilai keislaman.

Mahasiswa Fakultas Adab dan Humaniora (FAH), jurusan Sejarah Peradaban Islam (SPI), semester empat, Annisa Istiani Ulfa Safira menuturkan, perkembangan teknologi tentu akan berpengaruh dalam perubahan. Hal tersebut dapat dilihat ketika pekerjaan manusia yang tergantikan dengan teknologi sehingga terjadi perubahan adat hingga perilaku manusia.

“Mahasiswa tentu harus cerdas dalam menghadapi perkembangan teknologi saat ini. Manfaatkanlah teknologi tersebut untuk menambah wawasan tentang Islam dengan sumber yang terpercaya,” ungkapnya.

Mahasiswa FDIKOM, jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI), semester dua, Muhammad Badrudin Noor Difa mengatakan, tidak semua umat muslim nilai keislamanannya tergerus oleh perkembangan teknologi.

“Dalam dalil Islam telah dijelaskan yaitu kita harus dapat memilah mana yang baik dan buruk bagi diri kita, serta memperhatikan nilai keislaman dan nilai sosial dalam kehidupan sehari-hari,” jelasnya.

Dirinya berharap, agar kita tidak menjadi mahasiswa yang individualis karena manusia merupakan makhluk sosial yang suatu saat tentu membutuhkan bantuan. Semoga kita dapat menggunakan teknologi dengan sebaiknya dengan memaksimalkan kegiatan dakwah.

(Sani Mulyaningsih)