Jelaskan mengapa sampai rendahnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang

Paradigma pembangunan partisipatif yang sudah menjadi isu nasional apalagi dengan adanya otonomi daerah saat ini. Penataan ruang-pun termasuk di dalam-nya mengingat penataan ruang suatu wilayah tentulah akan berpengaruh kepada berbagai pihak terutama masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut. Oleh sebab itu Penataan Ruang Sarilamak sebagai Ibu Kota Kabupaten Lima Puluh Kota yang baru mulai dari tahap perencanaan tentulah harus melibatkan masyarakat. Hal ini sebagai amanah Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 yang telah dirubah dengan Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Berkaitan dengan hal itu maka penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana partisipasi masyarakat dalam penyusunan Rencana Tata Ruang Sarilamak ditinjau dari aspek keterlibatan masyarakat dalam setiap tahap penyusunan rencana tata ruang Sarilamak. Disamping itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam penyusunan rencana tersebut. Pendekatan penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan tekhnik pengumpulan data yakni wawancara, survey, observasi dan dokumentasi. Dari hasil analisis data diketahui bahwa mekanisme konsultasi publik yang dilakukan yakni melalui dua forum yakni forum identifikasi potensi dan permasalahan wilayah Sarilamak dan seminar rencana tata ruang yang telah melibatkan berbagai pihak (stakeholders) sehingga berdasarkan teori Khairul Muluk (yang merupakan titisan teori Arnsteins beserta teori Burns, Hambleton dan Hogget) maka partisipasi tersebut merupakan partisipasi sedang dan berada pada jenjang konsultasi. Berdasarkan temuan lapangan diketahui faktor-faktor yang menghambat partisipasi masyarakat dalam perencanaan tata ruang yakni keterbatasan anggaran dan waktu yang dimiliki Bappeda, kurangnya komunikasi yang dilakukan perencana, Rendahnya usaha memotivasi masyarakat, Peran Kelembagaaan Lokal (Nagari) dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat. Untuk meningkatkan partisipasi masyarakat disarankan kepada Bappeda sebagai Leading Sector perencanaan khususnya perencanaan tata ruang agar dalam proses penyusunan rencana tata ruang lebih sering melakukan komunikasi dengan masyarakat dan memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk terlibat dengan cara yang mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat.

Paradigm of participative development is a national issue, especially under local autonomy system these days. Space arrangement is included in it regarding its influence to the people who lives in the region. Space arrangement in Sarilam‐ak, as the capital city of Lima Puluh Kota regency, should involve all of the inhabitants. This is in accordance to rules 24/1992, amanded by 26/2007, regarding Space Arrangement. The purpose of this research is to obtain how the community participate in space arrangement of Sarilamak from the perspective of public order in every step of the plan. This research also tried to find relating factors of the participation in the planning process. Qualitative, interview, survey, observations, and documentation were the tehniques employed by this research. Analyses concluded that mecanism of participation in space arrangement of Sarilamak done by two forum wich is potention and Rural Problem forum and seminar forum. This forum involved any stakeholders in Sarilamak. Referring Khairul Muluk theory of participation typology (reffer to Arnstein dan Burns, Hambleton and Hogget theory), their participations were medium participation in konsutation level of participation typology. The constraining factors were budget limit and time of Bappeda, lack of communication, less motivational effort, local institution role, and lack of knowledge of the people. To have more participation, the suggestion to Bappeda as Leading Sector, especially in space arangement, is that they should communicate in more intensive way and give the people chance to participate in various ways they can comprehend.

Kata Kunci : Perencanaan wilayah, Sarilamak, Kabupaten Lima Puluh Kota.

Jelaskan mengapa sampai rendahnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang
Kota, kini telah menjadi habitat utama kehidupan manusia di seluruh dunia. Tingkat urbanisasi—perpindahan penduduk dari desa ke kota—telah menjadi sebuah persoalan yang mengancam tata ruang kota. Karena itu, diperlukan adanya penataan tata ruang kota yang partisipatif untuk mengakomodasikan berbagai kepentingan masyarakat di perkotaan. Demikian disampaikan Direktur URDI (Urban and Regional Development Institute) Wahyu Mulyana dalam seminar yang diadakan IAP2 Indonesia beberapa waktu yang lalu. “Partisipasi masyarakat mutlak diperlukan bahkan menjadi prasyarat bagi tercapainya tujuan dan sasaran penataan ruang perkotaan”, tegas Wahyu menanggapi pentingnya partisipasi masyarakat dalam penataan ruang perkotaan.

Wahyu mengingatkan bahwa rendahnya partisipasi masyarakat akan memberikan pengaruh dan dapat memicu terjadinya konflik dalam penataan ruang perkotaan. Sementara penyelesaian konflik penataan ruang perkotaan membutuhkan komitmen bersama antara pemerintah daerah dan pemangku kepentingan, kejelasan dan konsistensi kebijakan serta penegakan aturan.

Wahyu memberikan beberapa contoh bagaimana partisipasi warga kota dalam penataan ruang sebagai berikut:

Koalisi Warga untuk Jakarta 2030: advokasi dan peran warga dalam membangun kota. Koalisi Warga untuk Jakarta 2030 dibentuk pada awal 2010 sebagai bentuk kepedulian LSM dan pemerhati kota Jakarta terhadap proses penyusunan RTRW Jakarta 2030 yang dirasakan belum melibatkan aktif komponen masyarakat. Koalisi ini terbuka bagi seluruh WARGA Jakarta dan mengajak seluruh WARGA Jakarta untuk turut berperan serta dalam membangun Jakarta menjadi lebih baik. Kegiatan yang dilakukan adalah advokasi kepada pemerintah terkait penyusunan RTRW 2030, serial diskusi pembangunan Jakarta dan survei warga online untuk Jakarta 2030. Koalisi ini bisa diakses informasinya di website: http://koalisijakarta2030.wordpress.com.

Koalisi Warga untuk Jakarta 2030: advokasi dan peran warga dalam membangun kota. Solo Kota Kita adalah suatu sistem informasi yang dikembangkan di tingkat masyarakat (51 lingkungan). Kegiatan ini dilaksanakan oleh LSM Yayasan Kota Kita. Informasi yang dikembangkan dimanfaatkan sebagai bahan dalam proses perencanaan pembangunan mulai dari tingkat masyarakat (Musrenbang Kelurahan). Solo Kota Kita menyusun informasi dalam bentuk ‘Mini Atlas’ atau profil lingkungan untuk membantu masyarakat memahami tingkat pelayanan dasar dan mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi. Mini Atlas berbentuk poster berwarna yang menarik dan ditampilkan di setiap pusat informasi dan kantor RW serta dibagikan ke semua organisasi masyarakt dan tokoh masyarakat. Tersedia juga informasi yang dapat diakses secara on-line: www.solokotakita.org

Rekonstruksi Pasca Bencana: planning for real. Rekonstruksi pasca bencana ini biasanya dilakukan di wilayah-wilayah perkotaan yang terkena bencana. Beberapa proses partisipatif yang sering dilaksanakan antara lain:

  • Participatory Environmental Planning in Six Villages in Banda Aceh – kegiatan ini untuk memfasilitasi perencanaan kembali permukiman di 6 desa di Banda Aceh yang berlokasi di sepanjang Sungai Krueng secara partisipatif.
  • Community Action Planning (CAP) atau Participatory Village Planning – proses perencanaan partisipatif melalui penerapan instrumen CAP dalam pembangunan desa pasca bencana. Bentuk kegiatan dilakukan sesuai kebutuhan lapangan.
    • Tsunami CAP – Aceh
    • Earthquake CAP – DI Yogyakarta
    • Padang CAP
  • Penyusunan RTRW Kabupaten Aceh Jaya – kota Calang, ibukota Kabupaten Aceh Jaya mengalami kerusakan total akibat gempa dan tsunami yang terjadi di Aceh tahun 2005. Rekonstruksi kota Calang dilakukan dengan pemindahan kota ke daerah yang lebih aman sekitar 2 km. Keadaan ini digunakan oleh Pemerintah Daerah untuk menyusun RTRW yang partisipatif dengan melibatkan masyarakat dan Lembaga Swadaya Masyarakat.

Community Driven Development Project. Ada beberapa contoh menarik dari proyek-proyek yang menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama, yakni:

  • Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Perkotaan – sebelumnya dikenal dengan P2KP – Program Pengentasan Kemiskinan Perkotaan. Selain memberikan bantuan/stimulan untuk kegiatan ekonomi masyarakat, salah satu komponen dalam PNPM Perkotaan adalah PLPBK: Penataan Lingkungan Berbasis Masyarakat  atau Neighboorhood Development dengan komponen:
    • Penyusunan Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL)
    • Penyusunan Rencana Investasi Kawasan
    • Pemasaran proposal rencana aksi
    • Fasilitasi pemberdayaan masyarakat di tingkat komunitas
    • Peran serta warga dalam Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) dan Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM)
  • Neigboorhood Upgrading Shelter Sector Project (NUSSP) – seperti halnya PNPM Perkotaan, NUSSP mengutamakan peran serta masyarakat dalam bentuk BKM dan KSM dalam perencanaan permukiman skala komunitas melalui penyusunan Neighborhood Upgrading Plan (NUP) sebagai dasar dalam investasi sarana dan prasarana permukiman. (IAP2news. Foto: Wahyu Mulyana)