Gerakan Non-Blok (GNB) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari lebih dari 100 negara-negara yang tidak menganggap dirinya beraliansi dengan atau terhadap blok kekuatan besar apapun. Tujuan dari organisasi ini adalah untuk menjamin "kemerdekaan, kedaulatan, integritas teritorial, dan keamanan dari negara-negara nonblok" dalam perjuangan mereka menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, rasisme dan segala bentuk agresi militer, pendudukan, dominasi, interferensi atau hegemoni, dan menentang segala bentuk blok politik. Show Jadi, Gerakan Non-Blok adalah organisasi internasional yang bertujuan untuk menentang imperialisme, kolonialisme, neo-kolonialisme, apartheid, rasis, agresi militer, pendudukan, dominasi, hegemoni, dan tidak memihak pada satu bentuk blok politik.
Suara.com - Berakhirnya Perang Dunia II pada Agustus 1945 menyisakan permusuhan dengan terciptanya blok Barat dan blok Timur. Namun ada negara-negara yang tidak memihak kedua blok tersebut, yang disebut Gerakan Non Blok (GNB), dan Indonesia termasuk di dalamnya. Mengutip buku elektronik milik Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) 2018 berjudul Sejarah Indonesia terbitan Pusat Kurikulum dan Perbukuan, Balitbang, berikut penjelasan singkat seputar sejarah gerakan non blok. Gerakan Non-Blok (GNB) atau Non Align Movement (NAM) adalah suatu gerakan yang dipelopori oleh negara-negara dunia ketiga yang beranggotakan lebih dari 100 negara. Gerakan ini berusaha menjalankan kebijakan luar negeri yang tidak memihak dan tidak menganggap dirinya beraliansi dengan Blok Barat atau Blok Timur. Baca Juga: Bahas Covid-19, Presiden Jokowi Ikuti KTT Gerakan Non Blok Secara Virtual Gerakan Non Blok merepresentasikan 55 persen penduduk dunia dan hampir 2/3 keanggotaan PBB. Mayoritas negara-negara anggota GNB adalah negara-negara yang baru memperoleh kemerdekaan setelah berakhirnya Perang Dunia II, dan secara geografis berada di benua Asia, Afrika, dan Amerika Latin. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, tepatnya di era 1950-an, negara di dunia terpolarisasi dalam dua blok, yaitu Blok Barat di bawah pimpinan Amerika Serikat dan Blok Timur di bawah pimpinan Uni Soviet. Pada saat itu terjadi pertarungan yang sangat kuat antara Blok Barat dan Blok Timur, era ini dikenal sebagai era Perang Dingin (Cold War) yang berlangsung sejak berakhirnya PD II hingga runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1989. Pertarungan antara Blok Barat dan Blok Timur merupakan upaya untuk memperluas sphere of interest dan sphere of influence. Dengan sasaran utama perebutan penguasaan atas wilayah-wilayah potensial di seluruh dunia. Dalam pertarungan perebutan pengaruh ini, negara-negara dunia ketiga (di Asia, Afrika, Amerika Latin) yang mayoritas sebagai negara yang baru merdeka dilihat sebagai wilayah yang sangat menarik bagi kedua blok untuk menyebarkan pengaruhnya. Baca Juga: Potret Pekerjaan Unik di KAA 1955, Pengedar Lilin hingga Pengangkut Kertas Akibat persaingan kedua blok tersebut, muncul beberapa konflik terutama di Asia, seperti Perang Korea, dan Perang Vietnam.
Lihat Foto KOMPAS.com - Gerakan Non-Blok atau Non-Aligned Movement adalah suat organisasi internasional yang terdiri dari 100 negara negara yang menganggap dirinya tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun. Pada awalnya, Gerakan Non-Blok (GNB) merupakan himpunan negara-negara yang baru merdeka atau negara berkembang yang tidak memihak kepada salah satu blok era perang dingin. Negara-negara yang digolongkan baru merdeka meliputi semua negara yang terbebas dari penjajahan seiring dengan berakhirnya perang dunia II pada tahun 1945. Berakhirnya Perang Dunia II Memprakarsai Lahirnya GNBPasca perang dunia II, Amerika Serikat dan Uni Soviet berebut pengaruh di dunia. Amerika Serikat bersama negara-negara barat (Eropa, Amerika, Australia) yang berhaluan kapitalis-liberal disebut Blok Barat. Sedangkan Uni Soviet bersama negara-negara komunis di Eropa Timur dan Asia disebut Blok Timur. Era perang dingin kemudian berakhir akibat terjadinya revolusi demokratik di Eropa Timur pada sekitar tahun 1980 dan puncaknya ketika Uni Soviet pecah pada tahun 1991. Situasi perang dingin pada saat itu melahirkan kesadaran negara-negara yang baru merdeka untuk tidak terseret ke dalam arus persaingan militer dan kekuatan pertahanan. Negara-negara baru memusatkan perhatian pada usaha-usaha pembangunan sosial dan ekonomi setelah terlepas dari penajajahan. Lima kepala negara yang memprakarsai pembentukan GNB adalah Joseph Broz Tito (Presiden Yugoslavia), Soekarno (Presiden Indonesia), Gamal Abdul Nasser (Presiden Mesir), Pandit Jawaharlul Nehru (Perdana Menteri India), dan Kwan Nkrumah (Presiden Ghana). Baca juga: Indonesia Desak Negara Anggota Gerakan Non-Blok Cari Solusi untuk Palestina Empat Pertemuan Menuju Deklarasi GNBSebelum berhasil mendeklarasikan GNB, para pemimpin negara berkembang mengadakan empat kali pertemuan, yaitu:
Dasasila Bandung dan lima kriteria keanggotaan dijadikan dasar setiap pelaksanaan Konferensi Tingkat Tinggi atau KTT Non-Blok yang dihadiri para kepala negara anggota. Pada KTT I di Yugoslavia tanggal 1 - 6 September 1961, dideklarasikan secara resmi berdirinya GNB. Deklarasi itu ditandatangani 25 kepala negara yang hadir dalam KTT tersebut. Referensi
Baca berikutnya
Lihat Foto KOMPAS.com - Gerakan Non-Blok (GNB) adalah suatu organisasi internasional yang terdiri dari 120 negara yang menganggap diri mereka tidak beraliansi dengan kekuatan besar apapun Gerakan ini bermula pada 1950-an sebagai upaya beberapa negara untuk menghindari terpolarisasi dunia Perang Dingin. Berdasarkan prinsip yang disepakati pada Konferensi Bandung 1955, GNB didirikan pada 1961 di Beograd, SR, Serbia, Yugoslavia. Hal ini terjadi melalui inisiatif Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, Presiden Ghana Kwame Nkrumah, Presiden Soekarno, Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser, dan Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito. Baca juga: Oemar Said Tjokroaminoto: Kehidupan, Peran, dan Gerakan Islam Latar BelakangGNB bermula dari sebuah Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asia-Afrika atau Konferensi Asia-Afrika (KAA), sebuah konferensi yang diadakan di Bandung, tahun 1955. Konferensi ini dihadiri oleh pemimpin negara dari 29 negara berkembang di Asia-Afrika. Konferensi ini mendiskusikan tentang masalah-masalah yang dihadapi negara-negara bekas koloni Barat yang baru saja berkembang. Namun KAA saja tidak cukup. Karena ada negara berkembang yang baru merdeka juga, yaitu Yugoslavia yang berada di luar Asia-Afrika. Maka setelah KAA Bandung, pada 1956 ada pula Deklarasi Brijuni yang digelar di Pulau Brijuni, Yugoslavia. Deklarasi tersebut ditandatangani Presiden Yugoslavia Josip Broz Tito, Perdana Menteri India Jawaharlal Nehru, dan Presiden Mesir Gamal Abdel Nasser. |