Momen hijrah Nabi Muhammad dan umat Islam dari Makkah ke Madinah ditetapkan sebagai awal mula penanggalan Islam (Hijriyah). Penetapan itu terjadi pada masa kekhalifahan Umar bin Khaththab. Hal itu didasarkan atas usulan Ali bin Abi Thalib. Rencana Pembunuhan Ketika mendengar rencana hijrah Nabi Muhammad ke Madinah, kaum kafir Quraisy segera menggelar rapat darurat di Darun Nadwah. Rapat tersebut dihadiri oleh pembesar-pembesar kabilah Quraisy, seperti Abu Jahal bin Hisyam, Utbah bin Rabi’ah, Abu Sufyan bin Harb, Munabbih bin al-Hajjaj, dan Umayyah bin Khalaf. Sebuah riwayat bahkan menyebutkan bahwa Iblis turut hadir dalam rapat tersebut dengan menyamar sebagai orang tua dari daerah Najd. Dalam rapat tersebut, Iblis memainkan perannya sebagai penghasut ulung. Ia terus menggiring opini peserta rapat agar memutuskan tindakan yang benar-benar dapat menghentikan laju dakwah Islam di muka bumi. Singkat kata, setelah beberapa ide tertolak, Abu Jahal melontarkan ide gila. Ia mengusulkan agar setiap kabilah mengutus seorang pemuda yang gagah untuk membunuh Nabi. Pelibatan para pemuda dari tiap kabilah itu merupakan upaya untuk menghindari terjadinya perang saudara, mengingat Bani Abdi Manaf tidak akan mampu menghadapi semua kabilah yang bersatu. Terhadap usulan itu, Iblis dengan lantang menyatakan dukungannya. Ia mengatakan, “pendapat yang tepat adalah pendapat orang ini. Inilah pendapat yang saya kira tidak ada lagi yang lebih tepat darinya”. Alhasil, ide tersebut disepakati oleh seluruh peserta rapat. Rencana pembunuhan Nabi pun dimulai. Mulai Bergerak Keputusan rapat di Darun Nadwah itu terdengar oleh Nabi Muhammad. Adalah Jibril as. yang memberitahu rencana pembunuhan tersebut, sekaligus membawa pesan diizinkannya Nabi hijrah ke Yatsrib. “Malam ini, kamu (Muhammad) jangan tidur di tempat tidur yang biasanya,” kata Jibril. Menyikapi situasi tersebut, Nabi bergegas mengunjungi Abu Bakar ash-Shidiq di kediamannya. Kepada Abu Bakar, Nabi Muhammad menyampaikan bahwa ia telah diizinkan untuk berhijrah. Beliau juga meminta sahabatnya itu untuk menemani perjalanannya ke Yatsrib. Situasi Makkah semakin mencekam seiring hari yang mulai larut. Total ada sebelas orang yang diutus untuk menindaklanjuti rencana pembunuhan Nabi. Sebelas orang itu adalah Abu Jahal, Al-Hakam bin Abil Ash, Uqbah bin Abi Mu’ith, An-Nadhar bin al-Harits, Zam’ah bin al-Aswad, Umayyah bin Khalaf, Thaimah bin Adi, Abu Lahab, Ubay bin Khalaf, Nabih bin al-Hajjaj, dan Munabbih bin al-Hajjaj. Baca Juga: Hijrah dan Visi Masyarakat yang Berkeadaban Allah swt. menggambarkan situasi pada waktu itu dalam QS. al-Anfal [8]: 30 (yang artinya), “dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan tipu daya terhadapmu (Muhammad) untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka membuat tipu daya dan Allah mengagalkan tipu daya itu. Allah adalah sebaik-baik pembalas tipu daya”. Ya, sebagaimana termaktub dalam ayat tersebut, Allah menggagalkan tipu daya kaum kafir Quraisy. Malam itu, Nabi Muhammad meminta Ali bin Abi Thalib untuk tidur di ranjangnya dan menggunakan burdah berwarna hijau miliknya sebagai selimut, seperti halnya beliau biasa menggunakannya. Dengan mengagumkan, Nabi berhasil melewati sebelas orang yang mengepung rumahnya. Dikisahkan bahwa pada waktu itu Nabi menaburkan tanah di atas kepala mereka. Pada waktu yang bersamaan, sebagaimana disebutkan dalam QS. Yasin [36]: 9, Allah menutup pandangan mereka sehingga tak mampu melihat sekitar. Setelah itu, Nabi segera menyusul Abu Bakar ash-Shidiq untuk selanjutnya bergerak ke Yatsrib. Untuk menghindari kejaran para kafir Quraisy, keduanya memilih rute melingkar. Pilihan itu membuat jarak dan waktu tempuh semakin panjang. Sampai di Gua Tsur Dalam kondisi capai, keduanya akhirnya sampai di Gua Tsur. Abu Bakar sempat mengecek kondisi gua sebelum Nabi Muhammad masuk. Setelah memastikan kondisi aman, keduanya masuk untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan. Keduanya tinggal di sana selama tiga malam. Adalah Amir bin Fuhayra, Abdullah bin Abu Bakar, dan Asma binti Abu Bakar yang menyediakan makanan bagi keduanya selama hari-hari tersebut. Baca Juga: Asma binti Abu Bakar: Perempuan Salehah di Balik Keberhasilan Hijrah Nabi Muhammad Suatu ketika, keduanya hampir tertangkap kaum kafir Quraisy. Mereka sudah sampai di mulut gua. Abu Bakar menceriterakan, “aku berada di sisi Nabi saw. di gua, lalu saat aku menengadahkan kepalaku, aku dapati kaki-kaki mereka tepat di atas(ku). Lantas aku berkata, “wahai Rasulullah! Andaikata salah seorang dari mereka menoleh ke bawah, pasti ia dapat melihat kita”. Mengetahui perasaan takut Abu Bakar, Nabi saw. segera menenangkan. Beliau mengatakan, “wahai Abu bakar! Kita (memang) berdua, tapi Allah-lah pihak ketiganya”. Sekali lagi, Allah melindungi Nabi-Nya. Dia kembali membuat keberadaan Nabi Muhammad dan Abu Bakar tak terdeteksi oleh kaum kafir Quraisy. Dan dengan demikian, perjalanan keduanya ke Yatsrib dilanjutkan. Menuju Madinah Setelah hari ketiga, seorang kafir Quraisy datang ke Gua Tsur. Namanya Abdullah bin Uraiqith. Ia merupakan orang sewaan Abu Bakar yang bertugas membawa dua unta miliknya sekaligus menjadi penunjuk jalan. Dituntun Abdullah bin Uraiqith dan Amir bin Fuhayra, perjalanan keduanya ke Yatsrib dimulai. Bertepatan dengan 23 September 622 M, mereka akhirnya sampai dan singgah di Quba. Di sana mereka menempati rumah milik Kultsum bin al-Hidm. Mereka singgah di Quba selama empat hari. Di sana Rasulullah mendirikan Masjid Quba, masjid pertama dalam sejarah kenabian Muhammad saw. Baca Juga: Islam dan Nasionalisme Di hari kelima, tepatnya pada hari Jumat, atas izin Allah mereka melanjutkan perjalanan. Dalam perjalanan itu, mereka sempat dikawal Bani an-Najjar, yang merupakan keluarga Nabi Muhammad dari jalur Abdul Muthallib. Di hari yang sama, Nabi Muhammad tiba di Yatsrib melalui sela-sela bukit Wada’. Kedatangan beliau disambut meriah oleh para penduduk Yatsrib yang sudah merindukan kehadiran sosok Nabi; sang pemersatu umat dan pembawa rahmat. Mereka melantunkan syair kegembiraan, طلع البدر علينا *** من ثنيات الوداع وجب الشكر علينا *** ما دعا لله داع أيها المبعوث فينا *** جئت بالأمر المطاع Bulan purnama muncul di hadapan kita Dari jalan di sela-sela bukit Wada’ Kita wajib bersyukur karenanya Apa yang dia serukan sebagai seorang dari adalah untuk Allah Wahai orang yang diutus kepada kami Engkau telah membantu perkara yang ditaati *** Setibanya di Yatsrib, Nabi Muhammad mulai membangun masjid, menyatukan kelompok masyarakat yang beragam suku dan agama, serta membangun peradaban Islam yang gemilang. Ya, peristiwa hijrah menjadi titik mula agama Islam menyebar ke berbagai penjuru dunia. Peristiwa itulah yang oleh Amirul Mukminin Umar bin Khaththab –atas usulan Ali bin Abi Thalib—dijadikan sebagai awal mula penanggalan Islam (HIjriyah). (brq)
TRIBUNTIMURWIKI.COM- Sepanjang perjalanan Islam, terjadi pertemburan besar-besaran. Pada peristiwa tersebut umat muslim melawan ribuan musuh-musuhnya. Begitu banyak dibandingkan para kaum muslim yang menjadi pasukan perang. Perang tersebut dikenal dengan nama Perang Badar. Terjadi pada 17 Ramadan 2 H atau 13 Maret 624 M. Dilansir dari Tribunnewswiki.com, pasukan kecil kaum Muslim yang berjumlah 313 orang bertempur menghadapi pasukan Quraisy dari Mekkah yang berjumlah 1.000 orang. Setelah bertempur habis-habisan sekitar dua jam, pasukan Muslim menghancurkan barisan pertahanan pasukan Quraisy, yang kemudian mundur dalam kekacauan. Penyebab Dalam Sejarah Perang Badar sendiri telah mencatat, bahwa ada beberapa penyebab Perang Badar yang sangat mendasar, seperti sering adanya terror, penindasan dan perampasan rumah serta harta, bahkan hingga terjadinya pengusiran Kaum Muslimin di wilayah tersebut (Kota Mekkah). Selain itu, Kaum Quraisy juga mendzalimi, menyiksa dan merebut barang dagangan kaum muslimin, sehingga Perang Badar ini terjadi untuk memberikan pelajaran atau pembalasan terhadap kaum Quraisy atas kekejamannya dan mengembalikan harta benda milik kaum muslim. Halaman selanjutnya arrow_forward
JAKARTA, iNews.id - Serangan dan teror pembunuhan dari kaum kafir Quraisy terhadap Nabi Muhammad SAW semakin gencar. Mereka terus berupaya mencelakakan Rasulullah SAW dalam tiap kesempatan berdakwah. Allah SWT berfirman: Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah وَاِذْ يَمْكُرُ بِكَ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا لِيُثْبِتُوْكَ اَوْ يَقْتُلُوْكَ اَوْ يُخْرِجُوْكَۗ وَيَمْكُرُوْنَ وَيَمْكُرُ اللّٰهُ ۗوَاللّٰهُ خَيْرُ الْمَاكِرِيْنَ Artinya: Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy) memikirkan daya upaya terhadapmu untuk menangkap dan memenjarakanmu atau membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya. (QS. Al-Anfal: 30) Ibnu Abbas menerangkan berkaitan dengan ayat tersebut yakni segolongan orang dari kalangan orang-orang terhormat kabilah Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nudwah dengan persekongkolan jahat untuk membunuh Nabi SAW. Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah Lalu, paman Nabi SAW yang sangat memusuhi dakwahnya, Abu Jahal mengusulkan ke semua kabilah untuk mengambil seorang pemuda yang kuat dan sigap dari setiap kabilah yang dipersenjatai dengan pedang untuk membunuh Nabi Muhammad SAW. Usul itu disepakati semua kabilah. Kemudian Malaikat Jibril datang kepada Nabi Saw dan memerintahkan kepadanya agar jangan menginap di tempat tidur yang biasa ditempatinya, dan memberitahukan kepadanya tentang tipu muslihat dan makar yang akan dilakukan oleh kaumnya. Pada malam itu Rasulullah Saw, tidak menginap di rumahnya. Lalu Rasulullah Saw memanggil Ali ibnu Abu Talib dan memerintahkannya untuk tidur di tempat tidurnya serta menyelimuti dirinya dengan kain selimut hijau yang biasa dipakainya. Iklan – Artikel dilanjutkan di bawah Ali mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya. Selanjutnya Rasulullah Saw keluar dengan melewati kaum , musyrik yang telah berada di depan pintu rumahnya. Nabi SAW keluar dengan membawa segenggam pasir, kemudian beliau taburkan pasir itu ke atas kepala mereka. Mereka tidak dapat melihatnya karena Allah telah menutupi mata mereka dari Nabi-Nya hingga mereka tidak dapat melihatnya. Nabi Saw keluar seraya membacakan firman-Nya: YaaSiin, Demi Al-Quran yang penuh hikmah. (Yasin: 1-2) sampai dengan firman-Nya: dan Kami tutup mata mereka sehingga mereka tidak dapat melihat. (Yasin: 9) Ibnu Abbas meriwayatkan bahwa Siti Fatimah masuk menemui Rasulullah Saw. seraya menangis. Maka Nabi Saw. bertanya, "Hai putriku, apakah yang menyebabkan engkau menangis?" Siti Fatimah menjawab, "Wahai ayahku, bagaimana aku tidak menangis, sedangkan golongan orang-orang yang terkemuka dari kabilah Quraisy telah membuat perjanjian dengan nama Lata, Uzza, dan Manat yang ketiga di Hijir, bahwa seandainya mereka melihatmu, maka mereka akan bersama-sama bangkit ke arahmu untuk membunuhmu secara beramai-ramai. Tidak ada seorang pun dari mereka melainkan telah mengenali bagiannya dari darahmu." Rasulullah Saw. bersabda, "Ambilkanlah air wudu untukku." Lalu Rasulullah Saw. berwudu, kemudian keluar menuju masjid. Ketika mereka melihatnya, mereka berkata, "Ini dia orangnya!" Tetapi dengan serta merta kepala mereka tertunduk dan mereka tidak dapat mengangkat pandangannya. Lalu Rasulullah Saw mengambil segenggam pasir dan menaburkannya kepada mereka seraya bersabda, "Semoga wajah-wajah ini kelilipan." Nabi Saw kemudian berangkat menuju goa Tsur, sedangkan orang-orang musyrik semalaman menjaga Ali yang mereka sangka Nabi Saw. Kemudian pada pagi harinya mereka menyerangnya secara bersamaan, tetapi ketika mereka membukanya ternyata dia adalah Ali. Allah membalas tipu muslihat mereka. Lalu mereka bertanya, "Ke manakah temanmu ?” Lalu mereka menelusuri jejaknya. Ketika mereka sampai di bukit, mereka kehilangan jejak, kemudian mereka mendaki bukit itu dan melewati gua yang dimaksud, tetapi mereka melihat di pintu gua itu ada sarang laba-laba. Maka mereka berkata, "Seandainya dia memasuki gua ini, niscaya sarang laba-laba itu tidak akan ada lagi di mulutnya. Nabi Saw tinggal di dalam gua itu selama tiga malam. Upaya kaum kafir Quraisy membunuh Nabi SAW ternyata belum berhenti. Saat Rasulluhah berhasil keluar dari Mekkah dalam perjalanan hijrahnya ke Madinah, ancaman pembunuhan pun masih tetap ada. Kaum kafir Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Dadwah untuk menangkap Rasulullah dan membawa ke hadapan mereka. Lalu mereka sepakat bahwa siapa pun yang berhasil menangkap Muhammad hidup atau mati akan diberi hadiah besar berupa 100 unta merah dan 100 kuda Arab. Lalu seorang laki-laki bernama Suroqoh menyatakan kesediaannya. Dengan memacu kudanya, Suroqoh berhasil mengejar Rasulullah yang dalam perjalanan ke Madinah. Malaikat Jibril kemudian turun dan berkata pada Rasulullah,”Wahai Rasulullah, Allah telah menundukkan bumi ini untuk menaati perintahmu.” Maka saat Suroqoh tepat berada di belakang Rasulullah sambil menghunus pedang nya, tiba- tiba ia terjatuh, dan terperosok ke dalam bumi. Sementara itu Rasulullah pura-pura tidak tahu dan melanjutkan perjalanan. Lalu Suroqoh memanggil,”Hai Muhammad, tolonglah aku. Aku tidak akan membunuhmu. Marilah kita berdamai.” Rasulullah pun menolong Suroqoh. Setelah selamat, Suroqoh kembali menghunuskan pedangnya. Saat ujung pedang Suroqoh hampir mengenai kulit Rasulullah, tiba-tiba Suroqoh kembali terperosok ke dalam bumi untuk kedua kalinya. Suroqoh pun kembali berteriak meminta tolong kepada Rasulullah. Dan Rasulullah pun menolongnya lagi. Sekiranya Dia memiliki kekuasaan sehebat itu, apakah Tuhanmu itu terbuat dari emas ataukah perak?” Rasulullah pun menundukkan kepalanya. Dan Malaikat Jibril pun datang membawa wahyu , yakni Surat Al-Ikhlas sebagai jawaban atas pertanyaan Suroqoh. Kisah tersebut disebutkan dalam hadis sahih Imam Muslim. شُعْبَةُ قَالَ سَمِعْتُ أَبَا إِسْحَقَ الْهَمْدَانِيَّ يَقُولُ سَمِعْتُ الْبَرَاءَ يَقُولَ لَمَّا أَقْبَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ مَكَّةَ إِلَى الْمَدِينَةِ فَأَتْبَعَهُ سُراقَةُ بْنُ مَالِكِ بْنِ جُعْشُمٍ قَالَ فَدَعَا عَلَيْهِ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَسَاخَتْ فَرَسُهُ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ لِي وَلَا أَضُرُّكَ قَالَ فَدَعَا اللَّهَ Syubah dia berkata; saya mendengar Abu Ishaq Al Hamdani dia berkata; saya mendengar Al Barraberkata, "Ketika Rasulullah shallallahu alaihi wasallam berangkat dari kota Makkah menuju Madinah, Suraqah bin Malik bin Jusyum mengejarnya dari belakang." Al Barra mengatakan, "Lalu Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mendoakannya hingga kaki kudanya terperosok ke dalam tanah, Suraqah lalu berkata, "Mohonkanlah kepada Allah agar saya dapat terlepas dari kecelakaan ini dan saya tidak akan mengganggu anda lagi." Al Barra` berkata, "Lantas beliau berdoa kepada Allah." (HR. Muslim) [ No. 2009 Syarh Shahih Muslim] Shahih. Wallahu A'lam. |