Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya

Surabaya -

Pada 30 Oktober 1945, baku tembak terjadi antara arek-arek Suroboyo dengan tentara sekutu Inggris. Baku tembak di petang hari itu terjadi di depan Gedung Internatio yang sedang digelar perundingan gencatan senjata. Perundingan dilakukan setelah Inggris kian terpojok selama pertempuran 3 hari.

Dalam insiden itu, perwira tinggi Inggris Brigadir Jenderal Aubertin Walter Sothern (A.W.S) Mallaby dinyatakan tewas. Hal ini memicu pertempuran 10 November 1945. Namun, siapa sosok yang menewaskan Mallaby tak pernah diungkap atau disebut secara jelas.

Hingga untuk pertama kalinya, seorang wartawan Harian Sore Surabaya Post bernama Amak Altuwy menulis bahwa pemuda yang menewaskan Mallaby adalah Abdul Azis. Tulisan tersebut ditayangkan di koran berjudul 'Kesaksian Saya Mengenai Terbunuhnya Brigadir Mallaby' tertanggal 10 November 1982.

Dalam ulasannya, Altuwy menyebut, Abdul Azis berasal dari kawasan Ampel dan saat peristiwa itu terjadi berusia sekitar 16 - 17 tahun. Altuwy juga mengungkapkan bahwa Abdul Azis tercatat sebagai anggota Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dari kesatuan wilayah Sambongan.

Pegiat sejarah Surabaya, Kuncarsono mengatakan apa yang diungkapkan Altuwy di Harian Surabaya Post bukan tanpa dasar. Sebab, Altuwy merupakan salah seorang pelaku sejarah dalam pertempuran itu sendiri.

Tulisan Altuwy, lanjut Kuncar, juga dikuatkan dengan keterangan dalam buku induk Perang Surabaya. Buku tersebut merupakan kumpulan kesaksian para veteran pertempuran dan khususnya saksi mata peristiwa tewasnya Mallaby.

"Abdul Azis itu memang fakta pertama yang diungkap sama Altuwy wartawan Surabaya Post. Karena pertama, Altuwy itu memang orang Ampel. Kedua, dia juga ikut peristiwa dan kemudian jadi wartawan. Nah Haji Abdul Azis ini tinggalnya di Ampel Menara dulu. Jadi pada tahun 1970, para veteran itu membuat kesaksian dan ditulis dalam buku induk perang Surabaya," terang Kuncarsono kepada detikcom, Rabu (10/11/2021).

"Tapi Haji Abdul Azis sendiri anehnya tidak ikut menulis atau memberi kesaksian. Nah, apakah pelakunya Abdul Azis saat itu? Kesaksian para veteran ini saling menjahit," imbuh pria yang juga inisiator forum diskusi sejarah Begandring Soerabaia itu.

Menurut Kuncar, usai menembak Mallaby, Abdul Azis kemudian melapor ke salah satu tokoh TKR Doel Arnowo. Mendapat laporan itu, Doel Arnowo kemudian meminta Abdul Azis merahasiakan dan jangan pernah mengungkapkan aksinya itu.

Lihat juga video 'Eks Polisi Minneapolis Penembak Wanita Australia Divonis 4 Tahun Bui':

[Gambas:Video 20detik]

KOMPAS.com - Tewasnya Brigjen AWS Mallaby adalah pukulan berat bagi tentara sekutu, yang pada 1945 masih berada di Indonesia.

Surabaya sebagai lokasi Mallaby tewas langsung dianggap biang kerok.

Dilansir berbagai sumber, Kapten Shaw, pemimpin sekutu mengancam Indonesia.

Baca juga: Jokowi Pimpin Upacara Peringatan Hari Pahlawan di TMP Kalibata

Dia akan mengerahkan seluruh kekuatan baik darat, laut, maupun udara kalau masyarakat Surabaya tak menyerah.

Ultimatum ini harus dipatuhi sebelum pukul 06.00 pada 10 November 1945.

Detik terus berdetak. Tak ada yang menghiraukan ultimatum itu. 10 November, rakyat Surabaya memutuskan bergerak melawan.

Sebelumnya, rakyat Surabaya dilatih menggunakan senjata dan granat tangan.

Pemuda-pemuda dan pasukan TKR mempersiapkan diri untuk terjadinya pertempuran.

Baca juga: Hari Pahlawan dan Pentingnya Peran Tionghoa dalam Pertempuran Surabaya

10 November yang kini diperingati sebagai Hari Pahlawan adalah arena pertempuran besar.

Sejak pagi hari, Inggris sudah melakukan penyerangan.

Pemuda Surabaya dengan tekad bulat, hanya bermodal bambu runcing dan belati, sama sekali tak gentar.

Tak ada rasa goyah. Perjuangan ini demi mempertahankan kemerdekaan.

Bung Tomo, arek Suroboyo, muncul dengan pidatonya yang semakin meneguhkan keberanian perlawanan.

Kantor Berita Reuters melaporkan, ribuan orang Indonesia menjadi korban serbuan militer Sekutu, hingga mencapai 20.000 orang.

Sementara korban dari phak Sekutu diperkirakan mencapai 1.500 orang.

Baca juga: Sejarah Gedung Siola, Cagar Budaya di Surabaya, Pernah Jadi Toko Serba Ada Inggris Tahun 1877

Darah tergenang. Tapi jiwa tetap berkobar. Surabaya dengan sisa-sisa kekuatan, mampu mempertahankan kota.

Sekutu kocar-kacir, hingga akhirnya hengkang dengan sendirinya.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

 

Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya
Aubertin Walter Sothern Mallaby

Delegasi dari Indonesia berbicara pada Aubertin Mallaby (tengah)

Lahir12 Desember 1899
Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya
 
Britania RayaMeninggal30 Oktober 1945(1945-10-30) (umur 45)
Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya
Surabaya, IndonesiaDikebumikan
Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya
Jakarta, Indonesia
Pengabdian
Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya
 
Britania RayaDinas/cabangAngkatan Darat India BritaniaLama dinas1918–1945PangkatMayor Jenderal (anumerta)KomandanInfanteri Brigadir India ke-49Perang/pertempuranRevolusi Nasional Indonesia
Pertempuran Surabaya  

Aubertin Walter Sothern Mallaby atau juga dikenal dengan Brigadir Mallaby (12 Desember 1899 – 30 Oktober 1945) adalah brigadir Britania yang tewas dalam peristiwa baku tembak 30 Oktober di Surabaya dan memicu keluarnya ultimatum Inggris dan meledaknya Pertempuran 10 November.

Brigadir Mallaby adalah komandan Brigade 49 Divisi India dengan kekuatan ± 6.000 pasukan yang merupakan bagian dari Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI), pasukan Sekutu yang dikirim ke Indonesia setelah selesainya Perang Dunia II untuk melucuti persenjataan tentara Jepang, membebaskan tawanan perang Jepang, dan mengembalikan Indonesia kembali menjadi Hindia Belanda kekuasaan Belanda di bawah administrasi NICA (Netherlands Indies Civil Administration).

Kematian dan pecahnya Pertempuran 10 November

Mallaby memimpin pasukannya memasuki Surabaya pada tanggal 25 Oktober 1945 untuk melucuti tentara Jepang sesuai dengan isi Perjanjian Yalta. Tujuan ini mendapat perlawanan dari pasukan Indonesia karena AFNEI menuntut mereka menyerahkan senjata-senjata yang telah dirampas pihak Indonesia terlebih dahulu dari Jepang. Timbullah beberapa konflik bersenjata antara kedua pasukan, yang salah satunya terjadi pada 30 Oktober 1945 di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dicegat oleh pasukan dari pihak Indonesia sewaktu hendak melintasi jembatan dan mengakibatkan terjadi baku tembak yang berakhir dengan tewasnya Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil Mallaby akibat ledakan sebuah granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali.[1]

Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya

Mobil Brigadir Mallaby yang terbakar di dekat Gedung International dan Jembatan Merah Surabaya

Kematian Mallaby menyebabkan Mayor Jenderal E.C. Mansergh, pengganti Mallaby mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada tanggal 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat. Pada tanggal 10 November 1945 pecahlah Pertempuran 10 November karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.

Tom Driberg, seorang Anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party). Pada 20 Februari 1946, dalam perdebatan di Parlemen Inggris (House of Commons) meragukan tuduhan dan dugaan Inggris bahwa baku tembak ini dimulai oleh pasukan pihak Indonesia dan Mallaby dibunuh secara licik. Dia menyampaikan bahwa peristiwa baku tembak ini timbul karena kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak dengan pasukan pihak Indonesia, dimana mereka tidak mengetahui bahwa gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi dari Mallaby. Menurut Tom Driberg dalam debatnya di Parlemen Inggris, setelah memerintahkan penghentian baku tembak oleh pasukan India tersebut, dalam satu titik dalam diskusi gencatan senjata, Mallaby kembali memerintahkan untuk memulai tembakan kembali. Hal ini berarti gencatan senjata telah pecah karena perintah Mallaby dan Mallaby tewas dalam aksi pertempuran, bukan dibunuh secara licik.[1] Tepatnya, 27 Oktober 1945. Sekitar pukul 11.00, sebuah pesawat terbang Dakota yang datang dari Jakarta, menebarkan ribuan lembar pamflet di udara Kota Surabaya.

Pamflet itu berisi seruan kepada semua pihak termasuk kepada para warga Kota Surabaya agar melucuti senjata mereka atau mereka menghadapi dilumpuhkan dengan senjata.

“Persons beeing arms and refusing to deliver them to the Allied Forces are liable to be shot,” demikian bunyi pamflet itu.

Bagi para pejuang, isi pamflet tersebut jelas menunjukkan niat Inggris untuk mendudukkan Belanda kembali sebagai penguasa di Indonesia.

Seketika itu juga, sejumlah tokoh Surabaya pun mengadakan pertemuan. Mereka membahas berbagai pertimbangan dan memperhitungkan beberapa kemungkinan. Apabila mereka menyerahkan senjata kepada Sekutu, berarti pihak Indonesia akan lumpuh, karena tidak mempunyai kekuatan lagi. Apabila tidak menyerahkan senjata, ancamannya akan ditembak di tempat oleh pasukan Inggris/ Sekutu.

Kubu Indonesia memperhitungkan, pihak Inggris tidak mengetahui kekuatan pasukan serta persenjataan lawannya. Sedangkan telah diketahui dengan jelas, bahwa kekuatan Inggris hanyalah satu brigade, atau sekitar 5.000 orang. Selain itu mereka baru dua hari mendarat pada 25 Oktober 1945 dan dipastikan tak mengerti liku-liku Kota Surabaya.

Siapa pemimpin tentara sekutu yang tewas dalam pertempuran dengan rakyat surabaya

Lokasi terbunuhnya Mallaby di Jembatan Merah.

Setelah pertemuan rupanya strategi Carl von Clausewitz, pakar teori militer sekutu, yang menjadi keputusan,”Angriff ist die beste Verteidigung” (menyerang adalah pertahanan yang terbaik). maka dengan suara bulat diputuskan tidak menyerah. Perintah diberikan langsung Komandan Divisi Surabaya, Mayor Jenderal Yonosewoyo.

Minggu 28 Oktober 1945, sekitar pukul 04.30 WIB.

Usai subuh, serangan besar-besaran pun mulai dilancarkan dengan satu tekad, tentara Inggris yang membantu Belanda harus dihalau dari Surabaya.

Serangan itu di luar dugaan pihak Inggris pimpinan Mallaby yang salah satunya melucuti tentara Jepang sesuai dengan isi Perjanjian Yalta. Pihak Inggris pun akhirnya meladeni serangan dan terjadi pertempuran kota.

Timbullah beberapa konflik bersenjata tak seimbang antara kedua pasukan, yang salah satunya terjadi pada 30 Oktober 1945 di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Mobil Buick yang ditumpangi Mallaby dicegat oleh pasukan dari pihak Indonesia sewaktu hendak melintasi jembatan dan mengakibatkan terjadi baku tembak yang berakhir dengan tewasnya Mallaby oleh tembakan pistol seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang tidak diketahui identitasnya, dan terbakarnya mobil Mallaby akibat ledakan sebuah granat yang menyebabkan jenazah Mallaby sulit dikenali. Brigadir A.W.S. Mallaby tewas pada 30 Oktober 1945 pukul 20.30 WIB.

Kematian Mallaby inilah yang dianggap kemudian memicu terjadi peperangan lebih besar lagi. Mayor Jenderal E.C. Mansergh, pengganti Mallaby, mengeluarkan ultimatum kepada pasukan Indonesia di Surabaya pada tanggal 9 November 1945 untuk menyerahkan senjata tanpa syarat. Pada tanggal 10 November 1945 pecahlah Pertempuran 10 November karena pihak Indonesia tidak menghiraukan ultimatum ini.

Sejarawan Surabaya, Suparto Brata juga mengatakan, hingga detik ini siapa yang menewaskan Mallaby tetap menjadi misteri. “Tidak ada yang tahu atau saksi mata yang melihat siapa yang membunuh Mallaby,” ujar Suparto Brata.

Mengenaskannya kondisi Mallaby pun juga sempat menimbulkan perdebatan di internal pemerintahan Inggris kala itu. Dalam sejumlah literatur, Tom Driberg, seorang anggota Parlemen Inggris dari Partai Buruh Inggris (Labour Party), saat itu menyangkal terbunuhnya Mallaby dengan cara licik.

Ia mengatakan, baku tembak yang terjadi di dekat gedung Internatio dipicu kesalahpahaman 20 anggota pasukan India pimpinan Mallaby yang memulai baku tembak dengan pasukan pihak Indonesia.

“Mereka tidak tahu gencatan senjata sedang berlaku karena mereka terputus dari kontak dan telekomunikasi dari Mallaby,” ujar Driberg. Menurut Tom Driberg, dalam debatnya di Parlemen Inggris, setelah memerintahkan penghentian baku tembak oleh pasukan India tersebut, dalam satu titik dalam diskusi gencatan senjata, Mallaby kembali memerintahkan untuk memulai tembakan kembali.

“Hal ini berarti gencatan senjata telah pecah karena perintah Mallaby dan Mallaby tewas dalam aksi pertempuran, bukan dibunuh secara licik,” lanjut Driberg.

Dalam ceritanya yang dituangkan dalam sebuah buku, almarhum Roeslan Abdulgani juga menceritakan, kalau pertempuran di depan gedung Internatio dipicu oleh tentara Inggris yang terkurung di dalam gedung melakukan tembakan membabi buta ke arah para pejuang.

“Namun siapa yang membunuh, belum pernah ada saksi mata,” ujar almarhum Roeslan. Kematian Mallaby tetap dalam misteri.

Karier militer

  • 1941–1942: Deputi Direktur Operasi Militer, India.[2]
  • 1943–1944: Direktur Operasi Militer, India.
  • 1944–1945: Perwira Komandan Brigade 49 Divisi India, Hindia Belanda.
  • 1945: Tewas dalam pertempuran di Surabaya, Indonesia (Hindia Belanda setelah proklamasi kemerdekaan).

Rujukan

  • Ensiklopedi Nasional Indonesia, Edisi 1990, Jilid 10
  • Batara R. Hutagalung: “10 November ’45. Mengapa Inggris Membom Surabaya?" Millenium Publisher, Jakarta Oktober 2001, xvi + 472 halaman

Referensi

  1. ^ a b Batara R. Hutagalung: "10 November ’45. Mengapa Inggris Membom Surabaya?" Penerbit Millenium, Jakarta Oktober 2001, cetakan xvi, 472 halaman
  2. ^ Profil di Generals.dk

Pranala luar

  • (Inggris) Profil di Generals.dk
  • (Inggris) Who Killed Brigadier Mallaby? (pdf)

Diperoleh dari "https://id.wikipedia.org/w/index.php?title=Aubertin_Mallaby&oldid=22119183"