Berikut permasalahan KEARSIPAN yang disebabkan bencana alam adalah

Bermacam-macam cara untuk mencegah rusaknya arsip, antara lain dengan cara:
1. Penggunaan Air Conditioner

dalam ruangan penyimpanan, menyebabkan kelembaban dan kebersihan udara dapat diatur dengan baik.

2. Fumigasi

yaitu menyemprotkan bahan kimia untuk mencegah/membasmi serangga atau bakteri. Fumigasi dapat dilakukan dengan 4 cara yaitu: a. Fumigasi untuk seluruh gudang. b. Fumigasi untuk beberapa ratus bundel arsip. c. Fumigasi untuk beberapa bundel arsip.

d. rutin.

3. Restorasi Arsip

yaitu memperbaiki arsip-arsip yang rusak, sehingga dapat digunakan dan disimpan untuk waktu yang lebih lama lagi. Teknik restorasi ada 2 cara, yaitu: a. Tradisional yaitu dengan cara melapis kertas “handmade” dan “chiffon”. b. Laminasi

yaitu pekerjaan menutup kertas/arsip diantara 2 lembar plastik.

4. Mikrofilm

adalah suatu proses fotografi, dimana arsip direkam pada film dalam ukuran yang diperkecil untuk memudahkan penyimpanan dan penggunaan.
Keuntungan penggunaan mikrofilm:

a. menghemat ruangan (mikrofilm dapat memperkecil arsip sampai ± 2% dari ukuran orisinilnya). b. melindungi arsip dari kerusakan (lebih tahan lama). c. memudahkan penggunaan (karena bentuknya kecil).

d. tampak lebih rapi.

Kerugian penggunaan mikrofilm:

a. biaya tinggi. b. untuk membuat mikrofilm, diperlukan keahlian khusus. c. kesukaran dalam memperbaharui/merubah isi mikrofilm yang sudah tersusun. d. untuk membaca mikrofilm diperlukan microreader (alat pembaca mikrofilm).

e. proses pembuatan mikrofilm arsip sulit.

Dengan demikian maka dapat dipikirkan tentang cara bagaimana yang terbaik atau paling sesuai untuk mencegah kerusakan arsip.

Sumber : Sedarmayanti, TATA KEARSIPAN Dengan Memanfaatkan Teknologi Modern, Bandung, CV Mandar Maju, 2015

Follow @UnivTerbuka
Tweets by UnivTerbuka

Digital. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Gempa bumi yang melanda pesisir utara pulau Sumatera yang mengakibatkan tsunami tanggal 26 Desember 2004 silam meninggalkan kesan mendalam bagi semua insan yang terlibat didalamnya. Negara-negara di sekitar Samudera Hindia menjadi korban termasuk lebih kurang dua ratus lima puluh ribu rakyat Aceh harus kehilangan nyawa serta harta benda yang tak terhitung nilainya.

Bencana tersebut membuka mata kita,betapa bangsa Indonesia hidup dalam pelukan bahaya yang sewaktu-waktu dapat mengancam. Bencana itu bisa gempa bumi, banjir, tsunami, tanah longsor bahkan kebakaran yang hampir setiap hari terjadi. Letak geografis Indonesia yang berada di Cincin Api Pasifik menyebabkan negara ini rentan terhadap gunung meletus. Indonesia adalah negara dengan jumlah gunung berapi aktif terbanyak di dunia. Rata-rata setiap tahun terdapat sebuah gunung berapi yang meletus di Indonesia.

Gempa bumi dan tsunami yang telah memporakporandakan daratan Aceh memberikan pelajaran yang sangat berharga bagi bangsa Indonesia, disinilah awal kesadaran akan bahaya hilangnya jati diri dan identitas bangsa mulai disadari. Betapa tidak, pasca bencana umumnya orangsibuk menyelamatkan nyawa dan harta benda sesuai dengan prosedur penanganan bencana (pasal 1 ayat 10 UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana) dengan memberikan tanggap darurat yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan sarana. Sementara arsip yang merupakan bukti dan jati diri bangsa tidak dihiraukan.

Setelah gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara (Nias) ribuan arsip rusak dan hilang. Sebagian besar arsip tersebut merupakan arsip vital, arsip yang keberadaannya merupakan persyaratan dasar bagi kelangsungan operasional pencipta arsip, tidak dapat diperbaharui, dan tidak tergantikan apabila rusak dan hilang (ayat 4, pasal 1 UU No. 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan). Seperti Ijazah, buku nikah, BPKB, sertifikat dan buku tanah. Arsip-arsip tersebut milik pribadi maupun lembaga pemerintah dan swasta, sebut saja Kantor Badan Pertanahan Nasional (BPN) Provinsi Aceh, Arsip Kantor Dokumentasi Provinsi Aceh, Kantor Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi Aceh dan kantor pemerintah lainnya.

Masih segar dalam ingatan kita bagaimana Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI) memulai langkah heroiknya dengan menyelamatkan arsip pertanahan milik BPN Provinsi Aceh (dulu Nanggroe Aceh Darussalam). Sebanyak 42.666 surat berharga atau 84 meter kubik harta masyarakat Aceh (jauh lebih berharga dari emas dan permata) dapat diselamatkan. Dapat dibayangkan kalau saja hak keperdataan rakyat Aceh ini tidak terselamatkan maka masalah baru yang mungkin tidak kalah hebatnya dengan masalah gempa bumi itu sendiri akan muncul yang bisa merusak sendi-sendi kehidupan bangsa di Aceh.

Penyelamatan “harta tak ternilai” masyarakat Aceh ini dimulai ketika ANRI pada saat bencana mengirimkan tim untuk meliput suasana pasca bencana. Tim yang dikirim awal adalah tim Humas yang tugasnya selain meliput juga melakukan pendataan terhadap kerugian kearsipan yang dialami oleh Badan Arsip dan Perpustakaan Provinsi Aceh ( Selain memberikan bantuan materil yang dihimpun dari seluruh pegawai ANRI kepada pegawai Badan Arsip dan Perpustakaan provinsi Aceh yang terkena musibah).

Dari hasil laporan dan liputan Tim Edvans (Humas) diambil berbagai kebijakan berkaitan dengan langkah-langkah penyelamatan arsip pasca bencana tersebut. Apalagi dalam beberapa liputan media masa nasional memuat arsip-arsip tanah yang sedang dijemur di tengah matahari yang jelas-jelas langkah tersebut akan menimbulkan kerusakan yang bertambah parah terhadap arsip tersebut. Kepala ANRI (waktu itu Djoko Utomo)dengan berani dan cepat mengambil langkah-langkah kebijakan untuk menyelamatkan “harta tak ternilai” tersebut.

Langka pertama adalah menghubungi Kepala BPN, Lutfi Nasution untuk memberitahukan bahwa cara penanganan surat tanah yang rusak akibat tsunami tersebut keliru dan akan menimbulkan kerusakan yang lebih parah lagi. Setelah bekoordinasi dengan BPN berangkatlah TIM PRESERVASI ANRI untuk membantu penanganan “harta tak ternilai” tersebut. Selanjutnya ANRI melalui Djoko Utomo (kepala ANRI waktu itu) menghubungi koleganya di beberapa negara yang pernah mengalami kejadian yang sama dengan Indonesia (tsunami Aceh).

Seperti gayung bersambut tanggapan pertama datang dari Jepang melalui Prof. Sakomoto (ahli kertas). Melalui siaran televisi Sakamoto menyaksikan kerusakan arsip akibat tsunami tersebut dan kejadian tersebut hampir sama dengan kerusakan arsip yang ditanganinya di Jepang, hitam, lengket dan bau karena penuh bakteri. Melalui Sakamotolah awal dari pekerjaan besar itu datang, kerjasama antara pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Jepang dimulai dalam membantu penanganan arsip-arsip pertanahan di provinsi Aceh.

Sementara menunggu hasil pembicara antara pemerintahan Indonesia dengan pemerintah Jepang perihal bantuan apa yang sesuai dengan jenis kerusakan arsip tersebut. Tim Preservasi ANRI dengan dibantu Prof. Sakamoto melakukan langkah cepat dengan mencegah kerusakan lebih lanjut terhadap arsip-arsip tersebut dengan cara merendamnya di dalam ETANOL ( cairan alqohol 70 %) dan menyemprotkan cairan etanol tersebut agar kotoran dan lumpur yang melekat bisa dibersihkan.

Pekerjaan tersebut memerlukan ketelitian dan kehati-hatian sebab bukan tidak mungkin akan menyebabkan bahaya lainnya yaitu petugas yang membersihkan tersebut bisa terjangkit berbagai penyakit yang diakibatkan bakteri yang ada di arsip tersebut. Tim Preservasi ANRI bukanlah tim yang tanpa pengalaman, bahkan mereka sangat berpengalaman dalam melakukan preservasi terhadap arsip yang rusak. Karena ANRI di bawa kedeputian konservasi mempunyai program memberikan bantuan perbaikan arsip terhadap arsip yang rusak seperti arsip-arsip kerajaan/kesultanan yang ada diseluruh Indonesia. Hal ini merupakan implementasi dari misi dan visi ANRI melestarikan memori kolektif dan jati diri bangsa.

Pengalaman lain Tim Preservasi (dipimpin langsung Djoko Utomo saat itu masih eselon II di ANRI) adalah ketika menyelamatkan arsip NASKAH PROKLAMASI tulisantangan Bung Karno yang dibuang oleh Laksamana Maeda di tong sampah rumahnya. Oleh BM Diah “barang berhaga” bagi bangsa Indonesia tersebut diambil dan disimpan. Ada dua naskah proklamasi satu yang sudah diketik oleh Sayuti Melik dan sudah diawetkan juga oleh TIM PRESERVASIANRI. Satu lagi yang ditulis tangan oleh Bung Karno dan belum ditanda tangani oleh Bung Karno dan Bung Hatta.

Pekerjaan memperbaiki arsip naskah proklamasi tersebut tergolong sulit dan mendebarkan karena terkait dokumen vital negara aset satu-satunya, bukti sejarah perjalanan bangsa, kalau gagal bukan tidak mungkin bisa mempengaruhi karir tim preservasi ANRI bahkan bisa-bisa dipecat dari PNS. Tapi dengan berbekal kepercayaan diri dan pengalaman yang ada akhirnya arsip Naskah Proklamasi tersebut dapat diperbaiki dan sekarang tersimpan di Sekretariat Negara Republik Indonesia, sementara yang diketik olek Sayuti Melik dan dibacakan Bung Karno dan Bung Hatta tersimpan dengan aman di ANRI.

Vacuum Freeze Dry Chamber

Rupanya misi penyelamatan arsip tsunami ini bukanlah penyelamatan biasa seperti yang biasa dilakukan Tim Preservasi ANRI. Selain direndam di dalam cairan etanol agar tetap basah juga arsip-arsip tersebut harus dimasukkan ke dalam ruang pendingin sebelum dimasukkan ke dalam Vacuum Freeze Dry Chamber (sebuah alat yang harus didatangka dari Jepang). Yang menjadi masalah adalah di Banda Aceh tidak teredapat ruang pendingin yang besar, apalagi alat yang namanya Vacuum Freeze Dry Chamber. Satu-satunya jalan adalah membawa arsip-arsip tersebut ke Jakarta dengan menggunakan pesawat HERCULES (sejenis pesawat angkut Angkatan Udara Indonesia.)

Mengusahakan agar arsip-arsip tersebut bisa diangkut dengan pesawat Hercules ke Jakarta dalam waktu yang sesingkat-singkatnya merupakan pekerjaan yang tidak gampang karena saat itu yang menjadi prioritas adalah mengangkut pengungsi. Sementara situasi kemanan pada waktu itu belumlah sekondusif sekarang ini, walaupun dalam suasana duka masih terjadi ketegangan antara TNI dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Namun berkat kesigapan seorang Kurir ANRI yang bernama Husni Naziun surat kepala ANRI kepada kepala staf Angkatan Udara terkait dengan permohonan pengangkutan arsip bisa sampai dengan cepat kepada Kepala Staf AU dan langsung direspon dengan baik oleh TNI AU, sehingga 84 meter kubik arsip bisa diangkut ke Jakarta dengan pengawalan ketat dari Kepolisian dan TNI AU.(belakangan untuk menghargai jasa Husni Najiun ANRI memberikan penghargaan dengan memberangkatkannya BERHAJI ke Tanah Suci Mekah.) Sambil menunggu datangnya Vacuum Freeze Dry Chamber pihak BPN memasukkan arsip-arsip tersebut kedalam ruang pendingin di Marunda Jakarta Selatan.

Setelah menunggu beberapa lama Vacuum Freeze Dry Chamber tiba dari Jepang dan langsung ditempatkan di ANRI Jakarta. Sebelum disetujui oleh pihak Jepang untuk dikirim ke Indonesia ANRI harus menandatangani surat pernyataan bahwa alat tersebut tidak akan dipakai untuk membuat senjata biologi atau senjata kimia. Arsip-arsip BPN tersebut dipindahkan dari Marunda ke kantor ANRI untuk dimasukkan ke dalam vacuum, dan hasilnya luar biasa ribuan arsip tanah tersebut menjadi bersih dan kering. Bersih karena divacuum, dan kering karena sistem pendinginan.

Tahap selanjutnya dari penanganan arsip ini adalah menambal kertas-kertas yang bolong dan rusak sehingga bisa dibaca kembali. Setelah arsip-arsip tersebut bisa dibaca, barulah ANRI menyerahkan ke Badan Pertanahan Nasional. Atas dasar dokumen informasi dan riwayat tanah itulah, BPN menerbitkan sertifikat baru untuk rakyat Aceh.

Perihal Vacuum Freeze Dry Chamber pada awalnya pihak Jepang akan menghibahkan alat tersebut kepada Indonesia tetapi entah apa sebabnya tiba-tiba alat tersebut hanya dipinjamkan saja dan harus dikembalikan kepada Jepang apabila telah selesai digunakan. Dan memang alat tersebut dikembalikan ke Jepang. Namun ANRI tidak habis akal, dalam waktu yang tidak terlalu lama alat tersebutbisa dibeli dengan biaya yang lebih murah (dianggarkan 11 milyar dan bisa dibeli hanya dengan 5 milyar) dan hasil yang lebih baik. Yang lebih menggembirakan alat tersebut adalah hasil karya anak bangsa.

Momentum Kebangkitan ANRI

Keberhasilan ANRI menangani arsip pasca bencana tsunami di Aceh memberikan efek positif, nama ANRI semakin berkibar di kancah nasional maupun internasional. Bahkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui perwakilannya di Aceh mengharapkan semua arsip-arsip yang rusak akibat tsunami Aceh bisa diperbaiki dengan menggunakan Vacuum Freeze Dry Chamber pinjaman dari Jepang tersebut. Namun sayang harapan tersebut tidak bisa terwujud karena pihak Jepang tidak mengijinkan penggunaan vacuum tersebut untuk arsip selain arsip BPN yang ada di Banda Aceh.

Penanganan arsip pasca bencana Aceh membuka jalan bagi penanganan arsip pasca bencana lainnya. Beberapa bulan setelah gempa bumi dan tsunami di Aceh dan Sumatra Utara, Indonesia kembali di guncang gempa dasyat yang meluluhlantakan Nias, Sumatra Utara.Selanjutnya banjir besar akibat meluapnya Sungai Bengawan Solo yang menyebabkan kota-kota disepanjang sungai tersebut terendam banjir seperti Ngawi, Ponorogo,Bojonegoro. Banjir di Jakarta dan Bekasi yang menyebabkan arsip-arsip masyarakat rusak termasuk arsip Hasballah M. Saad (mantan anggota DPR). Jebolnya waduk Situ Gintung Kabupaten Tangerang Selatan,kebakaran kantor Komnas anak di Jakarta Selatan, dan Banjir di DKI Jakarta pada awal tahun 2013.

Peran serta TIM RESCUE ARSIP ANRI yang terjun langsung memberikan bantuan perbaikan dan penanganan serta memberikan sosialisasi bagaimana menyimpan arsip agar terhindar dari bahaya banjir dan kebakaran merupakanpenegasan terhadap peran ANRI sebagai lembaga kearsipan nasional dalam mewujudkan peran negara dalam melindungi dan menyelamatkan arsip yang keberadaannya didalam maupun diluar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Kehadiran Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, yang menyatakan bahwa tanggungjawab pemerintah dalam penyelenggaraan dan penanggulangan bencana meliputi pemeliharaan arsip yang otentik dan kredibel dari ancaman dan dampak bencana (pasal 6 huruf g), dan Undang-Undang No. 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan yang menyatakan negara menyelenggarakan perlindungan dan penyelamatan arsip sebagaimana dimaksud ayat (1) dan ayat (2) dari bencana alam, bencana sosial, perang, tindakan kriminal serta tindakan kejahatan yang mengandung unsur sabotase, spionase, da terorisme (pasal 34 ayat 3)memperkuat peranANRI yang telah dilaksanakan selama ini.

Pola pikir pemerintah dan masyarakat yang menganggap arsip itu tidakpenting telah banyak berubah seiring dengan peningkatan peran serta ANRI dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sebagaimana yang telah ditunjukkan oleh TIM RESCUE ARSIP ANRI dalam berbagai momentum penaggulangan bencana kearsipan akibat bencana alam. Apalagi pengakuan terhadap eksistensi dan peran penting tersebut telah tercantum di dalam Undang-Undang yaitu Undang-Undang 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana, dan Undang-Undang No. 43 tahun 2009 Tentang Kearsipan. Momentum ini harus terus dijaga dan dikembangkan semangatnya,dipadu dengan peran lain ANRI sebagai penyelenggara kearsipan nasional. Sehingga pemerintah dan masyarakat akan lebih care terhadap masalah kearsipan.

Belajar Dari Pengalaman

Madrasah besar penanganan bencana gempa bumi dan tsunami Aceh dan Sumatra Utara memberikan pelajaran bagi kita dalam segala aspek penanganan bencana termasuk bencana kearsipan. Bagaimana kita harus melakukan mitigasi, tanggap darurat, rehabilitasi, dan rekonstruksi terhadap bencana kearsipan. Penanganan bencana kearsipan tidak bisa dilakukan sendiri malainkan harus menggalang kerjasama dengan lembaga lain. Baik itu dengan lembaga pemerinta (pusat maupun daerah), NGO (nasional maupun asing) serta dengan lembaga internasional maupun negara lain. Seperti yang telah dilakukan ANRI dengan lembaga BPN, Pemerintah Provinsi Aceh, Kementerian Kooordinatori Kesejahteraan Rakyat, Kedutaan Jepang, Jepang International Cooperation Agency (JICA), Japan Foundation, dan Bapenas serta TNI AU pada saat penanganan arsip korban gempa bumi dan tsunami Aceh dan Sumatra Utara tersebut.

Lahirnya Undang-undang No. 43 Tahun 2009 Tentang Kearsipan yang menegaskan, bahwa perlindungan dan penyelamatan arsip akibat bencana nasional dilaksanakan oleh ANRI dan pencipta arsip yanng berkoordinasi dengan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) (psl. 34 ayat 5). Semakin mempermudah dan menegaskan kembali tugas ANRI dalampenanggulangan dan penanganan bencana kearsipan.

Dalam prespektif kearsipan bencana kearsipan bisa disebabkan oleh beberapa faktor yaitu faktor bencana alam seperti gempa bumi, banjir, tsunami, perembesan air laut, longsor, kebakaran, letusan gunung berapi, badai dan lain-lain. Faktor selanjutnya adalah faktor sosial atau manusia seperti perang, sabotase,kerusuhan,pencurian, penyadapan, atau unsur kesengajaan dan kelalaian manusia.

ANRI sebagai lembaga negara yang bertanggungjawab terhadap pembinaan dan pelestarian arsip sebagai memori kolektif dan jati diri bangsa sebenarnya telah melakukan berbagai hal sebagai usaha preventif dalam menghindari bencana kearsipan. Jauh sebelum bencana gempa bumi dan tsunami di Aceh, ANRI telah mendirikan Depo penyimpanan arsip di berbagai wilayah seperti Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, danProvinsi Aceh. Terbukti saat gempa bumi dan tsunami datang melanda Aceh,depo arsip yang ada di Badan Arsip Provinsi Aceh tersebut tidak mengalami kerusakan yang berarti. Bahkan saat tsunami menerjang bangunan tersebut tetap kokoh melindungi arsip-arsip yang tersimpan di dalamnya.

ANRI telah memiliki UU No. 43 tahun 2009 tentang kearsipan yang secara komprehensif mengatur dan menjamin keberadaan arsip dalam semua sendi kehidupan bangsa. Sebagai bangsa, rakyat menunggu kiprah ANRI untuk menegakkan aturan dalam undang-undang tersebut, agar tidak terjadi lagi berbagai peristiwa yang juga menyebabkan musnahnya memory kolektif bangsa seperti terbakarnya gedung Sekertaris Negara, terbakarnya kompleks perkantoran PEMDA Palopo, Sulawesi Selatan, terbakarnya kantor BUPATI Kabupaten Bima, NTB. Dan yang lebih mutakhir lagi adalah bocornya Surat Perintah Penyelidikan di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh sekretaris Ketua KPK. Ini mununjukkan betapa kita mempunyai ancaman yang sangat serius dibidang kearsipan.Diperlukan keberanian dan tekat yang kuat dari segenap insan kearsipan, agar bangsa Indonesia terhindar dari bencana yang lebih dasyat yaitu hilangnya jati diri dan identitas bangsa. Jaman dan generasi boleh berganti, tetapi memori dan ingatan masa lalu harus selalu terjaga, sebagai warisan kepada generasi yang akan datang. Walaupun tidak bisa seabadi kitab suci Alqurán yang selalu dijaga oleh Allah SWT. Sampai akhir jaman.(MI)