Jelaskan latar belakang tuntutan reformasi dalam hal krisis politik

Jelaskan latar belakang tuntutan reformasi dalam hal krisis politik

Adanya aksi-aksi oleh mahasiswa, krisis ekonomi. Harga barang pada saat itu melonjak naik (mahal). Masih adanya unsur 30S/PKI

KOMPAS.com - Reformasi adalah sebuah era dalam perpolitikan Indonesia yang terjadi setelah mundurnya Soeharto sebagai Presiden RI pada 1998.

Sebelumnya, Soeharto menjabat sebagai Presiden Indonesia selama 32 tahun, yakni dari 1966 hingga 1998.

Latar belakang lahirnya Reformasi ditandai dengan krisis ekonomi dan politik pada akhir kekuasaan Orde Baru yang terjadi karena maraknya praktik Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) dan banyaknya beban utang negara yang tidak sanggup dibayar.

Selain itu, kepemimpinan Soeharto yang sangat otoriter menimbulkan ketidakpuasan masyarakat Indonesia.

Ketidakpuasan terhadap Soeharto tersebut kemudian menimbulkan demonstrasi besar-besaran di seluruh Indonesia, yang melahirkan Reformasi.

Berikut ini latar belakang lahirnya Reformasi.

Baca juga: Alasan Soeharto Dapat Memimpin Selama 32 Tahun

Krisis ekonomi

Krisis ekonomi yang menyebabkan lahirnya reformasi bermula pada 1997, ketika nilai rupiah mulai anjlok.

Puncak anjloknya nilai rupiah terjadi pada Juli 1998, saat nilai tukar dengan dollar AS mencapai Rp 16.650.

Selain anjloknya nilai rupiah, krisis ekonomi juga dipicu oleh membengkaknya angka utang luar negeri oleh swasta.

Utang luar negeri itulah yang menjadi penyebab merosotnya ekonomi Indonesia.

Krisis ekonomi yang melanda Indonesia kemudian dibantu oleh International Monetary Fund (IMF) yang memberikan solusi paket reformasi keuangan.

Akan tetapi bantuan yang diberikan IMF malah menjerat Indonesia dan membuat krisis ekonomi semakin berat.

Baca juga: Sejarah Terbentuknya International Monetary Fund (IMF)

Kebijakan pembangunan era Orde Baru juga menjadi salah satu faktor munculnya reformasi.

Pasalnya, pemerintah Orde Baru hanya memfokuskan pembangunan di Pulau Jawa, sementara wilayah lain kurang mendapatkan perhatian.

Sehingga, pembangunan hanya bisa dinikmati oleh sebagian kecil masyarakat Indonesia.

KKN dan Otoriter

Runtuhnya pemerintah Orde Baru adalah hasil akumulasi dari berbagai macam Krisis, salah satunya adalah Krisis Politik. Faktor politik yang mendorong terjadinya krisis politik di tanah air menjelang kejatuhan pemerintah Orde Baru dan menjadi awal masa Reformasi di antaranya adalah kemenangan mutlak Golkar dalam Pemilihan Umum 1997 yang dinilai tidak wajar.

Pemilihan umum (pemilu) selama Orde Baru hanya digelar sebagai formalitas, di mana pemilihan yang diselenggarakan selalu dimenangkan oleh partai Golongan Karya atau Golkar.

Hal ini karena Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) yang lancar dilakukan oleh Soeharto dan kroninya yang terus berkuasa.

Kemenangan Golkar di setiap pemilu disebabkan karena semua elemen pemerintahan diharuskan memilih Golkar.

Baca juga: Sejarah Berdirinya Partai Golkar

Selain itu, pemerintah Orde Baru sangat otoriter dan antikritik. Di awal pemerintahannya, Orde Baru, yang fokus pada stabilitas dan pertumbuhan ekonomi, tidak segan menyingkirkan pendukung lawan politiknya yang dinilai akan mengancam.

Gaya tangan besi atau otoriter, secara perlahan membawa Soeharto mengontrol dan menguasai negara secara berkesinambungan.

Salah satu caranya adalah dengan memanfaatkan Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban atau Kopkamtib.

Kopkamtib yang sudah ada sejak 1965 ditugaskan mengurusi penyaringan dan pembersihan aparatur negara melalui Keputusan Pangkopkamtib No. Kep-010/Kopkam/3/1969 tahun 1969.

Kopkamtib mengawasi kinerja birokrasi pemerintah dan bisa masuk ke masyarakat luas.

Kemudian pada 1975, Kopkamtib bertugas menyeleksi calon pegawai negeri dari keterlibatan G30S.

Baca juga: Tewasnya Brigjen Katamso dalam Peristiwa G30S di Yogyakarta

Upaya lain pemerintahan otoriter Orde Baru adalah praktik kekerasan dalam penanganan demonstrasi, yang dibuktikan dalam peristiwa Malapetaka Limabelas Januari (Malari) pada 1974.

Dalam demonstrasi tersebut, tercatat Sebanyak 750 orang aktivis mahasiswa dan cendekiawan diciduk aparat.

Pemerintah Orde Baru juga melakukan pemberedelan terhadap media massa, seperti harian Abadi, Pedoman, Indonesia Raya, Harian KAMI, dan The Jakarta Times.

Media massa tersebut diberedel oleh Orde Baru karena memberitakan sejumlah mahasiswa yang mendatangi Istana Presiden untuk mendesak Soeharto tidak mencalonkan jadi presiden.

Beberapa media massa tersebut bisa terbit kembali, apabila menyetujui syarat untuk menyensor diri sendiri dan beberapa syarat lainnya yang telah disiapkan oleh Sudharmono, Skeretaris Negara saat itu.

Dengan cara otoriter itulah, Soeharto melanggengkan rezim dan stabilitas yang ia inginkan.

Pada 1980-an, Orde Baru benar-benar tidak tersentuh berkat gaya otoriter Soeharto dalam menguasai Indonesia.

Referensi:

  • Denny. J. A. (2006). Visi Indonesia Baru Setelah Gerakan Reformasi. Yogyakarta: Penerbit LKIS.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Jelaskan latar belakang tuntutan reformasi dalam hal krisis politik

Pada tahun 1998, di Indonesia, terjadi gerakan reformasi yang diwakili oleh mahasiswa Indonesia. Keinginan untuk reformasi, terutama disebabkan karena adanya ketertutupan sistem politik dan kehidupan demokrasi pada Masa Orde Baru, sehingga lahirnya gerakan reformasi adalah upaya untuk kembali membuka keterbukaan dalam sistem politik dan pengelolaan negara. Adapun hal-hal yang melatarbelakangi terjadinya tuntutan reformasi di antaranya, secara ekonomi kurs rupiah melemah Rp.17.000/dolar AS, akibat dari efek domino krisis moneter yang melanda sebagian negara2 di Asia. Selain itu utang luar negeri Indonesia mencapai US$ 138 miliar, inflasi / naiknya harga barang-barang kebutuhan masyarakat, sulitnya mendapatkan barang-barang kebutuhan pokok Secara politik, pada Orde Baru  budaya Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) telah mengakar kuat di dalam tubuh birokrasi pemerintahan. Besarnya peranan militer dalam orde baru- DPR dan MPR tidak lagi berfungsi secara demokratis, serta adanya rasa krisis kepercayaan kepada pemerintah Orde Baru yang penuh dengan KKN.

Dalam bidang hukum, misalnya belum adanya keadilan dalam perlakuan hukum yang sama di antara warga negara

Dengan demikian munculnya gerakan reformasi dilatarbelakangi oleh terjadinya krisis multidimensi yang dihadapi bangsa Indonesia.