Mengapa tata rias disebut hal yang menonjol di depan penonton

SATWIKA: Jurnal Kajian Budaya dan Perubahan Sosial http://ejournal.umm.ac.id/index.php/JICC

Volume 2, Nomor 2, Oktober 2018

PISSN 2580-8567 EISSN 2580-4431

Tata Artistik (Scenografi) dalam

Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

Heny Purnomo

Sekolah Tinggi Kesenian Wilwatikta Surabaya

Abstrak

Kepuasan rasa dan nilai estetik yang didapatkan penonton melalui interaksi dalam

pertunjukan sering menjadi persoalan yang berujung pada merosotnya aktivitas

produksi pergelaran. Beberapa dekade terakhir, ludruk sebagai pertunjukan tradisi

berbasis kerakyatan, kini tampak sepi penonton, dan persoalan yang mendasar

ketika pertunjukan Irama Budaya sebagai satu-satunya ludruk tobong yang bertahan

di Surabaya belum mampu menarik perhatian penonton. Pertunjukan yang diadakan

secara live di Gedung Ludruk THR Surabaya, kini bertambah beban

permasalahannya ketika media televisi berkembang dan meningkat sangat pesat.

Berbagai tayangan hiburan berbasis industri seni popular, sekarang didukung

panataan artistik dengan kecanggihan teknologi, namun juga memunculkan

persoalan terkait keberadaan kesenian tradisi yang sering diselenggarakan di

panggung prosenium. Tayangan media televisi hampir tidak pernah menyisakan

waktu kosong sedikitpun, sebaliknya pertunjukan berbasis kerakyatan yang

diselenggarakan secara live dianggap ketinggalan jaman dan tidak memberi

keuntungan pasar. Persoalan tersebut merupakan "fenomena sosial” yang menarik

untuk diteliti. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan faktor pendukung,

menjelaskan penataan skenografi dan peranan di balik keberadaan pertunjukan

ludruk Irama Budaya. Untuk menganalisa penelitian digunakan teori relevan

melalui analogi Goffman ditunjang berbagai konsep skenografi. Penelitian dengan

metode kualitatif dan pendekatan skenografi ini, lebih menitik-beratkan teknik

pengumpulan data lewat observasi, wawancara, dan studi pustaka. Penelusuran

faktor-faktor pendukung dan penataan tata artistik menghasil-kan asumsi tentang

peranan skenografi di balik keberadaan pertunjukan ludruk Irama Budaya Surabaya

Kata Kunci: skenografi, pertunjukan, kesenian tradisi berbasis kerakyatan

Abstract

Satisfaction taste and aesthetic value obtained by the audience through interaction

in performances often becomes an issue that leads to a decline in production

activites. The las few decades, ludruk as a show of popular-based tradition, now

seems to be deserted by spectators, and the fundamental problem when Irama

Budaya shows as the only tobong ludruk that survives in Surabaya has not been

able to attract the attention of the audience. The show, which was held live at the

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

Surabaya THR Ludruk Building, is now increasing hte burden of the problem when

televesion media develops and increases very rapidly. Various entertainment shows

based in the popular art industry, are now supported by artistic arrangements with

technological sophistication, but also raises issues related to the existence of

traditional arts that are often held on the prosenium stage. Television media

broadcasts almost never leave the slightest amount of thime, otherwise populist-

based performances held live are considered outdated and do not provide market

benefits. This problem is interesting “social phenomenon’ to study. This research

aims to describe the supporting factors, explaining the scenography arrangement

and the role behind the existence of the Irama Budaya ludruk show. To analyze the

research the relevant theory is uesed through observation, interviews, and literature

studies. The search for supporting factors and the arrangement of artistic

arrangements resulted in assumptions about the role of the scenography behind the

existence of the Irama Budaya Surabaya ludruk show.

Keywords: scenography, performances, traditional arts based on society

PENDAHULUAN

Seni pertunjukan merupakan bentuk karya

seni yang mengutamakan segi “tontonan”, dan

senantiasa berkaitan erat dengan berbagai

persoalan yang kompleks, terutama tentang

perkembangan serta kelangsungan hidup

maupun masa depannya sebagai komunitas

seni komunal. Berbagai peristiwa dalam

kehidupan seni pertunjukan dapat cepat berlalu

setelah pementasannya mendapat sambutan

dari para penonton yang memadati gedung

ataupun arena pertunjukan. Namun

penyelenggaraan kegiatan seni pertunjukan

diberbagai kawasan sampai sekarang masih

menyisakan banyak persoalan dalam

mempertahankan keberadaan pertunjukan

maupun komunitas keseniannya. Hal tersebut

sebagaimana terjadi pada kehidupan

komunitas ludruk Irama Budaya di Taman

Hiburan Rakyat Surabaya atau yang lebih

dikenal dengan sebutan “kompleks THR”.

Perkembangan dan kelangsungan hidup seni

pertunjukan, pada saat sekarang sangat

bergantung dengan kondisi lingkungan

masyarakat sebagai pendukung utamanya,

karena setiap adanya perubahan dalam

lingkungan masyarakat tersebut, akan

membawa pengaruh pula terhadap keberadaan

komunitas di dalamnya.

Kelompok ludruk Irama Budaya

meskipun dalam keadaan yang

memprihatinkan, namun merupakan

komunitas kesenian yang mampu bertahan

hidup hingga sekarang, sehingga kelompok ini

dapat merefleksikan persoalan-persoalan yang

terkait dengan keberadaan pertunjukan pada

berbagai komunitas kesenian tradisi berbasis

kerakyatan. Menurut Purnomo (2015:264),

bahwa kondisi sosial masyarakat kota

Surabaya dapat berpengaruh terhadap perilaku

penonton, dan secara tidak langsung hal

tersebut juga berdampak pada setiap kegiatan

pertunjukan yang diselenggarakan. Kondisi

demikian menjadi tantangan yang sangat berat

bagi kelompok ludruk Irama Budaya untuk

mempertahankan keberadaan pertunjukan

yang posisi hidup dan berkembangnya di

tengah masyarakat kota Surabaya.

Pertunjukan ludruk Irama Budaya yang

dipentaskan secara langsung (live) di Gedung

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

Ludruk kompleks THR, merupakan bentuk

kegiatan kreatif seni pertunjukan yang

dilakukan lewat proses: penyutradaraan,

pemeranan maupun penataan artistik. Interaksi

penonton dalam kegiatan yang dilakukan

secara visual maupun audio tersebut, sangat

menentukan keberadaan pertunjukan Irama

Budaya di atas panggung. Namun kepuasan

atau nilai estetik yang didapatkan penonton

melalui komunikasi seni, sering pula menjadi

persoalan yang akhirnya berujung terhadap

merosotnya berbagai aktivitas produksi

pergelaran. Beberapa dekade terakhir,

pertunjukan ludruk Irama Budaya yang

diselenggarakan di Gedung Ludruk T H R

tampak sepi penonton. Persoalan yang ironis

ketika pertunjukan yang diselenggarakan

hanya sebatas memenuhi rutinitas (periodik)

kegiatan pentas belaka, sehingga sebagai satu-

satunya ludruk tobong yang masih hidup di

Surabaya hingga sekarang ini, masih terus

tertatih-tatih pertumbuhannya.

Pertunjukan ludruk Irama Budaya yang

masih diselenggarakan secara live, kini

bertambah beban permasalahanya ketika

media televisi telah mengalami perkembangan

dan peningkatan yang sangat pesat. Berbagai

tayangan hiburan di media televisi yang

berbasis industri seni popular, banyak

memunculkan persoalan terkait keberadaan

pertunjukan kesenian tradisi berbasis

kerakyatan yang diselenggarakan di panggung

prosenium. Pertunjukan di media televisi yang

dirancang melalui panataan artistik telah

didukung kecanggihan teknologi, dan

tayangan acara hampir tidak pernah

menyisakan waktu kosong sedikitpun.

Sebaliknya kemasan pertunjukan kesenian

berbasis kerakyatan, kini dianggap telah

ketinggalan jaman dan tidak dapat memberi

keuntungan “pasar”, sehingga secara perlahan

pendukungnyapun juga mulai ikut merosot.

Hal tersebut merupakan "fenomena sosial”

yang menarik sebagai subjek ataupun objek

penelitian, dan terkait penggalian data,

penelitian difokuskan melalui pendekatan

skenografi pada pertunjukan ludruk Irama

Budaya yang dipentaskan di atas panggung

prosenium.

Skenografi dalam pertunjukan ludruk

Irama Budaya yang diselengarakan di atas

panggung prosenium, belum digarap secara

serius untuk mendatangkan penonton.

Menurut Dewi dan Koesoemadinata (2012:2-

3), bahwa salahsatu faktor penting dalam

kesuksesan drama...adalah desain artistik

panggungnya yang sangat spektakuler

dengan permainan komposisi warna, bentuk,

furnitur, hingga multi media. Selama

pertunjukan berlangsung, penonton selalu

dapat berdecak kagum setiap kali desain

panggung berganti menyesuaikan pergantian

adegan. Penelitian ini dilakukan dengan cara

menelusuri dan mencermati pertunjukan

ludruk Irama Budaya yang diselenggarakan

secara rutin di Gedung Ludruk kompleks THR

Surabaya dengan berbagai alasan maupun

pertimbangan:

1. Adanya korelasi perkembangan media

televisi yang pesat dengan merosotnya

produksi pergelaran ludruk tobong Irama

Budaya, sehingga berdampak terhadap

animo penonton sebagai muara

pertunjukan.

2. Kelompok ludruk Irama Budaya dengan

berbagai persoalan yang menghimpit,

kondisi yang disandang dan dijalaninya,

justru masih sanggup bertahan hidup,

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

bahkan memiliki semangat

menyelenggarakan pertunjukan yang kini

kurang diminati penonton.

3. Pertunjukan berbasis kerakyatan terus

menghadapi persaingan dengan industri

hiburan berbasis seni popular, sehingga

berpengaruh terhadap keberadaannya

4. Penelitian tentang kesenian tradisi berbasis

kerakyatan yang difokuskan melalui tata

artistik (skenografi) masih jarang

dilakukan secara mendalam, khususnya

terkait keberadaan pertunjukan secara live

di atas panggung prosenium.

Skenografi menjadi tumpuan utama untuk

mendukung keberadaan pertunjukan ludruk

Irama Budaya Surabaya, sehingga

permasalahan dapat dirumuskan 1) apakah

yang menjadi daya dukung pertunjukan ludruk

Irama Budaya Surabaya? 2) bagaimana

penataan skenografi pertunjukan ludruk Irama

Budaya Surabaya yang diselenggarakan di atas

panggung prosenium? dan 3) bagaimana

peranan skenografi di balik keberadaan

pertunjukan ludruk Irama Budaya Surabaya ?

METODE

Keberadaan pertunjukan ludruk Irama

Budaya di Gedung Ludruk kompleks THR

Surabaya, merupakan fenomena sosial yang

terjadi pada kehidupan seni pertunjukan.

Untuk memahami fenomena digunakan

skenografi sebagai unsur utama pementasan

untuk pendekatan atau strategi penelitian.

Skenografi juga digunakan untuk mendalami

fenomena di balik keberadaan pertunjukan

berkaitan dengan kondisi audiens.

Dalam memperoleh data di lapangan,

penelitian ini menggunakan: 1) observasi

untuk mengamati beberapa partisipan maupun

memahami fenomena yang berhubungan

secara langsung maupun tidak langsung

terhadap pertunjukan, serta memiliki

hubungan dengan objek maupun subjek

penelitian; 2) wawancara terhadap informan

untuk me-ngumpulkan data yang merujuk

fokus atau rumusan penelitian; 3) Studi

kepustakaan dan dokomen untuk mendapatkan

data-data referensi yang berhubungan

perjalanan kelompok ludruk Irama Budaya

ketika awal-mula didirikan.

Untuk menemukan hasil penelitian

tentang keberadaan pertunjukan ludruk Irama

Budaya, kegiatan yang dilakukan adalah

mengklasifikasikan hingga memberi makna

terhadap hasil dari pengamatan, wawancara,

pencatatan, dan perekaman yang telah

diperoleh lewat pengumpulan data dari

berbagai informasi mengenai fenomena-

fenomena yang terjadi sebagai objek

penelitian. Menurut Emzir (2012:86), bahwa

tugas analisis menafsirkan dan membuat

makna materi-materi yang telah dikumpulkan

dapat muncul sebagai tugas monumental

ketika seseorang untuk pertama kalinya

terlibat dalam proyek penelitian

Menurut Lincoln dan Guba, paling sedikit

terdapat empat standar atau criteria utama

untuk menjamin keabsahan data hasil

penelitian kualitatif, yaitu: a) standar

kredibilitas, b) standar transferabilitas, c)

standar dependabilitas, dan d) standar

konfirmabilitas (Bungin, 2012). Dalam

penelitian ini, keabsahan data lebih difokuskan

terhadap standar kredibilitas. Hal ini

dimaksudkan agar data dari hasil penelitian

kualitatif memiliki tingkat kepercayaan yang

tinggi sesuai fakta di lapangan, yaitu informasi

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

yang digali melalui subjek atau partisipan yang

diteliti.

Dalam penelitian berkaitan

keberadaan pertunjukan ludruk Irama Budaya,

validasi data dilakukan memalui triangulasi,

hal tersebut untuk mengutamakan efektivitas

proses dan hasil yang diinginkan. Triangulasi

dilakukan dengan cara menguji apakah proses

dan hasil metode yang digunakan sudah

berjalan baik. Proses triangulasi dilakukan

terus menerus sepanjang proses

mengumpulkan data maupun analisis data,

sampai suatu saat peneliti merasa yakin bahwa

sudah tidak ada lagi adanya perbedaan-

perbedaan, dan tidak ada lagi yang perlu

dikonfirmasikan kepada para informan.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Faktor Pendukung Pertunjukan Ludruk

Irama Budaya

Pertunjukan ludruk Irama Budaya yang

diselenggarakan secara live di Gedung Ludruk

kompleks T H R, didukung oleh berbagai

aspek yang langsung berhubungan dengan

kegiatan di atas panggung: 1) penyutradaraan;

2) pemeranan; dan 3) penataan artistik

pertunjukan. Sedangkan aspek pendukung

yang tidak langsung berhubungan dengan

kegiatan di atas panggung adalah penonton

(audien) dan pengelolaan (manajemen)

komunitas kesenian. Namun di dalam

penelitian ini aspek pendukung pertunjukan

ludruk Irama Budaya tersebut difokuskan pada

persoalan tata artistik. Skenografi yang sering

juga disebut penataan artistik, bidang ini

membawahi bagian Set-Dekor-Properti, Tata

Busana, Tata Rias Wajah dan Rambut, serta

Tata Cahaya. Perlu ditekankan bahwa

skenografi merupakan bagian yang tak

terpisahkan dari sebuah pertunjukan teater

(Riantiarno, 2011:XI). Sehingga pengumpulan

data dalam penelitian ini akan berkaitan

dengan berbagai visual atau gambar bentuk

artistik secara keseluruhan yang meliputi:

1. Latar Peristiwa (Setting)Dekorasi

(Scenery)

Setting ataupun dekorasi (scenery)

merupakan bentuk tata artistik yang secara

visual dapat menggambarkan: 1) suasana atau

keadaan suatu peristiwa; 2) dimana peristiwa

tersebut terjadi; dan 3) kapan terjadinya

peristiwa tersebut, sehingga setting ataupun

dekorasi sangat berkaitan langsung dengan

struktur pertunjukan di dalam kesenian tradisi

khususnya ludruk Irama Budaya. Keberadaan

setting ataupun dekorasi dapat menjadi

tumpuan utama yang harus hadir sebagai

pendukung penting pada sebuah pertunjukan.

Dalam pertunjukan ludruk Irama Budaya,

yang dimaksud setting ataupun dekorasi adalah

gambar sebuah pemandangan yang biasanya

sering disebut dengan istilah “kelir”. Kelir

tersebut merupakan pemandangan yang

divisual-kan atau dilukis pada selembar kain

seluas dinding bagian belakang (backdrop)

panggung pertunjukan. Penempatan kelir dapat

digulung ke atas, dan untuk memainkannya

akan diturunkan kembali sesuai dengan lakon

yang ditampil-kan. Untuk lebih menghidupkan

suasana, di depan kerir sering ditambahkan

perlengkapan pendukung artistik lainnya yang

disesuaikan dengan kebutuhan adegan di dalam

pertunjukan, misalnya bebatuan besar, tanaman

pohon, pagar bambu atau kayu, gapura dan

sebagainya.

Visual kelir di dalam pertunjukan ludruk

Irama Budayat ersebut, tidak memiliki filosofi

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

apapun terkait cerita/ lakon yang dipentaskan.

Gambar kelir adalah mewakili setting atau

tempat kejadian peristiwa, sehingga visualnya

hanya mencerminkan bahwa kejadian tersebut

setting-nya tentang kondisi di daerah pedesaan,

maka suasananya juga harus mengikuti

keadaan di desa, dan sangat tidak mungkin

akan diturunkan kelir yang suasananya tentang

kondisi di kota, istilah di dalam wilayah teater

disebut dengan jumping.

Berkaitan dengan penataan artistik, setting

itu harus mengacu terhadap cerita/ lakon yang

dipentaskan, kalau misal pertu adegan laut atau

adegan sungai, maka dapat digunakan properti

tambahan. Jika ada semacam kelir desa dapat

ditambah dengan properti yang

menggambarkan sungai, maka perlu dibikin

properti yang menggambarkan tentang suasana

kali. Misalnya cerita tentang bengawan solo

yang harus ada properti tambahannya yang

kalau dilihat secara artistik hal itu memang

harus menggambarkan sungai.

Dalam pertunjukan ludruk Irama Budaya,

gambar kelir ini sering digunakan sewaktu

acara dagelan atau lawakan dan monosuko.

Pada ranah penonton, kelir bergambar jalan

bambu runcing digunakan sebagai penanda

dagelan atau lawakan segera tampil. Struktur

pertunjukan itu sangat ditaati dalam komunitas

ludruk, akhirnya menjadi pakem di dalam

sebuah pertunjukan, bahkan struktur

pertunjukan tersebut semacam harga mati

dalam melakonkan pementasan ludruk,

walaupun tidak ada konvensi

(perjanjian/kesepakatan).

Kelir menjadi setting atau dekorasi utama

untuk menggambarkan sebuah peristiwa dalam

struktur pertunjukan ludruk Irama Budaya,

sehingga muncul komunikasi yang memiliki

nilai estetik melalui visual artistik di atas stage.

Kelompok ludruk tobong Irama Budaya dalam

pementasannya memiliki 9 (Sembilan) gulung

kelir yang telah terpasang di atas stage

pertunjukan.

2. Tata Busana (Costume)

Tata busana merupakan bagian tata

artistik yang digunakan para pemain selama

pertunjukan ludruk Irama Budaya

berlangsung. Tata busana berfungsi untuk

menghidupkan karakter tokoh yang sedang

diperankan para pemain, dan di dalam

rangkaian atau struktur pertunjukan ludruk

Irama Budaya ada beberapa jenis tata busana

yang selalu dipergunakan pada setiap

penampilan-nya, yaitu : 1) tata busana yang

digunakan pengreman (penari Ngremo); 2)

tata busana yang digunakan para bedhayan

atau ceklekan; 3) tata busana yang digunakan

para dagelan (pelawak) dan monosuko; serta

4) tata busana yang digunakan untuk para

tokoh di dalam lakon yang akan dipentaskan.

Menurut Supriyanto (2018:10) bahwa tata

busana (kostum) menggambarkan kehidupan

rakyat sehari-hari yang amat sederhana. Hal itu

amat menonjol pada tata kostum pelawak yang

sering berperan sebagai pembantu rumah

Gambar 1. Jalan Bambu Runcing, menggambarkan

taman yang ada bambu runcingnya dengan dikelilingi

tanaman (sumber: Henimen, 2017)

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

tangga dengan mengenakan busana sehari-hari

(topi/kopiah, busana apa adanya, dan kadang-

kadang bersarung) serta tat arias yang

sederhana pula.

3. Tata Rias (Make-Up)

Tata rias merupakan bagian dari tata

artistik yang fungsinya sama dengan tata

busana yaitu digunakan untuk dapat

menghidupkan berbagai karakter tokoh yang

sedang diperankan oleh para pemain di dalam

pertunjukan, sehingga sering digunakan istilah

“tata rias-busana atau tata rias dan busana”.

Dalam struktur pertunjukan ludruk Irama

Budaya, tata rias tersebut selalu dikaitkan

dengan hasil “riasan” yang

mempertimbangkan: 1) tokoh ataupun adegan

yang diperankan; 2) bentuk wajah; 3) bahan

rias yang digunakan; 4) baju yang dikenakan;

dan 5) tata panggung. Menurut Hamzah

(2007:39), bahwa tata busana dan tata rias

adalah gambaran watak/ karakterisasi

seseorang. Kostum maupun make-up bisa

membantu seseorang pemeran meyakinkan

penonton tentang peran yang dimainkannya.

4. Tata Cahaya (Lighting)

Tata Cahaya (lighting) atau pencahayaan

menjadi bagian tata artistik yang dapat

menerangi berbagai bagian panggung maupun

adegan di dalam sebuah pertunjukan.

Pencahayaan menjadi sarana penunjang pada

saat pementasan yang berfungsi untuk

memberikan efek-cahaya selain fungsi

utamanya sebagai penerangan objek

panggung. Dalam pertunjukan tradisi berbasis

kerakyatan pencahayaan biasanya menjadi

bagian tata artistik yang kurang

diperhitungkan keberadaannya. Dalam setiap

pementasan, pencahayaan juga sering hadir

apa adanya dan hanya sekedar memberikan

penerangan pada panggung maupun adegan-

adegan cerita dalam pertunjukan.

5. Tata Suara (Audio Design)

Tata Suara (Audio Design) merupakan

bagian tata artistik yang berkaitan dengan

penataan bunyi atau suara, sehingga untuk

merasakan akan melibatkan indera

pendengaran. Dalam pertunjukan ludruk Irama

Budaya, Tata suara terbagi menjadi 2 (dua)

bagian: 1) berkaitan dengan iringan musik yang

menggunakan peralatan gamelan; 2) berkaitan

dengan suara atau dialog para pemain di atas

panggung. Untuk mendukung kedua bagian

tersebut, diperlukan peralatan yang disebut

sound system”. Sound system kini menjadi

peralatan utama yang tidak terpisahkan dalam

pertunjukan sebagai alat yang berfungsi menata

ataupun mengatur suara sehingga bisa

didengarkan semua penonton selama

pertunjukan ludruk berlangsung.

6. Perlengkapan (Property)

Perlengkapan merupakan bagian tata

artistik yang berkaitan dengan penataan barang

atau benda sebagai pendukung pertunjukan.

Dalam pertunjukan ludruk Irama Budaya,

perlengkapan (property) meliputi barang yang

berada di atas stage sebagai set properti (asbak,

vas bunga, taplak, makanan kecil dsb) maupun

barang yang dibawa pemain sebagai hand

property (pistol, kipas, bolpoin, pedang, pisau

dan sebagainya), sehingga properti dalam hal

ini merupakan pelengkap dari set properti.

Penataan Artistik dalam Pertunjukan

Ludruk Irama Budaya

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

Gambar 2 Struktur Panggung yang digunakan untuk

pertunjukan Ludruk Irama Budaya Surabaya (repro.

dari Stagecraff, Trevor R.G 2017)

1. Struktur Panggung Pertunjukan Ludruk

Irama Budaya

Struktur panggung proseniun pertunjukan

ludruk Irama Budaya, sama seperti struktur

panggung prosenium pada umumnya. Struktur

panggung prosenium mulai dari bagian

panggung utama yang digunakan para pemain

lakon, bagian-bagian penunjang panggung

yang digunakan para penonton (audiens)

maupun para pemain, sampai kepada fungsi-

fungsi perangkat yang terdapat dalam

panggung prosenium pertunjukan ludruk

Irama Budaya.

Untuk mengetahui struktur panggung

prosenium Gedung Ludruk kompleks T H R

Surabaya yang digunakan sebagai

penyelenggaraan pertunjukan ludruk Irama

Budaya, dapat dibagi menjadi tiga bagian

tempat utama, yaitu: 1) area auditorium; 2)

area panggung utama; dan 3) area panggung

belakang (ruang rias dan ruang tunggu para

pemain). Area panggung utama merupakan

daerah yang digunakan oleh para pemain untuk

berakting sesuai dengan lakon yang

dipentaskan. Panggung utama pertunjukan

ludruk Irama Budaya terdiri dari berbagai

perangkat sebagai pelengkap maupun

penunjang dari panggung prosenium, seperti:

1) bingkai panggung (proscenium); 2)

sebenk (wing flats); 3) pintu samping (wings);

4) kelir belakang (cyclorama/ backdrop); 5)

kelir depan (scerm); 6) kain plisir(border); 7)

gantungan lampu (lighting battens) area

panggung; 8) tempat gamelan (pit orchestra);

dan 9) panggung tambahan (apron), untuk

lebih jelasnya dapat dilihat melalui gambar di

bawah ini:

Area panggung belakang merupakan

perangkat penunjang panggung prosenium

yang terbagi menjadi dua ruangan: 1) ruang

rias atau ruang ganti para pemain; dan 2) ruang

tunggu para pemain yang antri menunggu

giliran tampil pada pementasan. Ruang tunggu

para pemain selain berfungsi sebagai tempat

menunggu tampil di panggung, berfungsi pula

sebagai lokasi santai, mengobrol, makan,

minum, bahkan digunakan untuk

mengkoordinasikan lakon yang akan

ditampilkan oleh sutradara. Ruang tunggu

para pemain ini biasanya sering difungsikan

juga sebagai tempat diskusi bersama tentang

masalah - masalah yang berkaitan dengan

pertunjukan maupun perkembangan ludruk

hingga dini hari.

2. Penataan Artistik Panggung Prosenium

Ludruk Irama Budaya

Penataan artistik di atas panggung

prosenium menjadi persoalan penting dan

tidak dapat diabaikan dalam pertunjukan

ludruk. Perbedaan panggung prosenium

pertunjukan ludruk Irama Budaya dengan

panggung prosenium lainnya terletak area

backdrop, penempatan set-dekorasi (scenery)

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

maupun spesifikasi pencahayaannya

(lighting). Struktur bentuk panggung

prosenium pertunjukan ludruk menjadi hal

yang sangat menarik untuk ditelusuri dan

dikaji. Menurut Padmodarmaya

(1988:60),pentas yang menggunakan bentuk

prosenium, biasanya juga menggunakan

ketinggian atau panggung, sehingga lebih tepat

kalau dikatakan sebagai panggung prosenium.

Hubungan antara panggung dengan auditorium

dipisahkan atau dibatasi dengan dinding dan

lubang prosenium. Sedangkan sisi atau tepi

lubang prosenium yang berupa garis lengkung

atau garis lurus dapat kita sebut dengan

pelengkung proscenium (proscenium arch).

Strategi penempatan set - dekorasi

(scenery) atau set - properti pada panggung

proseniun pertunjukan ludruk Irama Budaya

sering mengikuti visual kelir yang akan

digunakan dan lakon yang dipentaskan,

sehingga pemasanganya- pun senantiasa

berubah-ubah sesuai dengan pertunjukannnya.

Persoalan pemasangan setting/kelir juga

sangat berbeda dengan ketika penampilan

tersebut diadakan di dalam studio rekaman

(seperti ludruk R R I Surabaya), maka

penonton harus mengimajinasikan bahwa

mereka berada di suatu tempat kejadian. Kalau

pertunjukan ludruk tobong tersebut sudah

dibantu dengan adanya kelir yang dapat

mewakili setting, sehingga untuk suasananya

penonton juga tidak perlu dijelaskan lagi

karena sudah bersifat langsung (live).

Pencahayaan sebagai bagian tata artistik

(scenografy) di panggung prosenium,

sebenarnya dapat memberikan penerangan di

area panggung maupun objek pemeranan yang

dilakonkan di dalam pertunjukan ludruk.

Namun untuk meng-hadirkan suasana lakon/

cerita di dalam setiap pertunjukan ludruk

Irama Budaya hal tersebut senantiasa berujung

pada adanya keterbatasan sumber daya yang

dimiliki oleh pengelolanya, baik secara sumber

daya barang/ benda maupun sumber daya

manusianya. Sebenarnya secara ideal

pencahayaan tersebut sudah harus dapat

mengeksekusi suasana yang akan dihadirkan

atau ditampilkan dalam lakon/cerita sebuah

pertunjukan.

Penataan artistik pada pertunjukan ludruk

Irama Budaya yang dipentaskan secara rutin

dan live di dalam Gedung Ludruk T H R

Surabaya, senantiasa mengikuti unsur-unsur

yang terdapat di atas panggung prosenium.

Tata panggung prosenium tersebut memiliki

berbagai prinsip dasar dan struktur bentuk,

bahkan berbagai istilah yang sudah baku

sebagai sebuah konvensi secara internasional.

Hal tersebut semestinya justru dapat

menjadikan kegiatan produksi pementasan

maupun penataan artistik khususnya, harus

senantiasa dapat berkembang dan mengikuti

setiap perubahan perilaku atau selera penonton

sebagai masyarakat pendukungnya. Namun

pada waktu sekarang, para penonton tersebut

sangat sulit untuk ditebak ataupun diikuti

seleranya di dalam memilih suatu

pertunjukan, apalagi untuk pementasan ludruk

Irama Budaya yang merupakan salah satu

pertunjukan dengan memiliki basis

kerakyatan. Karena pertunjukan ludruk

tersebut kini harus mampu bersaing pula

dengan berbagai pertunjukan sebagai multi -

media yang memiliki basis “seni popular”.

Peranan Tata Artistik dalam Pertunjukan

Ludruk Irama Budaya

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

Dalam pertunjukan ludruk Irama budaya,

kehadiran penonton masih merupakan

persoalan utama dan menjadi barang langka

yang mahal. Menurut Harymawan (1988:193),

bpenonton dalam pertunjukan adalah orang-

orang yang mereka secara sengaja

menginginkan untuk mendapatkan rasa

kepuasan dari hasil menonton. Mereka pergi

menonton dengan maksud yang pertama-tama

memang untuk memperoleh kepuasan rasa,

lalu kebutuhan dan keinginannya juga dapat

terpenuhi. Hal tersebut dengan kata lain bahwa

penonton itu ingin mendapatkan suatu

kepuasan batin sebagai oleh-oleh yang

menarik untuk dibawa pulang tanpa terbebani

oleh hal-hal yang lainnya. Menurut Purnomo

(2015:248), penonton pada saat sekarang

merupakan penonton yang telah diasuh dan

dibesarkan oleh kejayaan media televisi.

Penonton juga rentan dipengaruhi kondisi -

kondisi sosial maupun ekonomi di

lingkungannya, artinya penonton tersebut

dapat memiliki suatu sikap yang dipengaruhi

oleh berbagai faktor lingkungannya.

Berbagai faktor sosial dalam masyarakat

pada saat ini dapat menjadikan pertunjukan

ludruk Irama Budaya sepi penonton, sehingga

akhirnya menjadi pemicu berbagai persoalan

dalam pementasan nanti ke depannya.

Semakin lama pertunjukan ludruk Irama

Budaya terus menghadapi persaingan hiburan

dari luar yang pada saat sekarang sudah mulai

berkembang sangat pesat. Awal persaingan

tersebut dapat muncul dari gedung-gedung

bioskop. Namun sekarang ditambah dengan

hadirnya media televisi yang telah disertai

dengan semakin banyaknya stasiun televisi

dengan bermacam acara yang dapat

ditayangkan di layar kaca.

Penonton dan pertunjukan ludruk Irama

Budaya merupakan dua komponen yang

senantiasa berinteraksi untuk mendapatkan

keberadaan masing-masing. Namun

perkembangan pertunjukan saat sekarang

banyak yang dikomodifikasikan melalui media

televisi, dan hal tersebut dapat membawa

pengaruh ataupun dampakterhadap pola

pertunjukan ludruk tobong Irama Budaya

maupun perilaku penontonnya. Pengaruh -

pengaruh tersebut akhirnya memicu pula

munculnya bentuk perubahan yang secara

lambat-laun juga berakibat pada pertunjukan

ludruk Irama Budaya. Berbagai pertunjukan

atau hiburan yang dipentaskan di layar kaca

media televisi dapat melahirkan bentuk

perubahan yang terjadi pada pola (structure)

penampilan maupun tempat pertunjukannya

(stage).

Kesuksesan sebuah pertunjukan, salah

satunya akan ditentukan oleh jumlah penonton

yang menyaksikan, termasuk dalam setiap

pertunjukan ludruk Irama Budaya yang pada

saat sekarang ini penontonnya sudah menjadi

barang yang langka. Bahkan keberadaan

pertunjukan pada saat sekarangpun dapat

ditentukan berbagai perilaku “massasebagai

penonton, dan penonton sebagai faktor

pendukung yang utama di dalam pertunjukan

ludruk Irama Budaya dapat digunakan sebagai

tolok-ukur sukses atau keberhasilannya sebuah

pementasan. Merosotnya pertunjukan ludruk

Irama Budaya di Gedung Ludruk kompleks

THR pada saat sekarang ini dikarenakan

pertunjukan tersebut tidak dapat lagi menarik

minat penonton, dan jika diibaratkan pentas itu

sampai di liang semut sekalipun, kalau

memang pertunjukannya menarik, maka tetap

akan diburu oleh para penonton (audiens).

SATWIKA: Kajian Ilmu Budaya dan Perubahan Sosial

Sehingga untuk memahami selera penonton,

maka dilakukan pendekatan melalui bidang

tata artistik sebagai pendukung utama dalam

pertunjukan ludruk Irama Budaya yang

diselenggarakan secara live di Gedung Ludruk

kompleks THR Surabaya.

Tata Artistik yang dibangun berdasarkan

unsur - unsur: titik, garis, bidang, ruang, jarak,

arah, irama, intensitas, warna, maupun dimensi

pada panggung prosenium pertunjukan ludruk

Irama Budaya, hasilnya kurang maksimal

karena kondisi pemain yang usianya sudah

semakin menua dan kurang adanya regenerasi.

Sehingga hasil visual secara total dapat

memunculkan banyak persoalan terkait dengan

tata artistik panggung prosenium pertunjukan

ludruk. Banyaknya pemain senior yang sudah

menua menjadikan penonton dari kalangan

generasi muda juga kurang tertarik terhadap

pertunjukan ludruk Irama budaya, akhirnya

penontonpun kini banyak yang berasal atau

didominasi oleh kalangan orang tua.

Tata artistik secara komprehensif dapat

memberikan kepuasan penonton melalui visual

pementasan, dalam pertunjukan ludruk Irama

Budaya banyak yang terabaikan penataannya.

Penataan artistik bisa dikerjakan melalui

berbagai bentuk artistik seperti: 1) latar

kejadian peristiwa (setting) dokorasi

(scenery); 2) tata busana (costum); 3) tata rias

(makeup); 4) pencahayaan (lighting); 5) tata

suara (audio design ); dan perlengkapan

(property), merupakan kegiatan yang dapat

memberikan solusi untuk menarik minat para

penonton menyaksikan pementasan, namun

hal tersebut hingga sekarang juga kurang

mendapatkan perhatian/ respon dengan secara

serius dari para pengelola kelompok ludruk

Irama Budaya yang di-selenggarakan secara

rutin dan live di Gedung Ludruk Kompleks T

H R Surabaya.

Penonton pertunjukan ludruk Irama

Budaya yang semakin merosot, perlu

mendapatkan perhatian yang serius lewat

penataan artistik panggung prosenium untuk

menghasilkan visual yang menarik (estetik)

dalam pementasan ludruk. Tata artistik

pertunjukan ludruk Irama Budaya yang kurang

mendapatkan perhatian dari para pengelolanya

secara perlahan-lahan akan membawa “citra”

yang kurang baik dan pemahaman yang salah,

sehingga setiap pertunjukan ludruk Irama

Budaya yang diselenggarakan secara rutin dan

live di Gedung Ludruk T H R Surabaya secara

visual senantiasa kurang berkembang serta

bersifat staknasi.

KESIMPULAN

Kesuksesan sebuah pertunjukan,

salahsatunya ditentukan jumlah penonton yang

menyaksikan, termasuk di dalam setiap

pertunjukan ludruk yang sekarang

penontonnya sudah menjadi barang yang

langka. Merosotnya pertunjukan ludruk Irama

Budaya di Gedung Ludruk T H R dikarenakan

pertunjukan tersebut tidak dapat lagi menarik

minat penonton, hal tersebut dapat

dikarenakan kurang berfungsinya skenografi

sebagai pendukung utama dalam setiap

pertunjukan. Penataan artistik tidak dilakukan

dengan cara yang benar dan serius. sehingga

secara visual maupun audio dapat berdampak

terhadap keberadaan pertunjukan ludruk Irama

Budaya.Skenografi memiliki peranan

menghadir-kan nilai estetik sebagai salah satu

arti dan makna yang dimiliki oleh tanda - tanda

yang disajikan di atas panggung pertunjukan.

Tata Artistik (Scenografi) dalam Pertunjukan Kesenian Tradisi Berbasis

Kerakyatan

DAFTAR PUSTAKA

Bungin, Burhan. 2012, Analisis Data

Penelitian Kualitatif: Pemahaman

Filosofis dan Metodologis ke

Arah Penguasaan Model Aplikasi.

Jakarta: Rajawali Pers.

Dewi, Citra Smara.dan Koesoemadinata,

Fabianus Hiapianto. 2012. Menjadi

Skenografi. Solo: Metagraf.

Emzir. 2012, Analisis Data: Metodologi

Penelitian Kualitatif. Jakarta: Rajawali

Pers.

Hamzah, A. Nawir. 2007. Sutradara Drama

Panggung dan Televisi, Jakarta: Win

Communications.

Harymawan, R.M.A., 1988, Dramaturgi.

Bandung: R o s d a.

Jazuli, M., 2014. Sosiologi Seni:

Pengantardan Model Studi Seni.

Yogyakarta: GrahaIlmu.

Padmodarmaya, Pramana. 1988, Tatadan

Teknik Pentas. Jakarta: Balai Pustaka.

Purnomo, Heny.2 0 1 5. “Aneka Ria Srimulat:

Kajian Seni Populer di Kompleks Taman

Hiburan Rakyat Surabaya”. Tesis

Magister, Universiyas Negeri Surabaya.

Riantiarno, N. 2011, Kitab Teater: Tanya

Jawab Seputar Seni Pertunjukan. Jakarta:

Grasindo.

Supriyanto, Henri. 2018, Ludruk dalam

Pusaran Zaman. Surabaya: Dinas

Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi

Jawa Timur