Apakah rheumatoid arthritis bisa disembuhkan

Obat-obat tertentu, seperti obat yang mempengaruhi sistem imun dapat menekan proses penyakit pada reumatoid artritis dan psoriatis artritis. Emas, penisilamin, hidroksiklorokuin, klorokuin, dan sulfasalazin juga dapat menekan proses penyakit pada reumatoid artritis, sementara sulfasalazin dan kemungkinan juga emas dapat menekan penyakit pada psoriasis artritis.

Tidak seperti AINS, Disease Modifying Anti Rheumatic Drugs (DMARDs) dapat mempengaruhi perkembangan penyakit, tetapi membutuhkan waktu 4-6 bulan pengobatan untuk mendapatkan respons terapetik penuh. Pada anak, jika salah satu DMARDs ini tidak menunjukkan manfaat yang objektif dalam 6 bulan sejak awal memulai pengobatan atau 3 bulan setelah waktu pengobatan maksimum, penggunaan obat ini sebaiknya dihentikan dan dicoba diberikan obat yang berbeda. Biasanya pengobatan dimulai dengan AINS tunggal, karena pada beberapa bulan pertama pengobatan, biasanya, kondisi reumatik artritisnya sulit diduga dan diagnosisnya tidak pasti. Namun demikian, DMARDs sebaiknya diberikan oleh dokter setelah diagnosis, perkembangan dan keparahan penyakit sudah dipastikan. Jika memberikan respon terhadap DMARDs, dosis AINS dapat diturunkan. Metotreksat, etanersep, dan sulfasalazin dapat menekan perkembangan penyakit juvenile idiopathic arthritis. Pada anak, penggunaan DMARDs ini sebaiknya digunakan di bawah pengawasan dokter. Beberapa pasien juvenile idiopathic arthritis (artritis juvenil krionik) tidak memerlukan DMARDs. Metotreksat efektif untuk juvenile idiopathic arthritis, sulfasalazin dapat merupakan pilihan alternatif tetapi sebaiknya dihindari digunakan untuk systemic onset juvenile idiopathic arthritis.

DMARDs tidak hanya mengatasi gejala dan tanda penyakit radang sendi tetapi juga manifestasi ekstra artikular seperti vaskulitis. Obat-obat ini mengurangi laju endap darah (LED), protein C-reaktif, dan terkadang titer faktor reumatoid. Sebagian (misalnya metotreksat dan siklosporin) dapat menunda kerusakan erosif yang dapat ditunjukkan secara radiologi.

Pemilihan. Pemilihan suatu DMARDs sebaiknya memperhitungkan ko-morbiditas dan keinginan pasien. Kemanfaatan sulfasalazin, metotreksat, emas intramuskular, dan penisilamin sebanding. Namun sulfasalazin dan metotreksat biasa digunakan sebagai pilihan pertama karena dapat ditoleransi lebih baik. Penisilamin dan obat yang mempengaruhi sistem imun (imunomodulator) kadang juga dipakai dalam reumatoid artritis yang memperlihatkan kelainan ekstra artikular seperti vaskulitis, dan pada pasien yang menggunakan dosis kortikosteroid yang besar. Jika pasien memberikan respons terhadap pemberian obat, hal ini sering dapat menurunkan kebutuhan akan kortikosteroid dan obat lainnya secara nyata. Emas dan penisilamin efektif pada reumatisme palindromik. Lupus eritematosus sistemik dan diskoid kadang diobati dengan klorokuin atau hidroksiklorokuin.

Jika pemberian salah satu DMARDs tidak memberikan manfaat dalam waktu 6 bulan (atau 3 bulan untuk penghambatan tumour necrosis factor), sebaiknya diberikan DMARDs yang lain. Pada keadaan tertentu dan di bawah pengawasan ketat, kombinasi 2 atau lebih DMARDs dapat dipertimbangkan.

IMUNOSUPRESAN
Metotreksat merupakan DMARDs yang sesuai untuk artritis reumatik sedang sampai berat. Azatioprin, siklosporin, siklofosfamid, leflunomid dan penghambat sitokin (adalimumab, anakinra, etanercept, dan infliksimab) dipertimbangkan sebagai lebih toksik dan digunakan jika pasien tidak memberikan respon pada pemberian DMARDs lain.

Metotreksat biasanya diberikan dalam dosis awal 7,5 mg secara oral seminggu sekali, kemudian diatur sesuai respon sampai maksimum 15 mg seminggu sekali (kadang sampai 20 mg). Diperlukan pemeriksaan darah lengkap (termasuk hitung jenis darah putih dan hitung platelet), pemeriksaan fungsi ginjal dan pemeriksaan fungsi hati. Pada pasien yang mengalami efek samping pada saluran cerna dan mukosa, untuk anak di atas dua tahun dan dewasa dapat diberi asam folat 5 mg setiap minggu untuk menurunkan frekuensi efek samping, biasanya paling tidak 24 jam setelah pemberian metotreksat.

Azatioprin biasanya diberikan dalam dosis 1,5 sampai 2,5 mg/kg bb/ hari dalam dosis terbagi. Diperlukan pemeriksaan hitung darah untuk mendeteksi kemungkinan netropenia atau trombositopenia yang biasanya diatasi dengan pengurangan dosis. Mual, muntah dan diare dapat timbul, biasanya sejak awal pengobatan, dan mungkin memerlukan penghentian pengobatan. Infeksi herpes zoster juga mungkin muncul.

Leflunomid bekerja pada sistem imun sebagai DMARDs. Efek terapetiknya dimulai setelah 4-6 minggu dan perbaikan penyakit berlanjut pada 4-6 bulan berikutnya. Khasiat leflunomid sebanding dengan metotreksat dan sulfasalazin, dan dapat dipilih jika kedua obat tersebut tidak dapat digunakan. Metabolit aktif leflunomid bertahan cukup lama.

Prosedur wash-out obat dari dalam tubuh  diperlukan jika terjadi efek samping serius, atau sesaat sebelum memulai pemberian DMARDs lain, atau pada wanita dan pria sebelum konsepsi. Efek samping leflunomid termasuk juga depresi sumsum tulang. Efek imunosupresi meningkatkan risiko infeksi dan malignansi.

Siklosporin dapat diberikan untuk reumatoid artritis aktif yang berat jika terapi konvensional lini kedua tidak memadai atau tidak efektif. Terdapat bukti bahwa siklosporin bisa memperlambat perkembangan erosif dan memperbaiki pengendalian gejala pada pasien yang memberi respon sebagian terhadap metotreksat. Pada anak, siklosporin jarang digunakan untuk juvenile idiopathic arthritis, penyakit jaringan ikat, vaskulitis, dan uvelitis, namun dapat dipertimbangkan jika pasien gagal memberikan respon terhadap pengobatan lain.

Siklofosfamid (lihat bagian 8.1.1) dapat digunakan pada dosis 1 sampai 1,5 mg/kg bb/hari secara oral untuk reumatoid artritis dengan manifestasi sistemik yang berat. Obat ini bersifat toksik dan penggunaannya memerlukan pemeriksaan hitung darah (termasuk pemeriksaan jumlah platelet). Siklofosfamid dapat juga diberikan secara intravena dalam dosis 0,5 sampai 1 g (dengan mesna profilaktik) untuk artritis reumatoid sistemik berat dan untuk penyakit jaringan ikat (khususnya dengan vaskulitis aktif), diberi berulang mula-mula dengan selang dua minggu kemudian selang sebulan (tergantung pada respons klinis dan pemantauan hematologis).

Imunosupresan digunakan juga pada penanganan kasus berat lupus eritematosus sistemik dan kelainan gangguan jaringan ikat lainnya. Obat-obat ini sering diberikan bersama kortikosteroid untuk pasien yang mengalami gangguan ginjal yang berat atau progresif. Obat-obat ini dapat digunakan pada kasus polimiositis yang resisten terhadap kortikosteroid. Obat-obat ini digunakan karena mempunyai efek hemat kortikosteroid yang dibutuhkan pada pasien dengan kebutuhan terhadap kortikosteroid yang tinggi. Biasanya dipakai azatioprin. Azatioprin dan metotreksat digunakan dalam pengobatan psoriatic arthropathy untuk kasus yang berat atau progresif yang tidak dapat dikendalikan dengan obat-obat antiinflamasi.

PENGHAMBAT SITOKIN
Penggunaan penghambat sitokin sebaiknya di bawah supervisi dokter spesialis. Adalimumab, etanersep dan infliksimab menghambat aktivitas tumour necrosis factor.

Pedoman penggunaan etanersep dan infliksimab untuk artritis reumatoid
Etanersep atau infliksimab yang digunakan untuk artritis reumatoid sangat aktif pada pasien dewasa yang tidak memberikan respon terhadap setidaknya 2 terapi standar DMARDs termasuk metotreksat (kecuali metotreksat tidak bisa digunakan karena intoleran atau dikontraindikasikan). Etanersep dan infliksimab sebaiknya diberikan dan penggunaannya dimonitor oleh ahlinya. Infliksimab sebaiknya diberikan bersama-sama dengan metotreksat.

Etanersep dan infliksimab sebaiknya dihentikan jika muncul efek samping berat atau tidak ada respon setelah 3 bulan. Belum ada bukti untuk menunjang penggunaan obat lebih dari 4 bulan. Keputusan untuk meneruskan pengobatan sebaiknya berdasarkan aktivitas penyakit dan efektivitas klinis per kasus individu. Pemberian etanersep dan infliksimab secara berurutan tidak dianjurkan.

Adalimumab digunakan untuk artritis reumatoid aktif sedang sampai berat yang tidak memberikan respon yang memadai terhadap DMARD lain (termasuk metotreksat). Adalimumab sebaiknya diberikan dalam kombinasi dengan metotreksat, namun dapat juga diberikan adalimumab tunggal jika metotreksat tidak sesuai. Adalimumab juga digunakan untuk artritis psoriasis yang progresif dan aktif dan ankylosing spondylitis berat aktif yang tidak memberi respon yang memadai terhadap DMARD lain.

Etanersep digunakan untuk reumatoid artritis aktif pada pasien dewasa yang tidak memberikan respon yang memadai pada pemberian DMARD lain, termasuk metotreksat.

Infliksimab kombinasi dengan metotreksat, untuk mengurangi gejala, memperbaiki fungsi fisik pada pasien reumatoid artritis aktif yang tidak memberikan respon yang memadai pada pemberian DMARD, termasuk metotreksat.

Penggunaan adalimumab, etanersep, dan infliksimab terkait dengan timbulnya infeksi yang kadang berat termasuk tuberkulosis dan septikemia. Efek samping lain meliputi mual, nyeri abdomen, perburukan gagal jantung, reaksi hipersensitivitas, demam, sakit kepala, depresi, sindrom mirip-lupus eritematosus, pruritus, reaksi di tempat penyuntikan, kelainan darah (termasuk anemia, leukopenia, trombositopenia, pansitopenia, dan anemia aplastik).

Sulfasalazin mempunyai aktivitas yang menguntungkan dalam menekan aktivitas inflamasi pada reumatoid artritis, pada beberapa keadaan juvenille idiophatic arthritis, tetapi biasanya sulfasalazin tidak digunakan pada systemic onset-disease. Efek samping meliputi ruam, intoleransi saluran cerna dan (terutama pada pasien dengan reumatoid artritis) yang jarang terjadi leukopenia, neutropenia, dan trombositopenia. Abnormalitas hematologi ini biasanya terjadi pada 3-6 bulan pertama pengobatan dan kembali normal setelah pengobatan dihentikan. Pemantauan ketat terhadap jumlah sel darah lengkap (termasuk pemeriksaan jumlah sel darah putih diferensial dan jumlah platelet) perlu dilakukan di awal dan setiap bulan selama 3 bulan pertama pengobatan (pemeriksaan fungsi hati, juga dilakukan setiap bulan selama 3 bulan pertama). Disarankan melakukan pemeriksaan fungsi ginjal juga, meski bukti kemanfaatan belum meyakinkan.

Monografi: 

ADALIMUMAB

Indikasi: 

lihat keterangan pada penghambat sitokin di atas, untuk mengurangi gejala dan mencegah kerusakan struktur pada reumatoid artritis sedang-berat yang aktif dan tidak memberi respon yang memadai pada pemberian satu atau lebih DMARDs. Dapat diberikan tanpa atau dengan kombinasi dengan metotreksat atau DMARDs lain.

Peringatan: 

gangguan hati, gangguan ginjal, monitor terhadap infeksi sebelum penyuntikan, selama dan untuk 5 bulan setelah pemberian obat; tidak boleh diberikan sebelum infeksi aktif (termasuk kronis atau lokal) dapat diatasi; kecenderungan terjadi infeksi;kegagalan fungsi hati (hentikan jika gejala memburuk; hindari sama sekali pada kegagalan fungsi hati sedang-berat); kerusakan selubung myelin saraf pada SSP (dengan risiko eksaserbasi).Tuberkulosis. Pasien harus diamati kemungkinan mengidap tuberkulosis sebelum diterapi. Jika menderita tuberkulosis maka harus diberi pengobatan standar.

Kontraindikasi: 

kehamilan (lihat Lampiran 4); menyusui (lihat Lampiran 5); infeksi berat (lihat peringatan).

Efek Samping: 

Lihat penghambat sitokin dan peringatan di atas. Juga diare, konstipasi, muntah, esofagitis, dispepsia, gastritis, disfagia, gangguan pengecapan, ulserasi pada mulut, hipertensi, vasodilatasi, nyeri dada, esimosis, batuk, sakit tenggorokan, asma, dispenia, astenia, insomnia, mengantuk, sakit kepala, agitasi, tremor, paraestesia, neuralgia, menoragia, diuresis, hematuria, proteinuria, atralgia, kejang, gangguan penglihatan, ruam, alopesia, berkeringat, hiperlipidemia, hipokalimia, hiperurisemia.

Dosis: 

secara subkutan, dewasa di atas 18 tahun 40 mg setiap 2 minggu sekali; jika perlu boleh ditingkatkan menjadi 40 mg setiap minggu pada pasien yang tidak menggunakan metotreksat. Hentikan pemberian obat jika setelah 12 minggu tidak memberikan respon.

AZATIOPRIN

Indikasi: 

lihat keterangan di atas; reaksi penolakan terhadap transplantasi, lihat bagian 8.2.1.

Dosis: 

oral, dosis awalnya jarang lebih dari 3 mg/kg bb/hari, kurangi menurut respons; dosis penunjang 1-3 mg/kg bb/hari; pertimbangkan untuk menghentikan pengobatan jika tidak ada perbaikan dalam 3 bulan.

ETANERSEP

Indikasi: 

lihat penghambat sitokin di atas; reumatoid artritis aktif pada pasien dewasa; artritis idiopatik juvenile pada anak usia 4-17 tahun; artritis psoriasis aktif dan progresif pada pasien dewasa yang tidak memberikan respon yang memadai pada pemberian obat-obat Disease Modifying Antirheumatic Drugs (DMARDs), termasuk metotreksat; spondilitis ankilosa aktif yang parah pada dewasa; pengobatan psoriasis plak sedang atau parah pada dewasa yang tidak memberikan respon atau memiliki kontraindikasi atau intoleran terhadap terapi sistemik termasuk siklosporin, metotreksat atau PUVA.

Peringatan: 

kecenderungan terkena infeksi (hindari jika ada kecenderungan septikemia); terpapar virus herpes zoster secara signifikan, hentikan pemberian obat dan pertimbangkan untuk pemberian imunoglobulin varisela-zoster, kerusakan selubung myelin saraf pada SSP (dengan risiko eksaserbasi), riwayat kelainan darah. Tuberkulosis.Pasien harus diamati kemungkinan mengidap tuberkulosis sebelum diterapi. Jika menderita tuberkulosis aktif maka harus diberi pengobatan standard.Kelainan darah. Pasien disarankan untuk konsultasi ke dokter jika gejala perdarahan seperti demam, sore throat, memar, perdarahan muncul.

Interaksi: 

Pemberian bersama dengan obat diabetes menyebabkan hipoglikemia; pemberian bersama dengan anakinra menimbulkan tingkat infeksi serius lebih tinggi; pemberian bersama sulfasalazine menyebabkan penurunan rata-rata jumlah sel darah putih secara signifikan dibandingkan terapi tunggal.

Kontraindikasi: 

Kehamilan (lihat lampiran 4), menyusui (lihat lampiran 5), infeksi aktif, penggunaan pada anak ≤ 4 tahun, hipersensitivitas, sepsis atau berisiko sepsis, pasien dengan infeksi aktif serius termasuk infeksi kronis atau terlokalisir.

Efek Samping: 

Lihat penghambat sitokin di atas; asma, infeksi, gagal jantung, serangan jantung, iskemik otot jantung, nyeri dada, pingsan, iskemik otak, hipertensi, hipotensi, kolesistis, pankreatitis, pendarahan saluran cerna, bursitis, kebingungan, depresi, dispnea, penyembuhan yang tidak normal, insufisiensi ginjal, batu ginjal, thrombosis vena dalam, emboli paru, glomerulonefropati membran, polimiositis, tromboplebitis, kerusakan hati, leukopenia, paresis, parestesia, vertigo, alrergi alveoli, angioderma, skleritis, fraktur tulang, limfadenopati, colitis ulseratif, dan obstruksi usus. Sangat umum: reaksi pada tempat pemberian termasuk eritema, gatal, nyeri dan bengkak. Umum: pruritus, ruam, pireksia. Tidak umum: peningkatan enzim hati, angioedema, psoriasis, urtikaria, ruam psoriasiform. Jarang: autoimun, hepatitis, sindrom Stevens-Johnson, vasculitis kutan, eritema multiform, lupus pada kulit, subakut lupus pada kulit, sindrom seperti lupus. Sangat jarang: nekrolisis epidermis toksik.

Dosis: 

Injeksi subkutan; artitis psoriasis, spondilitis ankilosa dan reumatoid artritis dewasa usia 18-64 tahun dosis yang direkomendasikan adalah 25 mg dua kali seminggu. Dosis 50 mg yang diberikan 1 kali seminggu memberikan respon yang lebih aman dan efektif. Tidak diperlukan penyesuaian dosis pada pasien dengan usia lanjut.

INFLIKSIMAB

Indikasi: 

Reumatoid arthritis: kombinasi dengan metotreksat, untuk mengurangi gejala, memperbaiki fungsi fisik pada pasien reumatoid artritis aktif yang tidak memberikan respon yang memadai pada pemberian DMARDs, termasuk metotreksat. Penyakit Crohn: untuk mengurangi gejala dan menjaga remisi klinik pada pasien penyakit Crohn ringan-berat yang tidak memberikan respon yang memadai pada pemberian terapi konvensional. Mengurangi draining enterokutan dan rektovaginal fistula dan menjaga fistula closure pada pasien fistulizing Crohn's disease.Ankilosing spondilitis: untuk mengurangi gejala pada pasien ankilosing spondilitis aktif.

Peringatan: 

kerusakan hati; kerusakan ginjal; monitor infeksi sebelum, selama dan 6 bulan setelah terapi (lihat juga tuberkulosis di bawah); gagal hati (hentikan jika gejala-gejala muncul atau memburuk; hindari pada gagal hati yang sedang atau berat); kerusakan selubung mielin saraf pada SSP dengan risiko eksaserbasi.

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (infliksimab). Tuberkulosis. Tuberkulosis (seringkali di bagian ekstra pulmonar dan tersebar) infeksi jamur infasif, infeksi opurtunistik pernah dilaporkan dan ada beberapa yang fatal. Pasien harus diamati kemungkinan mengidap tuberkulosis aktif dan laten sebelum diterapi. Sebelum diterapi jika menderita tuberkulosis aktif maka harus diberi pengobatan standard. Pasien disarankan konsultasi ke dokter jika muncul gejala-gejala yang mengarah kepada tuberkulosis (seperti batuk menetap, berat badan turun, demam). Jika diduga ada tuberkulosis aktif, infliximab sebaiknya dihentikan sampai infeksi teratasi atau disembuhkan. Reaksi Hipersensitivitas. Reaksi hipersensitivitas (meliputi demam, nyeri dada, hipotensi, hipertensi, dispnea, pruritus, urtikaria, serum sickness like reactions, angiodema, anafilaksis) dilaporkan selama atau dalam 1-2 jam setelah infus diberikan (risiko paling besar pada infus yang pertama atau kedua atau pada pasien yang tidak melanjutkan dengan imunosupresan lain). Semua pasien sebaiknya diamati dengan hati-hati selama 1-2 jam setelah infus diberikan dan perlengkapan resusitasi sebaiknya tersedia untuk keperluan mendadak. Profilaksis antipiretik, antihistamin, atau hidrokortison juga dapat diberikan. Pemberian ulang tidak direkomendasikan setelah infliximab diberhentikan lebih dari 16 minggu- berisiko munculnya reaksi hipersensitivitas yang tertunda. Pasien dianjurkan untuk tetap membawa alert card setiap saat dan segera konsul ke dokter jika tanda-tanda reaksi hipersensitivitas muncul.

Kontraindikasi: 

kehamilan (lihat Lampiran 4); menyusui (lihat lampiran 5); Infeksi yang berat (lihat juga pada peringatan).

Efek Samping: 

lihat pada penghambat sitokin dan peringatan di atas; dispepsia, diare, konstipasi, hepatitis, kolesistitis, diverkulitis, perdarahan saluran cerna, kemerahan, bradikardi aritmia, palpitasi, sinkop, vasospasme, iskemik perifer, ekimosis, hematoma, fibrosis, fatigue, ansietas, mengantuk, pusing, insomnia, bingung, agitasi, amnesia, seizures, kerusakan selubung myelin saraf pada SSP, vaginitis, myalgia, atralgia, endoptalmitis, kemerahan, berkeringat, hiperkeratosis, pigmentasi kulit, alopesia.

Dosis: 

waktu infus dianjurkan 2 jam. Paling tidak selama 1-2 jam sesudah sesudah pemberian infus pasien diamati terhadap kemungkinan reaksi infeksi. Lihat Peringatan.
Reumatoid artritis. Dosis yang dianjurkan 3 mg/kg bb infus intravena diulang pada minggu ke 2 dan 6 serta ke-8. Jika respon tidak memadai dapat dipertimbangkan untuk dilakukan penyesuaian dosis sampai 10 mg/kg bb atau pemberian obat diulang setiap 4 minggu.
Penyakit Crohn aktif yang berat 5 mg/kg bb diberikan sebagai infus intravena selama 2 jam. Terapi lanjutan:
-Pemeliharaan: infus tambahan 5 mg/kg bb setelah 2 dan 6 minggu dosis awal, dilanjutkan setiap 8 minggu.
-Pemberian ulang dosis 5 mg/kg bb jika gejala muncul kembali.
Fistulizing active Crohn's DiseaseDosis awal 5 mg/kg bb infus selama 2 jam diikuti tambahan 5 mg/kg bb pada setelah 2 dan 6 minggu dosis awal, jika tidak memberikan respon, jangan diteruskan.Terapi lanjutan:
- Infus tambahan 5 mg /kg bb setiap 8 minggu
-Pemberian ulang 5 mg/kg bb setiap 8 minggu jika gejala muncul kembali.
Ankylosing spondilitisDosis awal 5 mg/kg bb infus dilanjutkan pada minggu ke 2 dan 6 setelah dosis awal, kemudian setiap 6 minggu. Jika pasien tidak memberi respon dalam 6 minggu (setelah dosis ke 2) jangan diteruskan.
Pemberian ulangan pada reumatoid artritis dan penyakit Crohn.Jika gejala muncul kembali, dapat diberikan dalam waktu 16 minggu setelah pemberian terakhir. Pemberian ulangan setelah obat dihentikan lebih dari 16 minggu tidak dianjurkan. Lihat Peringatan.

LEFLUNOMID

Indikasi: 

Sebagai DMARDs pada reumatoid artritis aktif pada pasien dewasa dan psoriatik artritis aktif.

Peringatan: 

gangguan ginjal (lihat Lampiran 3); gangguan fungsi sumsum tulang meliputi anemia, leukopenia, atau trombositopenia (hindari jika signifikan dan dapat menjadi penyebab selain reumatoid artritis); baru mendapat pengobatan kombinasi obat antireumatik dengan obat lain untuk penyakit hepatotoksik dan myeolotoxic disease-modifying anti rheumatic drugs (hindari penggunaan bersamaan); riwayat tuberkulosis; hindari kehamilan sebelum pemberian obat; gunakan alat kontrasepsi efektif selama pengobatan dan selama kurang lebih 2 tahun setelah pengobatan pada wanita dan selama kurang lebih 3 bulan setelah pemberian obat pada pria (diperlukan pemantauan kadar plasma; waktu tunggu sebelum terjadinya konsepsi dapat dikurangi dengan prosedur washout- lihat prosedur washout di bawah); pantau hitung darah total (termasuk perbedaan perhitungan sel darah putih dan hitung platelet) sebelum pemberian obat dan setiap 2 minggu selama 6 bulan, kemudian setiap 8 minggu; pantau fungsi hati (lihat hepatotoksisitas di bawah); pantau tekanan darah; prosedur washout direkomendasikan pada kejadian efek samping yang serius dan sebelum diganti dengan DMARDs lihat keterangan di bawah.

Interaksi: 

lihat lampiran 1 (leflunomid). Hepatotoksisitas yang mengancam jiwa biasanya dilaporkan pada 6 bulan pertama; pantau fungsi hati sebelum pemberian obat dan setiap 2 minggu selama 6 bulan pertama kemudian setiap 8 minggu. Hentikan pengobatan (dan lakukan prosedur washout- lihat prosedur washout di bawah); atau kurangi dosis jika fungsi hati menjadi tidak normal; jika ketidaknormalan fungsi hati tetap ada setelah dosis dikurangi, hentikan pengobatan dan lakukan prosedur washout.Prosedur washout. Untuk membantu eliminasi obat pada kasus efek samping yang serius, atau sebelum mulai menggunakan DMARDs lain dalam terapi kombinasi DMARDs, atau sebelum konsepsi (lihat Lampiran 2), hentikan pemberian obat dan berikan kolestiramin 8 g tiga kali sehari selama 11 hari atau karbon aktif 50 g empat kali sehari selama 11 hari; kadar metabolit aktif setelah washout harus kurang dari 20 mcg/L (diukur pada 2 kesempatan terpisah dalam 14 hari) pada laki-laki atau wanita sebelum terjadi konsepsi.

Kontraindikasi: 

imunodefisiensi berat; infeksi yang serius; gangguan hati hipoproteinemia yang berat; kehamilan (risiko teratogenik: lihat peringatan dan Lampiran 4); menyusui.

Efek Samping: 

diare, mual, muntah, anoreksia, gangguan mukosa mulut, nyeri abdomen, berat badan turun; peningkatan tekanan darah; sakit kepala, astenia, paraestesia, tenosinovitis; alopesia, eksim, kulit kering, ruam kulit, pruritus; leukopenia; gangguan pengecapan (jarang), gelisah, ruptur tendon, urtikaria, anemia, trombositopenia, eosinofilia, hiperlipidema, hipokalemia, hipofosfatemia, gangguan fungsi hati (lihat Hepatotoksisitas di atas); juga dilaporkan, pankreasitis, anafilaksis, gangguan paru-paru interstitial, infeksi berat, pansitopenia, vaskulitis, sindrom Steven-Johnson, nekrolisis epidermal toksis (hentikan dan lakukan prosedur washout).

Dosis: 

reumatoid artritis, dewasa usia di atas 18 tahun, dosis muatan 100 mg sekali sehari selama 3 hari kemudian dosis pemeliharaan, 10-20 mg sekali sehari.Psoriatik artritis, dewasa usia di atas 18 tahun, dosis awal 100 mg sekali sehari selama 3 hari selanjutnya dosis pemeliharaan 20 mg sekali sehari.Perbaikan kondisi biasanya terjadi setelah 4-6 minggu dan bisa bertahan sampai 4-6 bulan. Leflunomid dimaksudkan untuk penggunaan jangka panjang.AINS dan atau kortikosteroid dosis rendah tetap dapat diberikan bersama leflunomid.

METOTREKSAT

Indikasi: 

reumatoid artritis aktif yang berat yang tidak memberikan respons terhadap terapi konvensional; penyakit keganasan, lihat 8.1.3; psoriasis, lihat 13.5.2.

Peringatan: 

lihat Metotreksat, 13.5.2TOKSISITAS PULMONER. Toksisitas pulmoner bisa menjadi masalah khusus pada reumatoid artritis (pasien harus segera menghubungi dokter jika timbul dispnoea atau batuk). Untuk peringatan khusus lainnya, termasuk anjuran sehubungan dengan interaksi dengan asetosal dan AINS, lihat Metotreksat, 13.5.2.

Kontraindikasi: 

lihat Metotreksat, 13.5.2.

Efek Samping: 

lihat Metotreksat, 13.5.2.

Dosis: 

oral, 7,5 mg sekali seminggu (sebagai dosis tunggal atau terbagi ke dalam tiga dosis 2,5 mg dengan selang waktu pemberian 12 jam), sesuaikan menurut respons; dosis maksimum seminggu 20 mg.

Keterangan: 

Sediaan Lihat 13.5.2 dan 8.1.3.

SIKLOSPORIN

Indikasi: 

reumatoid artritis aktif yang berat apabila terapi konvensional tidak memadai atau tidak efektif; penyakit graft-versus-host (lihat 8.2.2), atopik dermatitis dan psoriasis, lihat 13.5.2.

Peringatan: 

lihat 8.2.2PERINGATAN TAMBAHAN UNTUK REUMATOID ARTRITIS. Kontraindikasi pada fungsi ginjal yang abnormal, hipertensi yang tidak terkendali (lihat juga di bawah), infeksi yang tidak terkendali, dan malignansi. Ukur kreatinin serum setidaknya dua kali sebelum pengobatan dan pantau setiap 2 minggu selama 3 bulan pertama, kemudian setiap 4 minggu (atau lebih sering jika dosis dinaikkan, atau diberikan bersama AINS, atau jika dosis AINS-nya dinaikkan (juga lihat Interaksi: lihat Lampiran 1 (siklosporin), kurangi dosis jika kreatinin serum naik hingga lebih dari 30% di atas nilai semula dalam lebih dari satu kali pengukuran; bila nilainya naik di atas 50%, kurangi dosis sampai setengahnya (walaupun masih dalam rentang normal), dan hentikan jika pengurangan dosis tidak memberikan hasil dalam satu bulan; pantau tekanan darah (hentikan jika terjadi hipertensi yang tidak bisa diatasi oleh terapi antihipertensi); pantau fungsi hati jika diberikan bersama AINS.

Dosis: 

DEWASA di atas 18 tahun oral, berikan sesuai dengan petunjuk dokter, dosis awal 2,5 mg/kg bb/hari dalam 2 dosis terbagi, jika perlu naikkan secara bertahap setelah 6 minggu sampai maksimum 4 mg/kg bb (hentikan jika responsnya belum seperti yang diharapkan setelah 3 bulan); untuk penunjang, dosis disesuaikan menurut respons dan pengobatan dikaji ulang setelah 6 bulan (lanjutkan hanya apabila manfaat yang diberikan lebih besar daripada risiko); Di bawah 18 tahun tidak dianjurkan. PENTING. Untuk sediaan dan konseling serta anjuran dalam perubahan antar sediaan, lihat 8.2.2.

SULFASALAZIN

Indikasi: 

reumatoid artritis aktif; kolitis ulseratif, lihat 1.3.4.1 dan keterangan di atas.

Peringatan: 

lihat 1.3.4.1 dan keterangan di atas Pasien yang mendapat pengobatan dengan sulfasalazin harus disarankan untuk melaporkan kalau terjadi perdarahan, memar, purpura, radang tenggorokan, demam atau malaise yang tidak diketahui penyebabnya selama pengobatan. Harus dilakukan hitung darah dan segera hentikan pengobatan jika terdapat diskrasia darah yang mencurigakan.

Kontraindikasi: 

lihat 1.3.4.1 dan keterangan di atas.

Efek Samping: 

lihat 1.3.4.1 dan keterangan di atas.

Dosis: 

oral, berikan atas resep dokter, sebagai tablet salut enterik, dosis awal 500 mg sehari, naikkan dengan 500 mg pada selang waktu 1 minggu hingga maksimum 2-3 g/hari dalam dosis terbagi.

Kenapa seseorang bisa mengalami rheumatoid arthritis?

Penyakit rematik seringkali tidak diketahui penyebabnya secara pasti, karena merupakan gangguan autoimun. Sistem imun pengidapnya menyerang sinovium atau sebuah membran yang melapisi sendi-sendi dalam tubuh. Akibatnya, sinovium menjadi meradang dan menyebabkan kerusakan pada tulang rawan dan tulang di sekitar sendi.

Bagaimana cara meredakan rheumatoid arthritis?

Bagaimana Cara Mengobati Penyakit Rheumatoid Arthritis?.
Konsumsi Obat Pereda Sakit. Misalnya parasetamol, kodein, dan obat antiinflamasi non-steroid (OAINS). ... .
Konsumsi Obat Steroid. ... .
Terapi Biologis. ... .
Konsumsi Obat Anti-Rematik Modifikasi-Penyakit (DMARDs) ... .
Terapi Fisik. ... .
6. Operasi..

Rheumatoid arthritis Apakah Berbahaya?

Jika tidak diatasi dengan baik, rheumatoid arthritis dapat menyebabkan berbagai komplikasi, seperti: Carpal tunnel syndrome. Peradangan yang berkembang pada bagian tubuh lainnya, seperti paru-paru, jantung, mata, hingga pembuluh darah. Kerusakan sendi secara permanen.

Rheumatoid arthritis Apakah sama dengan rematik?

Rematik atau rheumatoid arthritis adalah penyakit yang ditandai dengan nyeri dan peradangan pada sendi. Kondisi ini merupakan penyakit autoimun, yakni kondisi ketika sistem imun pada tubuh seseorang menyerang sel-sel tubuhnya sendiri.