Manfaat diaturnya hak mengemukakan pendapat dalam konstitusi adalah

Manfaat pemenuhan hak sebagai warga negara secara umum yaitu menciptakan masyarakat yang adil dan sejahtera. Hak dan kewajiban warga negara Indonesia diatur dan dijamin dalam Undang-undang Dasar (UUD) 1945. Hak dan kewajiban ini, dillindungi oleh dasar hukum tertinggi Indonesia, yakni UUD 1945.

Apa yang dimaksud dengan hak? Hak adalah kuasa untuk menerima atau melakukan sesuatu yang mestinya individu terima atau bisa dikatakan sebagai hal yang selalu dilakukan dan orang lain tidak boleh merampasnya entah secara paksa atau tidak.

Dalam konteks kewarganegaraan sehari-hari, hak ini berarti warga negara berhak mendapatkan penghidupan yang layak, jaminan keamanan, perlindungan hukum dan lain sebagainya.

Baca Juga: 

Contoh manfaat pemenuhan hak sebagai warga negara:

Hak Memeluk Agama Sesuai Kepercayaan

Hak yang paling asasi dimiliki manusia adalah kemerdekaan memeluk agama dan menjalankan ibadah sesuai agama tersebut. Pemerintah, menjamin hak tersebut dan memiliki organisasi untuk mengurusnya.

Indonesia memiliki Kementerian Agama yang mengurusi hak warga negara untuk memeluk agama. Ada 6 agama yang diakui resmi oleh Pemerintah Republik Indonesia, yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Konghucu.

Hak Memeluk Agama Sesuai Kepercayaan bagi warga negara, diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 29 ayat (2), menyebutkan adanya hak kemerdekaan warga Negara untuk memeluk agamanya masing-masing dan beribadat menurut agamnya.

Kebebasan Berpendapat

Hak untuk mengeluarkan pendapat bagi warga negara, diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 28 menetapkan hak kemerdekaan warga negaranya untuk berserikat, berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan.

Pemilihan umum untuk memilih wakil rakya di Dewan Perwakilan Rakyat, memilih pemimpin daerah seperti bupati dan gubernur hingga kepala negara yakni presiden dan wakil presiden juga merupkan contoh kebebasan berpendapat yang dimiliki warga negara.

Manfaat Pemenuhan Hak Mendapat Pendidikan dan Pengajaran

Hak untuk mendapat pendidikan dan pengajaran bagi warga negara, diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 Pasal 31 ayat (1), bahwa tiap-tiap warga Negara berhak mendapat pengajaran.

Selengkapnya, Pasal 31 UUD 1945 tentang pendidikan berbunyi sebagai berikut: (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan. (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya. (3) Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undangundang. (4) Negara memprioritaskan anggaran pendidikan sekurang-kurangnya dua puluh persen dari anggaran pendapatan dan belanja negara serta dari anggaran pendapatan dan belanja daerah untuk memenuhi kebutuhan penyelenggaraan pendidikan nasional.

(5) Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.

Pemenuhan hak bagi warga negara ini, diwujudkan dengan pendidikan dasar negeri dibawah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan dan Kementerian Agama. Juga pendirian berbagai universitas dan politeknik negeri di berbagai daerah.

Mendapatkan Pekerjaan dan Penghidupan yang Layak

Penghidupan yang layak satu contohnya adalah penetapan Upah Minimum Regional (UMR) sebagai suatu standar minimum yang digunakan oleh para pengusaha untuk memberikan upah kepada pegawai, karyawan, atau buruh di dalam lingkungan usaha atau kerjanya.

Dengan penetapan ini, pemerintah menjamin warga negara untuk bekerja agar mendapat penghidupan yang layak.

Hak atas Perlindungan Hukum

Perlindungan hukum adalah sebuah hak yang bisa didapatkan oleh semua warga negara secara merata dan hak itu diberikan oleh pemerintah bila warga negara tersebut sudah memenuhi syarat-syarat tertentu.

Ada banyak perlindungan hukum terhadap warga negara. Satu contohnya yang lekat dengan kejadian sehari-hari adalah Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam pasal 1 disebutkan bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dan disebtukan bawah konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Jadi perlindungan hukum peraturan perundang-undangan untuk mewujudkan keseimbangan perlindungan kepentingan konsumen dan pelaku usaha sehingga tercipta perekonomian yang sehat di masyarakat.

Hak atas Perolehan Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Perlindungan hukum atas hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan bagian dari pelaksanakan perlindungan hak-hak asasi manusia.

Dan pemenuhan hak pelayanan kesehatan yang layak melalui fasilitas rumah sakit dijamin dan dilaksanakan oleh pemerintah dan atau pemerintah daerah.

Rumah sakit pemerintah wajib memberikan pelayanan kesehatan khususnya dalam keadaan darurat, untuk kepentingan penyelamatan nyawa pasien.

Norma di Masyarakat

Manfaat diaturnya hak mengemukakan pendapat dalam konstitusi adalah

Berbicara tentang hak dan kewajiban sebagai anggota masyarakat, tentu tak lepas dengan norma. Masih ingatkah kamu, apa itu norma? Norma dapat diartikan sebagai pedoman, ukuran, aturan atau kebiasaan yang dipakai untuk mengatur sesuatu yang lain atau sebuah ukuran. Dengan norma ini orang dapat menilai kebaikan atau keburukan suatu perbuatan. Selain norma, nilai termasuk di dalam unsurunsur moral.

Norma-norma sosial yang tumbuh sebagai patokan dalam bertingkah laku manusia dalam kelompok,norma-norma yang dimaksud adalah sebagai berikut : 1. Norma agama atau religi, yaitu norma yang bersumber dari Tuhan untuk umat-Nya 2. Norma kesusilaan atau moral, yaitu yang bersumber dari hati nurani manusia untuk mengajakan kebaikan dan menjahui keburukan 3. Norma Kesopanan atau adat, yaitu yang bersumber dari masyarakat atau dari lingkungan masyarakat yang bersangkutan

4. Norma hukum, yaitu norma yang dibuat masyarakat secara resmi yang pemerlakuannya dapat dipaksa

Norma dibangun di atas nilai sosial, dan norma sosial diciptakan untuk menjaga dan mempertahankan nilai sosial. Pelanggaran terhadap norma akan mendapatkan sanksi dari masyarakat.

Karena adanya sanksi inilah maka anggota masyarakat merasa jera, atau paling tidak enggan melakukan pelanggaran. Jika keadaannya demikian maka dalam masyarakat akan terbentuk keteraturan sosial.

UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah penjaminan terhadap salah satu hak asasi manusia.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum sebagaimana dalam UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah sejalan dengan:

  1. Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945,

  2. Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia.

"Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".

Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945

Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang. Sebagai contoh: unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

"Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".

Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia

Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

Undang-Undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum disahkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1998 oleh Presiden BJ. Habibie. UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum diundangkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1998 oleh Mensesneg Akbar Tandjung.

Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditempatkan pada Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1998 Nomor 181. Penjelasan Atas UU 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum ditempatkan pada Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3789.

Pertimbangan Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah:

  1. bahwa kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah hak asasi manusia yang dijamin oleh Undang-Undang Dasar 1945 dan Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia;

  2. bahwa kemerdekaan setiap warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum merupakan perwujudan demokrasi dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara;

  3. bahwa untuk membangun negara demokrasi yang menyelenggarakan keadilan sosial dan menjamin hak asasi manusia diperlukan adanya suasana yang aman, tertib dan damai;

  4. bahwa hak menyampaikan pendapat di muka umum secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  5. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, b, c, dan d, perlu dibentuk Undang-undang tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum;

Dasar hukum Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum adalah Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), dan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945.

Menyampaikan pendapat di muka umum merupakan salah satu hak asasi manusia yang dijamin dalam Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945 yang berbunyi " "Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-undang".

Kemerdekaan menyampaikan pendapat tersebut sejalan dengan Pasal 9 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang berbunyi : "Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat dengan tidak mendapat gangguan dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan dan pendapat dengan cara apa pun juga dan dengan tidak memandang batas-batas".

Perwujudan kehendak warga negara secara bebas dalam menyampaikan pikiran secara lisan dan tulisan dan sebagainya harus tetap dipelihara agar seluruh tatanan sosial dan kelembagaan baik infrastruktur maupun suprastruktur tetap terbebas dari penyimpangan atau pelanggaran hukum yang bertentangan dengan maksud, tujuan dan arah dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum sehingga tidak menciptakan disintegrasi sosial, tetapi justru harus dapat menjamin rasa aman dalam kehidupan masyarakat.

Dengan demikian, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, sejalan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip hukum internasional sebagaimana tercantum dalam Pasal 29 Deklarasi Universal Hak-hak Asasi Manusia yang antara lain menetapkan sebagai berikut :

  1. Setiap orang memiliki kewajiban terhadap masyarakat yang memungkinkan pengembangan kepribadiannya secara bebas dan penuh;

  2. dalam pelaksanaan hak dan kebebasannya, setiap orang harus tunduk semata-mata pada pembatasan yang ditentukan oleh undang-undang dengan maksud untuk menjamin pengakuan dan penghargaan terhadap hak serta kebebasan orang lain, dan untuk memenuhi syarat-syarat yang adil bagi moralitas, ketertiban, serta kesejahteraan umum dalam suatu masyarakat yang demokratis;

  3. hak dan kebebasan ini sama sekali tidak boleh dijalankan secara bertentangan dengan tujuan dan asas Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Dikaitkan dengan pembangunan bidang hukum yang meliputi materi hukum, aparatur hukum, sarana dan prasarana hukum, budaya hukum dan hak asasi manusia, pemerintah Republik Indonesia berkewajiban mewujudkannya dalam bentuk sikap politik yang aspiratif terhadap keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.

Bertitik tolak dari pendekatan perkembangan hukum, baik yang dilihat dari sisi kepentingan nasional maupun dari sisi kepentingan hubungan antar bangsa, maka kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum harus berlandaskan :

  1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

  2. asas musyawarah dan mufakat;

  3. asas kepastian hukum dan keadilan;

  4. asas proporsionalitas;

  5. asas manfaat.

Kelima asas tersebut merupakan landasan kebebasan yang bertanggung jawab dalam berpikir dan bertindak untuk menyampaikan pendapat di muka umum.

Berlandaskan atas kelima asas kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum tersebut maka pelaksanaannya diharapkan dapat mencapai tujuan untuk :

  1. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

  2. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

  3. mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

  4. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

Sejalan dengan tujuan tersebut di atas rambu-rambu hukum harus memiliki karakteristik otonom, responsif dan mengurangi atau meninggalkan karakteristik yang represif.

Dengan berpegang teguh pada karakteristik tersebut, maka Undang-undang tentang Kemerdekaan menyampaikan Pendapat Di Muka Umum, merupakan ketentuan peraturan perundang-undangan yang bersifat regulatif, sehingga di satu sisi dapat melindungi hak warga negara sesuai dengan Pasal 28 Undang-Undang Dasar 1945, dan di sisi lain dapat mencegah tekanan-tekanan, baik fisik maupun psikis, yang dapat mengurangi jiwa dan makna dari proses keterbukaan dalam pembentukan dan penegakan hukum.

Undang-undang ini mengatur bentuk dan atau cara penyampaian pendapat di muka umum, dan tidak mengatur penyampaian pendapat melalui media massa, baik cetak maupun elektronika dan hak mogok pekerja di lingkungan kerjanya.

Berikut isi Undang-undang Nomor 9 tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum (bukan format asli):

UNDANG-UNDANGTENTANGKEMERDEKAAN MENYAMPAIKAN PENDAPAT DI MUKA UMUM

Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:

  1. Kemerdekaan menyampaikan pendapat adalah hak setiap warga negara untuk menyampaikan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara bebas dan bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

  2. Di muka umum adalah dihadapan orang banyak, atau orang lain termasuk juga di tempat yang dapat didatangi dan atau dilihat setiap orang.

  3. Unjuk rasa atau Demonstrasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh seorang atau lebih untuk mengeluarkan pikiran dengan lisan, tulisan, dan sebagainya secara demonstratif di muka umum.

  4. Pawai adalah cara penyampaian pendapat dengan arak-arakan di jalan umum.

  5. Rapat umum adalah pertemuan terbuka yang dilakukan untuk menyampaikan pendapat dengan tema tertentu.

  6. Mimbar bebas adalah kegiatan penyampaian pendapat di muka umum yang dilakukan secara bebas dan terbuka tanpa tema tertentu.

  7. Warga negara adalah warga negara Republik Indonesia.

  8. Polri adalah Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 2

  1. Setiap warga negara, secara perorangan atau kelompok menyampaikan pendapat sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab berdemokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.

  2. Penyampaian pendapat di muka umum dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini.

Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilaksanakan berlandaskan pada :

  1. asas keseimbangan antara hak dan kewajiban;

  2. asas musyawarah dan mufakat;

  3. asas kepastian hukum dan keadilan;

  4. asas proporsionalitas; dan

  5. asas manfaat.

Pasal 4

Tujuan pengaturan tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum adalah :

  1. mewujudkan kebebasan yang bertanggung jawab sebagai salah satu pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;

  2. mewujudkan perlindungan hukum yang konsisten dan berkesinambungan dalam menjamin kemerdekaan menyampaikan pendapat;

  3. mewujudkan iklim yang kondusif bagi berkembangnya partisipasi dan kreativitas setiap warga negara sebagai perwujudan hak dan tanggung jawab dalam kehidupan berdemokrasi;

  4. menempatkan tanggung jawab sosial dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, tanpa mengabaikan kepentingan perorangan atau kelompok.

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berhak untuk:

  1. mengeluarkan pikiran secara bebas;

  2. memperoleh perlindungan hukum.

Pasal 6

Warga negara yang menyampaikan pendapat di muka umum berkewajiban dan bertanggung jawab untuk :

  1. menghormati hak-hak dan kebebasan orang lain;

  2. menghormati aturan-aturan moral yang diakui umum;

  3. menaati hukum dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

  4. menjaga dan menghormati keamanan dan ketertiban umum; dan

  5. menjaga keutuhan persatuan dan kesatuan bangsa.

Pasal 7

Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum oleh warga negara, aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk:

  1. melindungi hak asasi manusia;

  2. menghargai asas legalitas;

  3. menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan

  4. menyelenggarakan pengamanan.

Pasal 8

Masyarakat berhak berperan serta secara bertanggung jawab untuk berupaya agar penyampaian pendapat di muka umum dapat berlangsung secara aman, tertib, dan damai.

  1. Bentuk penyampaian pendapat di muka umum dapat dilaksanakan dengan:

    1. unjuk rasa atau demonstrasi;

    2. pawai;

    3. rapat umum; dan atau

    4. mimbar bebas.

  2. Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilaksanakan di tempat-tempat terbuka untuk umum, kecuali:

    1. di lingkungan istana kepresidenan, tempat ibadah, instalasi militer, rumah sakit, pelabuhan udara atau laut, stasiun kereta api, terminal angkutan darat, dan obyek-obyek vital nasional;

    2. pada hari besar nasional.

  3. Pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang membawa benda-benda yang dapat membahayakan keselamatan umum.

  1. Penyampaian pendapat di muka umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 wajib diberitahukan secara tertulis kepada Polri.

  2. pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) disampaikan oleh yang bersangkutan, pemimpin, atau penanggung jawab kelompok.

  3. pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selambat-lambatnya 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam sebelum kegiatan dimulai telah diterima oleh Polri setempat.

  4. Pemberitahuan secara tertulis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi kegiatan ilmiah di dalam kampus dan kegiatan keagamaan.

Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) memuat:

  1. maksud dan tujuan;

  2. tempat, lokasi, dan rute;

  3. waktu dan lama;

  4. bentuk;

  5. penanggung jawab;

  6. nama dan alamat organisasi, kelompok atau perorangan;

  7. alat peraga yang dipergunakan; dan atau

  8. jumlah peserta.

Pasal 12

  1. Penanggung jawab kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9, dan Pasal 11 wajib bertanggung jawab agar kegiatan tersebut terlaksana secara aman, tertib dan damai.

  2. Setiap sampai 100 (seratus) orang pelaku atau peserta unjuk rasa atau demonstrasi dan pawai harus ada seorang sampai dengan 5 (lima) orang penanggung jawab.

  1. Setelah menerima surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 Polri wajib:

    1. segera memberikan surat tanda terima pemberitahuan;

    2. berkoordinasi dengan penanggung jawab penyampaian pendapat di muka umum;

    3. berkoordinasi dengan pimpinan instansi/lembaga yang akan menjadi tujuan penyampaian pendapat;

    4. mempersiapkan pengamanan tempat, lokasi, dan rute.

  2. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab memberikan perlindungan terhadap pelaku atau peserta penyampaian pendapat di muka umum.

  3. Dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum, Polri bertanggung jawab menyelenggarakan pengamanan untuk menjamin keamanan dan ketertiban umum sesuai dengan prosedur yang berlaku.

Pembatalan pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum disampaikan secara tertulis dan langsung oleh penanggung jawab kepada Polri selambat-lambatnya 24 (dua puluh empat) jam sebelum waktu pelaksanaan.

Pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum dibubarkan apabila tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, Pasal 9 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 10 dan Pasal 11.

Pasal 16

Pelaku atau peserta pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan perbuatan melanggar hukum, dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 17

Penanggung jawab pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum yang melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 Undang-undang ini dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku ditambah dengan 1/3 (satu per tiga) dari pidana pokok.

Pasal 18

  1. Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan menghalang-halangi hak warga negara untuk menyampaikan pendapat di muka umum yang telah memenuhi ketentuan Undang-undang ini dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun.

  2. Tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah kejahatan.

Segala ketentuan peraturan perundang-undangan yang telah ada dinyatakan tetap berlaku sepanjang tidak diatur khusus atau bertentangan dengan ketentuan-ketentuan dalam Undang-undang ini.

BAB VIIKETENTUAN PENUTUP

Pasal 20

Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 9 tahun 1998tentangKemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum