Artikel ini terlalu bergantung pada referensi dari sumber primer. Rukun Iman (bahasa Arab: أركان الإيمان, translit. arkān al-īmān) yaitu pilar-pilar keimanan dalam Islam yang harus dimiliki seorang muslim. Jumlahnya ada enam. Enam rukun iman ini didasarkan dari ayat-ayat Al-Qur'an dan Hadits yang terdapat dalam kitab Shahih Bukhari dan Shahih Muslim yang diriwayatkan dari Umar bin Khattab.
Iman secara bahasa berarti tashdiq (membenarkan). Sedangkan secara istilah syar’i, iman adalah "Keyakinan dalam hati, Perkataan di lisan, amalan dengan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang dengan maksiat". Para ulama salaf menjadikan amal termasuk unsur keimanan. Oleh sebab itu iman bisa bertambah dan berkurang, sebagaimana amal juga bertambah dan berkurang". Ini adalah definisi menurut Imam Malik, Imam Syafi’i, Imam Ahmad, Al Auza’i, Ishaq bin Rahawaih, madzhab Zhahiriyah dan segenap ulama selainnya.[1]
Dengan demikian definisi iman memiliki 5 karakter: keyakinan hati, perkataan lisan, dan amal perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang.
Imam Syafi’i berkata, “Iman itu meliputi perkataan dan perbuatan. Dia bisa bertambah dan bisa berkurang. Bertambah dengan sebab ketaatan dan berkurang dengan sebab kemaksiatan.”
Imam Ahmad berkata, “Iman bisa bertambah dan bisa berkurang. Ia bertambah dengan melakukan amal, dan ia berkurang dengan sebab meninggalkan amal.”[2] Imam Bukhari mengatakan, “Aku telah bertemu dengan lebih dari seribu orang ulama dari berbagai penjuru negeri, aku tidak pernah melihat mereka berselisih bahwasanya iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang.”[3] Murid Al Imam Syafi’i yang bernama Ar-Rabi’ berkata: “Aku mendengar Al-Imam Asy-Syafi’i berkata: “Iman adalah ucapan dan amalan, bertambah dan berkurang.” Pada riwayat yang lain terdapat tambahan: “Bertambah dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan.” Kemudian beliau membaca ayat:[4]
Makna bertambah dan berkurangnya iman seperti yang ditanyakan oleh putra Imam Ahmad yaitu Shalih rahimahullahu. Shalih rahimahullahu berkata: “Aku bertanya kepada ayahku, apa itu makna bertambah dan berkurangnya iman?”. Beliau menjawab: “Bertambahnya iman adalah dengan adanya amalan, berkurangnya adalah dengan meninggalkan amalan, seperti meninggalkan shalat, zakat, dan haji.”
Rukun Iman ada 6 (enam), yaitu : 1. Iman kepada Allah: Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal:
2. Iman kepada para malaikat Allah:
3. Iman kepada kitab-kitab Allah:
4. Iman kepada para rasul Allah: Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah Ta’ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta’ala. Juga wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak kita ketahui namanya.[6] 5. Iman kepada hari akhir: Mengimani tanda-tanda hari kiamat[7]. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga atau Neraka. 6. Iman kepada qada dan qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk: Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu atas izin dari Allah. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka demikian pula perbuatan mereka melalui kehendak Ilahi.[8] Di antara dalil yang disebut di dalam Al-Qur'an,
Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi.
Disebutkan dalam hadits dari Abu Hurairah,
Perkataan ‘Syahadat’ menunjukkan bahwa iman harus dengan ucapan di lisan. Menyingkirkan duri dari jalan menunjukkan bahwa iman harus dengan amalan anggota badan. Sedangkan sifat malu menunjukkan bahwa iman harus dengan keyakinan dalam hati, karena sifat malu itu di hati. Inilah dalil yang menunjukkan bahwa iman yang benar hanyalah jika terdapat tiga komponen di dalamnya yaitu (1) keyakinan dalam hati, (2) ucapan di lisan, dan (3) amalan dengan anggota badan. Maka tanpa adanya amalan, meskipun ada keyakinan dan ucapan, tidaklah disebut beriman.
|