Kebijakan Akuntansi Aset Tetap adalah salah satu bab dalam Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Kebijakan Akuntansi Aset Tetap adalah BAB VII dalam Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat melaksanakan ketentuan Pasal 7 ayat (2) huruf o Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara. Menteri Keuangan berwenang untuk menetapkan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan negara. Dalam Kebijakan Akuntansi Aset Tetap, Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat mencabut Peraturan Menteri Keuangan Nomor 219/PMK.05/2013 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 224/PMK.05/2016, dan dinyatakan tidak berlaku. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat bermaksud untuk memberikan kepastian pengaturan penyelenggaraan akuntansi dan pelaporan keuangan berdasarkan prinsip-prinsip, dasar-dasar, konvensi-konvensi, aturan-aturan, dan praktik-praktik spesifik yang dipilih dalam penyusunan dan penyajian laporan keuangan di lingkungan pemerintah pusat, perlu mengatur kembali ketentuan mengenai kebijakan akuntansi pada pemerintah pusat. Salah satunya adalah dalam BAB V yaitu Kebijakan Akuntansi Piutang. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat diundangkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2019 oleh Dirjen Peraturan Perundang-undangan Kemenkumham RI, Widodo Ekatjahjana. Agar setiap orang mengetahuinya, Permenkeu 225/PMK.05/2019 tentang Kebijakan Akuntansi Pemerintah Pusat ditempatkan dalam Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 1792. Aset Tetap adalah aset berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 12 (dua belas) bulan, untuk digunakan, atau dimaksudkan untuk digunakan, dalam kegiatan pemerintah atau dimanfaatkan oleh masyarakat umum. Aset Tetap diklasifikasikan berdasarkan kesamaan dalam sifat atau fungsinya dalam aktivitas operasi entitas. Klasifikasi Aset Tetap adalah sebagai berikut:
Aset Tetap diakui pada saat manfaat ekonomi masa depan dapat diperoleh dan nilainya dapat diukur dengan andal. Pengakuan Aset Tetap akan sangat andal bila Aset Tetap telah diterima atau diserahkan hak kepemilikannya dan/atau pada saat penguasaannya berpindah. Kriteria untuk dapat diakui sebagai Aset Tetap adalah:
Aset Tetap yang diperoleh dari hibah/donasi diakui pada saat Aset Tetap tersebut diterima dan/atau hak kepemilikannya berpindah. Aset Tetap yang diperoleh dari sitaa/jrampasan diakui pada saat terdapat keputusan instansi yang berwenang yang memiliki kekuatan hukum tetap. Pengakuan atas Aset Tetap berdasarkan jenis transaksinya, antara lain perolehan, pengembangan, pengurangan serta penghentian dan pelepasan. Penjelasan masing-masing transaksi dimaksud adalah sebagai berikut:
Kepemilikan atas Tanah ditunjukkan dengan adanya bukti bahwa telah terjadi perpindahan hak kepemilikan dan/atau penguasaan secara hukum seperti sertifikat tanah. Dalam hal terdapat Tanah belum disertifikatkan atas nama pemerintah dan/atau dikuasai atau digunakan oleh pihak lain, maka:
Pengakuan tanah di luar negeri sebagai Aset Tetap hanya dimungkinkan apabila perjanjian penguasaan dan hukum serta perundang-undangan yang berlaku di negara yang bersangkutan mengindikasikan adanya penguasaan yang bersifat permanen. Konstruksi Dalam Pengerjaan (KDP) merupakan aset tetap yang masih dalam proses pembangunan/pengerjaan dan belum siap digunakan pada tanggal pelaporan. Aset Tetap harus diakui sebagai Konstruksi Dalam Pengerjaan jika aset tetap dimaksud masih dalam proses pembangunan/pengerjaan. Suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan diakui saat biaya perolehannya dapat diukur secara andal dan diperoleh keyakinan yang memadai bahwa belanja yang dikeluarkan atau transaksi yang terjadi untuk perolehan aset tetap tersebut tidak langsung mengakibatkan barang tersebut siap pakai untuk digunakan. Tidak termasuk saat pengakuan suatu Konstruksi Dalam Pengerjaan apabila belanja yang dikeluarkan atau transaksi yang terjadi tidak/belum menimbulkan hak/klaim penguasaan atau kepemilikan bagi pemerintah atas perolehan suatu aset tetap di masa mendatang seperti uang muka pelaksanaan pekerjaan. Konstruksi Dalam Pengerjaan dipindahkan ke Aset Tetap yang bersangkutan setelah pekerjaan pembangunan/pengerjaan/konstruksi tersebut dinyatakan selesai dan siap digunakan sesuai dengan tujuan perolehannya. Suatu aset dinyatakan selesai dan siap digunakan setelah adanya Berita Acara Serah Terima (BAST) pekerjaan dari pihak penyedia barang/jasa kepada satuan kerja. Dalam beberapa kasus, suatu KDP dapat saja dihentikan pembangunannya oleh karena ketidaktersediaan dana, kondisi politik, ataupun kejadian-kejadian lainnya. Penghentian KDP dapat berupa penghentian sementara dan penghentian permanen. Apabila suatu KDP dihentikan pembangunannya untuk sementara waktu, maka KDP tersebut tetap dicantumkan ke dalam neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai di dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Namun, apabila pembangunan KDP diniatkan untuk dihentikan pembangunannya secara permanen karena diperkirakan tidak akan memberikan manfaat ekonomik di masa depan, ataupun oleh sebab lain yang dapat dipertanggungjawabkan, maka KDP tersebut harus dieliminasi dari neraca dan kejadian ini diungkapkan secara memadai dalam Catatan atas Laporan Keuangan. Aset Tetap pada prinsipnya dinilai dengan biaya perolehan. Apabila biaya perolehan suatu aset adalah tanpa nilai atau tidak dapat diidentifikasi, maka nilai Aset Tetap didasarkan pada nilai wajar pada saat perolehan. Biaya perolehan adalah jumlah kas atau setara kas yang dibayarkan atau nilai wajar imbalan lain yang diberikan untuk memperoleh suatu aset pada saat perolehan atau konstruksi sampai dengan aset tersebut dalam kondisi dan tempat yang siap untuk digunakan. Sedangkan, nilai wajar adalah nilai tukar aset atau penyelesaian kewajiban antar pihak yang memahami dan berkeinginan untuk melakukan transaksi wajar. Nilai wajar digunakan untuk mencatat aset tetap yang bersumber dari donasi/hibah atau rampasan/sitaan yang tidak diketahui nilai perolehannya. Penggunaan nilai wajar pada saat tidak ada nilai perolehan atau tidak dapat diidentifikasi bukan merupakan suatu proses penilaian kembali (revaluasi). Suatu aset dapat juga diperoleh dari bonus pembelian, contohnya beli tiga gratis satu. Atas aset hasil dari bonus tersebut biaya perolehan aset adalah nilai wajar aset tersebut pada tanggal perolehannya. Terkait dengan pengukuran Aset Tetap, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Penyajian Aset Tetap adalah berdasarkan biaya perolehan Aset Tetap tersebut dikurangi akumulasi penyusutan. Berikut adalah ilustrasi penyajian Aset Tetap pada neraca: PEMERINTAH ABCNERACAPer 31 Desember 20Xl
Laporan keuangan harus mengungkapkan untuk masing-masing jenis Aset Tetap sebagai berikut:
|