Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PENDAHULUAN

Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi sangat penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat membahayakan kesehatan.

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat pada banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi konsumsi masyarakat. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen.

Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan dalam produk pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan aman untuk digunakan pada produk pangan.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Menurut Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena lazim digunakan. Namun, penggunaan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

Ruang lingkup bahan tambahan pangan (BTP) menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 22 Tahun 2013 dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahan tambahan pangan terdiri dari antioksidan, antikempal, pengawet, pewarna alam dan sintetik, pemanis buatan, pengatur keasaman, pengeras, sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pemantap, penyedap rasa dan penguat rasa (Anonim, 1989). Peraturan Menteri Kesehatan ini diperkuat dengan Permenkes No. 1168/Menkes/1999.

Tujuan penambahan bahan tambah makanan :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan;

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan dan

5. Menghemat biaya

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG BERBAHAYA

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah : Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate)

Di dalam industri pangan, terutama industri rumah tangga yang pengetahuan mereka masih terbatas, penggunaan bahan tambahan yang berbahaya masih sering dilakukan (Anggrahini, 2007). Bahan tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow, pemanis buatan siklamat dan sakarin, serta pembuat kenyal berupa formalin dan boraks (Didinkaem, 2007).

FORMALIN

Formalin, dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna, berbau tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan metanol 10-15% sebagai pengawet.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).

Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang, diantaranya:

  1. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian.
  2. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
  3. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
  4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
  5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
  6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
  7. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
  8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
  9. Bahan untuk insulasi busa.
  10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
  11. Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
  12. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013)

Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Deteksi formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat.

BORAKS

Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak pula digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin, 2008).

Di industri farmasi boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil industri farmasi tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997). Boraks digunakan oleh masyarakat dan industri kecil untuk pembuatan gendar, kerupuk rambak tiruan, mie dan bakso. Boraks secara local dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978 dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).

Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual, sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10 gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Beberapa penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan kerupuk gendar.

CIRI PANGAN YANG MENGANDUNG FORMALIN DAN BORAKS

Ikan segar :

  • Tahan lama pada suhu kamar (25°C), lebih dari 1 bulan
  • Warna bersih dan cerah (tidak kuning kecoklatan)
  •  Tekstur keras, tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur
  • Tidak dihinggapi lalat. Ikan basah/udang.
  • Insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang
  • Warna putih bersih dengan tekstur yang kenyal
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tidak mudah busuk dan bau.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Tahu mentah :

  • Tekstur kenyal, tidak padat tetapi tidak mudah hancur
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es
  • Aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm).

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Mi basah :

  • Mengkilat, tidak lengket dan sangat berminyak.
  • Awet sampai 2 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es.
  • Aroma menyengat (tidak berbau mi) dan tidak mudah basi.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Bakso :

  • Memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan bahan daging.
  • Tekstur kulit kering dan berwarna keputihan.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PEWARNA BUATAN (RHODAMINE B DAN METHANIL YELLOW)

Penggunaan pewarna sintetis di industri makanan saat ini sangat besar, hampir 90% industri makanan memilih menggunakan pewarna sintetis hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dan kepraktisannya.  Pewarna buatan atau sintetis merupakan zat aditif yang ditambahkan pada makanan yang bertujuan untuk memperbaiki warna dari makanan.. Pewarna buatan atau sintetis untuk makanan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.

Menurut Permenkes RI No.033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, pewarna sintetis yang diperbolehkan yaitu Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine), Kuning kuinolin CI. No. 47005 (Quinoline yellow), Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF), Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine), Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R), Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine),  Merah allura CI. No. 16035 (Allura red),  Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine), Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF), Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF), Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT).  Namun demikian harus diperhatikan bahwa pewarna buatan dapat membahayakan kesehatan apabila ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Sedangkan pewarna makanan buatan yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi adalah Rhodamin B dan Methanil Yellow yang merupakan pewarna tekstil.

Deteksi secara Visual terhadap Pewarna ” Non Food Colour “ (Pewarna Buatan)

Makanan yang diwarnai dengan pewarna ” Non Food Colour” akan cerah sekali, karena pewarna cepat meresap kedalam produk. Biasanya tempat atau bejananya juga akan berwarna, sukar sekali dihilangkan meskipun telah dicuci. Begitupun bila kita pegang, maka bekas pewarna akan tetap menempel.

Ciri-ciri visual yang dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih makanan di pasaran, adalah sebagai berikut :

Pewarna Alami :

1. Warna agak suram

2. Mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih banyak      (kurang mampu mewarnai dengan baik)

4. Membutuhkan waktu lama untuk meresap    kedalam produk

Pewarna Non Food Colour :

1. Warna cerah sekali

2. Tidak mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu mewarnai dengan baik.

4. Cepat meresap ke dalam produk

(http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010)

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005). Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain.

Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain:

  1. warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok;
  2. terkadang warna terlihat tidak homogen (rata),  ada gumpalan warna pada produk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 
  4. biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air seni akan berwarna merah atau merah muda.

Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil Yellow adalah pewarna asam monoazo, dengan rumus kimia C18H14N3O3SNa. Zat pewarna ini diseting untuk digunakan di industri tekstil, penyamakan kulit, kertas, sabun, kosmetik, dan lilin terutama untuk tujuan memberikan warna kuning cerah pada produknya. Pewarna ini banyak digunakan untuk beberapa produk seperti tahu, manisan mangga, atau agar-agar yang sering dijual untuk jajanan anak sekolah.

Ciri-ciri pangan yang mengandung methanil yellow antara lain:

  1. warnanya kuning mencolok dan kecenderungan warnanya berpendar.;
  2. banyak memberikan titik-titik warna yang tidak merata dan terkadang warna terlihat tidak homogen (rata) seperti pada kerupuk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 

Pemakaian methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan. Toksikosis kronis jangka panjang Metanil Yellow sangat membahayakan sistem tubuh manusia, tidak hanya ginjal dan gagal hati tapi kadang-kadang dapat menghasilkan karsinoma. Apabila tertelan, bisa menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. (file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html).

Contoh penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow pada produk makanan

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PENUTUP

Bahan tambahan pangan (BTP) ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun seperti formalin, boraks dan pewarna buatan (rhodamin B dan methanil yellow) atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, masyarakat dan produsen pangan harus mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah khususnya mengenai penggunaan BTP.

DAFTAR BACAAN

Anonim.1989.  Peraturan  Menteri  Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX /1988,  tentang  Bahan Tambahan Makanan.  Departemen  Kesehatan  RI.  Jakarta

Anonim, 2012.  Bahaya  Boraks  dan  Formalin  pada  Makanan, (online), (http://gasloy.blogspot.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 22 September 2014).

Fajar, 2013. Bahaya Formalin, (online), (http://fajargnwn17.blogspot.com/2013/05/bahaya-formalin.html. Diakses pada hari  Senin , 22 September 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan

Saifudin, Boraks. http://food4healthy.blogspot.com/2008/06/boraks.html 2008.

Sentra Informasi Keracunan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2005 Pedoman

Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Buku IV Bahan Tambahan Pangan.

http://easy4test.blogspot.com/.../merahnya-rhodamine-b-semerah-bahayanya.html Akses September 2014

http://absconsultant.blogspot.com/2014/...lebih-jauh-metanil-yellow-dan.html Akses September 2014

file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html Akses Oktober 2014.

http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010 di akses Oktober 2014.

Disusun Oleh :

Harwanti, S. Pt

Pengawas Mutu Hasil Pertanian

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Kabupaten Bangka Barat


Page 2

PENDAHULUAN

Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi sangat penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat membahayakan kesehatan.

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat pada banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi konsumsi masyarakat. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen.

Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan dalam produk pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan aman untuk digunakan pada produk pangan.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Menurut Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena lazim digunakan. Namun, penggunaan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

Ruang lingkup bahan tambahan pangan (BTP) menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 22 Tahun 2013 dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahan tambahan pangan terdiri dari antioksidan, antikempal, pengawet, pewarna alam dan sintetik, pemanis buatan, pengatur keasaman, pengeras, sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pemantap, penyedap rasa dan penguat rasa (Anonim, 1989). Peraturan Menteri Kesehatan ini diperkuat dengan Permenkes No. 1168/Menkes/1999.

Tujuan penambahan bahan tambah makanan :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan;

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan dan

5. Menghemat biaya

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG BERBAHAYA

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah : Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate)

Di dalam industri pangan, terutama industri rumah tangga yang pengetahuan mereka masih terbatas, penggunaan bahan tambahan yang berbahaya masih sering dilakukan (Anggrahini, 2007). Bahan tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow, pemanis buatan siklamat dan sakarin, serta pembuat kenyal berupa formalin dan boraks (Didinkaem, 2007).

FORMALIN

Formalin, dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna, berbau tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan metanol 10-15% sebagai pengawet.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).

Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang, diantaranya:

  1. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian.
  2. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
  3. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
  4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
  5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
  6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
  7. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
  8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
  9. Bahan untuk insulasi busa.
  10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
  11. Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
  12. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013)

Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Deteksi formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat.

BORAKS

Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak pula digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin, 2008).

Di industri farmasi boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil industri farmasi tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997). Boraks digunakan oleh masyarakat dan industri kecil untuk pembuatan gendar, kerupuk rambak tiruan, mie dan bakso. Boraks secara local dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978 dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).

Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual, sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10 gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Beberapa penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan kerupuk gendar.

CIRI PANGAN YANG MENGANDUNG FORMALIN DAN BORAKS

Ikan segar :

  • Tahan lama pada suhu kamar (25°C), lebih dari 1 bulan
  • Warna bersih dan cerah (tidak kuning kecoklatan)
  •  Tekstur keras, tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur
  • Tidak dihinggapi lalat. Ikan basah/udang.
  • Insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang
  • Warna putih bersih dengan tekstur yang kenyal
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tidak mudah busuk dan bau.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Tahu mentah :

  • Tekstur kenyal, tidak padat tetapi tidak mudah hancur
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es
  • Aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm).

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Mi basah :

  • Mengkilat, tidak lengket dan sangat berminyak.
  • Awet sampai 2 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es.
  • Aroma menyengat (tidak berbau mi) dan tidak mudah basi.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Bakso :

  • Memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan bahan daging.
  • Tekstur kulit kering dan berwarna keputihan.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PEWARNA BUATAN (RHODAMINE B DAN METHANIL YELLOW)

Penggunaan pewarna sintetis di industri makanan saat ini sangat besar, hampir 90% industri makanan memilih menggunakan pewarna sintetis hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dan kepraktisannya.  Pewarna buatan atau sintetis merupakan zat aditif yang ditambahkan pada makanan yang bertujuan untuk memperbaiki warna dari makanan.. Pewarna buatan atau sintetis untuk makanan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.

Menurut Permenkes RI No.033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, pewarna sintetis yang diperbolehkan yaitu Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine), Kuning kuinolin CI. No. 47005 (Quinoline yellow), Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF), Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine), Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R), Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine),  Merah allura CI. No. 16035 (Allura red),  Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine), Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF), Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF), Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT).  Namun demikian harus diperhatikan bahwa pewarna buatan dapat membahayakan kesehatan apabila ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Sedangkan pewarna makanan buatan yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi adalah Rhodamin B dan Methanil Yellow yang merupakan pewarna tekstil.

Deteksi secara Visual terhadap Pewarna ” Non Food Colour “ (Pewarna Buatan)

Makanan yang diwarnai dengan pewarna ” Non Food Colour” akan cerah sekali, karena pewarna cepat meresap kedalam produk. Biasanya tempat atau bejananya juga akan berwarna, sukar sekali dihilangkan meskipun telah dicuci. Begitupun bila kita pegang, maka bekas pewarna akan tetap menempel.

Ciri-ciri visual yang dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih makanan di pasaran, adalah sebagai berikut :

Pewarna Alami :

1. Warna agak suram

2. Mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih banyak      (kurang mampu mewarnai dengan baik)

4. Membutuhkan waktu lama untuk meresap    kedalam produk

Pewarna Non Food Colour :

1. Warna cerah sekali

2. Tidak mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu mewarnai dengan baik.

4. Cepat meresap ke dalam produk

(http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010)

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005). Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain.

Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain:

  1. warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok;
  2. terkadang warna terlihat tidak homogen (rata),  ada gumpalan warna pada produk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 
  4. biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air seni akan berwarna merah atau merah muda.

Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil Yellow adalah pewarna asam monoazo, dengan rumus kimia C18H14N3O3SNa. Zat pewarna ini diseting untuk digunakan di industri tekstil, penyamakan kulit, kertas, sabun, kosmetik, dan lilin terutama untuk tujuan memberikan warna kuning cerah pada produknya. Pewarna ini banyak digunakan untuk beberapa produk seperti tahu, manisan mangga, atau agar-agar yang sering dijual untuk jajanan anak sekolah.

Ciri-ciri pangan yang mengandung methanil yellow antara lain:

  1. warnanya kuning mencolok dan kecenderungan warnanya berpendar.;
  2. banyak memberikan titik-titik warna yang tidak merata dan terkadang warna terlihat tidak homogen (rata) seperti pada kerupuk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 

Pemakaian methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan. Toksikosis kronis jangka panjang Metanil Yellow sangat membahayakan sistem tubuh manusia, tidak hanya ginjal dan gagal hati tapi kadang-kadang dapat menghasilkan karsinoma. Apabila tertelan, bisa menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. (file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html).

Contoh penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow pada produk makanan

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PENUTUP

Bahan tambahan pangan (BTP) ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun seperti formalin, boraks dan pewarna buatan (rhodamin B dan methanil yellow) atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, masyarakat dan produsen pangan harus mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah khususnya mengenai penggunaan BTP.

DAFTAR BACAAN

Anonim.1989.  Peraturan  Menteri  Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX /1988,  tentang  Bahan Tambahan Makanan.  Departemen  Kesehatan  RI.  Jakarta

Anonim, 2012.  Bahaya  Boraks  dan  Formalin  pada  Makanan, (online), (http://gasloy.blogspot.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 22 September 2014).

Fajar, 2013. Bahaya Formalin, (online), (http://fajargnwn17.blogspot.com/2013/05/bahaya-formalin.html. Diakses pada hari  Senin , 22 September 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan

Saifudin, Boraks. http://food4healthy.blogspot.com/2008/06/boraks.html 2008.

Sentra Informasi Keracunan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2005 Pedoman

Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Buku IV Bahan Tambahan Pangan.

http://easy4test.blogspot.com/.../merahnya-rhodamine-b-semerah-bahayanya.html Akses September 2014

http://absconsultant.blogspot.com/2014/...lebih-jauh-metanil-yellow-dan.html Akses September 2014

file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html Akses Oktober 2014.

http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010 di akses Oktober 2014.

Disusun Oleh :

Harwanti, S. Pt

Pengawas Mutu Hasil Pertanian

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Kabupaten Bangka Barat


Page 3

PENDAHULUAN

Pangan merupakan salah satu faktor yang langsung berpengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia. Pangan yang aman, bermutu dan bergizi dibutuhkan tubuh untuk menunjang aktivitas. Namun sebaliknya, pangan yang tidak memenuhi standar keamanan, mutu dan gizi akan membahayakan kesehatan tubuh. Oleh karena itu, pemilihan pangan sebelum dikonsumsi sangat penting agar terhindar dari produk pangan yang tidak memenuhi standar serta dapat membahayakan kesehatan.

Teknologi pengolahan pangan di Indonesia dewasa ini berkembang cukup pesat, diiringi dengan penggunaan bahan tambahan pangan yang juga makin meningkat, hal ini terlihat pada banyaknya variasi dan jenis makanan dan minuman instan yang diproduksi dan menjadi konsumsi masyarakat. Kesalahan teknologi dan penggunaan bahan tambahan yang diterapkan, baik sengaja maupun tidak disengaja dapat menyebabkan gangguan pada kesehatan atau keamanan konsumen.

Namun demikian, yang perlu diperhatikan adalah bahan tambahan yang digunakan dalam produk pangan harus sesuai dengan bahan tambahan yang oleh pemerintah dinyatakan aman untuk digunakan pada produk pangan.

BAHAN TAMBAHAN PANGAN

Menurut Penjelasan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, bahan tambahan pangan merupakan bahan yang ditambahkan ke dalam pangan untuk mempengaruhi sifat dan/atau bentuk pangan. Penggunaan bahan tambahan pangan dalam produk pangan yang tidak mempunyai risiko terhadap kesehatan manusia dapat dibenarkan karena lazim digunakan. Namun, penggunaan bahan tambahan pangan yang melampaui ambang batas maksimal tidak dibenarkan karena merugikan atau membahayakan kesehatan manusia.

Ruang lingkup bahan tambahan pangan (BTP) menurut Peraturan Kepala BPOM RI Nomor 22 Tahun 2013 dapat mempunyai atau tidak mempunyai nilai gizi, yang sengaja ditambahkan ke dalam pangan untuk tujuan teknologis pada pembuatan, pengolahan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan dan/atau pengangkutan pangan untuk menghasilkan atau diharapkan menghasilkan suatu komponen atau mempengaruhi sifat pangan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung.

Menurut Permenkes RI No. 722/Menkes/Per/IX/88 bahan tambahan pangan terdiri dari antioksidan, antikempal, pengawet, pewarna alam dan sintetik, pemanis buatan, pengatur keasaman, pengeras, sekuestran, pemutih dan pematang tepung, pengemulsi, pengental, pemantap, penyedap rasa dan penguat rasa (Anonim, 1989). Peraturan Menteri Kesehatan ini diperkuat dengan Permenkes No. 1168/Menkes/1999.

Tujuan penambahan bahan tambah makanan :

1. Mengawetkan makanan dengan mencegah pertumbuhan mikroba perusak pangan atau mencegah terjadinya reaksi kimia yang dapat menurunkan mutu pangan;

2. Membentuk makanan menjadi lebih baik, renyah dan lebih enak di mulut

3. Memberikan warna dan aroma yang lebih menarik sehingga menambah selera

4. Meningkatkan kualitas pangan dan

5. Menghemat biaya

BAHAN TAMBAHAN PANGAN YANG BERBAHAYA

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan, bahan tambahan yang dilarang digunakan dalam makanan adalah : Asam Borat (Boric Acid) dan senyawanya, Asam Salisilat dan garamnya (Salicylic Acid and its salt), Dietilpirokarbonat (Diethylpirocarbonate DEPC), Dulsin (Dulcin), Kalium Klorat (Potassium Chlorate), Kloramfenikol (Chloramphenicol), Minyak Nabati yang dibrominasi (Brominated vegetable oils), Nitrofurazon (Nitrofurazone), Formalin (Formaldehyde), Kalium Bromat (Potassium Bromate)

Di dalam industri pangan, terutama industri rumah tangga yang pengetahuan mereka masih terbatas, penggunaan bahan tambahan yang berbahaya masih sering dilakukan (Anggrahini, 2007). Bahan tambahan berbahaya yang paling sering ditambahkan produsen adalah zat pewarna Rhodamine B dan Methanyl yellow, pemanis buatan siklamat dan sakarin, serta pembuat kenyal berupa formalin dan boraks (Didinkaem, 2007).

FORMALIN

Formalin, dengan rumus kimia CH2O merupakan suatu larutan yang tidak berwarna, berbau tajam yang mengandung lebih kurang 37% formaldehid dalam air dan biasanya ditambahkan metanol 10-15% sebagai pengawet.

Formalin tidak diizinkan ditambahkan ke dalam bahan makanan atau digunakan sebagai pengawet makanan, tetapi formalin mudah diperoleh dipasar bebas dengan harga murah. Adapun landasan hukum yang dapat digunakan dalam pengaturan formalin, yaituUU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, UU Nomor 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Kepmenkes Nomor1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Bahan Tambahan Makanan, dan SK Memperindag Nomor 254/2000 tentang Tataniaga Impor dan Peredaran Bahan Berbahaya (Anonim, 2012).

Formalin memiliki banyak kegunaan dan digunakan secara luas dalam berbagai bidang, diantaranya:

  1. Pembunuh kuman sehingga dimanfaatkan untuk pembersih : lantai, kapal, gudang, dan pakaian.
  2. Pembasmi lalat dan berbagai serangga lain.
  3. Bahan pada pembuatan sutra buatan, zat pewarna, cermin kaca, dan bahan peledak.
  4. Dalam dunia fotografi biasanya digunakan untuk pengeras lapisan gelatin dan kertas.
  5. Bahan pembuatan pupuk dalam bentuk urea.
  6. Bahan untuk pembuatan produk parfum.
  7. Bahan pengawet produk kosmetika dan pengeras kuku.
  8. Pencegah korosi untuk sumur minyak.
  9. Bahan untuk insulasi busa.
  10. Bahan perekat untuk produk kayu lapis (plywood).
  11. Cairan pembalsam ( pengawet mayat )
  12. Dalam konsentrasi yang sangat kecil ( < 1% ) digunakan sebagai pengawet untuk berbagai barang konsumen seperti pembersih rumah tangga, cairan pemcuci piring, pelembut, perawat sepatu, sampo mobil, lilin dan pembersih karpet. (Fajar, 2013)

Pengawet ini memiliki unsur aldehida yang bersifat mudah bereaksi dengan protein, karenanya ketika disiramkan ke makanan seperti tahu, formalin akan mengikat unsur protein mulai dari bagian permukaan tahu hingga terus meresap kebagian dalamnya. Dengan matinya protein setelah terikat unsur kimia dari formalin maka bila ditekan tahu terasa lebih kenyal . Selain itu protein yang telah mati tidak akan diserang bakteri pembusuk yang menghasilkan senyawa asam, Itulah sebabnya tahu atau makanan berformalin lainnya menjadi lebih awet (Aras, 2013).

Pemakaian formaldehida pada makanan dapat menyebabkan keracunan pada tubuh manusia, dengan gejala : sukar menelan, mual, sakit perut yang akut disertai muntah-muntah, mencret darah, timbulnya depresi susunan syaraf, atau gangguan peredaran darah. Konsumsi formalin pada dosis sangat tinggi dapat mengakibatkan konvulsi (kejang-kejang), haematuri (kencing darah) dan haimatomesis (muntah darah) yang berakhir dengan kematian. Injeksi formalin dengan dosis 100 gr dapat mengakibatkan kematian dalam waktu 3 jam.

Deteksi formalin secara akurat baik secara kualitatif maupun kuantitatif hanya dapat dilakukan di laboratorium. Namun demikian, untuk menghindarkan terjadinya keracunan, masyarakat harus dapat membedakan bahan/produk makanan yang mengandung formalin dan yang sehat.

BORAKS

Borak merupakan garam natrium yang banyak digunakan di berbagai industri non pangan, khususnya industri kertas, gelas, pengawet kayu, dan keramik. Namun saat ini banyak pula digunakan oleh para pembuat dan penjual bakso, mie ayam, dan berbagai jenis makanan lainnya. Penambahan ini bertujuan agar produk makanan tersebut memiliki sifat tekstur lebih kenyal sehingga menambah sensasi kenikmatan ketika disantap (Saifudin, 2008).

Di industri farmasi boraks digunakan sebagai ramuan bahan baku obat seperti bedak, larutan kompres, obat oles mulut, semprot hidung, salep dan pencuci mata. Bahan hasil industri farmasi tersebut tidak boleh diminum karena beracun (Winarno, 1997). Boraks digunakan oleh masyarakat dan industri kecil untuk pembuatan gendar, kerupuk rambak tiruan, mie dan bakso. Boraks secara local dikenal sebagai air bleng atau cetitet, garam bleng atau pijer. Boraks sebetulnya sudah dilarang penggunaannya oleh pemerintah sejak Juli 1978 dan diperkuat lagi melalui SK Menteri Kesehatan RI No.722/Menkes/Per/Per/IX/1988 (Winarno, 1997).

Boraks sangat bahaya jika terhirup, mengenai kulit, mata dan tertelan. Akibat yang ditimbulkan dapat berupa iritasi pada saluran pencernaan, iritasi pada kulit dan mata, mual, sakit kepala, nyeri hebat pada perut bagian atas. Jika dikonsumsi dalam jangka panjang akan menyebabkan kerusakan ginjal, kegagalan sistem sirkulasi akut bahkan kematian. Konsumsi boraks 5-10 gram oleh anak-anak dapat menyebabkan shock dan kematian.
Beberapa penyalah gunaan boraks dalam pangan diantaranya bakso, cilok, lontong dan kerupuk gendar.

CIRI PANGAN YANG MENGANDUNG FORMALIN DAN BORAKS

Ikan segar :

  • Tahan lama pada suhu kamar (25°C), lebih dari 1 bulan
  • Warna bersih dan cerah (tidak kuning kecoklatan)
  •  Tekstur keras, tidak berbau khas ikan asin dan tidak mudah hancur
  • Tidak dihinggapi lalat. Ikan basah/udang.
  • Insang berwarna merah tua dan tidak cemerlang
  • Warna putih bersih dengan tekstur yang kenyal
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tidak mudah busuk dan bau.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Tahu mentah :

  • Tekstur kenyal, tidak padat tetapi tidak mudah hancur
  • Awet sampai 3 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es
  • Aroma menyengat bau formalin (kadar 0,5-1,0 ppm).

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Mi basah :

  • Mengkilat, tidak lengket dan sangat berminyak.
  • Awet sampai 2 hari pada suhu kamar, tahan sampai 15 hari dalam lemari es.
  • Aroma menyengat (tidak berbau mi) dan tidak mudah basi.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Bakso :

  • Memiliki kekenyalan khas yang berbeda dari kekenyalan bakso yang menggunakan bahan daging.
  • Tekstur kulit kering dan berwarna keputihan.

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PEWARNA BUATAN (RHODAMINE B DAN METHANIL YELLOW)

Penggunaan pewarna sintetis di industri makanan saat ini sangat besar, hampir 90% industri makanan memilih menggunakan pewarna sintetis hal ini dikarenakan harga yang terjangkau dan kepraktisannya.  Pewarna buatan atau sintetis merupakan zat aditif yang ditambahkan pada makanan yang bertujuan untuk memperbaiki warna dari makanan.. Pewarna buatan atau sintetis untuk makanan diperoleh melalui sintesis kimia buatan yang mengandalkan bahan-bahan kimia, atau dari bahan yang mengandung pewarna alami melalui ekstraksi secara kimiawi.

Menurut Permenkes RI No.033 Tahun 2012 tentang bahan tambahan pangan, pewarna sintetis yang diperbolehkan yaitu Tartrazin CI. No. 19140 (Tartrazine), Kuning kuinolin CI. No. 47005 (Quinoline yellow), Kuning FCF CI. No. 15985 (Sunset yellow FCF), Karmoisin CI. No. 14720 (carmoisine), Ponceau 4R CI. No. 16255 (Ponceau 4R), Eritrosin CI. No. 45430 (Erythrosine),  Merah allura CI. No. 16035 (Allura red),  Indigotin CI. No. 73015 (Indigotine), Biru berlian FCF CI No. 42090 (Brilliant blue FCF), Hijau FCF CI. No. 42053 (Fast green FCF), Coklat HT CI. No. 20285 (Brown HT).  Namun demikian harus diperhatikan bahwa pewarna buatan dapat membahayakan kesehatan apabila ditambahkan dalam jumlah berlebih pada makanan atau dalam jumlah kecil namun dikonsumsi secara terus menerus dalam jangka waktu lama. Sedangkan pewarna makanan buatan yang tidak aman dan tidak layak untuk dikonsumsi adalah Rhodamin B dan Methanil Yellow yang merupakan pewarna tekstil.

Deteksi secara Visual terhadap Pewarna ” Non Food Colour “ (Pewarna Buatan)

Makanan yang diwarnai dengan pewarna ” Non Food Colour” akan cerah sekali, karena pewarna cepat meresap kedalam produk. Biasanya tempat atau bejananya juga akan berwarna, sukar sekali dihilangkan meskipun telah dicuci. Begitupun bila kita pegang, maka bekas pewarna akan tetap menempel.

Ciri-ciri visual yang dapat digunakan sebagai patokan dalam memilih makanan di pasaran, adalah sebagai berikut :

Pewarna Alami :

1. Warna agak suram

2. Mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih banyak      (kurang mampu mewarnai dengan baik)

4. Membutuhkan waktu lama untuk meresap    kedalam produk

Pewarna Non Food Colour :

1. Warna cerah sekali

2. Tidak mudah larut dalam air

3. Membutuhkan bahan pewarna lebih sedikit, karena dalam konsentrasi rendah sudah mampu mewarnai dengan baik.

4. Cepat meresap ke dalam produk

(http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010)

Rhodamin B merupakan pewarna sintetis berbentuk serbuk kristal, berwarna hijau atau ungu kemerahan, tidak berbau, dan dalam larutan akan berwarna merah terang berpendar/berfluorosensi. Rhodamin B merupakan zat warna golongan xanthenes dyes yang digunakan pada industri tekstil dan kertas, sebagai pewarna kain, kosmetika, produk pembersih mulut, dan sabun. Nama lain rhodamin B adalah D and C Red no 19. Food Red 15, ADC Rhodamine B, Aizen Rhodamine, dan Brilliant Pink (BPOM, 2005). Rhodamin B sering disalahgunakan pada pembuatan kerupuk, terasi, cabe merah giling, agar-agar, aromanis/kembang gula, manisan, sosis, sirup, minuman, dan lain-lain.

Ciri-ciri pangan yang mengandung rhodamin B antara lain:

  1. warnanya cerah mengkilap dan lebih mencolok;
  2. terkadang warna terlihat tidak homogen (rata),  ada gumpalan warna pada produk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 
  4. biasanya produk pangan yang mengandung Rhodamin B tidak mencantumkan kode, label, merek, atau identitas lengkap lainnya.

Menurut WHO, rhodamin B berbahaya bagi kesehatan manusia karena sifat kimia dan kandungan logam beratnya. Rhodamin B termasuk bahan karsinogen (penyebab kanker) yang kuat. Konsumsi rhodamin B dalam jangka panjang dapat terakumulasi di dalam tubuh dan dapat menyebabkan gejala pembesaran hati dan ginjal, gangguan fungsi hati, kerusakan hati, gangguan fisiologis tubuh, atau bahkan bisa menyebabkan timbulnya kanker hati. Rhodamin B juga dapat menimbulkan efek akut jika tertelan sebanyak 500 mg/kg BB, yang merupakan dosis toksiknya dan efek toksik yang mungkin terjadi adalah iritasi saluran cerna, cirinya air seni akan berwarna merah atau merah muda.

Methanil yellow merupakan zat warna berbentuk serbuk, berwarna kuning kecoklatan, larut dalam air, agak larut dalam aseton. Metanil Yellow adalah pewarna asam monoazo, dengan rumus kimia C18H14N3O3SNa. Zat pewarna ini diseting untuk digunakan di industri tekstil, penyamakan kulit, kertas, sabun, kosmetik, dan lilin terutama untuk tujuan memberikan warna kuning cerah pada produknya. Pewarna ini banyak digunakan untuk beberapa produk seperti tahu, manisan mangga, atau agar-agar yang sering dijual untuk jajanan anak sekolah.

Ciri-ciri pangan yang mengandung methanil yellow antara lain:

  1. warnanya kuning mencolok dan kecenderungan warnanya berpendar.;
  2. banyak memberikan titik-titik warna yang tidak merata dan terkadang warna terlihat tidak homogen (rata) seperti pada kerupuk;
  3. bila dikonsumsi rasanya sedikit lebih pahit; 

Pemakaian methanil yellow dapat menimbulkan iritasi pada pencernaan. Toksikosis kronis jangka panjang Metanil Yellow sangat membahayakan sistem tubuh manusia, tidak hanya ginjal dan gagal hati tapi kadang-kadang dapat menghasilkan karsinoma. Apabila tertelan, bisa menyebabkan mual, muntah, sakit perut, diare, panas, rasa tidak enak dan tekanan darah rendah. (file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html).

Contoh penggunaan Rhodamin B dan Methanil Yellow pada produk makanan

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

Berikut yang bukan merupakan produk makanan yang mengandung penyebab sintetis adalah

PENUTUP

Bahan tambahan pangan (BTP) ditambahkan untuk memperbaiki karakter pangan agar kualitasnya meningkat. Pemakaian BTP merupakan salah satu langkah teknologi yang diterapkan oleh industri pangan berbagai skala. Sebagaimana langkah teknologi lain, maka risiko-risiko kesalahan dan penyalahgunaan tidak dapat dikesampingkan. Penyimpangan atau pelanggaran mengenai penggunaan BTP yang sering dilakukan oleh produsen pangan, yaitu : 1) Menggunakan bahan tambahan yang dilarang penggunaannya untuk makanan; 2) Menggunakan BTP melebihi dosis yang diizinkan. Penggunaan bahan tambahan yang beracun seperti formalin, boraks dan pewarna buatan (rhodamin B dan methanil yellow) atau BTP yang melebihi batas akan membahayakan kesehatan masyarakat, dan berbahaya bagi pertumbuhan generasi yang akan datang. Oleh karena itu, masyarakat dan produsen pangan harus mengetahui peraturan-peratun yang telah dikeluarkan oleh pemerintah khususnya mengenai penggunaan BTP.

DAFTAR BACAAN

Anonim.1989.  Peraturan  Menteri  Kesehatan RI No. 722/Menkes/Per/IX /1988,  tentang  Bahan Tambahan Makanan.  Departemen  Kesehatan  RI.  Jakarta

Anonim, 2012.  Bahaya  Boraks  dan  Formalin  pada  Makanan, (online), (http://gasloy.blogspot.com/. Diakses pada hari Senin tanggal 22 September 2014).

Fajar, 2013. Bahaya Formalin, (online), (http://fajargnwn17.blogspot.com/2013/05/bahaya-formalin.html. Diakses pada hari  Senin , 22 September 2014).

Peraturan Menteri Kesehatan Nomor : 1168/Menkes/Per/X/1999 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 722/Menkes/per/IX/1988 Tentang Bahan Tambahan Makanan

Saifudin, Boraks. http://food4healthy.blogspot.com/2008/06/boraks.html 2008.

Sentra Informasi Keracunan, Pusat Informasi Obat dan Makanan, Badan POM RI. 2005 Pedoman

Pertolongan Keracunan untuk Puskesmas, Buku IV Bahan Tambahan Pangan.

http://easy4test.blogspot.com/.../merahnya-rhodamine-b-semerah-bahayanya.html Akses September 2014

http://absconsultant.blogspot.com/2014/...lebih-jauh-metanil-yellow-dan.html Akses September 2014

file:///G:/Waspadai Penggunaan Rodamin B dan Methanil Yellow.html Akses Oktober 2014.

http://matoa.org/bahaya-pewarna-makanan/2010 di akses Oktober 2014.

Disusun Oleh :

Harwanti, S. Pt

Pengawas Mutu Hasil Pertanian

Dinas Pertanian, Perkebunan dan Peternakan

Kabupaten Bangka Barat