10 besar krisis ekonomi dunia 2022

Jakarta Pusat, Kominfo - Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan, pandemi Covid-19 yang melanda dunia, merupakan pukulan berat bagi ekonomi di dalam negeri Indonesia. Anggaran yang digelontorkan mencapai lebih dari Rp1.000 triliun. Kondisi ini diperparah dengan konflik Ukraina-Rusia.

"Hakikat dari kondisi Covid-19 dan peperangan ini memunculkan tiga varian baru ancaman. Pertama adalah krisis pangan, kedua krisis energi dan ketiga adalah krisis keuangan Global," kata Moeldoko dalam diskusi online bertajuk "Capaian Kinerja Pemerintah Tahun 2022" yang digelar Forum Merdeka Barat (FMB9), pada Jum'at (21/10/22).

Dalam rangka mengatasi krisis pangan, pemerintah terus mendorong terwujudnya swasembada pangan. Indikatornya, kata Moeldoko, pemerintah telah membangun infrastruktur yang masif di sektor pangan ini. Antara lain 35 unit bendungan, 10.035 hektar daerah irigasi, rehabilitasi terhadap 152.615 hektar jaringan irigasi, pembangunan 21 embung, dan pembangunan 157 km tanggul pengendali banjir dan pengamanan pantai.

"Hal ini, membuat Indonesia relatif surplus pangan dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan dalam tiga tahun terakhir, Indonesia surplus 10 juta ton pangan," ujar Moledoko.

Berkaitan dengan energi, pemerintah telah mengantisipasi dengan menyiapkan kebijakan, salah satunya adalah Program Mandatori B30 yang mewajibkan semua bahan bakar diesel di Indonesia memiliki campuran minimal 30% biodiesel dan 70% Solar.

Dalam konteks krisis keuangan global khususnya inflasi, Moeldoko menyampaikan pemerintah telah mengumpulkan seluruh kepala daerah agar terlibat aktif dalam mengatasi inflasi. Salah satunya, memastikan subsidi atas distribusi barang agar tidak terjadi kelangkaan di daerah.

"Selain itu, bantuan-bantuan sosial dalam bentuk perlindungan sosial diberikan cukup masif, sehingga masyarakat di satu sisi memiliki daya beli yang terjaga, pada sisi yang lain pengeluaran menjadi terkurangi," jelasnya.

Diskusi ini juga dihadiri Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin; Deputi Kemenko PMK, Aris Darmansyah; dan Staf Khusus Menteri Keuangan, Yustinus Prastowo. 

Strategi Penanganan Covid-19 Indonesia Sangat Baik

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyampaikan pandemi Covid-19 terjadi di seluruh dunia dan tercatat merupakan yang terbesar dalam sejarah. Sehingga semua negara menghadapinya bersama-sama.

Dalam konteks Indonesia, Menteri Budi, menyampaikan apresiasi kepada Presiden Jokowi karena telah mampu memimpin tim dalam Kabinet Indonesia Maju (KIM) untuk bekerja bersama-sama secara efektif.

Pada saat pandemi Covid-19 terjadi, Budi memaparkan, puncak kasus di Indonesia pernah mencapai 600.000 per hari. Sekarang sudah turun menjadi di bawah 2.000 per hari. Sementara yang masuk rumah sakit pernah mencapai 100.000 orang, sementara sekarang hanya 3.100 orang per hari. Adapun yang meninggal pernah mencapai 1.800 orang, sekarang sudah berhasil ditekan hingga turun di angka 17 sampai 19 orang per hari.

"Jadi itu adalah pencapaian yang kita raih di masa pandemi ini dan seluruh dunia juga mengakui bahwa penanganan kita adalah yang paling baik, khususnya di gelombang terakhir, varian omicron dan B4 dan B5," tegasnya.

Bahkan di bulan Juni hingga Agustus kemarin, kata Budi, Indonesia tidak mengalami peningkatan kasus meskipun negara-negara lainnya melaporkan kenaikan kasus yang siginifikan. Hal ini disebabkan strategi penanganan pandemi oleh pemerintah yang sangat baik. "Jadi selama enam bulan sejak awal tahun, itu ada siklus kenaikan gelombang karena ada varian baru, kita tidak," tambahnya. 

Tingkat Inflasi Indonesia Aman

Pada kesempatan yang sama, Yustinus Prastowo selaku Staf Khusus Menteri Keuangan RI mengakui selama tiga tahun terkahir, Indonesia berjibaku dengan pandemi covid-19. Hal ini membuat anggaran cukup bengkak. Dimana tercatat hampir 1.895 triliun disiapkan baik untuk penanganan kesehatan maupun pemulihan ekonomi nasional.

"Kita bersyukur, sebab di balik wabah ada hikmah dan bahkan ada berkat. Indonesia saat ini dapat mempertahankan, bahkan dalam beberapa hal, dapat mengoptimalkan berbagai potensi. Kita termasuk negara dengan tingkat inflasi yang terjaga, relatif rendah di 5,95%," papar Yustinus.

Yustinus menambahkan, pendapatan Indonesia di tahun 2022 setelah 2 tahun berjuang untuk pulih, justru bisa tumbuh 49,8%. Sementara rasio utang yang seringkali menjadi catatan selama masa covid ini, Yustinus menjelaskan, Indonesia terpaksa menambah utang untuk menangani covid. Namun penetrasi rasio utang terhadap PDB yang sempat menyentuh 4,1%, perlahan diturunkan dan sekarang di angka 3,8%.

Adapun index manufaktur Indonesia,  sudah di atas 50. Artinya sudah ekspansif. Hal ini menunjukkan geliat ekonomi Indonesia bagus. Sebab Indonesia sudah mulai melakukan impor bahan baku barang modal untuk memenuhi kebutuhan domestik dan juga ekspor.

Yang paling penting lagi, tegas Yustinus, adalah terkait neraca perdangan. Indonesia konsisten surplus. Bahkan per September tahun ini, ekspor Indonesia mencapai 24,8 miliar. "Ini capaian yang cukup bagus dengan surplus 4,99 miliar dolar. Surplus neraca pembayaran juga terjadi, sampai dengan triwulan II, 2022 itu ada surplus 2,4 miliar dolar atau Rp37 triliun rupiah," jelas Yustinus

Adapun cadangan divisa Indonesia, terjaga di angkat USD138 miliar  atau 2,3 quatriliun rupiah di tengah berbagai tantangan yang kita hadapi. Selain itu, indikator perbandingan dengan negara ASEAN dan G20 juga cukup bagus. Level PDB ril kita juga

pada pertumbuhan yang bagus, inflasi terjaga. "Mudah-mudahan ini jadi bekal yang bagus untuk menyongsong tahun depan yang juga akan lebih dinamis".

IPM Indonesia Meningkat

Sementara itu, Aris Darmansyah Edisaputra selaku Plt. Deputi Bidang Koordinasi Peningkatan Kualitas Pendidikan & Moderasi Beragama Kemenko PMK mengatakan, pembangunan Indonesia dapat diukur dari indeks pembangunan manusianya (IPM).

Pada saat pandemi melanda Indonesia, yakni selama tahun 2020/2021, indeks pembagunan manusia (IPM) Indonesia  berada di angkat 71,94. Data ini berdasarkan rilis resmi Badan Pusat Statistik (BPS). Namun, IPM meningkat 72,29 pada 2022.

"Dimana pada saat itu, walaupun di dalam masa pandemi, tapi IPM tersebut merupakan nilai dengan kategori tinggi. Memang rendah dibandingkan dengan Tahun 2022 ini yakni 72,29," terang Aris.

Aris menambahkan, berbicara mengenai pembangunan sumber daya manusia (SDM), Indonesia memiliki cita-cita untuk menjadi bangsa yang unggul pada 2024. Tahun itu merupakan 100 tahun usia Indonesia merdeka.

"Nah ada 4 pilar pembangunan Indonesia menuju 2045 itu. Yaitu pembangunan manusia serta penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan ekonomi berkelanjutan dan pemantapan ketahanan nasional serta tata kelola pemerintahan," bebernya. 

Dua Model Pembangunan Papua

Pada diskusi terpisah, Deputi V Bidang Keamanan dan Hak Asasi Manusia Kantor Staf Presiden (KSP), Jaleswari Pramodhawardani menyampaikan tiga tahun pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin telah meletakkan dua model pendekatan dalam upaya membangun Papua.

Pertama adalah pendekatan infrastruktur, dan kedua pendekatan Sumber Daya Manusia (SDM). Kedua pendekatan tersebut diharapkan menjadi dasar pembangunan di Bumi Cendawasih yang akan terus berlanjut.

Jaleswari pun berberharap pemerintah daerah di Papua menindaklanjuti dasar yang telah dibangun tersebut dengan terus mendekatkan diri serta membangun pola komunikasi dua arah dengan masyarakat yang tersebar di seluruh pelosok bumi Cendrawasih.

“Di samping itu juga yang terpenting adalah bagaimana pelayanan publik dan pemenuhan hak-hak masyarakat, terus dikedepankan,” ujarnya.

Beirut, 1 Juni 2021 - Lebanon mengalami depresi ekonomi yang parah dan berkepanjangan. Menurut Bank Dunia terbaru Lebanon Economic Monitor (LEM) yang dirilis hari ini, krisis ekonomi dan keuangan kemungkinan akan berada di peringkat 10 besar, mungkin 3 besar, episode krisis paling parah secara global sejak pertengahan abad ke-19. Dalam menghadapi tantangan kolosal, kelambanan kebijakan yang berkelanjutan dan tidak adanya otoritas eksekutif yang berfungsi penuh mengancam kondisi sosial-ekonomi yang sudah mengerikan dan perdamaian sosial yang rapuh tanpa titik balik yang jelas di cakrawala. & NBSP;Lebanon is enduring a severe and prolonged economic depression. According to the latest World Bank Lebanon Economic Monitor (LEM) released today, the economic and financial crisis is likely to rank in the top 10, possibly top 3, most severe crises episodes globally since the mid-nineteenth century. In the face of colossal challenges, continuous policy inaction and the absence of a fully functioning executive authority threaten already dire socio-economic conditions and a fragile social peace with no clear turning point in the horizon. 

The Spring 2021 edisi LEM, “Lebanon Sinking: to the Top 3” menyajikan perkembangan ekonomi baru -baru ini dan memeriksa prospek ekonomi negara dan kemungkinan risiko. Selama lebih dari satu setengah tahun, Lebanon telah menghadapi tantangan gabungan: krisis ekonomi dan keuangan waktu damai terbesarnya, Covid-19 dan pelabuhan ledakan Beirut.

Sebagai depresi yang disengaja (Lem - Fall 2020) yang sudah ditata, tanggapan kebijakan oleh kepemimpinan Lebanon terhadap tantangan -tantangan ini sangat tidak memadai. Ketidakcukupan kurang karena kesenjangan pengetahuan dan nasihat berkualitas dan lebih merupakan hasil dari: i) kurangnya konsensus politik atas inisiatif kebijakan yang efektif; dan ii) konsensus politik dalam membela sistem ekonomi yang bangkrut, yang menguntungkan beberapa orang begitu lama. Dengan sejarah perang saudara yang berkepanjangan dan banyak konflik - Lebanon diidentifikasi oleh Bank Dunia sebagai negara kerapuhan, konflik & kekerasan (FCV) - ada semakin banyak kekhawatiran pemicu potensial terhadap kerusuhan sosial. & NBSP; Kondisi sosial-ekonomi yang semakin mengerikan berisiko kegagalan nasional sistemik dengan efek regional dan berpotensi global. & NBSP;

Bank Dunia memperkirakan bahwa pada tahun 2020 PDB riil yang dikontrak sebesar 20,3 persen, di belakang kontraksi 6,7 persen pada tahun 2019. Faktanya, PDB Lebanon anjlok dari hampir US $ 55 miliar pada tahun 2018 menjadi sekitar US $ 33 miliar pada tahun 2020, sementara PDB $ 55 miliar menjadi sekitar US $ 33 miliar pada tahun 2020, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB $ 33 miliar, sementara PDB sekitar US $ 33 miliar pada tahun 2020, sementara Per kapita turun sekitar 40 persen dalam hal dolar. Kontraksi brutal seperti itu biasanya dikaitkan dengan konflik atau perang. Kondisi moneter dan keuangan tetap sangat fluktuatif; Dalam konteks sistem nilai tukar berganda, nilai tukar rata -rata Bank Dunia terdepresiasi sebesar 129 persen pada tahun 2020. Pengaruh harga telah menghasilkan gelombang inflasi, rata -rata 84,3 persen pada tahun 2020. Tunduk pada ketidakpastian yang sangat tinggi, PDB riil diproyeksikan kontrak dengan 9,5 persen lebih lanjut pada tahun 2021.

"Lebanon menghadapi penipisan sumber daya yang berbahaya, termasuk sumber daya manusia, dan tenaga kerja terampil yang tinggi semakin mungkin untuk mengambil peluang potensial di luar negeri, merupakan kerugian sosial dan ekonomi permanen bagi negara itu," kata Saroj Kumar Jha, direktur regional Bank Dunia MashREQ. “Hanya pemerintahan yang berpikiran reformasi, yang memulai jalan yang kredibel menuju pemulihan ekonomi dan keuangan, sementara bekerja sama dengan semua pemangku kepentingan, dapat membalikkan lebih lanjut tenggelamnya Lebanon dan mencegah lebih banyak fragmentasi nasional”. & Nbsp; & nbsp; Saroj Kumar Jha, World Bank Mashreq Regional Director. “Only a reform minded government, which embarks upon a credible path toward economic and financial recovery, while working closely with all stakeholders, can reverse further sinking of Lebanon and prevent more national fragmentation”.  

Kondisi di sektor keuangan terus memburuk, sementara konsensus di antara para pemangku kepentingan utama tentang pembagian beban kerugian terbukti sulit dipahami. Beban penyesuaian/deleveraging yang sedang berlangsung di sektor keuangan sangat regresif, berkonsentrasi pada deposan yang lebih kecil, sebagian besar angkatan kerja dan bisnis yang lebih kecil. & NBSP;

Lebih dari setengah populasi kemungkinan berada di bawah garis kemiskinan nasional, dengan sebagian besar angkatan kerja -dibayar di Lira- menderita dari menjatuhkan daya beli. Dengan tingkat pengangguran yang meningkat, meningkatnya pangsa rumah tangga menghadapi kesulitan dalam mengakses layanan dasar, termasuk perawatan kesehatan. & NBSP; & nbsp;

Lem Spring 2021 juga menyoroti bagian fokus khusus dua pemicu ekonomi potensial yang berada di bawah peningkatan pengawasan, dan yang dapat memiliki implikasi sosial yang signifikan. & NBSP;

Fokus khusus pertama meneliti subsidi valuta asing Lebanon (FX) untuk impor kritis dan esensial, yang menghadirkan tantangan politik dan sosial yang serius, dan membahas kapan dan bagaimana menghapusnya. Subsidi FX saat ini distorsi, mahal dan regresif; Penghapusan dan penggantiannya dengan program bertarget pro-miskin yang lebih efektif dan efisien akan meningkatkan keseimbangan pembayaran-artinya memperpanjang waktu-till-letning dari cadangan BDL yang tersisa-sementara membantu untuk menempelkan dampak pada orang miskin Lebanon. Namun, ini masih akan menjadi solusi sementara dan suboptimal. Hanya strategi stabilisasi makroekonomi yang komprehensif dan kredibel yang dapat mencegah negara itu kehabisan cadangan dan dipaksa menjadi penyesuaian nilai tukar yang tidak teratur dan sangat mengganggu.

Fokus khusus kedua dari LEM membahas dampak krisis pada empat layanan publik dasar: listrik, pasokan air, sanitasi dan pendidikan. Depresi yang disengaja semakin merusak layanan publik yang sudah lemah melalui dua efek: (i) telah secara signifikan meningkatkan tingkat kemiskinan, dengan jumlah rumah tangga yang lebih tinggi tidak mampu membayar substitusi pribadi, dan dengan demikian menjadi lebih tergantung pada layanan publik; dan (ii) telah mengancam kelayakan finansial dan operasi dasar sektor ini dengan menaikkan biaya dan menurunkan pendapatannya. Penyampaian layanan publik yang penting sangat penting bagi kesejahteraan penduduk. Kerusakan tajam dalam layanan dasar akan memiliki implikasi jangka panjang: migrasi massal, hilangnya pembelajaran, hasil kesehatan yang buruk, kurangnya jaring pengaman yang memadai, antara lain. Kerusakan permanen pada sumber daya manusia akan sangat sulit untuk dipulihkan. & NBSP; Mungkin dimensi krisis Lebanon ini membuat episode Lebanon unik dibandingkan dengan krisis global lainnya. & Nbsp;

Apa krisis ekonomi terbesar di dunia?

Depresi Hebat berlangsung dari tahun 1929 hingga 1939 dan merupakan penurunan ekonomi terburuk dalam sejarah. lasted from 1929 to 1939 and was the worst economic downturn in history.

Apa masalah terbesar di dunia 2022?

5 Krisis Global Dunia..
Hunger..
Conflict..
Perubahan iklim..
Pelecehan anak.Dalam menghadapi berbagai jenis bencana anak perempuan dan laki -laki menghadapi tantangan besar yang sangat merusak impian dan harapan mereka untuk kehidupan yang lebih baik.....
COVID-19..

Apakah dunia dalam resesi 2022?

AS telah mengalami dua perempat berturut -turut pertumbuhan PDB negatif pada tahun 2022, yang beberapa orang dianggap sebagai resesi.Tetapi yang lain sedang menunggu Biro Penelitian Ekonomi Nasional untuk melakukan panggilan terakhir - dan itu belum melakukannya.it has yet to do so.

Mengapa dunia dalam krisis ekonomi?

Prospek ekonomi global memburuk karena upaya melawan inflasi oleh bank sentral, perang antara Rusia dan Ukraina, dan prioritas pengendalian politik China atas pertumbuhan ekonomi.Kemungkinan resesi global, dengan setidaknya pertumbuhan ekonomi yang lebih lambat hampir pasti.inflation-fighting efforts by central banks, the war between Russia and Ukraine, and China's prioritization of political control over economic growth. A global recession is likely, with at least slower economic growth virtually certain.