Jika seseorang kekurangan hormon ADH maka volume urin akan

Jumat, 26 Agu 2005 10:15 WIB

Jakarta - Frekuensi berkemih di luar batas yang normal dalam istilah medis disebut sebagai poliuria. Poli berarti banyak dan uria berarti kemih atau urin. Biasanya poliuria diikuti oleh polidipsia atau banyak minum. Penyakit yang salah satu gejalanya adalah poliuria ini adalah diabetes mellitus (DM) dan diabetes insipidus (DI). Meskipun kedua penyakit ini namanya hampir sama, diabetes, namun sebenarnya DM dan DI merupakan dua penyakit yang sangat berbeda dan tidak ada hubungannya satu sama lain. Memang kedua penyakit ini disertai gejala poliuria dan polidipsia. Namun, penyebabnya berbeda. DM, atau lazim kita sebut penyakit kencing manis, disebabkan oleh terganggunya fungsi insulin. Insulin adalah sejenis hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas dan berperan dalam pengendalian metabolime gula. Terganggunya fungsi insulin menyebabkan kadar gula darah penderita menjadi tinggi. Kadar gula yang tinggi dapat pula dideteksi di dalam urin. Sebab itu, untuk memastikan apakah seseorang menderita DM perlu dilakukan pemeriksaan kadar gula darah. Sedang DI disebabkan oleh hal yang berbeda, yakni gangguan fungsi hormon antidiuretik atau lazim disebut ADH (Anti Diuretic Hormone). ADH adalah sejenis hormon yang diproduksi oleh hipotalamus, sebuah kelenjar yang terdapat di dekat otak. ADH bekerja mengatur pengeluaran urin. Ketika tubuh kekurangan air atau ketika masukan air ke dalam tubuh berkurang, maka ADH akan mendorong penyerapan kembali air di ginjal ke dalam darah, sehingga volume urin menjadi sedikit. Jika fungsi hormon ini terganggu, maka volume urin tidak berkurang, walaupun kadar air di dalam tubuh sudah cukup berkurang. Pada penderita DI, di samping sering berkemih volume urin yang dikeluarkan pun juga banyak. Itu sebabnya untuk memastikan apakah seseorang menderita DI, salah satu tes yang biasa dilakukan adalah fluid deprivation test (FDT). Pada FDT tidak diberi minum selama beberapa waktu dan diukur apakah volume urin berkurang atau tidak. Jika ketika tidak diberi minum volume urin tetap banyak, maka dugaan ke arah DI makin besar. Selain FDT, ada sederet tes urin yang dapat dilakukan untuk memastikan DI, antara lain tes kepekatan urin, tes kadar garam dalam urin, dan sebagainya. Bahkan, jika dokter menganggap perlu maka CT-scan atau MRI dapat dilakukan untuk memeriksa apakah terjadi cedera atau kelainan pada otak, yang mengganggu produksi ADH. (berbagai sumber)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO RESUME CONTENT

(msh/)

Diabetes insipidus adalah suatu masalah kesehatan yang ditandai dengan kerap merasa haus dan lebih sering buang air kecil dengan volume yang lebih banyak, bahkan bisa mencapai 20 liter dalam satu hari. Meski memiliki gejala yang mirip dengan diabetes melitus, tetapi dua kondisi ini ternyata memiliki perbedaan yang sangat signifikan. 

Baik diabetes insipidus maupun diabetes melitus memang menimbulkan gejala lebih sering minum dan buang air kecil. Meski demikian, diabetes insipidus tidak memiliki hubungan dengan kadar gula darah, tidak seperti diabetes melitus. Proses terjadinya diabetes insipidus juga tidak ada hubungannya dengan pola makan maupun gaya hidup seperti diabetes melitus. 

Diabetes insipidus menjadi masalah kesehatan yang bisa dibilang jarang terjadi. Diduga, penyakit ini hanya menyerang satu dari 25 ribu orang. 

Penyebab Diabetes Insipidus

Hormon antidiuretik atau ADH merupakan hormon yang berperan untuk membatasi pembuangan cairan tubuh berupa urine dilihat dari tingkat kebutuhan cairan tubuh. Apabila tubuh memerlukan cairan lebih banyak, hormon ini akan mulai bekerja dan tubuh bisa memproduksi urine lebih sedikit.

Diabetes insipidus bisa muncul saat tubuh mengalami kekurangan hormon ADH atau apabila kinerja hormon tersebut mengalami gangguan. Artinya, semua keadaan yang menjadi penyebab kurangnya atau terganggunya kinerja hormon ini bisa berujung pada diabetes insipidus. Adapun penyebab diabetes insipidus dilihat dari jenisnya:

Diabetes Insipidus Kranial

Disebut juga diabetes insipidus sentral, diabetes insipidus kranial terjadi karena kerusakan pada kelenjar pituitari atau hipotalamus. Bagian ini berfungsi untuk membuat hormon ADH, sementara kelenjar pituitari bertugas untuk menyimpan hormon tersebut. Rusaknya kelenjar pituitari atau hipotalamus akan mengakibatkan terganggunya produksi ADH. Penyebabnya bisa karena:

  • Cedera kepala berat.
  • Tumor otak.
  • Operasi pada otak atau kelenjar pituitari.
  • Adanya kelainan genetik, seperti sindrom Wolfram.
  • Adanya infeksi pada otak, seperti meningitis atau ensefalitis.
  • Terjadinya kerusakan pada otak karena kurangnya aliran darah maupun oksigen, seperti saat mengalami stroke atau tenggelam.

Namun, sepertiga dari semua kasus diabetes insipidus kranial tidak diketahui penyebabnya. Diduga, ini karena adanya masalah autoimun, suatu kondisi ketika sistem imunitas tubuh mengalami masalah dan menyerang sel sehat yang membuat hormon ADH. 

Diabetes Insipidus Nefrogenik

Jenis diabetes insipidus ini terjadi karena kelainan pada struktur organ ginjal, sehingga organ tersebut tidak mampu merespons hormon ADH dengan optimal. Masalah ini bisa terjadi karena kelainan genetik yang terjadi sejak lahir atau congenital nephrogenic diabetes insipidus.

Tak hanya itu, diabetes insipidus jenis ini juga bisa terjadi karena masalah kesehatan lain yang muncul setelah seseorang berusia dewasa atau acquired nephrogenic diabetes insipidus. Misalnya:

  • Dampak dari pemakaian lithium dalam jangka waktu yang lama.
  • Penyumbatan pada saluran kemih.
  • Kadar kalsium dalam tubuh berlebih atau hiperkalsemia.
  • Kadar kalium dalam tubuh berlebih atau hipokalemia.
  • Penyakit ginjal yang sifatnya kronis. 

Diabetes Insipidus Dipsogenik

Diabetes insipidus dipsogenik disebabkan karena masalah pada pengiriman sinyal dari otak yang berkaitan dengan rasa haus. Hal ini membuat pengidapnya selalu merasa haus dan minum dalam jumlah lebih banyak, bahkan melebihi kebutuhan harian tubuhnya. Tak berbeda dengan diabetes insipidus kranial, jenis diabetes insipidus ini juga terjadi karena:

  • Cedera pada kepala.
  • Peradangan atau infeksi.
  • Tumor otak.
  • Pernah menjalani operasi otak.

Selain itu, diabetes insipidus dipsogenik atau polidipsia primer juga diyakini berhubungan dengan konsumsi obat tertentu atau kelainan mental, seperti skizofrenia. 

Diabetes Insipidus Gestasional

Diabetes insipidus gestasional hanya terjadi pada ibu hamil. Masalah kesehatan ini muncul saat plasenta memproduksi enzim yang mengakibatkan kerusakan pada hormon ADH. Tak hanya itu, produksi hormon prostaglandin yang mengalami peningkatan turut mengakibatkan ginjal menjadi kurang sensitif terhadap hormon ADH. Kondisi ini bisa dibilang jarang terjadi dan bisa membaik setelah ibu melahirkan. Meski demikian, tetap perlu waspada karena masalah kesehatan ini bisa berulang pada kehamilan berikutnya.

Gejala Diabetes Insipidus

Umumnya, pengidap diabetes insipidus akan mengalami beberapa gejala berikut ini.

  • Selalu merasa haus meski telah banyak minum.
  • Sering buang air kecil dalam volume yang lebih banyak.
  • Urine memiliki warna pucat atau tidak berwarna.
  • Sering bangun pada malam hari hanya untuk buang air kecil atau justru mengompol saat tidur.
  • Sulit berkonsentrasi dan menjadi lebih mudah marah. 

Sementara itu, diabetes insipidus yang menyerang bayi dan anak cenderung lebih sulit dikenali, terlebih pada anak yang belum dapat berkomunikasi dengan baik. Meski demikian, bayi dan anak yang menunjukkan diabetes biasanya mengalami beberapa gejala berikut:

  • Suhu tubuh meningkat atau mengalami hipertermia.
  • Susah buang air besar atau sembelit.
  • Susah tidur.
  • Mengompol ketika tidur.
  • Mudah marah dan rewel.
  • Berat badan menurun tanpa sebab.
  • Pertumbuhan menjadi lebih lambat

Diagnosis 

Guna mendapatkan diagnosis yang lebih akurat, dokter akan memberikan beberapa pertanyaan terkait gejala dan riwayat kesehatan pengidap serta keluarga. Selanjutnya, akan dilakukan pemeriksaan fisik guna mengetahui apabila ada tanda dehidrasi, misalnya kulit kering. Jika memang diperlukan, dokter akan menyarankan pengidap melakukan pemeriksaan lanjutnya, seperti:

Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat tingkat kepekatan maupun keenceran urine. Dokter akan meminta pengidap menampung urine dalam satu hari, sehingga bisa diketahui berapa banyak urine yang keluar selama 24 jam. 

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui kadar gula dalam darah dan kadar elektrolit. Pemeriksaan darah bisa membantu dokter mengetahui apakah keluhan lebih sering minum dan buang air kecil memang disebabkan karena diabetes insipidus atau diabetes melitus. Melalui pemeriksaan kadar ADH di dalam darah, dokter juga bisa menentukan jenis diabetes insipidus yang dialami pengidap. 

  • Pemeriksaan Deprivasi Air

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengukur kadar sodium dalam darah, berat badan, dan volume urine setelah pengidap tidak minum untuk beberapa waktu. Dokter juga dapat melakukan pengukuran kadar ADH dalam darah atau memberikan tambahan ADH dalam bentuk sintetis selama pemeriksaan berlangsung. 

  • Pemeriksaan Hormon Antidiuretik

Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana reaksi tubuh pengidap setelah mendapatkan suntikan hormon ADH. Prosedur hormon antidiuretik akan dilakukan setelah pengidap menjalani pemeriksaan deprivasi air. Apabila suntikan hormon ADH bisa membantu mengurangi produksi urine, pengidap memiliki diabetes insipidus karena defisiensi ADH. 

Sementara itu, apabila pengidap tetap berkemih lebih banyak meski telah mendapatkan suntikan hormon, masalah bisa berasal dari organ ginjal atau diabetes insipidus nefrogenik. 

Apabila pengidap diduga mengalami diabetes insipidus kranial karena kerusakan pada kelenjar pituitari atau hipotalamus, dokter akan melakukan MRI untuk mendapatkan diagnosis yang lebih akurat. Melalui pemeriksaan ini, dokter dapat mengetahui penyebab terjadinya kerusakan. 

Komplikasi 

Apabila tidak terdeteksi dan tidak mendapatkan penanganan sebagaimana mestinya, diabetes insipidus bisa berujung pada komplikasi yang cukup serius, di antaranya:

Gangguan Keseimbangan Elektrolit

Elektrolit merupakan mineral seperti sodium, kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat yang berada di dalam darah. Semua mineral tersebut memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan cairan di dalam tubuh sekaligus berperan dalam fungsi sel. Apabila tubuh mengalami defisiensi elektrolit, gejala yang muncul berupa:

  • Tubuh mengalami kelelahan.
  • Sakit kepala.
  • Kram pada otot.
  • Mual dan muntah.
  • Hilang nafsu makan.
  • Dehidrasi

Dehidrasi

Tubuh pengidap diabetes insipidus tak mampu mempertahankan kadar cairan tubuh yang normal. Dampaknya, pengidap sangat rentan mengalami dehidrasi yang ditandai dengan kondisi berikut:

  • Mulut dan bibir terasa kering.
  • Kulit kering, keriput, dan kehilangan elastisitasnya.
  • Sakit kepala.
  • Mudah marah dan tampak kebingungan.

Dehidrasi ringan bisa ditangani dengan mengonsumsi oralit. Namun, dehidrasi yang parah perlu segera ditangani di rumah sakit untuk mendapatkan tambahan cairan melalui infus.

Pengobatan

Penanganan diabetes insipidus dilakukan bergantung pada penyebab yang mendasarinya. Pengobatan dilakukan untuk membantu mengurangi frekuensi berkemih dan mengendalikan tanda dan gejala yang muncul. 

  • Pengobatan Diabetes Insipidus Kranial

Diabetes insipidus kranial dikatakan ringan apabila pengidap berkemih sebanyak 3 hingga 4 liter sehari. Kondisi ini tidak membutuhkan penanganan khusus. Meski begitu, gejala bisa dikurangi dengan mengonsumsi air putih setidaknya sebanyak 2,5 liter setiap hari untuk mencegah terjadinya dehidrasi. 

Sementara itu, pengidap diabetes insipidus kranial berat akan ditangani dengan pemberian obat yang fungsinya serupa dengan hormon antidiuretik atau ADH. Obat yang disebut desmopressin ini memiliki tujuan mengontrol produksi urine, mencegah dehidrasi, dan menjaga kadar cairan tubuh. 

Perlu diingat bahwa konsumsi desmopressin berlebihan dapat berdampak pada penumpukan cairan tubuh dan kadar sodium di dalam darah menjadi lebih rendah. Kondisi ini tentu sangat berbahaya, sehingga dianjurkan untuk tidak mengonsumsi obat tersebut tanpa resep dokter. 

  • Pengobatan Diabetes Insipidus Nefrogenik

Pengobatan diabetes nefrogenik bertujuan untuk mengurangi produksi urine pada organ ginjal. Biasanya, dokter akan menganjurkan pengidap untuk mengonsumsi makanan rendah garam dan mengonsumsi air putih lebih banyak untuk mencegah terjadinya dehidrasi. 

Apabila kondisi yang terjadi disebabkan karena penggunaan lithium, dokter akan menghentikan pemakaian obat tersebut dan meresepkan obat lain untuk menggantikannya. Sementara itu, untuk membantu meredakan gejala yang muncul, dokter bisa meresepkan beberapa obat lainnya untuk membantu menurunkan produksi urine sehingga frekuensi berkemih pun akan berkurang. 

  • Pengobatan Diabetes Insipidus Dipsogenik

Sayangnya, tidak ada metode penanganan yang spesifik untuk mengatasi masalah diabetes insipidus dipsogenik. Meski begitu, pengidap bisa mengonsumsi permen untuk membantu meningkatkan produksi air liur, sehingga keinginan untuk minum bisa dikurangi. Sementara pada pengidap yang sering terbangun pada malam hari untuk berkemih, dokter bisa meresepkan obat desmopressin dalam dosis yang rendah.

Lalu, untuk kasus diabetes insipidus dipsogenik yang terjadi karena masalah mental tertentu, dokter akan merujuk pengidap ke ahli kesehatan jiwa supaya masalah kesehatan mental bisa ditangani terlebih dahulu. 

  • Pengobatan Diabetes Insipidus Gestasional

Pengidap diabetes insipidus gestasional akan ditangani dengan obat desmopressin selama kehamilan. Setelah melahirkan, biasanya kondisi ini akan membaik dengan sendirinya, sehingga pengobatan atau konsumsi obat desmopressin sudah tidak diperlukan.

Kapan Harus ke Dokter?

Segera lakukan pemeriksaan ke dokter apabila kamu merasa lebih sering haus dan buang air kecil berlebihan karena bisa jadi tanda penyakit diabetes insipidus. Periksakan anak apabila ia telah buang air kecil lebih dari 10 kali dalam satu hari, terutama jika diikuti dengan banyak gejala lainnya. Kamu bisa menggunakan aplikasi Halodoc untuk memudahkan tanya jawab dengan dokter, membeli obat melalui apotek online, atau membuat janji berobat di rumah sakit terdekat. Segera download aplikasi Halodoc, ya!

Referensi:
American Academy of Family Physicians. Diakses pada 2022. Diseases and Conditions. Diabetes Insipidus.
Verywell Health. Diakses pada 2022. An Overview of Diabetes Insipidus.
WebMD. Diakses pada 2022. Diabetes Insipidus.
Diperbarui pada 11 Maret 2022.