Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

juliganteng2006 juliganteng2006

Jawaban:

b. imam Syafi'i

Penjelasan:

Ucap kali mendengar sejumlah orang membawakan perkataan di atas, dan menyatakannya sebagai hadis nabi shallallahu alaih wasallam. Bahkan, saya pernah singgah ke satu situs yang terang-terangan menyatakan bahwa hadis ini tercantum dalam shahih Al Bukhari dan Muslim. Sungguh, aneh bin ajaib.

Padahal, kalau dicek di literatur hadis manapun, maka tidak akan pernah ditemukan perkataan tersebut sebagai hadis beliau.

Ya, imam Al Baihaqi meriwayatkan perkataan di atas dalam kitab manaqib Asy Syafi’i. Tetapi, dari imam syafi’i, bukan dari nabi shallallahu alaih wasallam.

#Semoga Membantu:)


Hadis ke-9

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِاْلعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَهَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ، وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah berilmu.Barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu.Barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.”

Ungkapan yang sering disebutkan sebagai hadis Nabi Muhammad SAW di atas ternyata tidak terdapat di berbagai kitab hadis manapun. Di dalam pencarian di dalam lebih dari 100 kitab hadis dalam al-maktabah asy-syamilah baik dalam kutub mutun al-hadis, kitab-kitab takhrij, al-ilal dan lain-lain, penyusun sama sekali tidak mendapatkan keterangan tentang pernyataan yang diklaim sebagai hadis Nabi di atas.

Justru Imam an-Nawawi asy-Syafi’iy dalam al-Majmu syarh al-Muhadzab juz 1 hal 20, juga Imam as-Syarbini as-Syafi’iy dalam Mughni al-Muhtaj hal.31 menegaskan bahwa ungkapan di atas adalah perkataan Imam as-Syafi’i.

Seorang muslim dituntut mencasi pribadi yang cerdas serta memiliki pengetahuan yang luas. Segala pengetahuan yang dapat membantu manusia dalam menjalani kehidupan dapat diperoleh dengan cara belajar. Betapa Allah mengagungkan ilmu dan orang-orang yang belajar tergambar dalam firman pertama-Nya, yakni perintah untuk membaca, Allah berfirman artinya :

“Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia (Allah) telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar manusia dengan perantaraan qalam. Dia (Allah) mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya” (QS. 96 Al  ‘Alaq : 1-5).

Membaca sendiri merupakan salah satu cara untuk memeroleh ilmu pengetahuan. Berbagai ilmu dari masa-kemasa dituangkan melalui tulisan.

Allah swt. menjamin akan meninggikan derajat  orang-orang berilmu dan memudahkan segala urusan dunia dan akhiratnya sebagaimana petikan ayat al-aur,an dan perkataan imam Syafi’i berikut:

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا مِنكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ

“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.“ (Al Mujadilah : 11).

مَنْ اَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَ اْلاَخِرَةَ فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ وَمَنْ اَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ بِالْعِلْمِ

“Barangsiapa yang ingin sukses di dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang ingin sukses di akhirat maka hendaklah dengan ilmu, dan barangsiapa yang ingin sukses pada keduanya (dunia dan akhirat) maka hendaklah dengan ilmu (pula)” –Imam Syafi’i

Jadi, dapat disimpulkan bahwa kunci meraih kebahagiaan di dunia dan di akhirat dapat diperoleh dengan belajar.

Departemen Syiar UKM ASC

link Poster: Download

SneakersbeShops® , Shop Online For Luxury, High-End Fashion, Expensive & Authentic Designer Brands | Off-White x Air Jordan 1 NRG UNC The Ten — Resist Game

Senin 8 Maret 2021, MTsN 1 Aceh Timur mengadakan apel rutin. Apel kali ini terlihat berbeda, berdasarkan jadwal apel peserta apel adalah dewan guru dan siswa/i kelas sembilan, namun kali ini apel di isi oleh seluruh siswa/i yang hadir mulai dari kelas tujuh (VII), delapan (VIII) dan sembilan (IX).

Dipimpin oleh Muhammad Nasir, S.Pd dan Pembina Apel oleh Kamad MTsN 1 Zulkifli, S.Ag. Apel berlangsung khidmat, Zulkifli selaku pembina apel menyampaikan permintaan maaf kepada seluruh siswa/siswi MTsN 1 atas kesalahan yang pernah dibuat dan memberikan pengarahan bahwa ini merupakan apel terakhir yang beliau pimpin karena mulai besok beliau sudah di bertugas di MTsN 4 Aceh Timur.

Tak lupa juga sedikit nasehat yang beliau berikan yakni nasehat tentang kedisplinan dalam menuntut ilmu. Zulkifli menekankan bahwa kedisiplinan merupakan salah satu kunci untuk mencapai sukses, disiplin yang di maksud adalah disiplin dalam menuntut ilmu dengan mengutip pernyataan Iman Syafi’i :

مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”

Zulkifili juga mengingatkan khusus siswa kelas IX agar lebih fokus dalam belajar karena waktu belajar hanya berkisar 2 bulan lagi dan tahun ini tidak ada Ujian Nasional (UN) sehingga nilai kelulusan bergantung pada nilai dari semeter 1 sampai dengan 6. Setelah memberi sedikit nasehat tentang kedisiplinan, apel di tutup dengan siswa/i bersalaman dan saling memohon maaf dengan Zulkifli selaku kamad.

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

 

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

    مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَهُمَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.”

Acap kali mendengar sejumlah orang membawakan perkataan di atas, dan menyatakannya sebagai hadis nabi shallallahu alaih wasallam. Bahkan, saya pernah singgah ke satu situs yang terang-terangan menyatakan bahwa hadis ini tercantum dalam shahih Al Bukhari dan Muslim. Sungguh, aneh bin ajaib.

Padahal, kalau dicek di literatur hadis manapun, maka tidak akan pernah ditemukan perkataan tersebut sebagai hadis beliau.

Ya, imam Al Baihaqi meriwayatkan perkataan di atas dalam kitab manaqib Asy Syafi’i. Tetapi, dari imam syafi’i, bukan dari nabi shallallahu alaih wasallam. Camkan!

Siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia haruslah dengan ilmu dan siapa yang menginginkan kebahagiaan dunia dan akhirat harus dengan?

Berikut teks ucapan Asy Syafi’i,

     مَنْ أَرَادَ الدُّنْيَا فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ وَمَنْ أَرَادَ الآخِرَةَ فَعَلَيْهِ باِلعِلْمِ

“Barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) dunia, maka hendaknya dengan ilmu. Dan barangsiapa yang menginginkan (kebahagiaan) akhirat, maka hendaknya dengan ilmu.” (Manaqib Asy Syafi’i, 2/139)

Catatan

Tidak semua perkataan yang kandungan maknanya benar, bisa dijadikan sebagai hadis nabi. Karena, menisbatkan sesuatu kepada beliau memiliki konsekuensi yang berat. seandainya hal itu valid dari beliau, maka akan dimasukkan ke dalam lingkup syariat atau agama. Namun, jika tidak valid atau bahkan palsu, maka itu bisa menjadi ancaman bagi yang menisbatkannya kepada beliau.

Beliau bersabda,

 مَنْ حَدَّثَ عَنِّي بِحَدِيثٍ يُرَى أَنَّهُ كَذِبٌ فَهُوَ أَحَدُ الْكَاذِبِينَ

“Barangsiapa yang menceritakan sebuah hadis dariku, yang diduga dusta, maka dia termasuk salah satu dari para pendusta.” (HR. Muslim dalam Muqaddimah shahihnya)

Kata imam Ad Darimi rahimahullah,

إِذَا رَوَى الرَّجُلُ حَدِيثًا وَلَا يُعْرَفُ لِذَلِكَ الحَدِيثِ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَصْلٌ فَحَدَّثَ بِهِ فَأَخَافُ أَنْ يَكُونَ قَدْ دَخَلَ فِي هَذَا الحَدِيثِ

“Bila seseorang meriwayatkan sebuah hadis, Tapi tidak diketahui sumbernya dari nabi shallallahu alaih wasallam, Lantas ia (tetap) menceritakannya (dari nabi), maka aku khawatir ia masuk ke dalam (makna) hadis ini.” (lihat komentar at Tirmidzi, no hadis. 2662)

Wallahu A’lam. Semoga bermanfaat.

Ditulis Oleh : Abu Hurairah, BA 

(Alumni PP. Hamalatulqur’an Yogyakarta, S1 fakultas Hadis Univ. Islam Madinah KSA. Saat ini sedang menempuh studi S2 prodi ilmu hadis, di universitas dan fakultas yang sama).

hamalatulquran.com