Suweg raksasa merupakan flora endemik pulau Sumatra yang sering tidak bisa dibedakan dengan tumbuhan

Suweg raksasa merupakan flora endemik pulau Sumatra yang sering tidak bisa dibedakan dengan tumbuhan
Kibut / Bunga Bangkai Raksasa

Status konservasi

Suweg raksasa merupakan flora endemik pulau Sumatra yang sering tidak bisa dibedakan dengan tumbuhan

Terancam (IUCN 3.1)[1]

Klasifikasi ilmiah Kerajaan:

Plantae

Divisi:

Magnoliophyta

Kelas:

Liliopsida

Ordo:

Alismatales

Famili:

Araceae

Genus:

Amorphophallus

Spesies:

A. titanum

Nama binomial Amorphophallus titanum

(Becc.) Becc. ex Arcang

Kibut atau bunga bangkai raksasa atau suweg raksasa, Amorphophallus titanum Becc., merupakan tumbuhan dari suku talas-talasan (Araceae) endemik dari Sumatra, Indonesia, yang dikenal sebagai tumbuhan dengan bunga (majemuk) terbesar di dunia, meskipun catatan menyebutkan bahwa kerabatnya, A. gigas (juga endemik dari Sumatra) dapat menghasilkan bunga setinggi 5m.[2] Kibut disebut juga bunga bangkai dikarenakan bunganya yang mengeluarkan bau seperti bangkai yang membusuk, yang dimaksudkan sebenarnya untuk mengundang kumbang dan lalat untuk menyerbuki bunganya.

Kibut sering dipertukarkan dengan padma raksasa atau Rafflesia arnoldii. Mungkin karena kedua jenis tumbuhan ini sama-sama memiliki bunga yang berukuran raksasa, dan keduanya sama-sama mengeluarkan bau yang tak enak. Jenis-jenis Amorphophallus juga dapat dijumpai pada hutan hujan tropis di Stasiun Penelitian Hutan Tropis (SPHT) Taman Nasional Kayan Mentarang di Lalut Birai, Desa Long Alango, Kecamatan Bahau Hulu, Kabupaten Malinau. Tumbuhan ini hanya ada di Indonesia.

 

Kibut di brosur Kebun Raya Bogor

Tumbuhan ini memiliki dua fase dalam kehidupannya yang muncul secara bergantian, fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif muncul daun dan batang semunya. Tingginya dapat mencapai 6m. Setelah beberapa waktu (tahun), organ vegetatif ini layu dan umbinya dorman. Apabila cadangan makanan di umbi mencukupi dan lingkungan mendukung, bunga majemuknya akan muncul. Apabila cadangan makanan kurang tumbuh kembali daunnya.

Bunganya sangat besar dan tinggi, berbentuk seperti lingga (sebenarnya adalah tongkol atau spadix) yang dikelilingi oleh seludang bunga yang juga berukuran besar. Bunganya berumah satu dan protogini: bunga betina reseptif terlebih dahulu, lalu diikuti masaknya bunga jantan, sebagai mekanisme untuk mencegah penyerbukan sendiri. Hingga tahun 2005, rekor bunga tertinggi di penangkaran dipegang oleh Kebun Raya Bonn, Jerman yang menghasilkan bunga setinggi 2,74 meter pada tahun 2003. Pada tanggal 20 Oktober 2005, mekar bunga dengan ketinggian 2,91 meter di Kebun Botani dan Hewan Wilhelma, Stuttgart, juga di Jerman. Namun, Kebun Raya Cibodas, Indonesia mengklaim bahwa bunga yang mekar di sana mencapai ketinggian 3,17 meter pada dini hari tanggal 11 Maret 2004.[3] Bunga mekar untuk waktu sekitar seminggu,

Di kawasan SPHT Taman Nasional Kayan Mentarang, jenis kibut ini dapat tumbuh dengan tinggi kisaran 1,5 meter dengan lebar sekitar 50 – 70 cm. Banyak dijumpai di sekitar pinggir sungai dan daerah dataran lembap. Bunga ini mekar sekitar bulan Nopember, dan yang terakhir dijumpai pada tanggal 23 Nopember 2013 (Misoniman/POLHUT TN Kayan Mentarang). Pada fase vegetatif, kibut ini muncul daun dan batang mencapai 2,5 meter dengan diameter sekitar 25 cm.

Bunga bangkai dalam bahasa latin disebut Amorphophallus yang berasal dari bahasa Yunani Kuno “Amorphos” yang berarti “cacat, tanpa bentuk” dan “phallos” yang berarti “penis”.[4] Terdapat 170 jenis bunga bangkai di seluruh dunia dan sekitar 25 jenis di antaranya bisa ditemui di Indonesia yaitu 8 jenis di Sumatra, 6 di Jawa, 3 di Kalimantan dan 1 di Sulawasi.[5]

  • Warna kelopak merah hati, jingga dan kehijauan.[4]
  • Warna tongkol keungguan serta kuning.
  • Mengeluarkan bau busuk.
  • Tingginya bisa mencapai 5 meter dan berdiameter 1,5 meter, bagian yang menjulang tinggi ke atas atau yang disebut spadix. Bagian pelindung bunga yang mekar disebut braktea
  • Biji berwarna merah.
  • masa mekarnya 7 hari.
  • Hutan hujan Sumatra (Bengkulu, Lampung).[6]
  • Iklim tropis dan subtropis.
  • Tumbuh dibawah kanopi (undergrowth).
  • Ketinggian 120-365 mdpl.
  • Tanah berkapur.
  • Di hutan sekunder, ladang-ladang penduduk, pinggir sungai atau di tepi hutan.

A. titanum memiliki tiga siklus hidup yang jelas, yaitu tahap vegetatif, dorman, dan generatif. Siklus vegetatif terutama untuk pertumbuhan umbi yang dapat mencapai bobot hingga 100 kg. Siklus ini dimulai pada awal musim hujan dengan dihasilkannya satu daun tunggal yang besar, dan berlangsung selama 6-12 bulan, dilanjutkan siklus dorman selama 1-4 tahun sebelum memasuki siklus pembungaan. Siklus pembungaan umumnya tidak teratur [7]

  • Bunga bangkai (Amorphophallus) mengalami dua fase dalam hidupnya yang berlangsung secara bergantian dan terus menerus, yakni fase vegetatif dan fase generatif. Pada fase vegetatif di atas umbi bunga bangkai tumbuh batang tunggal dan daun yang mirip daun pepaya. Hingga kemudian batang dan daun menjadi layu menyisakan umbi di dalam tanah. Fase selanjutnya, generatif yakni munculnya bunga majemuk yang menggantikan batang dan daun yang layu tadi.[4]
  • Perkembang biakan juga dibantu oleh Burung Rangkong, yang dimana akan memakan biji dari bunga bangkai dan akan dibuang melalui feses, namun semakin berkurangnya populasi burung rangkong akibat perdaganggan liar maka populasi bunga bangkai juga berkurang

dideteksi dengan menggunkan PCR menggunakan primer RAPD . Hasil menunjukkan bahwa diperoleh 143 fragmen DNA yang berukuran dari 100 bp hingga 1,1 Kb, dimana 137 (95,80%) di antaranya merupakan pita polimorfik dengan indeks marka yang tinggi. Rata-rata setiap primer menghasilkan 17,8 pita yang dapat dideteksi. Jumlah pita polimorfik tertinggi (23) terdapat pada primer OPU-07, sedangkan jumlah terendah (13) terdapat pada primer OPU-03.[6]

  • Menurut IUCN termasuk dalam red list [8]
  • Populasi bunga bangkai liar sudah semakin berkurang karena habitat alaminya banyak mengalami alih fungsi menjadi lahan pertanian, perkebunan, dan pemukiman. Penyebab lainnya adalah masyarakat yang merasa terancam dengan bau busuk bunga ini, lalu memotong bunga dan daunnya.[9]
  • Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1999 (Lampiran PP. No. 7/1999)[10]
  • In situ dan ex situ [11]
  • Mata uang Rp. 500 rupiah pada tahun 1982 [12]
  • Maskot pada kebun raya di Jerman yaitu Botaniche Gärten Bonn (kebun raya di Jerman) [4]
  • Kultur jaringan bunga bangkai sudah pernah dilakukan pada tahun 1988 oleh Kohlenbach.[12]
  • Pada tahun 2011, Irawati dkk, melakukan kultur in-vitro kembali dan berhasil mendapatkan planlet dari eksplan urat daun A.titanium, dengan menggunakan medium Murashige dan Skoog (MS) dan perlakuan penyinaraan 1000 lux, 16 jam per hari dengan suhu 28oC. Biakan diamati setelah 6-8 minggu setelah penanaman.
  • Umbi pada bunga bangkai dapat digunakan sebagai bahan makanan, minuman, dan obat-obatan.[4]
  • Sebutir biji bunga bangkai membutuhkan waktu 20-40 thn untuk berbunga.
  • Ketika mekar suhu bunga akan mencapai 50-60oC dan mengeluarkan asap.

Kibut sekarang telah tersebar diberbagai tempat di penjuru dunia, terutama dimiliki oleh kebun botani atau penangkar-penangkar spesialis. Di Amerika, bunga yang muncul sering kali diberi julukan atau nama tertentu dan selalu menarik perhatian banyak pengunjung.

  • Padma raksasa

  1. ^ Yuzammi & Hadiah, J.T. (2018). "Amorphophallus titanum". IUCN Red List of Threatened Species. 2018: e.T118042834A118043213. doi:10.2305/IUCN.UK.2018-2.RLTS.T118042834A118043213.en. Pemeliharaan CS1: Menggunakan parameter penulis (link)
  2. ^ "Situs TN Kerinci Seblat". Diarsipkan dari versi asli tanggal 2001-04-12. Diakses tanggal 2001-04-12. 
  3. ^ Tembolok Google[pranala nonaktif permanen] dari http://www.kompas.com/teknologi/news/0403/11/174405.htm diakses 15 Januari 2008 yang tidak bisa diakses. Salinan berita juga dimuat di sini.
  4. ^ a b c d e https://alamendah.org/2010/11/12/fakta-tentang-bunga-bangkai-amorphpophallus/
  5. ^ Hetterscheid, W., and S, Ittenbach. 1996. Everything you always wanted to know abaout Amorphophallus but were afraid to stick your nose into. Aroideana 19.p.7-131.
  6. ^ a b Yuyun,S, P., dan Yuzammi. 2008. Pendugaan Keragaman Genetik Amorphophallus titanum Becc. Berdasarkan Marka Random Amplifed Polymorphic DNA. Jurnal Biodiversitas 9(2): 103-107.
  7. ^ Bown, D. 1988. Aroids, Plants of The Arun Family. London: Century.
  8. ^ http://www.iucnredlist.org/search
  9. ^ https://www.wwf.or.id/program/spesies/bunga_bangkai/
  10. ^ ksdae.menlhk.go.id/assets/uploads/Lampiran-PP-Nomor-7-Tahun-1999.pdf
  11. ^ Esti, M. dan Yuzammi. 2016. Konservasi Ek-situ Jenis Amorphophallus SPP di Kebun Raya Liwa Kab. Lampung Barat, Provensi Lampung. Prosiding Seminar Nasional Biologi 85-92.
  12. ^ a b c Wijaksono, Katarina, U. N., Djaja, S.H., dan Irawati. 2012. Perbanyakan Amorphophallus titanum Becc (Araceae) dengan Teknologi In Vitro. Jurnal Biologi Indonesia 8(2): 343-354

 

Artikel bertopik tumbuhan ini adalah sebuah rintisan. Anda dapat membantu Wikipedia dengan mengembangkannya.

  • l
  • b
  • s

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Bunga_bangkai_raksasa&oldid=20154577"