Show
“Potensi ancaman terorisme pada dasarnya adalah sebuah pertarungan ideologi Pancasila dan ideologi anti Pancasila,” kata Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Polisi Dr. Boy Rafli Amar, M.H. saat memberikan ceramah kepada Peserta Program Pendidikan Reguler Angkatan (PPRA) 61, Kamis, 11 Juni 2020. Mengangkat topik “Penanganan Gerakan Radikal dan Terorisme di Indonesia”, Boy menyatakan bahwa gerakan radikalisme dan gerakan yang mengarah pada perbuatan terorisme merupakan sebuah kejahatan global, kejahatan yang luar biasa, kejahatan yang transnasional, dan dapat bahkan dapat dikatakan kejahatan yang melawan nilai-nilai kemanusiaan. Di Indonesia sendiri, potensi ancaman terorisme pada dasarnya adalah sebuah pertarungan antara ideologi Pancasila dengan ideologi anti Pancasila yang umumnya mendukung kekerasan. Kemudian Boy menyampaikan beberapa hal yang menjadi akar permasalahan terorisme, yakni salah tafsir ajaran agama, adanya perspektif ketidakadilan, dan adanya keinginan untuk balas dendam. Pada kesempatan tersebut Boy juga menyampaikan kebijakan BNPT, yakni meniadakan potensi ancaman dan segala bentuk terorisme di wilayah NKRI. Dalam mewujudkan kebijakan tersebut, ada beberapa strategi yang telah disusun. Pertama adalah membangun daya cegah dan daya tangkal masyarakat serta kepedulian dalam mempersempit pelaku terorisme dan penyebaran paham radikalisme. Boy menekankan bahwa Pancasila harus dijadikan sebagai moral publik bagi bangsa Indonesia. “Kita ingin mempersempit ruang gerak kelompok-kelompok yang menyebarkan paham radikal, kelompok-kelompok yang intoleran, dan obat penawarnya adalah Pancasila,” tutur Boy. Selanjutnya adalah sinergisme seluruh unsur baik pemerintah, tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, mahasiswa, dan tokoh pemerintahan dalam penguatan nilai-nilai kebangsaan Pancasila. Kemudian yang ketiga adalah deradikalisasi dan re-edukasi terhadap para narapidana terorisme dan mantan narapidana terorisme secara berkesinambungan. Mulai ditangani oleh pihak penyidik, kemudian pada tahap penuntutan, dan selama berada di Lembaga Pemasyarakatan selalu diupayakan untuk mengubah pola pikir yang tadinya radikal menjadi lebih moderat, terutama dalam pengembangan sikap-sikap toleransi dalam menghadapi perbedaan yang ada. BNPT juga memiliki strategi terbaru yang sedang dikembangkan, yakni melalui pendekatan kultur dan seni budaya. Ke depannya BNPT akan melibatkan para budayawan dan seniman untuk sama-sama berusaha memoderasi pemikiran-pemikiran masyarakat. “Lebih mempersempit ruang gerak pemikiran radikal dengan menampilkan seni budaya,” tutur Boy. Dalam kesempatan tersebut, Boy yang juga merupakan alumnus Program Pendidikan Singkat Angkatan (PPSA) 19 tahun 2013 mengajak seluruh peserta untuk sama-sama menjaga keutuhan NKRI dari segala tantangan. Menurut Boy, peserta Lemhannas RI disiapkan untuk menjadi kader-kader pemimpin nasional yang diharapkan memiliki kemampuan kepemimpinan, berwawasan nasional, dan dapat menjalankan roda organisasi. “Dengan bekal selama pendidikan di Lemhannas RI maka memiliki pengetahuan yang luas, wawasan yang holistik dan integral, dengan pendekatan komprehensif, diharapkan rekan-rekan dapat menyelesaikan permasalahan yang ada di lingkup tugas masing-masing,” ujar Boy.
Aksi terorisme bukan hal asing lagi, terutama sejak tragedy World Trade Center (WTC) di New York, Amerika Serikat pada September 2011. Baru-baru ini kita juga dikejutkan oleh aksi teror di beberapa tempat ibadah di Jawa Timur, Surabaya. Berbagai usaha telah dilakukan oleh pemerintah sejak bom Bali 1, hingga terbentuknya Undang-Undang Republik Indonesia nomor 15 tahun 2003, yang berbicara tentang pemberantasan tindakan terorisme di Indonesia. Kali ini pemerintah akan menyampaikan upaya mereka lebih konkrit ke depannya dalam mengatasi potensi ancaman terorisme di Indonesia. Mau tahu lebih jelas bagaimana peran pemerintah dalam menangani kasus terorisme berdasakan pidato Drs. H. Herwan Chaidir' yang merupakan Direktur Departemen Perlindungan, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme pada seminar Public Safety Indonesia di Assembly JCC, Jakarta? Berikut ulasan selengkapnya. 1. Kemanan instansi dalam pemerintahan yang menjadi tanggung jawab masing-masing juga perlu mendapat kontrol yang baikKeamanan setiap instansi dibebankan kepada pihak internal masing-masing. Tetapi tetap menganut kepada arahan yang telah diberikan oleh Polri atau Mabes Polri. 2. Mempelajari berbagai modus aksi teror yang pernah dilakukan maupun yang memungkinkan untuk dilakukanSeperti yang sering dilihat di berbagai media cetak maupun eletronik, bom bunuh dirilah yang paling mendominasi. Selanjutnya, diikuti dengan menggunakan transportasi seperti truck atau mobil. Penggunaan racun kimia makanan juga pernah dilakukan, namun tidak terekspos di media. Selain itu, melempar bom molotov ke ruang publik juga pernah terjadi. 3. Berkonsentrasi pada hal-hal yang bisa mengancam objek vitalTerdapat dua faktor, yaitu faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal, menggunakan peralatan yang sebelumnya sudah disiapkan oleh pelaku dan memastikan objek vital sudah siap dieksekusi. Sedangkan faktor internal berasal dari pemikiran radikal pelaku yang sudah mendapatkan pengaruh. Baca Juga: Kerjasama dengan Jepang, Ini Kisah Terra Drone Indonesia Capai Mimpi 4. Bekerja sama dengan badan internasional adalah hal yang sangat pentingPaham-paham radikal yang masuk ke Indonesia seperti ISIS dan Al-Qaeda membuat banyak Rakyat Indonesia bertolak ke tempat-tempat yang mereka anggap tempat berjihad. Namun, ternyata sesampainya di tempat tujuan, mereka hanya dimanfaatkan oleh oknum tertentu. Bekerja sama dengan badan internasional dapat membantu pemerintah Indonesia dalam menyelamatkan warganya yang berada di luar negeri, untuk dapat kembali pulang ke tanah air. 5. Peran kesiapsiagaan nasional sudah mulai terbangun dengan baikKontra radikalisasi dan berbagai bentuk deradikalisasi sudah sepatutnya dilakukan di Indonesia. Oleh sebab itu, polri telah menyiapkan tools, software maupun sistem terbaiknya dalam menjamin terjaganya keamanan yang lebih baik lagi. 6. Mengetahui fakta bahwa ancaman transportasi darat ternyata lebih mencemaskan, dibandingkan transportasi udaraTernyata pengguna transportasi kereta api lebih berbahaya ketimbang pesawat terbang. Pesawat terbang ancamannya hanya saat take off dan landing. Sedangkan pada kereta api, ancaman dimulai dari saat berangkat hingga sampai di tujuan. Kemungkinan ancamannya dapat berupa beberapa hal, seperti: aliran listrik diputus, rek kereta dilepas, baut dilonggarkan atau bisa juga sistem pengaturan rel dibelokkan. Terorisme harus terus di upas tuntas hingga ke akarnya, sehingga dapat meminimalisir kejadian-kejadian mengkhawatirkan yang sudah pernah dialami di waktu sebelumnya. Terus semangat untuk BNPT Indonesia dalam menyelesaikan seluruh permasalahan terorisme yang ada. Baca Juga: 7 Fakta Drone Indonesia yang Gak Kalah Canggih dengan Produk Luar
Tribratanews.kepri.polri.go.id – Tindakan kekerasan atau radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki adanya perubahan atau pergantian terhadap suatu sistem di masyarakat sampai keakarnya dengan menggunakan cara-cara kekerasaan. Ada anggapan dikalangan masyarakat awam bahwa radikalisme dilakukan oleh satu agama tertentu saja dan anggapan tersebut tidak salah, karena kenyataannya demikian. Untuk itu, Perlu adanya antisipasi terhadap kemungkinan adanya perekrutan menjadi anggota ISIS yang memiliki paham radikal yang selalu melancarkan serangan dan merusak nilai-nilai agama. Aksi kekerasan yang terjadi selama ini mayoritas dilakukan oleh kelompok orang yang mengatasnamakan agama dengan menyalahartikan sejumlah pengertian kebaikan untuk dijadikan dalil untuk melakukan tindakan kekerasan atas nama jihad. Semua aksi kekerasan yang atas nama agama sangat tidak dibenarkan, baik menurut hukum agama dan negara. Gerakan ini bisa dicegah dengan mengoptialkan peran tokoh agama untuk mendakwahkan nilai-nilai luhur agama Islam. Masalah radikalisme dan terorisme saat ini memang sudah marak terjadi di mana-mana, termasuk di Indonesia sendiri. Pengaruh radikalisme yang merupakan suatu pemahaman baru yang dibuat-buat oleh pihak tertentu mengenai suatu hal, seperti agama, sosial, dan politik, seakan menjadi semakin rumit karena berbaur dengan tindak terorisme yang cenderung melibatkan tindak kekerasan. Berbagai tindakan terror yang tak jarang memakan korban jiwa seakan menjadi cara dan senjata utama bagi para pelaku radikal dalam menyampaikan pemahaman mereka dalam upaya untuk mencapai sebuah perubahan. Dalam hal ini, tentunya bukan hanya kalangan pemerintah saja yang harusnya mengambil bagian untuk mencegah dan mengatasinya, namun seluruh rakyat harusnya juga ikut terlibat dalam usaha tersebut, terutama para kaum pemudi-pemuda. Hal ini dikarenakan kaum pemudalah yang nantinya merupakan generasi penerus bangsa ini sekaligus menjadi ujung tombak untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan akan kedua masalah tersebut, yaitu radikalisme dan terorisme agar tidak menjadi penyebab terjadinya tindakan penyalahgunaan kewenangan. Hal yang paling mencolok untuk dapat mengambil peran dalam mengatasi masalah ini ialah para generasi muda, seperti halnya mahasiswa yang merupakan agent of change bangsa ini. Di samping juga anak-anak yang masih dalam tahap pembentukan pribadinya sehingga memerlukan bimbingan khusus dari orang tua tentunya agar nantinya tidak terseret dalam paham radikalisme serta tindak terorisme. Berbagai cara mencegah radikalisme dan terorisme agar tidak semakin menjamur, terutama di bangsa Indonesia ini, antara lain:
Demikian beberapa cara mencegah radikalisme dan terorisme yang biasanya muncul di kalangan masyarakat, bahkan Negara, termasuk Indonesia sendiri. Cara pencegahan ini harus diketahui dan dilakukan oleh siapapun, terlebih generasi muda yang merupakan ujung tombak penerus bangsa di masa depan. Apalagi mengingat generasi muda masih mudah terpengaruh dengan pemahaman-pemahaman baru yang biasanya muncul di tengah-tengah masyarakat sehingga mereka rentang terpancing untuk terpengaruh ke dalamnya. Sedemikian sehingga mudah tertanam di pikirannya untuk mengikuti pemahaman-pemahaman radikal yang dapat memicu tidak kekerasan dan konflik. Oleh karena itu, upaya pencegah juga harus lebih ditetankan dan dilakukan kepada para generasi muda yang merupakan ujung tombak penerus bangsa di masa depan. Penulis : Rexi Editor : Tahang Piblish : Tahang |