Hasil swab di labkesda berapa lama

Hasil swab di labkesda berapa lama

Please enter your phone number and we will call you back soon

We will call you back soon

Please enter valid phone number

11 April 2020 10:38

KOTA BANDUNG, HUMAS JABAR — Provinsi Jawa Barat (Jabar) memiliki Balai Pengembangan Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Provinsi Jabar sebagai salah satu laboratorium yang ditunjuk dalam pemeriksaan sampel COVID-19.

Ratusan kasus positif yang dilaporkan di Jabar pun di antaranya dipastikan melalui lima tahap pemeriksaan di Labkesda Jabar bekerja sama dengan ITB dan Unpad.

Lima tahap tersebut yakni proses ekstraksi, real time PCR (Polymerase Chain Reaction), interpretasi hasil, verifikasi, dan validasi.

Lebih dulu, sampel usap (swab) dari pasien COVID-19 diambil oleh petugas sampling dengan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap untuk dimasukkan ke dalam Viral Transport Media (VTM) dan diserahkan ke Labkesda Jabar untuk diperiksa.

Lantas, bagaimana rincian penentuan nasib seseorangitu dari berwujud sampel swab hingga dinyatakan positif atau negatif virus SARS-CoV-2?

Bergantian, Kepala Laboratorium Genetika dan Bioteknologi Molekular Sekolah Ilmu dan Teknologi Hayati (SITH) ITB Azzania Fibriani S.Si.,M.Si.,Ph.D. dan Aulia Saraswati Wicaksono, S.Si., analis/ahli biologi dari Laboratorium Mikrobiologi Labkesda Jabar menjelaskan bagaimana pekerjaan.

“Jadi nanti swab digabung dalam tabung yang berisi VTM. Tabung ini hanya boleh dibuka di Biosafety Cabinet. Sampel itu diekstraksi, cairan ini (VTM) diambil 200 mikroliter dan masuk reagen ekstraksi. Prosesnya itu dari melisiskan virusnya, RNA diambil melalui metode spin column. RNA berikatan dengan resin yang ada di kolom itu,” ucap Aulia.

“Setelah RNA diambil semua, lalu dipurifikasi dengan reagen yang ada di dalamnya, dicuci dari pengotornya RNA misalnya protein dan komponen lain yang mengganggu nanti di proses PCR. Setelah ada RNA total yang bersih, lalu menuju tahap PCR,” kata Aulia.

Masuk ke tahap PCR, Nia menjelaskan, Real Time PCR merupakan metode tes yang paling sensitif untuk mengetahui ada tidaknya virus penyebab COVID-19. “Jadi Real Time PCR ini bisa mendeteksi virus dengan detection limit yang sangat rendah yaitu 100 copies/ml,” ujarnya.

Sebelum mendapat bantuan dari Pemerintah Daerah Provinsi Jabar, Nia berujar timnya masih menggunakan primer dan probe dari CDC Amerika. Kelemahannya, reagen menarget tiga gen dari virus tersebut sehingga dengan reaksinya singleplex, artinya sampel satu pasien harus punya empat reaksi untuk mendeteksi virusnya. 

“Dengan kapasitas sekarang, itu bisa memperlambat (proses). Oleh karena itu kita berubah ke kit dari Korea Selatan namanya Allplex. Nah Allplex ini sama, menarget tiga gen dalam virus COVID-19 tapi reaksinya multiplex artinya satu pasien itu cukup dites dengan satu reaksi saja,” kata Nia.

“Jadi misal ada 96 tes dalam sekali running (mesin Real Time PCR), artinya kita bisa mengetes 96 pasien. Jadi 3 jam bisa dapat 96 pasien, sangat menghemat waktu dan tenaga,” tambahnya.

Selain itu, Nia berujar bahwa hasil yang keluar baik dari ekstraksi maupun Real Time PCR harus memiliki nilai internal control yang baik. Jika tidak keluar nilai internal control, bisa dikatakan sampel itu tidak valid dan ekstraksi harus diulang.

“Di kontrol PCR , ada kontrol negatif dan positif. Jadi kontrol negatif itu harus selalu negatif, dan kontrol positif harus selalu positif. Misal dalam satu kali running (Real Time PCR) kita menemukan kontrol negatifnya jadi positif, itu juga harus diulang hasilnya,” ucap Nia.

Adapun deteksi Real Time PCR yang dilakukan Nia dan rekan bersifat kualitatif. Artinya, hanya diketahui ada tidaknya virus (dalam hal ini COVID-19) tanpa mengetahui jumlah copy number.

“Nanti bisa dilihat nilai Ct (cycle threshold), semakin rendah nilai Ct, virus tersebut semakin tinggi. Semakin tinggi nilai Ct semakin rendah jumlah virusnya. Lalu dibuat interpretasi apakah (sampel) itu positif, negatif, atau invalid. Kurva amplifikasi akan muncul ketika virus itu terdeteksi. Ketika negatif, tidak akan ada amplifikasi,” tutur Nia.

“Setelah interpretasi, kami laporkan ke para dokter yang akan melakukan tahap selanjutnya yaitu verifikasi dan validasi untuk dilaporkan ke rumah sakit maupun Dinas Kesehatan” ujarnya.

Sementara itu, saat tahap Real Time PCR sendiri, virus sudah tidak infectious atau bisa menginfeksi sehingga APD yang digunakan tidak lengkap, hanya berupa jas laboratorium, masker, dan sarung tangan.

“Interpretasi juga dilakukan di komputer. Jadi (APD) yang lengkap saat tahap ekstraksi dan pengambilan sampel (saat tes swab),” katanya.

“Kami masing-masing pakai APD selama tiga jam mengerjakan ekstraksi, dan kebutuhan personal diselesaikan sebelum masuk laboratorium,” ujar Nia.

Saat ditanya tahap terberat, Nia menjawab, saat ini ekstraksi masih menjadi tahap paling berat karena dilakukan secara manual. Pasalnya, dua alat ekstraksi otomatis masing-masing dari Pemerintah Daerah Provinsi Jabar dan Unpad belum bisa digunakan sebelum optimasi selesai.

“Yang sekarang jadi bottle neck itu tahap ekstraksi karena satu orang itu maksimal memegang 24 sampel dalam tiga jam, satu hari ada enam orang jadi total 144 sampel. Sementara di (tahap) Real Time PCR, dalam tiga jam kami bisa produksi 96 data (dengan satu mesin),” kata Nia.

“Dengan (jumlah) mesin Real Time PCR sekarang, kami optimal memang bisa running kurang lebih 1.200 sampel per hari. Tapi masalahnya, kapasitas ekstraksi masih 144 sampel per hari, jadi (jumlah hasil) Real Time PCR tidak bisa mengikuti,” tuturnya.

Tantangan lainnya, lanjut Nia, adalah VTM yang berbeda-beda dari setiap sampel sehingga timnya harus menyesuaikan pekerjaan dengan metode yang berbeda.

“Misal tidak terbaca, kita telaah lagi metodenya, jadi trial itu selalu ada. Ada juga rumah sakit yang tidak punya VTM, hanya mengirimkan dahak, itu juga ada metode lagi yang digunakan. Jadi dalam menjalankan lab ini memang ada modifikasi-modifikasi lagi,” ujar Nia mengakhiri.

Laboratorium Kesehatan Daerah (Labkesda) Surabaya yang berada di Jalan Gayungsari nomor 124 Surabaya telah diresmikan kemarin, Selasa (15/9/2020). Laboratorium yang difungsikan untuk pemeriksaan spesimen itu dapat dimanfaatkan oleh warga Surabaya secara gratis. Meski demikian, ada mekanisme dan persyaratan yang harus dilengkapi sebelum memanfaatkan layanan swab di laboratorium itu.

Hasil swab di labkesda berapa lama
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan, bahwa layanan swab di Labkesda ini gratis khusus bagi warga Surabaya. Misalnya warga tersebut merupakan sopir atau pengusaha yang telah beraktivitas selama 7 hari di luar kota. Nah, sebelum pulang ke rumah dan bertemu keluarga, ia bisa langsung datang ke Labkesda untuk melakukan swab.

"Warga Surabaya yang baru tiba dari luar daerah dia bisa langsung datang ke Labkesda," kata Febria di Balai Kota Surabaya, Rabu (16/9/2020).

Sementara bagi warga luar daerah, kata Febria, dapat memanfaatkan layanan Labkesda itu dengan membayar Rp 125 ribu. Tentunya, warga luar daerah yang ingin memanfaatkan layanan itu harus melampirkan surat keterangan domisili dimana ia tinggal di Surabaya beserta tujuannya. “Kemudian kalau hanya menginap di hotel, maka dia harus menunjukkan reservasi menginap di hotel," kata Febria.

Sebab, kata Febria, setiap ada warga luar daerah yang tinggal di Surabaya akan diawasi oleh RT/RW beserta kelurahan dan kecamatan setempat. Termasuk jika warga luar daerah itu datang ke Surabaya bertujuan untuk berkunjung ke rumah saudara.

"Kalau tinggal di Surabaya kurang dari tiga hari maka tidak perlu (swab). Karena persyaratannya memang minimal tiga hari," jelas dia.

Feny - sapaan lekat Febria Rachmanita menyatakan, selain menyedian layanan swab di Labkesda Surabaya, pihaknya setiap hari juga menggelar swab massal di Gelora Pancasila, Gelanggang Remaja beserta lokasi-lokasi lain. Terutama di lokasi yang ditemukan adanya kasus Covid-19.

"Di semua rusun akan kita swab penghuninya termasuk di pasar-pasar juga. Jadi ada yang mobile juga, karena kita sudah punya mobile PCR yang bisa melakukan tes swab dan mendatangi warga," terangnya.

Akan tetapi, Feny mengatakan, bahwa layanan swab ini juga dapat dimanfaatkan warga Surabaya melalui Puskesmas terdekat, khususnya bagi mereka yang memiliki suspect dan kotak erat dengan pasien Covid-19. Di sana, petugas puskesmas akan mengambil spesimen pasien untuk selanjutnya dilakukan pemeriksaan di Labkesda Surabaya.

"Kalau jam kerja sebaiknya mendaftar lewat puskesmas. Supaya tidak menumpuk di satu tempat. Apalagi kalau kontak erat, puskesmas juga punya databasenya," pesan dia.

Menurutnya, layanan pemeriksaan swab di Labkesda ini merupakan salah satu bentuk perhatian Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini terhadap kesehatan masyarakat. Sebab, kata Feny, Wali Kota Risma tak ingin ada lonjakan kasus Covid-19 hingga peningkatan kematian.

“Karena ibu wali kota melihat di beberapa daerah masih ada lonjakan kasus. Jadi hasil tracing dari teman-teman puskesmas banyak yang tertular dari saudaranya yang baru datang dari luar kota atau baru pulang dari luar kota,” pungkasnya.