5 mulai kapankah Rasulullah melakukan dakwah secara terang-terangan?

Nabi Muhammad SAW (9), Mulai Berdakwah

Oleh: Yunahar Ilyas

Ada beberapa tugas yang dibebankan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW dalam Surat Al-Mudatsir ini: 1. Tugas untuk menyampaikan dakwah dan memberi peringatan (bangunlah, lalu beri peringatan!); 2. Tugas untuk melaksanakan segala perintah Allah (dan Tuhanmu agungkanlah); 3. Tugas membersihkan diri lahir dan batin (dan pakaianmu bersihkanlah); 4. Tugas menjauhi segala hal yang menyebabkan datangnya murka Allah (dan perbuatan dosa tinggalkanlah). (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 84-85)

Setelah turun Surat Al-Mudatir ini Rasulullah SAW bangkit berdiri. Terhitung sejak itu sampai lebih dari 20 tahun berikutnya, tidak ada lagi kata istirahat bagi beliau. Hidupnya bukan lagi untuk dirinya sendiri dan keluarganya. Beliau menapaki jalan dakwah tiada ujung. Memikul beban berat yang meletihkan.Sedikitpun tiada goyah. Mengemban misi kemanusian, beban akidah, beban perang. Hidup dalam suasana konflik terus menerus selama hamir seperempat abad. (Ar-Rahiq al-Makhtum, hal. 85)

Nabi Muhammad Dakwah Secara Rahasia

Setelah turunnya Surat Al-Mudatsir, mulailah Rasulullah berdakwah di jalan Allah. Pertama sekali Rasulullah SAW mengajak orang terdekat beliau, yaitu Khadijah Radhiallahu’anha, isteri setia yang sudah mendampingi beliau selama lebih 15 tahun. Khadijah sangat mengenal Nabi Muhammad SAW, dan Nabi Muhammad SAW pun sangat mengenal Khadijah sebagai penyuka kebenaran dan kebaikan. Benar saja, Khadijah segera menyambut seruan Nabi. Perempuan mulia itulah orang pertama yang menerima seruan Nabi. Di susul kemudian oleh Zaid ibn Haritsah, mantan budak yang sudah beliau perlakukan sebagai anak sendiri. Nabi sangat menyayangi Zaid, apalagi anak laki-laki Nabi semua meninggal pada waktu balita.

Zaid juga sangat menyayangi abi Muhammad SAW dan tatkala disuruh memilih kembali kepada kedua orang tuanya dan sanak familinya atau tetap bersama Nabi Muhammad SAW, Zaid memilih yang kedua. Oleh sebab itu tidak ada keraguan sedikitpun bagi Zaid untuk menerima ajakan Nabi. Setelah Zaid, Nabi juga mengajak Ali ibn Abi Thalib, putera pamannya yang selama ini hidup di bawah asuhan Nabi sendiri. Waktu itu Ali masih kanak-kanak. Ali lah kanak-kanak yang pertama masuk Islam. Tentu saja Nabi juga mengajak puteri-puteri beliau tercinta. Setelah keluarga dekat, Nabi kemudian mengajak sahabat terdekat beliau, Abu Bakar ash-Shiddiq. Sahabat karib Nabi ini segera menerima ajakan Nabi.

Abu Bakar adalah pribadi yang menyenangkan. Orangnya lemah lembut, simpatik, luwes dalam pergaulan, suka menolong orang yang kesulitan. Para pemuka kaumnya sering mendatanginya. Mereka menyukai Abu Bakar karena pengetahuannya, kemampuannya berdagang dan pergaulannya yang baik. Abu Bakar mengajak masuk Islam teman-temannya seperti Utsman ibn Affan, Zubair ibn ‘Awwam, Abdurrahman ibn ‘Auf, Sa’ad ibn Abi Waqas dan Thalhah ibn Ubaidillah. Mereka inilah kelompok pertama dari generasi awal yang masuk Islam.

Setelah kelompok pertama ini, masuk Islamlah puluhan orang lainnya baik laki-laki maupun perempuan dari suku Quraisy, seperti Abu Ubaidah ibn Jarrah, Abu Salamah al-Makhzumi beseta isterinya Ummu Salamah, Arqam ibn Abi al-Arqam al-Makhzumi, Utsman ibn Mazhum al-Jumahi, Ja’far ibn Abi Thalib berserta isterinya Asma’ binti Umais, Ummu Aiman,Ummul Fadhl Lubabah binti Harits, isteri Abbas ibn Abdul Muthallib, Asma’ binti Abi Bakar dan lain-lain.

Dari luar Quraisy masuk Islamlah Abdullah ibnmMas’ud al-Hadzali,Mas’ud ibn Rabi’ah al-Qari, Abdullah ibn Jahasy al-Asadi, Bilal ibn Rabbah al-Habsyi, Shuhaib ibn Sinan ar-Rumi, Ammar ibn Yasir al-Ansi dan ayahnya Yasir serta ibunya Sumayah, Amir ibn Fuhairah dan lain-lain.

Mereka yang awal-awal masuk Islam ini lah yang isebut as-Sabiqun al-Awwalun.

Selama 3 tahun pertama, Nabi Muhammad SAW berdakwah secara sembunyi-sembunyi, belum secara terbuka. Ibadah yang sudah diperintahkan pada pariode ini adalah shalat dua kali sehari, yaitu sebelum matahari terbit dan setelah matahari terbenam. Generasi awal ini melaksanakan shalat secara sembunyi-sembunyi di tempat-tempat terpencil agar tidak diketahui oleh masyarakat umum. Walaupun demikian, gelagat ini tercium juga oleh beberapa orang kafir Quraisy. Mereka mulai membicarakan tentang agama baru yang dibawa Muhammad. Sebagian sudah mulai menampakkan ketidaksukaannya, tetapi mereka belum memberikan perhatian serius, karena Nabi belum menyerang keyakinan dan ritual-ritual kemusyrikan mereka.

Nabi Muhammad Dakwah Secara Terbuka

Walupun belum dalam jumlah besar, tapi komunitas Muslim sudah mulai terbentuk. Mereka mulai bahu membahu dan tolong menolong. Generasi awal ini sudah digembleng dan disiapkan untuk mengemban tugas dakwah yang penuh tantangan. Maka turunlah firman Allah SWT memerintahkan kepada Nabi Muhammad SAW untuk mulai berdakwah secara terang-terangan. Tidak lagi sembunyi-sembunyi sebagaimana sudah berlangsung selama tiga tahun. Allah SWT berfirman:

وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ

“dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat… “ (Q.S. Asy-Syu’ara 26: 214)

Surat as-Syu’ara diturunkan di Mekkah. Dalam Surat ini dikisahkan perjuangan dakwah Nabi Musa AS menghadapi Fir’aun, do’a-doa Nabi Ibrahim AS, perjalanan panjang Nabi Nuh AS berdakwah dan hanya sedikit sekali yang mengikuti beliau. Dikisahkan juga tentang kedurhakaan kaum ‘Ad memghadapi Nabi Hud AS, pembangkangan Tsamud terhadap Nabi Shalih AS. Juga dikisahkan tentang kaum Luth AS, tentang Nabi Syu’aib AS dan ashhabul aikah. Semua kisah itu dimaksudkan untuk menguatkan hati Nabi dan para pengikutnya generasi awal dalam melaksanakan tugas risalah yang akan mendapatkan tantangan berat dari kuam musyrikan Quraisy.

Perjalanan dan perjuangan Musa membawa Bani Israil keluar dari Mesir, bagaimana mereka dikejar oleh Fir’aun dan balatentaranya, bagaimana Allah menyelamatkan Musa dan Bani Israil dengan menenggelamkan Fir’aun dan balatentaranya di laut merah… tentu memberikan inspirasi dan semangat kepada Nabi dan as-sabiqun al-awwalaun untuk siap menerima resiko dakwah dan optimis pada akhirnya Allah SWT akan memberikan kemenangan kepada orang-orang yang beriman.

Setelah turun ayat ini Nabi Muhammad SAW mengumpulkan keluarganya, Bani Hasyim. Jumlahnya sekitar 45 orang. Tapi belum lagi Nabi mulai bicara Abu Lahab sudah angkat bicara mengingatkan Nabi untuk tidak menyampaikan keyakinannya, pakailah untuk dirimu sendiri, agar kamu tidak menghadapi suku Quraisy, kata Abu Lahab. Pada pertemuan pertama itu Nabi tidak jadi menyampaikan sepatah katapun. Beliau kembali mengundang mereka untuk kali kedua pada kesempatan lain. Pada kesempatan kedua ini Nabi Muhammad SAW berkata:

“Segala puji bagi Allah. Aku senantiasa memuji-Nya dan memohon pertolonngan-Nya. Aku beriman kepada-Nya, berserah diri kepada-Nya. Aku bersaksi tiada Tuhan selain Allah, tiada sekutu bagi-Nya.” Rasulullah melanjutkan: “Sungguh seorang pemimpin tidak akan mendustakan keluaganya sendiri. Demi Allah yang tiada Tuhan selain Dia, sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian dan kepada seluruh umat manusa. Demi Allah, kalian benar-benar akan mati sebagaimana kalian tidur nyenyak. Dan kalian benar-benar akan dibangkitkan sebagaimana kalian bangun dari tidur. Kalian pasti akan diminta pertanggungjawaban atas segala yang kalian perbuat sedangkan pilihannyya hanya surga abadi atau neraka abadi “ (besambung)

Sumber: Majalah SM Edisi 20 Tahun 2018

Setelah Rasulullah saw berhasil membimbing para sahabat di fase dakwah sembunyi-sembunyi dan membangun masyarakat Muslim generasi awal yang sudah memiliki basis akidah cukup kuat, turunlah ayat yang menyerukan agar beliau berdakwah secara terang-terangan,  


وَأَنذِرۡ عَشِيرَتَكَ ٱلۡأَقۡرَبِينَ وَٱخۡفِضۡ جَنَاحَكَ لِمَنِ ٱتَّبَعَكَ مِنَ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ  


Artinya, “Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. As-Syu’ara [26]: 214-215)


Sesuai perintah Allah Swt, Rasulullah kemudian mengumpulkan kabilah dan kerabat sendiri terlebih dahulu, Bani Hasyim. Mengajak mereaka secara terbuka untuk beriman kepada Allah, memberi peringatan akan pedihnya siksa neraka bagi yang bermaksiat, mengajak untuk menyelamatkan diri mereka dari api neraka dan menjelaskan tanggung jawab diri masing-masing sebagai seorang hamba. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 120)


Dari ajakannya itu, beberapa orang menyambut dengan baik dan mengikuti ajakan Nabi Muhammad saw. Mereka adalah dari Bani al-Muthalib bin Abdi Manaf. Jumlah mereka sekitar 45 orang laki-laki.


Di tengah-tengah penyampaian dakwah itu, Abu Lahab-lah orang yang pertama kali menentang. Namun Abu Thalib melindungi Rasulullah dan meminta untuk melanjutkan misinya. Abu Thalib setuju dengan apa yang Nabi serukan. Hanya saja, ia tidak ikut beriman; masih bersikukuh dengan agama warisan nenek moyangnya.


Bangsa Arab terkenal dengan ruh kesukuannya. Sehingga wajar target pertama dalam dakwah terang-terangan adalah kerabat dan kabilahnya Nabi saw sendiri. Dengan demikian, memudahkan Nabi dalam membangun loyalitas dan solidaritas akidah berbasis kesukuan. (lihat as-Shlallabi, Sirah an-Nabawiyah, hal. 121)


Setelah Rasulullah yakin dengan perlindungan pamannya, beliau memberanikan diri untuk menaiki bukit Shafa dan berseru dengan lantang untuk mengumpulkan orang-orang Makkah. “Wahai Bani Fihr! Wahai bani ‘Adi!” seru Muhammad lantang. Mendengar seruan amat penting ini, marga-marga Quraisy pun berkumpul.


Rasulullah sampaikan kepada mereka tentang pedihnya api neraka bagi orang-orang yang bermaksiat. Tiba-tiba, Abu Lahab datang dan mengancam Rasulullah saw. Kelakuan Abu Lahab ini diabadikan dalam al-Qur’an,


تَبَّتۡ يَدَآ أَبِي لَهَبٖ وَتَبَّ


“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya dia akan binasa.” (QS. Al-Lahab [111]: 1)


Pada tahap berikutnya, kemudian turun ayat yang menyerukan agar Rasulullah melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi.


فَٱصۡدَعۡ بِمَا تُؤۡمَرُ وَأَعۡرِضۡ عَنِ ٱلۡمُشۡرِكِينَ

  
Artinya, “Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr [15]: 94)


Setelah ayat ini turun, Rasulullah saw menyampaikan dakwah secara terang-terangan dengan jangkauan lebih luas lagi. Beliau datangi kabilah-kabilah, tempat-tempat berkumpul dan pertemuan kaum musyrikin.


Dakwah beliau disambut dengan baik. Namun masih banyak juga mereka yang belum menerima ajakannya. Sehingga terjadi ‘gap’; saling membenci dan menjauhi antara dua pihak; pihak yang menerima dakwah dengan yang menolak. Melihat kondisi ini, orang-orang Quraisy merasa terganggu.


Hikmah dan Pelajaran


1) Mulailah dari diri sendiri


Seruan dakwah secara terang-terangan ini dimulai dari kerabat Rasulullah sendiri, yaitu Bani Hasyim. Dengan demikian, sebelum menyampaikan kepada orang lain, wahyu yang turun betul-betul tertanam dalam diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga lebih siap menerima dasar-dasar, aturan, dan hukum-hukum Allah. (lihat Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah, hal. 76) 


Ini merupakan pesan penting. Bahwa sebelum mengajak orang lain, terlebih dahulu diri kita yang diperbaiki. Mulailah dengan diri sendiri. 


Rasulullah saw sendiri pernah bersabda,


ابْدَأْ بِنَفْسِكَ ثُمَّ بِمَنْ تَعُول


“Mulailah dengan dirimu sendiri dan kemudian keluargamu.” (HR Muslim)


Seorang bapak bahasa Arab dari Bani Kinanah, Abul Aswad Ad-Dua’liy (w. 688 M.) berkata dalam syairnya:


يَا أَيُّهَا الرَّجُلُ الْمُعَلِّمُ غيره *** هَلاَّ لِنَفْسِكَ كَانَ ذَا التَّعْلِيْمِ


أَتَرَاكَ تُلَقِّحُ بِالرَّشَادِ عُقُوْلَنَا *** صِفَةً وَأَنْتَ مِنَ الرَّشَادِ عَدِيْمُ


لاَ تَنْهَ عَنْ خُلُقٍ وَتَأْتِي مِثْلَهُ *** عَارٌ عَلَيْكَ إِذَا فَعَلْتَ عَظِيْمُ


اِبْدَأْ بِنَفْسِكَ فَانْهَهَا عَنْ غَيِّهَا *** فَإِذَا انْتَهَتْ عَنْهُ فَأَنْتَ حَكِيْمُ


فَهُنَاكَ يَنْفَعُ إِنْ وَعَظْتَ وَيُقْتَدَى *** بِالْقَوْلِ مِنْكَ وَيَنْفَعُ التَّعْلِيْمُ


“Wahai orang yang mengajari orang lain. Tidakkah kau mengajari dirimu dulu (sebelum orang lain).”


“Pantaskah kau tanamkan pada akal kami “sifat mulia”. Tapi ternyata, engkau kosong dari sifat mulia itu.”


“Janganlah engkau melarang akhlak (yang buruk), tapi kau sendiri melakukannya. Sungguh sangat tercela, jika kau seperti itu.”


“Mulailah dari dirimu, dan lepaskanlah dosanya. Karena engkaulah sang bijaksana, jika kau telah lepas darinya.”


“Saat itulah, nasihat dan didikanmu kan berguna. Begitu pula ucapanmu, akan menjadi panutan.”

Ini juga mempengaruhi persepsi dan kepercayaan kaum Quraisy nantinya. Jika Nabi Muhammad berhasil menyampaikan dakwah di lingkungan keluarganya, tentu akan menjadi penilaian baik bagi orang Quraisy. Sebaliknya, jika Nabi saw gagal di keluarga sendiri, orang Quraisy pasti meragukan; dakwah di keluarga sendiri saja gagal, bagaimana mungkin mau mengajak orang lain?


Namun terbukti, Rasulullah berhasil mengajak orang-orang terdekatnya, baik saat fase dakwah sembunyi-sembunyi ataupun fase awal dakwah terang-terangan.


2) Mengemban amanah publik


Setelah Rasulullah saw mengajak kalangan kerabat sendiri, kemudian beliau melebarkan sayap dakwah lebih luas lagi ke lintas kabilah dan ke banyak tempat perkumpulan umat musyrikin (QS. Al-Hijr [15]: 94).

Ini adalah pesan penting untuk para dai dan ulama, bahwa di samping memiliki tanggung jawab akidah pada diri dan keluarga sendiri, tanggung jawab berikutnya adalah menjaga akidah masyarakat secara luas. Bagaimanapun, ulama adalah para pewaris Nabi.


3) Islam adalah agama rasionalis


Orang-orang Quraisy Mekah yang kafir adalah mereka yang taklid buta pada nenek moyang mereka untuk memuja berhala. Padahal, secara rasional tidak bisa diterima. Mereka menyembah benda mati yang tidak bisa berbuat apa-apa. Tidak bisa memberi manfaat dan mudharat. Mereka ciptakan sendiri, lalu mereka pula yang menyembah. Ini merupakan bentuk taklid buta yang nyata.


Islam datang untuk menyudahi taklid buta yang tidak masuk akal itu. Islam mengajak untuk menyembah pada Allah swt. Tuhan yang telah menciptakan mereka sendiri. Tuhan yang memberikan pahala bagi hamba yang taat dan siksa neraka bagi hamba yang bermaksiat. Tuhan yang mampu memberi manfaat dan kemudharatan.


Ini bukti bahwa Islam adalah agama rasionalis. Aturan-aturan syariat yang di bawah oleh Islam bersifat rasional. Memiliki tujuan logis yang sesuai dengan akal sehat manusia. Hanya saja, kadang akal manusia belum sampai untuk menangkap hikmah di baliknya, sehingga sekilas terkesan tidak rasional dalam beberapa aturan agama. (lihat Said Ramadhan al-Buthi, Fiqh al-Sirah al-Nabawiyah, hal. 76)


Muhamad Abror, Pengasuh Madrasah Baca Kitab, alumnus Pondok Pesantren KHAS Kempek Cirebon