Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah
Lihat Foto

Wikimedia Commons

Istana Tamalate, salah satu peninggalan Kerajaan Gowa-Tallo.

KOMPAS.com - Di Sulawesi Selatan terdapat salah satu kerajaan Islam terbesar, yaitu Kerajaan Gowa-Tallo atau Kerajaan Makassar.

Letak wilayah inti kerajaan ini berada di daerah Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan.

Kerajaan Gowa-Tallo mencapai puncak kejayaannya pada abad ke-17, ketika kesultanan ini berkembang sebagai pusat perdagangan dan mengembangkan berbagai inovasi di bidang pemerintahan, ekonomi, militer, dan sosial budaya.

Awal mula kejayaan kerajaan ini tidak lepas dari peran Karaeng Patingalloang, seorang mangkubumi yang menjalankan kekuasaan pada 1639-1654, mendampingi Sultan Malikussaid yang kala itu masih kecil.

Pemimpin kesultanan Gowa-Tallo yang paling terkenal adalah Sultan Hasanuddin.

Saat Sultan Hasanuddin memerintah, terjadi perlawanan sengit melawan VOC yang melakukan monopoli perdagangan rempah-rempah dari Kepulauan Maluku.

Baca juga: Kerajaan Islam di Maluku

Sejarah

Sejarah Kerajaan Gowa-Tallo terbagi dalam dua zaman, yaitu periode sebelum memeluk Islam dan setelah memeluk Islam.

Kerajaan Gowa-Tallo merupakan gabungan dari dua kerajaan yang berasal dari keturunan sama, yakni Kerajaan Gowa.

Pada awalnya, di wilayah Gowa terdapat sembilan komunitas yang dikenal dengan nama Bate Salapang atau Sembilan Bendera.

Sembilan komunitas tersebut adalah Tambolo, Lakiung, Saumata, Parang-parang, Data, Agangjene, Bisei, Kalili, dan Sero.

Home Nasional Nasional Lainnya

tim | CNN Indonesia

Minggu, 20 Jun 2021 14:18 WIB

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah

Kerajaan Makassar adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan. Berikut sejarah Kerajaan Makassar dan peninggalannya.(Foto Masjid Katangka, Peninggalan Kerajaan Makassar: ANTARA FOTO/Yusran Uccang)

Jakarta, CNN Indonesia --

Kerajaan Makassar adalah kerajaan yang berdiri pada abad ke-16 di Sulawesi Selatan. Kerajaan Makassar dikenal juga dengan nama Kerajaan Gowa Tallo. Kerajaan Makassar adalah kerajaan yang bercorak Islam sehingga disebut pula dengan Kesultanan Makassar.

Awalnya, Kerajaan Makassar adalah dua kerajaan yang berbeda yaitu Kerajaan Gowa dan Kerajaan Tallo. Dua kerajaan yang bersaudara ini berseteru selama bertahun-tahun.

Perselisihan itu perlahan membaik berkat masuknya agama Islam ke tanah Sulawesi. Islam menyebar dengan pesat berkat kedatangan sejumlah tokoh agama dari Minangkabau.

Nilai-nilai agama Islam mulai diperkenalkan kepada masyarakat hingga petinggi kerajaan. Pada 1650, penguasa Gowa dan Tallo pun memeluk Islam dan bersatu.

Dua kerajaan ini bersatu di bawah kepemimpinan Raja Gowa, Daeng Manrabba yang bergelar Sultan Alauddin dan Raja Tallo Sultan Abdullah.

Bersatunya Gowa dan Tallo membuat pusat pemerintahan Kerajaan Makassar berpindah ke Somba Opu. Letak Kerajaan Makassar ini sangat strategis karena berada di jalur lalu lintas pelayaran antara Malaka dan Maluku.

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah
Pelabuhan di Makassar saat masa kejayaan Kerajaan Makassar menjadi kawasan penting di Indonesia Timur. (Foto: ANTARA FOTO/Dewi Fajriani)

Lokasi ini menarik para pedagang singgah ke Pelabuhan Somba Opu. Dalam waktu singkat, Makassar menjadi kawasan penting di timur Indonesia.

Kerajaan Makassar juga terkenal berkat salah satu rajanya yakni Sultan Hasanuddin. Sultan Hasanuddin memimpin perang melawan VOC yang dikenal juga dengan Perang Makassar pada 1669-1669. Kerajaan Makassar dibantu Kerajaan Bone di bawah komando Raja Arung Palakka.

Berkat perjuangannya dalam perang ini, Sultan Hasunuddin mendapat gelar pahlawan nasional Indonesia. Keberanian Sultan Hasanuddin juga membuatnya diberi julukan Ayam Jantan dari Timur.

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah
Sejarah Kerajaan Makassar pernah dipimpin oleh Sultan Hasanuddin yang juga merupakan pahlawan nasional Indonesia. Sultan Hasanuddin berjuluk Ayam Jantan dari Timur. (Foto: Ahmad.baddawi via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-4.0)

Peninggalan Kerajaan Makassar

Kerajaan Makassar memiliki sejumlah peninggalan yang masih bisa diamati hingga saat ini.

Berikut peninggalan Kerajaan Makassar:

1. Istana Balla Lompoa

Kerajaan islam yang diutungkan dengan adanya perubahan jalur pelayaran tersebut adalah
Istana Balla Lompoa adalah jejak peninggalan Kerajaan Makassar. (Foto: Cahyo Ramadhani via Wikimedia Commons (CC-BY-SA-3.0)

Istana ini terletak di Desa Sungguminasa, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa. Keraton ini didirikan oleh Raja Gowa ke-35, I Mangimangi Daeng Matutu.

Istana ini memiliki 54 pilar, enam jendela di sisi kiri dan empat jendela di depan. Saat ini, istana ini digunakan sebagai Museum Balla Lompoa yang menampung benda-benda kerajaan.

2. Kompleks Makam Raja Gowa Tallo

Makam raja Tallo merupakan kawasan makam kuno pada abad ke-17 hingga abad 19. Lokasi makam ini terletak di Lingkungan RK 4 Tallo, Kecamatan Tallo, Kota Ujungpandang.

Lokasi makam terletak di tepi barat muara Sungai Tallo atau di sudut timur laut kawasan benteng Tallo.

3. Masjid Katangka

Masjid Katangka adalah masjid tertua dari Kerajaan Makassar yang didirikan pada tahun 1605. Saat ini, masjid bersejarah ini telah mengalami beberapa kali renovasi.

4. Benteng Rotterdam

Benteng Rotterdam atau Benteng Ujung Pandang (Jum Pandang) adalah benteng dari Kerajaan Gowa-Tallo. Lokasi benteng ini berada di pesisir barat Kota Makassar, Sulawesi Selatan.

Benteng ini dibangun pada tahun 1545 oleh Raja Gowa ke-9 bernama I Manrigau Daeng Bonto Karaeng Lakiung Tumapa'risi' Kallonna.

Itulah sejarah Kerajaan Makassar beserta peninggalan-peninggalannya.

(din/ptj)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

LAINNYA DARI DETIKNETWORK

Kerajaan Gowa atau yang lebih dikenal dengan Kerajaan Makassar pada masa lampau memiliki posisi yang cukup penting, karena menjadi pusat pelayaran dan perdagangan di Nusantara. Bahkan daerah ini menjadi pusat persinggahan pedagang, baik yang berasal dari Indonesia Bagian Timur maupun Indonesia Bagian Barat. Sehingga kemudian Kerajaan Makassar mampu berkembang menjadi kerajaan besar dan berkuasa atas jalur perdagangan di Nusantara.

Kerajaan Gowa  mengalami kemajuan di bidang ekonomi dan politik pada masa pemerintahan Karaeng Tumapa’risi Kallonna, yang kemudian pusat Kerajaan Gowa dipindahkan dari Bukit Tamalate ke Somba Opu. Di sana beliau membangun dermaga yang menjadikan Gowa sebagai Kerajaan Maritim terkenal dan bandar transito. Selain itu, untuk memperkuat pertahanan dan kedudukan istana di Somba Opu, Karaeng Tumapa’risi Kallona memerintahkan untuk membangun sebuah benteng dari tembok tanah yang mengelilingi istana pada tahun 1525. Pada tahun 1605 seorang Raja dari Minangkabau yang dikenal dengan Datu’ri Bandang datang ke Gowa dengan tujuan menyebarkan islam di wilayah tersebut. Sehingga pada tanggal 20 September 1605 Raja Gowa XIV, I Mangerangi Daeng Manrabia menyatakan masuk Islam sehingga beliau mendapat gelar  “Sultan Alauddin”. Sebelumnya juga Raja Tallo, Mangkubumi (Perdana Menteri) Kerajaan Gowa I Malingkaang Daeng Manyonri Karaeng Katangka lebih dahulu masuk islam, sehingga bergelar Sultan Abdullah Awalul Islam.

Sejak Ibukota Somba Opu menjadi bandar niaga international yang dirintis oleh Karaeng Tumaparisi Kallona pada abad XV, sebenarnya Bangsa Eropa yang gemar rempah-rempah sudah menjalin hubungan dagang dengan Gowa. Bangsa-bangsa Asing seperti Inggris, Denmark, Portugis, Spanyol, Arab Dan Melayu telah mendirikan kantor-kantor perwakilannya di Somba Opu untuk kepentingan perdagangan. Selanjutnya terjadi penandatangan Perjanjian Bongaya antara pihak Belanda dan Sultan Hasanuddin pada tanggal 18 Nopember 1667, akibatnya terjadi suatu pertempuran dahsyat di bulan juni 1669, yang cukup banyak menelan korban antara kedua pihak, pihak Belanda berusaha merebut benteng utama pertahanan Gowa di Somba Opu. Akhirnya bentengpun berhasil diduduki oleh Belanda 12 Juni 1669.

Perkembangan selanjutnya setelah Sultan Hasanuddin, Raja-Raja Gowa masih terus melakukan perlawanan terhadap Belanda. Bukti gigihnya perlawanan terhadap Belanda adalah sejumlah Raja Gowa, seperti raja gowa XVII Sultan Muhammad Ali (Putera Sultan Hasanuddin) gugur dalam tahanan belanda di Batavia pada tahun 1680. Ketika berakhirnya perang antara Sultan Hasanuddin dengan Belanda, terutama sejak pusat Kerajaan Gowa di Somba Opu hancur, maka sejak itu keagungan Gowa yang berlangsung berabad-abad lamanya akhirnya mengalami kemunduran. Semenjak itu pula penjajahan Belanda mulai tertanam secara penuh di Kawasan Timur Indonesia. Sistem pemerintahan Gowa pun mengalami tansisi di masa Raja Gowa XXXVI Andi Idjo Karaeng Lalolang, setelah menjadi bagian republik Indonesia yang merdeka dan bersatu,  Gowa berubah dari bentuk kerajaan menjadi daerah tingkat II otonom. Sehingga dengan perubahan tersebut, maka Andi Idjo pun tercatat dalam sejarah sebagai raja gowa terakhir sekaligus pula merupakan Bupati Gowa pertama.