Hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pasien hipertensi

Hipertensi didefinisikan dengan tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg. Hipertensi tidak hanya menyerang di usia  tua  saja, tetapi remaja juga bisa mengalaminya. Aktivitas yang padat pada remaja dan dewasa muda mengakibatkan mereka cenderung mengalami gangguan tidur yang merupakan salah faktor resiko terjadinya kenaikan tekanan darah. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan hubungan antara kualitas tidur dan tekanan darah pada pelajar kelas 2 SMA Negeri 10 Padang. Metode yang digunakan adalah analitik deskriptif dengan sampel adalah 153 orang siswa kelas 2 SMA Negeri 10 Padang yang termasuk kriteria inklusi dan eklusi. Penilaian kualitas tidur dengan menggunakan kuesioner Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI) dan tekanan darah dengan menggunakan sphygmomanometer air raksa dan stetoskop. Data dianalisis menggunakan uji statistik “t-independent”. Hasil penelitian menunjukkan kualitas tidur buruk sebanyak 106 orang (69,3%) dan baik sebanyak 47 orang (30,7%). Rata-rata tekanan darah sistolik dan diastolik subjek adalah 114,28 mmHg dan 73,13 mmHg. Hasil analisis data statistik kualitas tidur dengan tekanan darah sistolik didapatkan p=0,000 dan diastolik  didapatkan p=0,000. Simpulan studi ialah terdapat perbedaan yang bermakna (p<0,05).

Akmarawita (2010) Perubahan Hormon Terhadap Stress. Jurnal Vol. 2. No. 1. Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Wijaya Kusuma Surabaya.

Alodokter (2016) 5 Fakta Hormon Kortisol Yang Wajib Dibaca. Diambil pada 20 November 2016 dari http://www.alodokter.com/5-faktahormon-kortisol-yang-wajib-dibaca Arifin, Zaenal. (2011). Analisis Hubungan Kualitas Tidur dengan kadar Glukosa Darah pasien Diabetes Mellitus Tipe 2 di RSU Propinsi NTB. Tesis. Magister Ilmu Keperawatan.

Universitas Indonesia. Arikunto, S, (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta. Asmarita, Intan. (2014). Hubungan Antara Kualitas Tidur dengan Tekanan Darah pada Pasien Hipertensi di Rumah Sakit Umum Daerah Karanganyar. Naskah Publikasi. Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Black, M. Joyce, & Hawks, Hokanson, Jane, (2014). Keperawatan Medikal Bedah, Manajemen Klinis untuk hasil yang diharapkan.

Edisi 8 Buku 2 Bahasa Indonesia, Singapore, Elsevier Pte.Ltd. Bramardianto, (2014). Epinefrin dan Norepinefrin, Diambil pada 29 Desember 2016 dari http://bramardianto.com/epinefrin-dannorepinefrin.html.

Bustan, Nadjib. M. (2015). Manajemen Pengendalian Penyakit Tidak Menular. Jakarta : Rineka Cipta. Buysse, D.J., Reynolds,C.F., Monk,T.H., Berman,S.R., & Kupfer,D.J. (1989). The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSQI): A new instrument for psychiatric research and practice. Psychiatry Research, 28(2), 193-213

David, A. C, Harding, S.M, (2010). Sleep and Hypertension. Journal Contemporary Reviews in Sleep Medicine. American College of Chest Physicians. Division of Cardiovascular Diseases, University of Alabama at Birmingham, 1530 3rd Ave S, Birmingham, AL 35294-1150; Dinas Kesehatan Kota Metro, (2017).

Daftar Penyakit Tidak Menular, Kota Metro Fitri, A.A. (2013). Hubungan Kualitas Tidur terhadap Kejadian Hipertensi. Naskah Publikasi. Jakarta : Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah.

Haryono, R & Setianingsih, S. (2013). Awas Musuh-musuh anda setelah usia 40 tahun. Yogyakarta: Gosyen Publising Hawari, Dadang. (2011). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kemenkes RI, (2015). Profil Kesehatan Indonesia 2015, Jakarta: Kementerian Kesehatan Indonesia National Sleep Foundation (2016).

Sleep Longer to Lower Blood Glucose Levels. Diambil pada 20 November 2016 dari https://sleepfoundation.org/ excessivesleepiness/content/sleep-longerlower-blood-glucose-levels

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta Perry & Potter, (2012).

Buku Ajar Fundamental Keperawatan, Konsep, Proses dan Prakik. Edisi 4. Jakarta: EGC Sharif, (2013). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta : Nuha Medika.

Smyth, C. (2012) The Pittsburgh Sleep Quality Index (PSGI). Issue Number 6.1, Revised 2012. Series Editor: Marie Boltz, PhD, GNPBC, Series Co-Editor: Sherry A. Greenberg, MSN, GNP-BC, From The Harford Institute for Geriatric Nursing, New York University, College of Nursing.

Sugiyono, (2010). Statistik Non Parametris Untuk Penelitian, Jakarta : Alfa Beta,

Wang, Y, Mei, H., Jiang, Y.R, et.all (2015). Relantionship between Duration of Sleep and Hypertension in Adults: A Meta-Analisis. Journal of Clinical Sleep Medicine.

Pii:jc00343-14. University School of Medicine, Shanghai, China

WHO, (2015). Raised blood pressure, Diambil pada 29 November 2016 dari http://www.who.int Wijaya, SA & Putri MY, (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah, Yogyakarta : Nuha Medika

Demensia adalah penyakit yang menyebabkan penurunan daya ingat dan cara berpikir. Kondisi ini berdampak pada gaya hidup, kemampuan bersosialisasi, hingga aktivitas sehari-hari penderitanya.

Jenis demensia yang paling sering terjadi adalah penyakit Alzheimer dan demensia vaskular. Alzheimer adalah jenis demensia yang berhubungan dengan perubahan genetik dan perubahan protein di otak. Sedangkan, demensia vaskular adalah jenis demensia akibat gangguan di pembuluh darah otak.

Hubungan kualitas tidur dengan tekanan darah pasien hipertensi

Perlu diingat, demensia berbeda dengan pikun. Pikun adalah perubahan kemampuan berpikir dan mengingat yang biasa dialami seiring pertambahan usia. Perubahan tersebut bisa memengaruhi daya ingat, tetapi tidak signifikan dan tidak menyebabkan seseorang bergantung pada orang lain.

Penyebab Demensia

Demensia disebabkan oleh rusaknya sel saraf dan hubungan antarsaraf pada otak. Berdasarkan perubahan yang terjadi, ada beberapa jenis demensia, yaitu:

Penyebab Alzheimer

Penyakit Alzheimer merupakan jenis demensia yang paling sering terjadi. Penyebab penyakit Alzheimer masih belum diketahui, tetapi perubahan genetik yang diturunkan dari orang tua diduga dapat meningkatkan risiko terjadinya penyakit ini.

Selain faktor genetik, kelainan protein dalam otak juga diduga dapat merusak sel saraf sehat dalam otak.

Demensia vaskular

Demensia vaskular disebabkan oleh gangguan pembuluh darah di otak. Stroke berulang merupakan penyebab tersering dari demensia jenis ini.

Kondisi lain yang menimbulkan gejala demensia

Selain penyakit Alzheimer dan demensia vaskular, ada juga kondisi-kondisi lain yang bisa menimbulkan gejala demensia, tetapi sifatnya sementara. Kondisi tersebut meliputi:

  • Kelainan metabolisme atau endrokrin
  • Multiple sclerosis
  • Subdural hematoma
  • Tumor otak
  • Efek samping obat, seperti obat penenang dan obat pereda nyeri
  • Kekurangan vitamin dan mineral tertentu, seperti kekurangan vitamin B1, vitamin B6, vitamin B12, vitamin E, dan zat besi dalam tubuh
  • Keracunan akibat paparan logam berat, pestisida, dan konsumsi minuman beralkohol

Faktor risiko demensia

Ada sejumlah faktor yang dapat meningkatkan risiko demensia, yaitu:

  • Pertambahan usia
  • Riwayat demensia dalam keluarga
  • Pola makan tidak sehat
  • Jarang berolahraga
  • Kebiasaan merokok
  • Kecanduan alkohol

Selain itu, ada beberapa penyakit yang juga berisiko menimbulkan demensia, antara lain:

  • Sindrom Down
  • Depresi
  • Sleep apnea
  • Obesitas
  • Kolesterol tinggi
  • Hipertensi
  • Diabetes

Gejala Demensia

Gejala utama demensia adalah penurunan memori dan perubahan pola pikir yang tampak pada perilaku dan cara bicara. Gejala tersebut dapat memburuk seiring waktu.

Agar lebih jelas, berikut adalah tahapan gejala yang muncul pada demensia:

Tahap 1

Pada tahap ini, kemampuan fungsi otak penderita masih dalam tahap normal, sehingga belum ada gejala yang terlihat.

Tahap 2

Gangguan yang terjadi pada tahap ini mulai memengaruhi aktivitas sehari-hari. Contohnya, penderita menjadi sulit melakukan beragam kegiatan dalam satu waktu, sulit membuat keputusan atau memecahkan masalah, mudah lupa akan kegiatan yang belum lama dilakukan, dan kesulitan memilih kata-kata yang tepat.

Tahap 3

Pada tahap ini, mulai terjadi gangguan mental organik. Penderita dapat tersesat saat melewati jalan yang biasa dilalui, sulit mempelajari hal baru, suasana hati tampak datar dan kurang bersemangat, serta mengalami perubahan kepribadian dan penurunan kemampuan saat bersosialisasi.

Tahap 4

Ketika memasuki tahap ini, penderita mulai membutuhkan bantuan orang lain dalam melakukan aktivitas sehari-hari, seperti berpakaian dan mandi.

Penderita juga mengalami perubahan pola tidur, kesulitan dalam membaca dan menulis, menjadi apatis, menarik diri dari lingkungan sosial, berhalusinasi, mudah marah, dan bersikap kasar.

Tahap 5

Ketika sudah masuk ke tahap ini, seseorang dapat dikatakan mengalami demensia berat. Demensia pada tahap ini menyebabkan penderita tidak dapat hidup mandiri. Penderita akan kehilangan kemampuan dasar, seperti berjalan atau duduk, tidak mengenali anggota keluarga, dan tidak memahami bahasa.

Kapan harus ke dokter

Konsultasi ke dokter saraf atau psikiater sebaiknya dilakukan pada seseorang yang mengalami salah satu atau beberapa gejala demensia, agar dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Demensia sering disamakan dengan pikun pada orang tua, karena sama-sama berkaitan dengan penurunan daya ingat. Namun, jika penurunan daya ingat terus memburuk hingga menyulitkan penderita untuk melakukan aktivitas sehari-hari, pemeriksaan harus segera dilakukan.

Pemeriksaan oleh dokter perlu segera dilakukan pada seseorang yang mengalami beberapa atau banyak gejala yang dicurigai sebagai gejala awal demensia, antara lain:

  • Mudah lupa
  • Sulit mempelajari hal baru
  • Sulit konsentrasi
  • Sulit mengingat waktu dan tempat
  • Suasana hati tidak menentu
  • Sering kehilangan benda akibat lupa tempat meletakkannya
  • Sulit menemukan kata yang tepat saat berbicara
  • Apatis atau tidak perduli terhadap lingkungan sekitar
  • Sering mengulang aktivitas yang sama tanpa disadari
  • Sulit melakukan aktivitas yang biasa dilakukan sehari-hari

Beberapa penyakit, seperti diabetes, kolesterol, dan hipertensi, dapat meningkatkan risiko terjadinya demensia. Jika Anda menderita penyakit tersebut, disarankan untuk rutin berkonsultasi dengan dokter untuk memantau perkembangan penyakit dan mendapatkan penanganan yang tepat.

Diagnosis Demensia

Diagnosis demensia sulit dilakukan, karena gejalanya mirip dengan gejala pada penyakit lain. Oleh sebab itu, dokter perlu melakukan serangkaian pemeriksaan untuk memastikannya.

Sebagai langkah awal, dokter akan menanyakan gejala yang dialami pasien untuk mengetahui seberapa besar gejala tersebut memengaruhi aktivitas sehari-hari. Dokter juga akan menanyakan riwayat kesehatan pasien dan keluarganya, untuk mengetahui apakah ada riwayat demensia dalam keluarga.

Setelah itu, dokter akan melakukan beberapa pemeriksaan tambahan yang meliputi:

  • Pemeriksaan saraf
    Pemeriksaan saraf bertujuan untuk menilai kekuatan otot serta melihat refleks tubuh.
  • Pemeriksaan mental
    Pemeriksaan ini dilakukan dengan metode mini-mental state examination (MMSE), yaitu serangkaian pertanyaan yang akan diberikan nilai oleh dokter untuk mengukur seberapa besar gangguan kognitif yang dialami.
  • Tes fungsi luhur
    Tes ini bertujuan untuk mengukur kemampuan berpikir seseorang, misalnya dengan meminta pasien berhitung mundur dari angka 100 atau menggambar jarum jam untuk menunjukkan waktu tertentu.

Pemeriksaan lain juga perlu dilakukan bila ada penyakit lain yang menimbulkan gejala demensia, seperti stroke, tumor otak, atau gangguan tiroid. Pemeriksaan tersebut meliputi:

  • Pemindaian otak dengan CT scan, MRI, atau PET scan
  • Pemeriksaan listrik otak dengan EEG
  • Pemeriksaan darah

Pengobatan Demensia

Pengobatan demensia bertujuan untuk membantu penderita beradaptasi dengan kondisinya, menghambat gejala yang muncul, dan menghindari komplikasi. Berikut adalah prosedur yang dapat digunakan:

Terapi khusus

Beberapa terapi yang dapat dilakukan untuk menangani gejala dan perilaku yang muncul akibat demensia adalah:

  • Terapi stimulasi kognitif
    Terapi ini bertujuan untuk merangsang daya ingat, kemampuan memecahkan masalah, dan kemampuan berbahasa, dengan melakukan kegiatan kelompok atau olahraga.
  • Terapi okupasi
    Terapi ini bertujuan untuk mengajarkan pasien cara melakukan aktivitas sehari-hari dengan aman sesuai kondisinya, dan mengajarkan cara mengontrol emosi dalam menghadapi perkembangan gejala.
  • Terapi mengingat
    Terapi ini berguna untuk membantu penderita mengingat riwayat hidupnya, seperti kampung halaman, masa sekolah, pekerjaan, hingga hobi.
  • Rehabilitasi kognitif
    Terapi ini bertujuan untuk melatih bagian otak pasien yang tidak berfungsi, dengan menggunakan bagian otak yang masih sehat.

Dukungan Keluarga

Selain terapi-terapi di atas, diperlukan dukungan dari keluarga atau kerabat untuk menjaga kualitas hidup pasien. Bentuk dukungan atau bantuan tersebut antara lain:

  • Berkomunikasi dengan penderita menggunakan kalimat yang singkat dan mudah dimengerti, disertai dengan gerakan, isyarat dan kontak mata
  • Melakukan olahraga yang dapat meningkatkan kekuatan, keseimbangan, dan kesehatan jantung bersama penderita
  • Melakukan aktivitas menyenangkan bersama penderita, seperti memasak, berkebun, melukis, atau bermain musik
  • Menciptakan kebiasaan sebelum tidur untuk penderita, seperti tidak menonton televisi dan menghidupkan lampu rumah
  • Membuat agenda sebagai alat bantu mengingat acara, aktivitas, serta jadwal pengobatan yang harus dilakukan penderita
  • Membuat perencanaan pengobatan selanjutnya bersama penderita, untuk menentukan pengobatan apa yang harus dijalaninya

Obat-obatan

Dokter juga dapat meresepkan beberapa jenis obat pada pasien. Obat tersebut antara lain

  • Piracetam
  • Acetylcholinesterase inhibitors
  • Memantine
  • Antiansietas
  • Antipsikotik
  • Antidepresan

Operasi

Demensia yang disebabkan oleh tumor otak, cedera otak, atau hidrosefalus, dapat ditangani dengan operasi. Tindakan operasi dapat membantu memulihkan gejala jika belum terjadi kerusakan permanen pada otak.

Meski terdapat sejumlah terapi yang dapat dilakukan untuk mengatasi demensia, sebagian besar penderita penyakit ini tidak sembuh sepenuhnya. Namun begitu, tindakan pengobatan tetap harus dilakukan untuk meredakan gejala yang muncul dan menghindari komplikasi.

Komplikasi Demensia

Gangguan daya ingat dan cara berpikir yang dialami penderita demensia dapat menimbulkan komplikasi saat melakukan aktivitas sehar-hari. Contohnya adalah:

  • Cedera saat berjalan sendirian
  • Kekurangan nutrisi
  • Tersedak hingga mengakibatkan pneumonia
  • Tidak dapat hidup mandiri

Pencegahan Demensia

Belum ada cara pasti untuk mencegah demensia. Namun, ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mengurangi risiko terjadinya penyakit ini, seperti:

Apakah kualitas tidur mempengaruhi hipertensi?

Kualitas tidur yang buruk merupakan salah satu faktor risiko hipertensi pada orang dewasa. Kualitas tidur yang buruk dapat menyebabkan gangguan metabolisme dan endokrin yang dapat berkontribusi menyebabkan gangguan kardiovaskular.

Mengapa hipertensi dapat menyebabkan gangguan tidur?

Hubungan antara tidur dengan hipertensi terjadi akibat aktivitas simpatik pada pembuluh darah sehingga seseorang akan mengalami perubahan curah jantung yang tidak signifikan pada malam hari. Penurunan pada resistansi pembuluh darah perifer menyebabkan penurunan nokturnal normal pada tekanan arteri.

Bagaimana pengaruh kualitas tidur yang buruk pada remaja terhadap hipertensi?

Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kualitas tidur yang buruk dengan prehipertensi pada remaja (p< 0,001). Dimana dari hasil penelitian tersebut terdapat peningkatan tekanan darah sistolik dan diastolik pada remaja yang memiliki kualitas tidur yang buruk.

Apa yang dimaksud dengan Kualitas tidur?

Kualitas tidur adalah keadaan yang dijalani seorang individu agar menghasilkan kesegaran dan kebugaran setelah bangun. Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam dan istirahat.