Apa kritik masyarakat tentang profesi farmasi di masa lalu

Regulasi

farmasetika.com – Penerbitan Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes/PMK) nomor 3 tahun 2020 tentang Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit menuai berbagai reaksi, termasuk dari Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi Indonesia (APTFI) yang menghimbau kepada pimpinan Program Studi di PTF untuk membuat banner atau running text solidaritas apoteker Indonesia di website/media resmi PTF masing-masing terkait PMK nomor 3 tahun 2020 (4/2/2020).

Berikut beberapa PTF yang ikut bereaksi terhadap penerbitan PMK ini :

1. Fakultas Farmasi Universitas Padjadjaran

Farmasi Unpad prihatin atas keluarnya Permenkes nomor 3 tahun 2020 yang tidak menempatkan layanan kefarmasian sesuai dengan kompetensi tenaga kefarmasian saat ini.

#SolidaritasApotekerIndonesia

2. Sekolah Farmasi Insitut Teknologi Bandung

Sekolah Farmasi, merasa prihatin atas keluarnya PMK nomor 3 tahun 2020 yang kurang memahami historis praktek kefarmasian.

3. Fakultas Farmasi, Universitas Muhamadiyah Surakarta

Prihatin dan mengkritik PMK nomor 3 tahun 2020, Solidaritas Apoteker Indonesia, dengan gambar pita hitam di bannernya.

4. Universitas Ahmad Dahlan

6. Fakultas Farmasi Universitas Setia Budi Surakarta

Prihatin dan mengkritik PMK nomor 3 tahun 2020, Solidaritas Apoteker Indonesia

7. Fakultas Farmasi Universitas Muhamadiyah Purwokerto

8. Fakultas Farmasi, Program Studi Farmasi, Universitas Katolik Widya Mandala,

9. Fakultas MIPA, Farmasi, Universitas Tulang Bawang, Lampung

10. Program Studi Farmasi, STIKES Mandala Waluya Kendari

11. Universitas Harapan Bangsa

12. Program Studi Sarjana Farmasi, Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

13. Fakultas Farmasi, Program Studi Farmasi, Universitas Buana Perjuangan Karawang

14. Program Studi Sarjana, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhamadiyah Pekajangan Pekalongan

15. Program Studi Profesi Apoteker, Universitasn Lambung Mungkarat

16. Fakultas Farmasi, Universitas Andalas

Majalah Farmasetika - Intervensi untuk mengurangi polifarmasi, atau penggunaan beberapa obat setiap hari, tampaknya mengurangi…

Majalah Farmasetika - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) merilis peraturan nomor 12 tahun 2022…

Majalah Farmasetika - Sebuah penelitian menunjukkan peran reseptor serotonin 1B dalam nafsu makan dan menunjukkan…

Majalah Farmasetika - Food and Drug Administration (FDA) setiap tahun mempublikasikan daftar obat baru yang…

Majalah Farmasetika - Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) secara resmi menerbitkan Izin Penggunaan Darurat…

Majalah Farmasetika - Sebuah penelitian baru menunjukkan bahwa beberapa orang dewasa mungkin menggunakan obat yang…

Kajian Online RUU Kefarmasian

Apa kritik masyarakat tentang profesi farmasi di masa lalu

UU atau Undang-undang adalah suatu peraturan tertulis yang dibentuk oleh DPR dengan persetujuan bersama dengan Presiden. UU berperan dalam mengatur rakyat baik dalam konsolidasi politik dan hukum untuk mewujudkan tujuan bersama atau tujuan negara. Sebelum terbentuknya UU, diperlukan sebuah rancangan atau rencana dari aturan-aturan yang akan dibahas dan disahkan menjadi UU. Pemberian usulan terhadap RUU dapat dilakukan oleh presiden dengan bantuan menteri-menteri atau usulan dari DPR sendiri.

RUU Kefarmasian adalah sebuah rancangan UU yang diajukan oleh seluruh civitas kefarmasian untuk mengatur terkait dengan Produk Kefarmasian, SDM Farmasi, Pendidikan Farmasi, Lembaga-Lembaga Farmasi yang akan menjadi pengawas dan pelaksana, Organisasi Profesi atau Asosiasi Perguruan Tinggi Farmasi, Kelembagaan Farmasi, dan lain sebagainya. RUU Kefarmasian ini juga membahas mengenai larangan dan anjuran mengenai hal-hal yang dibolehkan dan dilarang dalam kefarmasian.

Farmasis Indonesia harus memiliki pedoman dalam bertingkah laku dan menjalani kehidupan sebagai seorang farmasis. Maraknya kasus-kasus peredaran obatpalsu, penyalahgunaanpraktikkefarmasian,pendidikanapoteker yang tidak merata kualitasnya, dan distribusi apoteker yang tidak merata merupakan wujud nyata wajah kefarmasian yang harus disikapi denganserius, mengingatpraktikkefarmasianharusberintegritas dan terjamin untuk semua pihak, baik pemerintah, organisasi profesi, maupun masyarakat. Adanya RUU yang diajukan ke DPR yang diwakili oleh pihak IAI bertujuan untuk memberikan konsep, strategi, dan mekanisme yang mengatur peran pemerintah, organisasi profesi, masyarakat, dan stakeholders lainnya dalam meningkatkan mutu kefarmasian Indonesia dan kesejahteraan Indonesia.

  • Mengapa RUU Kefarmasian itu penting?

Rancangan Undang-Undang Kefarmasian menjadi hal yang penting karena adanya ketidakjelasan akan payung hukum tertinggi yang menaungipraktikkefarmasian di Indonesia. Ketidakjelasan tersebut berupa munculnya dua peraturan di tahun yang sama, yang sama-sama membahas tentang kesehatan. Kedua peraturan tersebut adalah UU nomor 36 tahun 2009 dan PP nomor 51 tahun 2009, dimana PP tersebut mengacu pada UU nomor 23 tahun 1992 yang juga berbicara tentang kesehatan. Peraturan Pemerintah atau PP tersebut dibuat sebagai bentuk pelaksanaan terhadap pasal 23 dari UU nomor 23 tahun 1992. Padahal, masa berlaku UU nomor 23 tahun 1992 sudah digantikan dengan adanya UU nomor 36 tahun 2009. Jika dilihat berdasarkan hierarki perundang-undangan yang disebutkan dalam UU nomor 12 tahun 2011 pasal 7 ayat 1, peraturan yang menjadi payungtertinggiuntukpraktikkefarmasianadalah UU nomor 36 tahun 2009. Adapun hierarki yang dimaksud tercantum sebagai berikut :

  1. UUD 1945
  2. TAP MPR
  3. UU/ PP pengganti UU
  4. PP
  5. Peraturan Presiden
  6. Perda Provinsi
  7. Perda Kota/Kabupaten

Peraturan Pemerintah nomor 51 tahun 2009 masih berada dalam hierarki atau level PP, karena tujuan pembuatannya bukan untuk menggantikan UU nomor 23 tahun 1992, melainkan hanya untuk memperjelas pasal tertentu dari UU tersebut.

Tetapi, jika dilihat dari aspek rinci tidaknya peraturandalammengaturpraktikkefarmasian, makaperaturan yang menjadi payungtertinggiuntukpraktikkefarmasianadalah PP nomor 51 tahun 2009. Hal ini ditunjukkan dengan UU nomor 36 tahun 2009 yang hanyamengaturpraktikkefarmasiandalamsatu pasal dan perlu perincian lebih lanjut, sementara PP nomor 51 tahun 2009 dapat menjelaskan hal-hal apa saja yang penting untuk diatur. Padahal seperti yang diketahui, praktikkefarmasianakanlebih terjamin oleh peraturan yang lebih kuat, yang berdasarkan peraturan yang masih berlaku. Penilaian-penilaian inilah yang menjadi salah satu pertimbangan akan pentingnya keberadaan RUU Kefarmasian yang jelas dalampengaturanakanpraktikkefarmasian dan kuat secara hierarki perundang-undangan.

Hal penting lain yang perlu menjadi pertimbangan akan pentingnya RUU Kefarmasian yaitu perlunya kekuatan hukumdalammenjalankanpraktikkefarmasian. Jika berkaca pada profesi kesehatan yang lain, seperti kedokteran, keperawatan, dan kebidanan, profesi tersebut sudah memiliki UU yang mengaturpraktikprofesimasing-masing. Selainitu,praktikkefarmasianakanberlangsung lebih bersih dan terhindardaripenyalahgunaanpraktik oleh farmasisjika ada peraturan yang mengaturbatas-batasdaripraktikkefarmasian.

  • Gambaran Perjalanan RUU Kefarmasian Saat Ini

Perkembangan RUU Kefarmasian saat ini masih berjalan di tempat, dan tidak ada langkah drastis yang diambil. Hal ini disebabkan oleh prioritas pembahasan oleh DPR yang berubah, dimana pada awalnya membahas tentang RUU Kefarmasian, menjadi membahas tentang RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Perubahan prioritas tersebut bukanlah merupakan hal yang salah, mengingat keterkaitannya yang masih berhubungan dengan cakupan kerja kefarmasian, tetapi masih ada bagian cakupan kerja lain yang perlu dijamin oleh peraturan. Lalu, adanya UU nomor 36 tahun 2014 yang mengatur tentang tenaga kesehatan menegaskan perlunya suatu peraturan yang jelasdalampraktikkefarmasian.

  • Pro dan Kontra RUU Kefarmasian

Pro :

  • Adanya jaminan perlindungan oleh hukumketikamenjalankanpraktikprofesisaatundang-undangdisahkanbaikbagifarmasismaupunmasyarakat
  • Mendukung kesetaraan di antara profesikesehatan yang lainnyadalam level perundang-undangan
  • Perlunya suatu pedoman atau kebijakan bagi apotekerdalammenjalankanpraktikkefarmasian dan pendidikankefarmasianyang disesuaikandengan perkembangan zaman
  • Optimalisasipraktikkefarmasianbagimasyarakat

Kontra :

  • Proses pembuatan dan pengesahan cukup rumit dan lama
  • Perlunya sosialisasi untuk semua pihak yang terlibatdalampraktikkefarmasiandalammenerima perubahan, sehingga membutuhkan adaptasi yang cukup lama
  • Pernyataan Sikap

Sikap yang diambil oleh BEM Fakultas Farmasi USD yaitu mendukung adanya suatu peraturan yang spesifik dan kuatdalammengaturpraktikkefarmasian. Sikap tersebut diambil sebagai suatu langkah untuk mengubah sistem pelayanan kesehatan yang lebih baik di masa depan.

Apa kritik masyarakat tentang profesi farmasi di masa lalu

Sumber:

https://m.cnnindonesia.com/nasional/20190725165659-32-415502/ruu-pengawasan-obat-dan-makanan-resmi-jadi-usul-inisiatif-dpr

PeraturanPemerintahNomor 51 Tahun 2009tentangPekerjaanKefarmasian

Undang-UndangNomor 12 Tahun 2011tentangPembentukanPeraturanPerundang-undangan

Undang-UndangNomor 36 Tahun 2009 tentangKesehatan

Undang-UndangNomor 36 Tahun 2014tentang Tenaga Kesehatan