Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi
Chrismelan J Pesoa

INDONESIA merupakan salah satu negara didunia yang memiliki kekayaan alam yang begitu banyak. Dari Sabang sampai Merauke, diperkirakan memiliki puluhan ribu jenis flora dan fauna yang hidup.

Namun tidak menutup kemungkinan bahwa jenis flora dan fauna ini akan dapat terus bertahan hidup dengan keadaan Indonesia sekarang yang dimana sering terjadi pemburuan liar.

Bahkan pembongkaran hutan untuk lahan pertanian sendiri, sehingga perlu dilakukannya konservasi terhadap flora dan fauna tersebut.

OLEH: CHRISMELAN J PESOA*)

Konservasi sendiri merupakan suatu upaya perlindungan dan pengelolaan yang hati-hati terhadap lingkungan dan sumber daya alam.

Bahkan penggunaan sumberdaya alam yang efisien sehingga selain berfungsi untuk kebutuhan hidup namun tidak begitu merusak lingkungan yang ada. Salah satu daerah di Indonesia yang menjadi sorotan adalah flora dan fauna endemik yang berada di Sulawesi Tengah yaitu Burung Maleo dan pohon Eboni atau yang sering dikenal dengan kayu hitam.

Burung Maleo (Macrocephalon Maleo) merupakan satwa endemik dari Sulawesi Tengah yang hanya terdapat di daerah Sulawesi dan ditetapkan sebagai maskot dari Sulawesi Tengah.

Hal unik yang ada dari Maleo sendiri adalah dimana saat baru menetas anak dari burung Maleo ini sendiri dapat terbang.

Memiliki ciri-ciri dengan bulu berwarna hitam, kulit di sekitar mata berwarna kuning, iris mata merah kecoklatan, kaki abu-abu paruh berwarna jingga, bahkan memiliki seperti tanduk bagian atas kepala berwarna hitam.

Biasanya Maleo bersarang di daerah pasir terbuka atau sekitar pantai, gunung berapi dan daerah-daerah yang panas, untuk membantu mengerami telur dari burung Maleo.

Setelah menetas anak dari burung Maleo ini akan mencari jalan keluar dari dalam tanah dan akan dapat langsung terbang karena memiliki nutrisi lima kali lipat dari telur biasanya yang dapat membuat bulu sayap pada Maleo seperti unggas dewasa, bahkan harus mencari makan sendiri dan harus menghindar dari predator.

Dalam status IUCN 2019 termasuk dalam status Endangered yang mengkategorikan spesies ini beresiko tinggi untuk punah.

Hal ini dapat disebabkan karena habitat tempat tinggal Maleo untuk mencari makanan mulai berkurang karena banyaknya penebangan hutan sembarangan.

Bahkan pemburuan liar untuk telur Maleo, menyebabkan kematian anak burung Maleo semakin tinggi.

Jika terus terjadi tanpa adanya perhatian dapat menyebabkan salah satu maskot yang berasal dari Sulawesi ini hanya tinggal nama, sehingga diharapkan dilakukannya konservasi terhadap satwa tersebut, contoh dnegan membuat kawasan hutan lindung untuk perkembangbiakan burung maleo tersebut, dan dipantau secara intensif agar tidak adanya pemburuan liar, sehingga diperlukannya peran pemerintah bukan hanya itu partisipasi dari masyarakat juga sangat dibutuhkan untuk dapat menjaga kelangsungan hidup dari satwa endemik dari Sulawesi Tengah ini sendiri.

Selain burung Maleo salah satu maskot yang berasal dari Sulawesi Tengah adalah pohon Eboni atau masyarakat Sulawesi Tengah lebih mengenalnya dengan sebutan kayu hitam dengan nama ilmiah Dyospyros Celebica.

Pohon Eboni sendiri dapat menghasilkan kayu yang sangat berkualitas tinggi. Seperti namanya warna dari kayu ini berwarna coklat gelap dengan belang-belang hitam, memiliki masa jenis yang lebih berat dari air, sehingga tidak dapat mengapung.

Jenis pohon ini dapat ditemui pada daerah yang memiliki pasir, atau tanah berbatu dan memiliki drainase yang baik dengan ketinggian tempat tinggal yaitu 600 meter di atas permukaan laut.

Kayu ini sering diekspor keluar negeri, terutama Jepang, Eropa dan Amerika Serikat, yang sering digunakan untuk bahan bangunan dan kerajinan tangan lainnya yang menjadi nilai plus dari pohon ini.

Namun karena hal itu dalam situs IUCN ditetapkan dengan status Vulnerable yaitu rentan terhadap kepunahan.

Jika hal ini terus terjadi dan tidak dapat dipungkiri lagi bahwa pohon ini dapat punah.

Karena perkembangan populasi dari pohon eboni ini sangat lambat, sehingga perlu dilakukannya konservasi in-situ.

Pada kawasan luar dari konservasi memerlukan pengelolaan yang baik dari pemerintah.

Bahkan masyarakat agar tidak terjadinya penebangan liar terhadap kayu tersebut, sehingga keragaman jenis dari kayu ini dapat dipertahankan dan pada kawasan konservasi dapat berfungsi sebagai laboratoriun alam atau untuk penelitian tentang bagaimana cara untuk mendapatkan hasil dan metode pelestarian yang cepat.

Penelitian ini hendaknya meliputi aspek morfologi, ekologi, taksonomi bahkan sampai aspek yang sangat penting untuk pelestarian pohon Eboni tersebut.

Diharapkan dari hal ini, peran pemerintah dan masyarakat Sulawesi Tengah terus merawat flora dan fauna endemik di wilayah sendiri agar dapat menjadi kebanggaan tersendiri buat pulau Sulawesi Tengah.

Keindahan flora dan fauna yang berada di Sulawesi juga terus terjaga sampai anak cucu kita kelak bukan hanya menjadi nama saja sebagai satwa endemik dan menjadi maskot dari Sulawesi Tengah.

Maka dari itu ayo bersama-sama melakukan konservasi dan menghentikan pemburuan liar, perusakan hutan untuk alasan sepihak.

Karena kalau bukan kita yang menjaga, siapa lagi!, sehingga kelak spesies yang berada di Sulawesi Tengah terus ada. ***

*) Mahasiswa Universitas Kristen Duta Wacana Yogyakarta

 

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Share

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Flora dan Fauna Khas Provinsi Sulawesi Selatan adalah Pohon Siwalan atau Pohon Lontar (Borassus flabellifer)  sebagai Flora Khas Sulawesi Selatan dan Julang atau Rangkong Sulawesi) (Aceros cassidix) sebagai Fauna Khas Sulawesi Selatan.

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Pohon Siwalan (Lontar) Flora Identitas Sulawesi Selatan

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi
Pohon Siwalan atau disebut juga Pohon Lontar (Borassus flabellifer) adalah sejenis palma (pinang-pinangan) yang tumbuh di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Pohon Lontar (Borassus flabellifer) menjadi flora identitas provinsi Sulawesi Selatan. Pohon ini banyak dimanfaatkan daunnya, batangnya, buah hingga bunganya yang dapat disadap untuk diminum langsung sebagai legen (nira), difermentasi menjadi tuak ataupun diolah menjadi gula siwalan (sejenis gula merah). Pohon Siwalan (Lontar) merupakan pohon palma (Palmae dan Arecaceae) yang kokoh dan kuat. Berbatang tunggal dengan ketinggian mencapai 15-30 cm dan diameter batang sekitar 60 cm. Daunnya besar-besar mengumpul dibagian ujung batang membentuk tajuk yang membulat. Setiap helai daunnya serupa kipas dengan diameter mencapai 150 cm. Tangkai daun mencapai panjang 100 cm. Buah Lontar (Siwalan) bergerombol dalam tandan dengan jumlah sekitar 20-an butir. Buahnya bulat dengan diameter antara 7-20 cm dengan kulit berwarna hitam kecoklatan. Tiap butirnya mempunyai 3-7 butir daging buah yang berwarna kecoklatan dan tertutupi tempurung yang tebal dan keras. Pohon Siwalan atau Pohon Lontar dibeberapa daerah disebut juga sebagai ental atau siwalan (Sunda, Jawa, dan Bali), lonta (Minangkabau), taal (Madura), dun tal (Saksak), jun tal (Sumbawa), tala (Sulawesi Selatan), lontara (Toraja), lontoir (Ambon), manggitu (Sumba) dan tua (Timor). Dalam bahasa inggris disebut sebagai Lontar Palm. Pohon Siwalan atau Lontar (Borassus flabellifer) tumbuh di daerah kering. Pohon ini dapat dijumpai di Asia Tenggara dan Asia Selatan. Di Indonesia, Pohon Siwalan tumbuh di Jawa Timur dan Jawa Tengah bagian timur, Madura, Bali, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, dan Sulawesi. Pohon Siwalan atau Lontar mulai berbuah setelah berusia sekitar 20 tahun dan mampu hidup hingga 100 tahun lebih.

Pemanfaatan Pohon Siwalan

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Daun Lontar/ Siwalan (Borassus flabellifer) digunakan sebagai media penulisan naskah lontar dan bahan kerajinan seperti kipas, tikar, topi, aneka keranjang, tenunan untuk pakaian dan Sasando, alat musik tradisional di Timor. Tangkai dan pelepah pohon Siwalan (Lontar atau Tal) dapat menhasilkan sejenis serat yang baik. Pada masa silam, serat dari pelepah Lontar cukup banyak digunakan di Sulawesi Selatan untuk menganyam tali atau membuat songkok, semacam tutup kepala setempat. Kayu dari batang lontar bagian luar bermutu baik, berat, keras dan berwarna kehitaman. Kayu ini kerap digunakan orang sebagai bahan bangunan atau untuk membuat perkakas dan barang kerajinan. Dari karangan bunganya (terutama tongkol bunga betina) dapat disadap untuk menghasilkan nira lontar (legen). Nira ini dapat diminum langsung sebagai legen (nira) juga dapat dimasak menjadi gula atau difermentasi menjadi tuak, semacam minuman beralkohol. Buahnya, terutama yang muda, banyak dikonsumsi. Biji Lontar yang lunak ini kerap diperdagangkan di tepi jalan sebagai “buah siwalan” (nungu, bahasa Tamil). Biji siwalan ini dipotong kotak-kotak kecil untuk bahan campuran minuman es dawet siwalan yang biasa didapati dijual didaerah pesisir Jawa Timur, Paciran, Tuban. Daging buah yang tua, yang kekuningan dan berserat, dapat dimakan segar ataupun dimasak terlebih dahulu. Cairan kekuningan darinya diambil pula untuk dijadikan campuran penganan atau kue-kue; atau untuk dibuat menjadi selai.

Klasifikasi ilmiah

Kerajaan: Plantae; Divisi: Angiospermae; Kelas:Monocotyledoneae; Ordo: Arecales; Famili: Arecaceae (sinonim: Palmae); Genus:Borassus. Spesies: Borassus flabellifer



Julang (Rangkong Sulawesi) Fauna Identitas Sulawesi Selatan

Sebutkan 3 flora khas yang terdapat di Pulau Sulawesi

Julang atau Rangkong Sulawesi (Aceros cassidix) adalah spesies burung rangkong dalam Famili Bucerotidae. Burung ini endemik di Sulawesi. Di daerah Minahasa. burung ini dikenal dengan nama Burung Taong. Burung ini memiliki warna mencolok mata, dengan warna tubuh hitam, paruh kuning emas, dan warna merah mencolok di atas paruhnya, ekor berwarna putih, warna biru di sekitar mata, kaki kehitaman dan warna leher biru. Berukuran sangat besar (104 cm), berekor putih dan paruh bertanduk. Jantan: tanduk merah tua; kepala, leher dan dada bungalan merah-karat. Betina: kepala dan leher hitam, tanduk kuning lebih kecil. Panjang tubuh dapat mencapai 100 cm pada jantan, dan 88 cm pada betina. Julang Sulawesi memiliki tanduk (casque) yang besar di atas paruh, berwarna merah pada jantan dan kuning pada betina. Paruh berwarna kuning dan memiliki kantung biru pada tenggorokan. Julang sulawesi menghuni hutan primer dan hutan rawa. Terkadang ditemukan di hutan sekunder yang tinggi dan petak hutan yang tersisa dengan lahan pertanian yang luas. Terkadang pula mengunjungi hutan bakau. Julang Sulawesi biasa terbang di atas dan sekeliling tajuk dalam kelompok-kelompok kecil yang terpisah, namun terkadang berkelompok sampai lima puluh individu atau lebih. Ketika terbang sayapnya berbunyi berisik seperti mesin uap. Julang sulawesi adalah spesies endemik di Pulau Sulawesi dan beberapa pulau satelit. Burung yng umum dijumpai, menghuni hutan primer dan hutan rawa. Kadang di hutan sekunder yang tinggi dan petak-petak hutan yang tersisa dalam lahan budidaya yang luas, juga mengunjungi hutan mangrove. Dari permukaan laut sampai ketinggian 1100 m kadang sampai 1800 m. Makanannya antara lain buuah-buahan, serangga, juga telur dan anakan burung. Biasanya mencari makanan di tajuk atas pohon. Musim berbiak pada Juni-September. Bersarang pada lubang/ceruk pohon yang besar. Selama mengerami telur, betina tidak keluar dari sarang, makanan disediakan oleh jantan. Biasanya hanya membesarkan satu ekor anakan.Sulawesi seperti Pulau Lembeh, Kepulauan Togian, Pulau Muna dan Pulau Butung.

Klasifikasi Ilmiah: Kerajaan: Animalia; Filum: Chordata; Kelas: Aves; Ordo: Bucerotiformes; Famili: Bucerotidae


FLORA FAUNA INDONESIA

ENSIKLOPEDI LAINNYA


Terkini Indonesia


Terbaik Indonesia


Belanja Indonesia Lihat Lebih Lengkap >>>