Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna maupun floranya Disebut apakah dua wilayah itu?

Mengenang Alfred Russel Wallace

Pada tanggal 8 Januari 2020 yang lalu, Alfred Russel Wallace, salah seorang ilmuwan yang sangat berjasa dalam bidang keanekaragaman hayati genap berusia 197 tahun. Alfred Russel Wallace, lahir pada tahun 1823 di Monmouthshire, Wales di Britania Raya,  adalah seorang naturalis, penjelajah, ahli geografi, antropolog dan ahli persebaran hewan dari Britannia Raya. Alfred Russel Wallace meninggal pada usia 90 tahun dan dimakamkan di Broadstone, Dorset, Inggris.

Semasa hidupnya, Wallace menulis karya besar “The Malay Archipelago” atau “Kepulauan Nusantara” (1869) sebagai hasil perjalanannya menjelajahi Kepulauan Nusantara (atau disebut dengan Kepulauan Melayu atau Hindia Timur pada masa itu). Wallace memulai penjelajahannya dari Singapura pada tahun 1854 pada saat usianya 31 tahun. Dari perjalanannya itu, Wallace berhasil mengumpulkan kurang lebih 125.660 spesimen fauna. Beberapa ribu dari spesimen tersebut merupakan penemuan-penemuan baru pada masa tersebut.

Salah satu spesimen fauna dari Indonesia yang dikumpulkan oleh Wallace sekarang masih dapat dilihat di University Museum of Zoology di Universitas Cambridge, yaitu satu set spesimen berisi 80 kerangka burung. Salah satu deskripsi spesies yang menjadi terkenal yang dibuat Walace adalah katak pohon yang dapat terbang meluncur (Rachoporus nigropalmatus). Karena deskripsinya dibuat oleh Wallace, maka katak pohon tersebut juga dikenal dengan sebutan katak terbang Wallace.

Alfred Russel Wallace yang membagi Indonesia dalam dua wilayah yang berbeda berdasarkan ciri khusus baik fauna maupun floranya Disebut apakah dua wilayah itu?

Gambar 1. Sebuah ilustrasi dari the Malay Archipelago yang menggambarkan katak terbang yang ditemukan Wallace (Pic Source: Wikimedia Commons)

Catatan perjalanan dan penelitian Wallace di Kepulauan Nusantara tersebut kemudian diterbitkan menjadi buku dengan judul “The Malay Archipelago”.  Buku ini termasuk buku tentang eksplorasi ilmiah yang sangat popular dan terus dicetak ulang hingga saat ini. Di Indonesia sendiri, tempat asal muasal perjalanan dan penelitian yang diceritakan dalam buku tersebut, baru dapat dinikmati kurang lebih 150 tahun setelah buku tersebut pertama kali diterbitkan.

Pengamatan Wallace terhadap spesies fauna Nusantara kemudian membuahkan teori yang terkenal dan masih diakui hingga saat ini, yaitu “garis Wallace” dan “efek Wallace”. Kita tentu pernah mendengar mengenai teori tersebut pada saat di sekolah dasar, bukan? Garis Wallace adalah sebuah garis hipotesis yang memisahkan wilayah geografi hewan antara Asia dan Australasia. Australasia adalah sebutan bagi suatu kawasan di Oseania yang mencakup Australia, Selandia Baru dan pulau-pulau di sekitarnya. Spesies di sebelah barat garis ini berhubungan dengan spesies di Asia, dan di sebelah timur berhubungan dengan spesies di Australasia. Garis ini melalui Kepulauan Melayu, antara Borneo dan Sulawesi dan antara Bali dan Lombok. Oleh Max Wilhelm Weber, garis ini kemudian diperbaiki dengan digeser ke timur (melalui daratan Sulawesi) dan selanjutnya dikenal dengan “garis Wallace-Weber”.
          Sedangkan efek Wallace adalah suatu hipotesis tentang bagaimana seleksi alam dapat memberikan kontribusi pada spesiasi dengan mendorong terciptanya penghalang terhadap hibridisasi. Gagasan tentang efek Wallace ditulis oleh Wallace dalam buku Darwinism pada tahun 1889.

            Seumur hidupnya, Wallace adalah seorang yang sangat produktif. Beliau telah menerbitkan 22 buku lengkap dan sekitar 747 penggalan-penggalan (makalah) yang lebih singkat, 508 diantaranya berupa karya ilmiah (191 diantaranya diterbitkan di jurnal Nature yang saat ini menjadi salah satu jurnal imiah berkelas dunia). Wallace mendapatkan berbagai penghargaan dari tulisan-tulisannya tersebut, diantaranya Royal Medal dari Royal Society pada tahun 1868, Darwin Medal pada tahun 1890 dan Order of Merit pada tahun 1908. Bagaimanapun, dengan perannya sebagai rekan penemu seleksi alam dan karyanya dalam zoogeografi membuktikan bahwa beliau adalah figur yang sangat luar biasa. Dapat dikatakan bahwa Wallace adalah penjelajah sejarah alam terbesar pada abad 19.

            Bangsa Indonesia patut berterima kasih pada Wallace. Sumbangannya pada ilmu pengetahuan tentang keanekaragaman hayati Indonesia dan persebarannya, mungkin belum ada yang dapat menyamainya hingga saat ini.

Penulis: PWR, dari berbagai sumber

tirto.id - Bagaimana

persebaran fauna di dunia menurut Wallace adalah salah satu pembahasan penting ketika membicarakan ilmu alam.

Pengaruh Alfred Russel Wallace sulit diabaikan dalam perkembangan ilmu alam. Naturalis sekaligus penjelajah itu memiliki sumbangan besar dalam studi keanekaragaman hayati dunia. Ilmuwan kelahiran Monmouthshire, Wales, Britania Raya, pada 8 Januari 1823 itu punya keahlian di bidang geografi, antropologi, hingga persebaran fauna.

Jasa-jasanya bagi dunia ilmu pengetahuan terus dikenang sampai lebih dari satu abad setelah ia tutup usia pada 7 November 1913 di Broadstone, Dorset, Inggris. Mengutip situs Britannica, pemikiran Wallace tentang teori evolusi melalui seleksi alam, yang mendahului buku Charles Darwin, dinilai sebagai salah satu warisan terbesarnya.



Dimensi perhatian Wallace pun tidak terbatas pada ilmu pengetahuan. Fokus Wallace yang melebar dari sosialisme hingga spiritualisme, biogeografi kepulauan sampai kehidupan di Planet Mars, evolusi hingga nasionalisasi tanah di Inggris, berakar pada kepeduliannya terhadap nilai-nilai moral, sosial, dan politik dalam kehidupan manusia.
Kisah perjalanan Wallace dan penelitiannya, yang tertuang di buku The Malay Archipelago, termasuk karya klasik di dunia sains. Buku ini juga membuat namanya populer di kalangan peneliti alam Indonesia dan memuat banyak sumbangan pula bagi bidang geografi, khususnya studi mengenai persebaran fauna.

Mengutip ulasan karya Charles H. Smith berjudul "Alfred Russel Wallace, Geographer" yang termuat dalam Jurnal Geography Compass (4/5, 2010:388-401), pada 1855, Wallace telah menerbitkan sebuah karya yang meletakkan fondasi bagi salah satu cabang ilmu geografi, yakni biogeografi.


Karya yang ditulis oleh Wallace ketika masih berada Serawak itu mengidentifikasi hubungan dasar antara distribusi spasial spesies yang hidup dan yang punah. Kajian itu mengarah ke hipotesis teori evolusi. Wallace pun dianggap memberikan dua kontribusi penting lainnya bagi studi biogeografi. Salah satunya berkaitan dengan kegiatan Wallace menjelajahi Nusantara selama 8 tahun (1854-1862) yang bisa mengumpulkan sejumlah 125.660 spesimen serangga, burung, reptil, kerang, serta mamalia.

Pertama adalah analisis Wallace tentang pola persebaran kelompok fauna di bagian barat dan timur Nusantara. Di antara 2 bagian wilayah itu ada garis demarkasi yang disebut "Garis Wallace." Istilah yang terakhir merujuk pada sebuah garis imajiner yang memanjang dari utara Sulawesi hingga melewati Selat Lombok. Garis itu memisahkan keragaman hayati Paparan Sunda dan Paparan Sahul. Karena itu, wilayah Sulawesi dan kepulauan sekitarnya yang memiliki kekayaan hayati khas, disebut kawasan Wallacea.


Kedua, pada dekade yang sama dengan masa penjelajahan di Nusantara, Wallace menerbitkan karya pada 1859 yang menguatkan hipotesis ahli burung Inggris, Philip L. Sclater, tentang pembagian wilayah persebaran fauna di dunia menjadi 6 zona. Setahun sebelum karya Wallace terbit, atau 1858, Sclater merilis makalah yang memuat hipotesis tentang 6 zona persebaran burung di bumi. Karya Wallace memberi data tambahan yang mendukung klasifikasi itu. Teori Wallace tentang klasifikasi wilayah persebaran fauna di dunia menjadi 6 zona itu hingga kini masih dipakai untuk melengkapi deskripsi tentang keragaman hayati di bumi. Berikut penjabaran tentang enam zona persebaran fauna di dunia versi Wallace.


Wilayah Persebaran Fauna di Dunia dan Contoh Hewan di 6 Zona

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, Wallace merumuskan klasifikasi wilayah persebaran fauna di dunia menjadi 6 zona Zoogeografi. Masing-masing dari zona tersebut, berdasarkan kajian Wallace, dihuni oleh fauna yang khas.Penjelasan mengenai masing-masing zona persebaran fauna di dunia itu, seperti dikutip dari Modul Geografi XI KD 3.2 dan 4.2 (2020) terbitan Kemdikbud, adalah sebagai berikut.

1. Wilayah Paleartic

Wilayah Paleartic meliputi zona persebaran fauna di Siberia, Afrika Utara, dan beberapa kawasan di Asia Timur. Contoh hewan yang hidup di wilayah Paleartic adalah: harimau siberia, beruang kutub, beaver (biwara), rusa, dan lain sebagainya.

2. Wilayah Neartic

Wilayah Neartic meliputi meliputi zona persebaran fauna di sebagian besar kawasan Amerika Utara dan Greenland (kutub utara sampai wilayah iklim subtropis). Contoh hewan yang hidup dalam wilayah Neartic adalah: antelope (spesies ruminansia berkuku genap), rusa, beruang, dan lain sebagainya.

3. Wilayah Neotropical

Wilayah Neotropical meliputi meliputi zona persebaran fauna di Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Meksiko. Contoh hewan yang hidup di wilayah Neotropical adalah: primata, kelelawar, rodent, trenggiling, bison, kukang, dan lain sebagainya.

4. Wilayah Ethiopian/Afrotropical

Wilayah Ethiopian/Afrotropical meliputi meliputi zona persebaran fauna di kawasan Afrika dan Madagaskar. Contoh fauna yang hidup di Wilayah Afrotropical adalah: gajah afrika, gorila gunung, jerapah, zebra dan lain-lain.

5. Wilayah Oriental

Wilayah oriental meliputi meliputi zona persebaran fauna di kawasan India, Cina, Asia Selatan, dan Asia Tenggara. Contoh fauna yang hidup di zona oriental adalah: harimau sumatra, tapir malaysia, gajah india, kerbau air, badak, dan lain-lain.

6. Wilayah Australis

Wilayah Australia meliputi meliputi zona persebaran fauna di Australia, Selandia baru, Papua, Maluku, dan gugus kepulauan Oseania. Contoh fauna atau hewan yang berada di zona wilayah Australis adalah: kangguru, koala, buaya, platipus, wallaby, burung pengisap madu, kiwi, dan kasuari, dan lain sebagainya.

Mengutip modul Geografi: Uniknya Flora Fauna Indonesia (Kemdikbud 2018), berikut ini faktor-faktor yang memengaruhi persebaran tersebut:

1. Iklim

Iklim yang berbeda di berbagai wilayah turut memengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang mampu hidup di masing-masing wilayah. Misalnya pohon kaktus lebih tepat hidup di daerah gurun yang bercurah hujan rendah, tapi pohon kayu keras lebih cocok menempati daerah tropis.

2. Tanah

Unsur-unsur kimia tanah diperlukan bagi pertumbuhan flora dunia. Kesuburan tanah berlainan di satu tempat dengan tempat lain. Inilah yang membuat jenis dan keanekaragaman flora berlainan di berbagai wilayah.

3. Suhu

Flora dan fauna akan beradaptasi dengan suhu lingkungan fisiknya. Kebanyakan tidak mampu hidup pada suhu ekstrim terlalu panas atau terlalu dingin. Keduanya akan mudah hidup dan menetap pada wilayah yang suhu udaranya masih bisa diadaptasi.

4. Kelembaban Udara dan Curah Hujan

Kelembaban udara berkaitan dengan banyaknya uap air dalam udara. Bagi tumbuhan, air turut membantu distribusi zat hara. Sementara untuk manusia dan hewan, air juga faktor penting dalam menunjang kehidupan.

5. Sinar Matahari

Tidak setiap wilayah akan diterangi sinar matahari setiap hari. Hal ini memengaruhi jenis tumbuhan dan hewan yang hidup di suatu wilayah. Pada wilayah tropis, tumbuhan berdaun hijau lebih mudah tumbuh karena diperlukan dalam proses fotosintesis.

6. Angin

Salah satu kegunaan angin yaitu pembentuk karbondioksida, lalu pemindah uap air dan kelembaban dari satu tempat ke tempat lain. Angin turut berperan pula sebagai penyebar biji-bijian yang akan tumbuh di wilayah lain.

7. Manusia, Hewan, dan Tumbuhan

Persebaran flora dan fauna juga dipengaruhi oleh keberadaan manusia. Misalnya, manusia berpengaruh pada kehidupan fauna suatu wilayah dengan konservasi, penangkaran, atau malah melakukan perburuan.

Sementara itu, manusia juga dapat memindahkan bibit tanaman dari satu wilayah ke wilayah lain yang mungkin bibit tersebut dapat beradaptasi dapat hidup di tempat baru.

Baca juga:

  • Pemerintah Serius Selamatkan Flora dan Fauna Khas Indonesia


Baca juga artikel terkait FAUNA atau tulisan menarik lainnya Addi M Idhom