Jakarta, Ditjen Aptika – Akselerasi transformasi digital tidak hanya terkait aspek teknis teknologi, tetapi juga aspek budaya. Kemkominfo sebagai leading sector akselerasi transformasi digital harus bisa mengembangkan budaya digital di lingkungannya. Show “Kemkominfo saat ini berfokus pada akselerasi transformasi digital nasional, tapi dalam internal Kemkominfo sendiri harus ada yang menggerakan transformasi digital. Saya sepakat pendekatannya tidak harus selalu dari aspek teknis, tapi juga dari aspek psikologis atau budaya,” ujar Sekretaris Jenderal Kemkominfo, Mira Tayyiba saat membuka webinar bertema Membangun Budaya Digital untuk Menunjang Transformasi Digital, Selasa (09/02/2021). Budaya digital merupakan prasyarat dalam melakukan transformasi digital karena penerapan budaya digital lebih kepada mengubah pola pikir (mindset) agar dapat beradaptasi dengan perkembangan digital. “Orang yang dapat bertahan bukan yang paling kuat atau pintar, tapi yang bisa beradaptasi,” tandas Mira. Oleh karena pentingnya budaya digital, ia mengharapkan setiap ASN di Kemkominfo tidak hanya memahami transformasi digital secara teknis tetapi juga psikologis. Digital itu bersifat mengalir dan membuka batas, artinya antar unit kerja harus bekerja secara kolaboratif tidak lagi silo (terpisah-pisah). “Sekali lagi saya tekankan Kemkominfo sebagai kementerian yang menangani transformasi digital harus bisa menjadi contoh instansi pemerintah lainnya dalam melakukan transformasi digital. Dengan transformasi digital mari kita hadirkan kerja kolaboratif, adaptif, dan efisien,” pungkasnya. Sementara itu Dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Yunita Faela Nisa, mengatakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat sudah mengadopsi budaya digital. Mulai dari berkomunikasi hingga berbelanja kebutuhan sehari-hari. Menurutnya ada tiga aspek penting dalam membangun budaya digital, yakni:
“Pada intinya bagaimana masyarakat secara bersama-sama berpartisipasi merubah/memanfaatkan budaya lama menjadi budaya baru yang lebih efisien,” tutur Yunita. Penelitian Mckinsey (2018) menjelaskan hal yang paling jadi hambatan dalam transformasi digital ialah perilaku dan budaya (9/2).Untuk dapat menjawab pertanyaan bagaimana strategi menumbuhkan perilaku dan budaya dalam transformasi digital, ia menekankan untuk mengembangkan growth mindset dan jangan lagi memiliki fixed mindset. “Seseorang dengan fixed mindset pasti akan mengatakan ‘saya tidak bisa melakukan hal itu’ terhadap suatu perubahan, sedangkan seseorang dengan growth mindset akan mengatakan ‘saya akan mencoba’. Seseorang dengan fixed mindset juga akan cepat puas dengan suatu yang dilakukan, sedangkan seseorang dengan growth mindset akan selalu beranya apakah saya sudah melakukan yang terbaik,” paparnya. Menurutnya membentuk growth mindset dalam suatu organisasi membutuhkan peran penting dari seorang pimpinan. “Leadership memiliki peran penting, jika pimpinannya tidak siap justru ia akan menghambat transformasi digital,” pungkasnya. Selain Sekjen Kominfo, webinar tersebut turut dihadiri oleh Kepala Pusat Data dan Sarana Informatika (Irawati Tjipto Priyanti) dan diikuti secara daring oleh lebih dari 400 sivitas Kementerian Kominfo. (lry) Hampir semua sektor di Indonesia mulai melirik ke adopsi teknologi. Mulai dari bisnis skala kecil sampai menengah, bisnis perusahaan kelas korporasi hingga pemerintahan menjadikan teknologi sebagai salah satu perubahan yang akan dilakukan organisasi mereka. Di pemerintahan jelas teknologi memegang peranan dalam memangkas birokrasi yang berbelit dan semakin mendekatkan akses ke masyarakat. Untuk bisnis, teknologi berperan lebih penting lagi. Teknologi seolah menjadi dasar paling fundamental dalam inovasi, terlebih lagi bisnis-bisnis digital. Namun layaknya sebuah transformasi, proses adopsi teknologi atau sering disebut dengan transformasi digital menghadapi beberapa tantangan. Berikut beberapa tantangan yang dijumpai dalam proses transformasi digital. KulturKultur atau budaya adalah tantangan yang mau tidak mau menjadi hambatan pertama dalam proses transformasi digital. Kultur atau budaya di sini juga sering disebut dengan kebiasaan. Ada kebiasaan yang harus dipaksakan berubah ketika memutuskan untuk melakukan transformasi ke arah digital. Yang dapat diartikan pula ada kenyamanan yang terusik dengan transformasi ini. Tantangannya sendiri hadir pada ketakutan mengubah kebiasaan cara lama. Beberapa pemikiran negatif seperti bagaimana nantinya kalau transformasi gagal atau transformasi digital bukan memudahkan tetapi malah menyulitkan akan sering muncul sebagai bentuk ketakutan akan perubahan. Biasanya kondisi semacam ini akan muncul di organisasi yang memang sudah nyaman dengan cara konvensional. Dan biasanya sering dijumpai pada organisasi yang sebagian anggotanya tidak bisa dengan cepat mempelajari sebuah teknologi. Salah satu yang harus dilakukan untuk mengantisipasi masalah yang dihadapi untuk permasalahan kebiasaan atau kultur ini adalah komunikasi. Pemimpin atau orang yang bertanggung jawab dalam proses transformasi digital harus mengkomunikasikan dengan tim yang lain secara terbuka, termasuk menawari untuk melakukan pelatihan dan peningkatan kemampuan SDM. Kurangnya dukungan dari pemimpinHal ini sebenarnya ada kaitan erat dengan kebudayaan. Yang membedakan mungkin tantangan kali ini hadir dari para pimpin. Beberapa perusahaan atau organisasi sekarang sudah mulai akrab dengan kegiatan browsing, email, chatting, atau bentuk lain dari teknologi yang digunakan sehari-hari, ini akan tidak mungkin terjadi jika pimpinannya sendiri menolak untuk menerapkan. Misal karena dianggap memakan biaya anggaran terlalu besar atau efeknya dirasa tidak sebesar dengan pengerjaan konvensional. Masalah ini mau tidak mau solusinya ada di pimpinan. Orang-orang yang membawa gagasan transformasi digital harus bisa meyakinkan pimpinan mengenai pentingnya transformasi digital. Kolaborasi antar departemenKolaborasi adalah bagian penting dalam transformasi digital. Transparansi dan keterbukaan teknologi digital membawa kemudahan dalam kolaborasi. Sayangnya dalam proses transformasi kolaborasi tidak berjalan semulus yang dibayangkan. Pasti ada beberapa permasalahan yang ditimbulkan, seperti perbedaan kewenangan, izin, dan lain sebagainya. Untuk masalah ini jalan terbaik adalah dengan menghadapinya, dengan demikian akan diketahui letak permasalahan dan bisa diselesaikan secara bersama-sama. Sumber daya manusiaTeknologi terus berkembang dengan laju yang semakin cepat. Jika organisasi kesusahan dalam mengoptimalkan orang-orang dalam tim untuk melakukan transformasi digital tidak ada salahnya untuk mempekerjakan orang-orang dari luar dengan kemampuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Toh pada akhirnya itu demi kebutuhan organisasi. Memahami pelangganTransformasi digital saat ini dipengaruhi oleh ekspektasi pelanggan. Perusahaan-perusahaan digital seperti Go-Jek, Uber, Airbnb dan lain-lain telah mengubah cara pandang pelanggan dalam mengharapkan sebuah layanan. Bagi perusahaan yang baru saja melakukan transformasi digital dibebankan standar yang berbeda dan terus ditingkatkan. - Disclosure: DailySocial bekerja sama dengan Bigdata-madesimple.com untuk seri penulisan artikel tentang big data.
Dalam 2 dekade terakhir, teknologi telah berkembang pesat dan telah membawa kita ke dalam sebuah era baru, bisnis digital. Era ini dipandang sebagai sebuah era dimana, perusahaan mengoptimalkan penggunaan alat-alat digital untuk kepentingan perusahaan. Keberadaan teknologi juga turut mempengaruhi permintaan konsumen yang lebih variatif dan menyebabkan tantangan dalam menjalani bisnis digital. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), pengguna internet di tanah air telah mencapai 170 juta lebih pada April 2019. Jumlah pengguna internet yang bertambah banyak menarik minat orang-orang untuk menjalani bisnis di dunia digital. Kalau kamu tertarik untuk berbisnis di dunia digital, berikut 5 tantangan yang biasanya terjadi dan bagaimana mengatasinya. Baca juga: Cara membuat kwitansi otomatis melalui aplikasi invoice di smartphone 5 tantangan yang sering dihadapi dalam bisnis digitalBisnis digital membutuhkan perencanaan yang baik dalam mengatasi permasalahan yang terjadi. Hal pertama yang harus dilakukan adalah, kalian harus mengetahui masalah yang biasanya sering dihadapi. Berikut 5 tantangan yang dihadapi oleh pelaku bisnis digital.
Baca juga: Bukti transaksi keuangan dan efeknya dalam arus kas Cara-cara mengatasi tantangan dalam dunia digitalDengan mengetahui 5 tantangan yang biasanya terjadi di dunia digital, kita bisa tahu akan masalah-masalah yang kerap terjadi. Apakah kamu sedang mengalami satu atau bahkan kelimanya? Jika iya, berikut cara-cara yang bisa kamu terapkan untuk mengatasi masalah-masalah tersebut.
Ayo tinggalkan cara lama dan beralih ke Paper.id untuk merasakan transaksi yang lebih mudah, cepat dan praktis! Klik link diatas untuk cari tahu tentang Paper.id!
KesimpulanPerusahaan yang bergerak di bidang digital dituntut untuk bergerak cepat dalam menyesuaikan diri akan perkembangan dunia. Jika tidak, perusahaan terancam tidak berkembang dan bisa tergusur oleh pergeseran era yang kencang. Dalam hal ini, kamu perlu mengatasi pergerakan yang ada dalam sebuah perusahaan. Jika sudah memutuskan untuk bergerak di bidang digital maka, penting bagi perusahaan untuk turut menyelaraskan semuanya agar bisa berjalan dengan efektif. Dengan mengatasi tantangan-tantangan yang ada, perusahaan tentunya mampu bergerak dengan mantap guna menjadi yang terbaik dalam bisnis digital saat ini. (Visited 24.554 times, 13 visits today) |