Iuran wajib bagi masyarakat yang menjadi wajib pajak apa yang terjadi jika sebagian besar masyarakat enggan membayar pajak?

Jumat, 26 April 2019

Oleh : Drs. Panca Mugi Priyatno, M.Mhan

Pembina IV/a NIP. 196405231994031001

Analis Pertahanan Negara Madya Dit. Bela Negara

Pendahuluan

Dalam konteks kehidupan bernegara, hak warga negara dilindungi di dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Bukan hanya hak yang diatur dengan peraturan perundang-undangan, perihal kewajiban juga demikian. Keseimbangan antara hak dan kewajiban perlu diselaraskan demi terwujudnya kehidupan berbangsa dan bernegara. Di Negara kita, hak dan kewajiban warga negara diatur di dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan. Salah satu kewajiban yang harus ditunaikan oleh warga negara adalah membayar pajak.

Keterlibatan warga negara dalam membayar pajak merupakan usaha pembelaan negara untuk memberikan kontribusi secara tidak langsung demi peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan bangsa. Pembelaan negara tentunya dapat direalisasikan tidak saja melalui mengangkat senjata akan tetapi dapat dilakukan melalui pengabdian sesuai dengan profesi anak bangsa.

Pembayaran pajak sebagai cerminan Bela Negara

Pembayaran yang berasal dari pajak juga dapat menopang kedaulatan negara. Kedaulatan negara dapat diartikan secara global, sebagai wujud kemampuan negara dalam mengelola negaranya tanpa campur tangan pihak manapun. Sedangkan, konsep negara didasarkan pada wilayah, warga negara dan pemerintahan yang diakui oleh semua warga negara secara hukum. Dalam mempertahankan kedaulatan dan keamanan negara maka dibentuklah konsep bela negara sebagai wujud suatu pertahanan.

Kemandirian bangsa sangat dibutuhkan untuk menunjang ketahanan fiskal melalui pungutan pajak dari warga negara. Bangsa Indonesia harus menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara. Pembayaran pajak sebagai cerminan Usaha Pembelaan Negara akan membuat setiap warga negara bangga dan menimbulkan kesadaran memiliki Indonesia dan kecintaannya terhadap tanah air.

Pajak memiliki unsur-unsur antara lain sebagai berikut:

1. Iuran dari rakyat kepada negara. Yang berhak memungut pajak hanyalah negara baik dipungut oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

2. Berdasarkan undang-undang. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan undang-undang serta aturan pelaksananya, sehingga dapat dipaksakan.

3. Digunakan untuk membiayai rumah tangga negara, yakni pengeluaran pengeluaran yang bermanfaat bagi masyarakat luas.

Sebagaimana dinyatakan dalam UUD RI 1945 pasal 27 ayat 3 menyatakan bahwa setiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam upaya pembelaan negara. Artinya setiap warga negara memiliki wewenang menggunakan hak selaku warga negara dalam membela negara. Tidak ada hak untuk orang lain atau kelompok lain melarangnya. Demikian juga setiap warga negara wajib membela negaranya jika negara dalam keadaan bahaya. Misalnya ada ancaman dari dalam maupun dari luar, yang berupaya mengancam keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Maka setiap warga negara harus membela dan mempertahankan tegaknya NKRI. Kata “Wajib” sebagaimana terdapat dalam UUD 1945, mengandung makna bahwa negara dapat memaksa warga negara untuk ikut dalam pembelaan negara.

Pembayaran pajak juga dapat menjadi mekanisme untuk menopang kedaulatan rakyat dalam praktek bernegara. Dalam penyelenggaraan negara, kedaulatan sebuah negara bisa diartikan secara umum sebagai kemampuan sebuah negara untuk mengelola negaranya sendiri tanpa adanya campur tangan dari pihak manapun. Sementara itu, untuk dapat mengelola sebuah negara, diperlukan dukungan finansial yang kuat agar dalam setiap pengelolaan negara tersebut tidak dapat dipengaruhi oleh pihak lain. Sama dengan pertahanan wilayah, kekuatan keuangan negara juga harus selalu dijaga keamanannya dengan konsep ketahanan fiskal. Dengan kata lain, ketahanan fiskal sama pentingnya dengan ketahanan wilayah. Sehingga ketahanan fiskal dapat disebut sebagai Pertahanan Nirmiliter.

Dalam pengelolaan sebuah negara, sumber keuangan negara diperoleh melalui sumber daya yang dimiliki pada wilayah negara tersebut. Apabila negara tersebut kaya dengan sumber daya alam (minyak, batubara, gas dan energi, dan lain-lain) maka sumber daya tersebut dapat dimanfaatkan sepenuhnya untuk memenuhi keuangan negara yang selanjutnya digunakan untuk kemakmuran rakyatnya. Ketika sumber daya alam yang dimiliki tidak mencukupi maka diperlukan suatu partisipasi aktif setiap warga negara dalam mewujudkan ketahanan fiskal demi kedaulatan sebuah negara. Pajak adalah satu bentuk partisipasi aktif warga negara dalam menopang kedaulatan negara. Oleh karena itu, bangsa yang mandiri sangat dipengaruhi oleh kekuatan fiskalnya. Indonesia yang juga menjadikan pajak sebagai sumber utama penerimaan negara, terus menerus berusaha untuk memperbaiki sistem perpajakannya. Namun semua upaya tersebut akan sia-sia apabila tidak ditunjang oleh niat Wajib Pajak (WP) untuk melaksanakan kewajiban perpajakan dengan patuh dan benar.

Kewajiban membayar pajak merupakan bagian dari sumbangsih masyarakat dalam pembangunan bangsa. membayar pajak untuk keberlanjutan pembangunan merupakan ikhtiar dari bela negara. Dengan keuangan negara yang kuat maka pertumbuhan ekonomi sebagai sesuatu yang diharapkan mampu memberikan multiplier effect terhadap kesinambungan pembangunan demi terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

Kesimpulan

Bela negara adalah hak dan kewajiban setiap warga negara. Sesungguhnya bela negara merupakan suatu upaya mempertahankan eksistensinya, memiliki strategi mempertahankan eksistensinya. Dengan dinamika yang ada, bahwa negara kita yang sejak berdiri sudah menghadapi berbagai macam ancaman, gangguan, hambatan dan tantangan maka bela negara merupakan suatu keharusan dalam mewujudkan pembangunan pertahanan negara.

Rekomendasi

Salah satu faktor yang menentukan ketahanan suatu negara adalah faktor finansialnya. Peningkatan Pendapatan Negara yang dilakukan oleh Pemerintah, salah satunya berasal dari pajak. Untuk itu setiap warga negara senantiasa melakukan kewajiban membayar pajak sebagai salah satu upaya bela negara demi menunjang pelaksanaan program pembangunan,cinta tanah air serta upayah mempertahankan keutuhan bangsa dan negara.

Mengenal Sanksi Pajak di Indonesia

Melakukan pembayaran pajak adalah kewajiban seluruh warga negara, terkecuali bagi mereka yang dibebaskan oleh peraturan perundang-undangan.

Lantaran sifatnya yang memaksa, negara menetapkan sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak.

Tujuannya agar wajib pajak semakin patuh melakukan kewajiban perpajakan.

Pemberian sanksi terkait perpajakan ini bisa dalam bentuk surat teguran maupun tindakan tegas berupa penyanderaan atau gijzeling. 

Tindakan gijzeling merupakan langkah terakhir dari tindakan hukum yang dapat dilakukan pemerintah kepada wajib pajak nakal.

Penyanderaan ini dapat dilakukan selama 6 bulan dan diperpanjang paling lama 6 bulan.

Secara statistik, sejak tahun 2015-2017 sedikitnya ada 117 wajib pajak yang disandera oleh petugas Direktorat Jenderal Pajak (DJP) di rumah tahanan.

Kebanyakan merupakan wajib pajak yang memiliki utang pajak sedikitnya Rp 100 juta. Angka di atas membuktikan bahwa pemerintah tidak main-main dalam menegakkan peraturan perpajakan.

Ragam Sanksi Berdasarkan Jenis Pajak

Berikut ini merupakan tabel terkait sanksi pajak menurut jenis pajak serta bentuk sanksinya:

1. Sanksi Bunga

No Peraturan Tentang Jenis Sanksi
1 UU KUP 2007 Pasal 8 Ayat (2) Pembetulan SPT tahunan dalam 2 tahun  
2 UU KUP 2007 Pasal 8 Ayat (2a) Pembetulan SPT masa dalam 2 tahun

2% per bulan dari jumlah pajak yang kurang dibayar, dihitung sejak jatuh tempo pembayaran s/d tanggal pembayaran

3 UU KUP 2007 Pasal 9 Ayat (2a) Keterlambatan bayar/setor pajak masa  
4 UU KUP 2007 Pasal 9 Ayat (2b) Keterlambatan bayar/setor pajak tahunan  
5 UU KUP 2007 Pasal 8 Ayat (2a) SKPKB kurang bayar atau tidak dibayar dan penerbitan NPWP dan pengukuhan PKP secara jabatan 2% per bulan dari jumlah kurang maksimal 24 bulan
6 UU KUP 2007 Pasal 13 Ayat (5) Penerbitan SPT setelah 5 tahun 48% dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar

UU KUP 2007 Pasal 14 ayat (3)

(a) PPh tahun berjalan tidak/kurang bayar

2% per bulan dari jumlah pajak tidak/

  (b) SPT kurang bayar kurang dibayar maksimal 24 bulan
8 UU KUP 2007 Pasal 14 Ayat (5) PKP gagal produksi 2% dari pajak yang ditagih
9 UU KUP 2007 Pasal 15 Ayat (4) SKPKBT diterbitkan setelah lewat 5 tahun karena adanya tindak pidana 48% dari jumlah yang tidak/kurang dibayar
10 UU KUP 2007 Pasal 19 Ayat (1) SKPKB/T, Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan atau Putusan Banding yang berakibat kurang bayar/terlambat bayar

2% per bulan dari jumlah pajak yang tidak/kurang dibayar, dihitung dari tanggal jatuh tempo s/d tanggal pelunasan/diterbitkannya STP

11 UU KUP 2007 Pasal 19 Ayat (2) Pembayaran mengangsur atau menunda
12 UU KUP 2007 Pasal 19 Ayat (3) Kekurangan pajak karena penundaan SPT 2% per bulan dari kekurangan pembayaran dihitung dari batas akhir penyampaian SPT s/d tanggal dibayarnya kekurangan tersebut.

2. Sanksi Denda

No Peraturan Tentang Jenis Sanksi
1

UU KUP 2007 Pasal 7 ayat (1)

SPT Tidak Disampaikan:  
a. SPT Masa PPN  Rp                                 500.000,00
b. SPT masa lainnya  Rp                                 100.000,00
c. SPT Tahunan PPh WP Badan  Rp                             1.000.000,00
d. SPT Tahunan PPh WP OP  Rp                                 100.000,00
2 UU KUP 2007 Pasal 8 ayat (3) Pengungkapan ketidakbenaran dan pelunasan sebelum penyidikan 150% x jumlah pajak kurang bayar

UU KUP 2007 Pasal 14 ayat (4)

a. PKP tidak membuat faktur pajak
b. PKP tidak mengisi form pajak secara lengkap
c. PKP melaporkan faktur tidak sesuai masa terbit
4 UU KUP 2007 Pasal 14 ayat (5) PKP gagal produksi telah diberikan restitusi
5 UU KUP 2007 Pasal 25 ayat (9) Pengajuan keberatan ditolak/dikabulkan sebagian 50% x jumlah pajak berdasarkan keputusan keberatan dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan
6 UU KUP 2007 Pasal 27 ayat (5d) Permohonan banding ditolak/dikabulkan sebagian 100% x jumlah pajak berdasarkan Putusan Banding dikurangi dengan pajak yang telah dibayar sebelum mengajukan keberatan

3. Sanksi Kenaikan

No Peraturan Tentang Jenis Sanksi
1 UU KUP 2007 Pasal 8ayat (5) Pengungkapan ketidakbenaran pengisian SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbitnya SKP 50% dari pajak yang kurang dibayar
    a. SKPKB karena SPT tidak disampaikan 50% dari PPh yang tidak/kurang dibayar dalam setahun

UU KUP 2007 Pasal 13 ayat (3)

b. PPN/PPnBM tidak seharusnya dikompensasi atau tidak seharusnya dikenai tarif 0%

100% dari PPh yang tidak/kurang dipotong, tidak/kurang dipungut, tidak/kurang disetor dan 

    c. Kewajiban pembukuan & pemeriksaan tidak dipenuhi sehingga tidak diketahui besaran pajak terutang dipotong/dipungut tetapi tidak/kurang disetor atau 100% dari PPN dan PPnBM yang tidak/kurang dibayar
3 UU KUP 2007 Pasal 13A Tidak menyampaikan SPT/menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar/tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar, yang dilakukan karena kealpaan dan pertama kali 200% dari jumlah pajak yang kurang dibayar yang diterapkan melalui penerbitan SKPKB
4 UU KUP 2007 Pasal 15 ayat (2) Kekurangan pajak pada SKPKBT  
5 UU KUP 2007 Pasal 17C ayat (5) SKPKB yang terbit dilakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak bagi WP dengan kriteria tertentu

100% dari jumlah kekurangan pajak

6 UU KUP 2007 Pasal 17D ayat (5) SKPKB yang terbit setelah dilakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak bagi wajib pajak dengan persyaratan  

B. Sanksi Pidana

Sanksi pidana bidang perpajakan terdiri dari tiga, yakni denda, pidana dan kurungan.

Berikut ini tabel yang merinci mengenai sanksi pidana perpajakan.

No Peraturan Tentang Jenis Sanksi

UU KUP 2007 Pasal 38 ayat (1)

Setiap orang yang karena kealpaannya:

Pidana kurungan paling sedikit 3 bulan/paling lama 1 tahun atau denda paling sedikit 1 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayardan paling banyak 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar

a. Tidak menyampaikan SPT
b. Menyampaikan SPT tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap atau melampirkan keterangan yang isinya benar sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali.
    Setiap orang dengan sengaja:  
    a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan NPWP atau tidak mendaftarkan usaha untuk dikukuhkan sebagai PKP  
    b. Menyalahgunakan/menggunakan tanpa hak NPWP/PKP  
    c. Tidak menyampaikan SPT  
    d. Menyampaikan SPT dan/atau SPT tidak lengkap  
    e. Menolak dilakukan pemeriksaan  

UU KUP 2007 Pasal 39 ayat (1)

f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu/dipalsukan seolah-olah benar atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya

Penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar

    g. Tidak menyelenggarakan pembukuan/pencatatan di Indonesia, tidak meminjamkan buku, catatan/dokumen lain  
    h. Tidak menyimpan buku, catatan/dokumen yang menjadi dasar pembukuan/catatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik/diselenggarakan secara program aplikasi online di Indonesia  
    i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong/dipungut sehingga menimbulkan kerugian pada pendapatan negara  
3 UU KUP 2007 Pasal 39 ayat (2) Seseorang melakukan lagi tindak pidana di bidang perpajakan sebelum lewat 1 tahun terhitung sejak selesainya menjalani pidana yang dijatuhkan Pidana penjara paling singkat 6 tahun dan denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 kali jumlah pajak terutang yang tidak/kurang dibayar dan sanksi tersebut akan ditambahkan 1 kali menjadi 2 kali sanksi pidana
4 UU KUP 2007 Pasal 39 ayat (3) Sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP Dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan per UU Perpajakan dan/keterangan yang isinya tidak benar/tidak lengkap Pidana kurungan paling singkat 6 bulan/paling lama 2 tahun atau denda paling sedikit 2 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan dan paling banyak 4 kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan/kompensasi atau pengkreditan yang dilakukan
    Setiap orang dengan sengaja:  

5

UU KUP 2007 Pasal 39A

a. Menerbitkan, menggunakan faktur pajak, bukti potong, bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan yang sebenarnya

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai PKP

Pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun serta denda paling sedikit 2 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, pemotongan pajak dan/atau bukti setoran pajak

       
6 UU KUP 2007 Pasal 41 ayat (1) Pejabat yang karena kealpaannya tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan per UU perpajakan, atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 25 Juta
7 UU KUP 2007 Pasal 41 ayat (2) Pejabat yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan per UU perpajakan, atas pengaduan orang yang kerahasiaannya dilanggar Pidana kurungan paling lama 2 tahun dan denda paling banyak 50 Juta
8 UU KUP 2007 Pasal 41A Setiap orang yang wajib memberikan keterangan/bukti yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak pada saat melakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak/penyidikan tindak pidana dibidang perpajakan tetapi dengan sengaja tidak memberi keterangan/bukti yang tidak benar Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak Rp 25 Juta
9 UU KUP 2007 Pasal 41B Setiap orang yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lain dalam merahaiakan segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan per UU perpajakan Pidana kurungan paling lama 3 tahun atau denda paling banyak 75 juta
10 UU KUP 2007 Pasal 41C ayat (1) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban merahasiakan segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan peraturan per UU perpajakan Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan denda paling banyak 1 milyar
11 UU KUP 2007 Pasal 41C ayat (2) Setiap orang yang dengan sengaja tidak terpenuhi kewajiban pejabat dan pihak lain dalam merahasiakan segala sesuatu yang diketahui/diberitahukan kepadanya oleh WP dalam rangka jabatan/pekerjaannya untuk menjalankan ketentuan per UU perpajakan

Pidana kurungan paling lama 10 bulan dan/atau denda paling banyak 800 juta

12 UU KUP 2007 Pasal 41C ayat (3) Setiap orang yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak dalam menghimpun data dan informasi untuk kepentingan penerimaan negara  
13 UU KUP 2007 Pasal 41C ayat (4) Setiap orang yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara Pidana kurungan paling lama 1 tahun dan/atau denda paling banyak 500 juta

Sanksi Hukum jika Tidak Melakukan Pembayaran atau Telat Melaporkan Pajak

Dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum Perpajakan (UU KUP), sanksi perpajakan terdiri dari sanksi administrasi dan sanksi pidana.

Sekarang mari kita bahas jenis sanksi tersebut satu per satu.

1. Sanksi Administrasi

Sanksi administrasi perpajakan terdiri dari sanksi denda, sanksi bunga dan sanksi kenaikan. Sekian sanksi tersebut dikenakan untuk berbagai jenis pelanggaran aturan.

a) Pengenaan bunga

Sanksi berupa pengenaan bunga ini berlandaskan pada Pasal 9 Ayat 2(a) dan 2(b) UU KUP.

Berdasarkan peraturan baru yang berlaku, yaitu Undang-Undang Harmonisasi Perpajakan (UU HPP), kini diterapkan tarif bunga sanksi pajak yang berlaku setiap bulannya mengikuti acuan suku bungan BI. 

Jadi, tarif bunga sanksi administrasi pajak akan berbeda antara bulan 1 dengan bulan lainnya. 

Penetapan tarif bunga ini dilakukan oleh Kepala Badan Kebijakan Fiskal atas nama Menteri Keuangan.

Baca juga: Ingin Bayar Sanksi Denda Pajak Secara Online? Cari Tahu Tempat dan Caranya di sini

b) Sanksi Kenaikan

Sanksi kenaikan ditujukan kepada wajib pajak yang melakukan pelanggaran tertentu.

Contohnya seperti tindak pemalsuan data dengan mengecilkan jumlah pendapatan pada SPT setelah lewat 2 tahun sebelum terbit SKP.

Jenis sanksi ini bisa berupa kenaikan jumlah pajak yang harus dibayar dengan kisaran 50% dari pajak yang kurang dibayar tersebut.

c) Sanksi Denda

Sanksi pajak berupa denda ditujukan kepada pelanggaran yang berhubungan dengan kewajiban pelaporan.

Besarannya pun bermacam-macam, sesuai dengan aturan undang-undang.

Contohnya, telat menyampaikan SPT Masa PPN, maka nominal denda yang dikenakan senilai Rp 500.000.

Sedangkan telat dalam menyampaikan SPT Masa PPh, maka nominal denda yang dikenakan senilai Rp1.000.000 untuk wajib pajak badan dan Rp100.000 untuk wajib pajak perorangan.

2. Sanksi Pidana

Sanksi ini merupakan jenis sanksi terberat dalam dunia perpajakan.

Biasanya, sanksi pidana dikenakan bila wajib pajak melakukan pelanggaran berat yang menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dan dilakukan lebih dari satu kali.

Dalam Undang-Undang KUP, terdapat pasal 39 ayat i yang memuat sanksi pidana bagi orang yang tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

Sanksi tersebut adalah pidana penjara paling singkat 6 bulan dan paling lama 6 tahun, serta denda minimal 2 kali pajak terutang dan maksimal 4 kali pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang dibayar.

Contoh kasus untuk sanksi ini adalah pengusaha yang menerbitkan faktur pajak dan memungut PPN, namun tidak mendaftarkan diri dan melaporkan kegiatan usahanya untuk dikukuhkan sebagai PKP. Sehingga, PPN yang dipungut tidak disetorkan ke kas negara.

Baca juga: Cara Bayar Pajak 1 Klik dengan OnlinePajak

Sanksi Hukum Bila Wajib Pajak Terlambat Melaporkan SPT

Selain mengatur sanksi bagi wajib pajak yang tidak melakukan pembayaran pajak, Undang-Undang KUP juga memuat sanksi bagi wajib pajak yang tidak melaporkan SPT atau terlambat melaporkan SPT.

Jenis sanksi yang dibebankan pada wajib pajak yang melanggar ketentuan tersebut adalah denda. Besaran denda dibagi menjadi 3, yakni:

  • Rp 500.000 – untuk Surat Pemberitahuan Masa PPN
  • Rp 100.000 – untuk Surat Pemberitahuan Masa lainnya
  • Rp 1.000.000 – untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan
  • Rp 100.000 – untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak Orang Pribadi

Batas akhir pelaporan SPT dibedakan berdasarkan jenis pajak yang akan dilaporkan. Tujuannya agar administrasi perpajakan di Indonesia jadi semakin rapi.

Berikut ini tiga batas waktu pelaporan SPT yang sebaiknya diketahui wajib pajak:

  1. Surat Pemberitahuan Masa (Paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak)
  2. SPT Pajak Penghasilan wajib pajak orang pribadi (Paling lama 3 bulan setelah akhir masa pajak)
  3. SPT Pajak Penghasilan wajib pajak badan (Paling lama 4 bulan setelah akhir masa pajak)

Namun, bila wajib pajak tidak melaporkan SPT sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara, dan tindakan tersebut sudah dilakukan lebih dari sekali, wajib pajak dapat dikenakan sanksi berupa denda minimal satu kali jumlah pajak terutang yang tidak dibayar atau kurang bayar.

Denda dikenakan maksimal dua kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

Bahkan, atas tindakan tersebut wajib pajak dapat dipidana kurungan paling singkat tiga bulan atau paling lama satu tahun.

Contoh Penghitungan Sanksi Pajak

Berikut ini merupakan contoh penghitungan sanksi pajak:

PT ABC merupakan PKP yang telah dikukuhkan pada tanggal 21 Januari 2017.

Berikut ini administrasi perpajakan PT ABC terkait pelanggarannya:– SPT Masa PPN untuk masa Agustus 2018 tidak dimasukan walaupun sudah ditegur.– PT ABC selaku wajib pajak juga tidak melakukan pembukuan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 28 dan 29 UU KUP 2007

– Terhadap PT ABC, dilakukan pemeriksaan dan menghasilkan kurang bayar sebesar Rp 200 juta. SKPKB diterbitkan Januari 2019