Orang yang menjadi jaminan Nabi sehingga dapat kembali ke mekkah adalah

Thursday, 16 Jul 2020 16:26 WIB

Allah Muliakan Nabi Muhammad Melalui Pembebasan Kota Makkah (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA -- Peristiwa penaklukan kota Makkah atau disebut Fathu Makkah menjadi momentum awal dibebaskannya kota Makkah dari kezhaliman kaum kafir Quraisy. Melalui penaklukan ini, Allah memuliakan agama, Rasul, dan tentara-Nya yang terpercaya.

Mengutip Rizem Aizid dalam bukunya "The Great Sahaba", peristiwa penaklukan kota Makkah sekaligus mengakhiri masa hijrah kaum Muslim. Sebab, kota Makkah secara resmi dipegang oleh kaum Muslim. Peristiwa Fathu Makkah ini terjadi pada tahun 8 Hijriah/629 Masehi.

Kisah Nabi Muhammad SAW menaklukkan kota Makkah ini digambarkan oleh Allah dalam surah Al-Qashash ayat 85. Dalam ayat tersebut dinyatakan, "Sesungguhnya yang mewajibkan atasmu (melaksanakan hukum-hukum) Alquran, benar-benar akan mengembalikan kamu ke tempat kembali. Katakanlah: "Tuhanku mengetahui orang yang membawa petunjuk dan orang yang dalam kesesatan yang nyata".

Menurut sejumlah tafsir, yang dimaksud dengan mengembalikan kamu ke tempat kembali ialah mengembalikan Nabi Muhammad SAW ke tempat tinggal pertamanya, yakni Makkah. Nabi Muhammad SAW dikatakan akan kembali ke kota Makkah dengan menaklukkannya dan memenangkannya. Allah lantas memenuhi janji-Nya, sehingga Muhammad dapat menaklukkan Makkah setelah delapan tahun sejak ia keluar dari tanah haram untuk hijrah ke Madinah.

Nabi Muhammad SAW diperintahkan hijrah ke Madinah akibat penganiayaan dan perlakuan keji kaum kafir Quraisy kepadanya dan para pengikutnya. Di Madinah, Nabi SAW membangun kekuatan dan kestabilan umatnya. Sehingga, kekuatan pasukan Rasulullah SAW kian besar.

Berawal dari konflik antara Bani Khuza'ah dan Bani Bakar. Muhammad Ridha dalam Sirah Nabawiyah mencatat, bahwa kedua kabilah ini telah bermusuhan sejak zaman jahiliyah. Namun, konflik antara kedua kabilah terjadi saat Islam dan kaum Quraisy tengah menjalani masa gencatan senjata, sesuai dengan perjanjian Hudaibiyah.

Bani Khuza'ah memilih bergabung ke pihak Nabi, dan Bani Bakar bergabung ke pihak Quraisy. Akan tetapi, Bani Bakar dan pihak Quraisy melanggar perjanjian Hudaibiyah itu. Segolongan orang dari Bani Bakar melakukan serangan mendadak pada malah hari kepada Bani Khuza'ah. Saat kedua kabilah tengah bertempur, golongan Quraisy secara diam-diam memberi bantuan persenjataan kepada Bani Bakar.

Pengkhianatan kaum Quraisy ini diketahui Rasulullah di Madinah. Nabi SAW juga menolak permintaan dari Abu Sufyan (utusan) ke Madinah untuk memperbarui perjanjian dengan kaum Muslimin. Rasulullah SAW dengan tegas memerintahkan untuk menyiapkan pasukan menuju Makkah.

Pada tahun ke-8 Hijriyah, Nabi SAW mulai memasuki kota Makkah dari arah Madinah. Kala itu, Rasulullah SAW membawa pasukan Muslim sebanyak 10 ribu orang. Peristiwa pembebasan kota Makkah ini berlangsung tanpa pertumpahan darah dan tanpa perlawanan.

Kala itu, Nabi SAW menerapkan strategi dengan membagi pasukannya. Khalid bin Walid ra bersama pasukannya masuk dari arah kiri, dan Abu Ubaidillah memimpin pasukan yang berjalan kaki. Sedangkan Rasulullah SAW masuk bersama pasukan dalam kawalan kaum Anshar dan Muhajirin.

Di pihak kaum Quraisy, kekuatan mereka sudah mulai luluh lantak lantaran banyak pemuka Quraisy yang tadinya membenci Islam menjadi berbalik masuk Islam. Tercatat hanya ada delapan orang yang meninggal dalam perlawanan kecil yang dihadapi Khalid bin Walid dalam peristiwa Futuh Makkah itu.

Pasukan Muslimin kemudian berkumpul di puncak Bukit Safa, perbatasan Masjid al-Haram. Setelah kondisi terkendali di bawah pasukan Muslim, Rasulullah SAW turun dan mendekati Hajar Aswad sembari menunggangi untanya.

Ustaz Halimi Zuhdy dalam buku berjudul "Sejarah Haji & Manasik", menyebutkan bahwa saat itu Nabi Muhammad SAW langsung menuju Masjid al-Haram dan menyalami Hajar Aswad. Beliau lantas mengecup Hajar Aswad dan melanjutkan dengan tawaf di sekitar bangunan Ka'bah yang dipenuhi berhala.

Diriwayatkan dari Ibnu Mas'ud, Rasulullah SAW ketika memasuki kota Makkah pada hari penaklukkan kota Makkah, di sekeliling Ka'bah terdapat 360 berhala. Rasulullah SAW kemudian menghancurkan berhala-berhala tersebut dengan tongkat yang ada di tangannya. Beliau lantas berkata, "Telah datang kebenaran dan kebatilah telah binasa."

Dalam riwayat lain menurut Jabir bin Abdullah, Rasulullah kemudian masuk ke dalam Ka'bah dan melaksanakan sholat dua raka'at. Setelah sholat, Muhammad SAW melihat patung Ibrahim dan Ishaq dan di tangan patung itu ada anak panah yang dijadikan untuk mengundi nasib.

Rasulullah SAW kemudian bersabda, "Semoga Allah memerangi mereka, tidaklah Ibrahim mengundi nasib dengan anak panah." Rasulullah lalu meminta kuma-kuma (safron) dan mengotori berhala tersebut dengan kuma-kuma itu.

Selanjutnya, Nabi SAW berdiri di pintu Ka'bah dan menyampaikan khutbah. Ia menyampaikan tentang keesaan Allah. Semua kaum Quraisy yang hadir saat itu merasa khawatir jika Nabi MUhammad SAW akan memberikan hukuman dan mengusir mereka. Namun, Nabi SAW justru memaafkan kesalahan mereka. Sehingga, tidak sedikit penduduk Makkah yang kemudian masuk Islam.

Jum'at, 17 Mei 2019 - 14:37 WIB

Kisah Kebijaksanaan Rasulullah Saat Pembebasan Makkah

Pembebasan Mekkah atau disebut Fathu Makkah merupakan peristiwa penting dalam sejarah Islam. Peristiwa yang terjadi tanggal 10 Ramadhan 8 Hijriyah (tahun 630) menjadi salah satu kemenangan besar bagi kaum muslim.

Saat itu Nabi Muhammad SAW beserta 10.000 pasukan bergerak dari Madinah menuju Makkah. Kemudian menguasai Kota Makkah secara keseluruhan tanpa pertumpahan darah sedikitpun. Kaum muslimin juga menghancurkan berhala yang ada di dalam dan sekitar Ka'bah. Setelah itu orang-orang Quraisy Makkah memeluk Islam secara berbondong-bondong. (Baca Juga: Tangisan Rasulullah yang Mengguncang 'Arsy)

Dalam peristiwa itu ada satu kisah kebijaksanaan Rasulullah yang menyentuh hati. Kedatangan beliau ke Makkah berhasil membebaskan Makkah dari kesyirikan dan kejahilan tanpa perlawanan dari kaum quraisy. Beliau SAW menunjukkan sifat kearifan dan keadilannya hingga orang-orang kafir quraish ramai-ramai memeluk Islam. Kisah ini juga diceritakan dalam sirah nabawiyah dan kitab kisah nabi dan para sahabat.

Dikisahkan, pada saat pasukan muslim yang dipimpin Rasulullah SAW didampingi sahabatnya datang untuk menaklukkan kota Suci Makkah. Orang-orang musyrik dan kaum Quraisy sangat ketakutan, sehingga tidak ada satu orang pun yang berani memperlihatkan batang hidungnya.

Di antara sekian banyak orang musyrik dan kaum Quraisy yang paling terpukul adalah Abu Sufyan, pemimpin kaum kafir dan bangsawan terhormat di Makkah. Ia biasa disanjung oleh rakyatnya, namun saat peristiwa itu terjadi ia tidak dapat berbuat apa-apa dan tidak berani keluar rumahnya.Melihat kejadian itu, Nabi Muhammad SAW saat hendak melangkah ke Ka’bah untuk meruntuhkan berhala-berhala, Beliau berseru kepada penduduk Makkah: "Barangsiapa masuk ke dalam Masjidil Haram, dia akan dilindungi. Barangsiapa masuk ke dalam rumah Abu Sufyan, dia akan dilindungi," seru Rasulullah.

Mendengar seruan Rasulullah itu betapa bangganya Abu Sufyan mendengarnya karena rumahnya disamakan dengan Masjidil Haram. Sekarang ia sudah tidak perlu lagi kehilangan muka di hadapan rakyat-rakyatnya. Karena ia merasa bahwa ia begitu dihargai. (Baca Juga: Mukjizat Nabi Muhammad yang Bikin Ummu Ma'bad Terbengong)

Akibatnya seketika itu juga putra Abu Sufyan bernama Mu'awiyah masuk Islam. Namun Abu Sufyan dan Istrinya masih belum mau menerima Islam. Mereka meminta waktu seminggu untuk berfikir dulu, sedangkan semua penduduk Quraisy sudah berbondong-bondong masuk ke Agama Islam. Ketika mendengar Abu Sufyan berkata demikian, Rasulullah pun menjawab. "Jangan seminggu!" "Apakah waktu seminggu itu terlalu lama?" tanya Abu Sufyan dengan terkejut.

"Tidak, waktu satu minggu itu terlalu cepat untukmu, jadi sekarang kuberi waktu dua bulan untuk berfikir secara leluasa, apakan kamu akan bersahadat atau tidak. Sebab agama Islam adalah agamanya orang-orang yang berfikir dan berakal. Tidak ada agama bagi orang-orang yang tidak memiliki akal," kata Rasulullah.

Orang yang menjadi jaminan Nabi sehingga dapat kembali ke mekkah adalah

Alomuslim.com – Setelah selesai melakukan perjalanan dakwah ke Thaif, dan mendapati berbagai penolakan yang sangat memberatkan hati, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam akhirnya kembali ke Mekah. Beliau menyadari bahwa kalau kembali ke Mekah, ketika sudah tidak ada lagi seorangpun yang dapat memberikan perlindungan kepada beliau, maka resikonya adalah beliau akan menerima berbagai gangguan dari orang-orang Quraisy bahkan mungkin akan membunuh nyawa beliau.

Semenjak wafatnya Abu Thalib dan Khadijah radhiyallahu ‘anha, Rasulullah tidak lagi memiliki sosok pelindung dan penghibur hati beliau. Dan semenjak itu, orang-orang Quraisy semakin berani untuk mengganggu bahkan menyakiti Rasulullah. Oleh karenanya ketika kembali ke Mekah setelah perjalanan dakwah di Thaif, beliau berusaha mencari perlindungan kepada para pembesar Quraisy.

Manakala sudah mendekati Mekah, beliau tinggal di Hira’, lalu mengutus seseorang dari suku Khuza’ah agar mendatangi beberapa pembesar Quraisy untuk meminta perlindungan. Yang pertama kali didatangi adalah Al-Akhnas bin Syuraiq, tetapi ia menolak untuk memberikan perlindungan kepada Rasulullah.

Kemudian beliau mengirim utusannya untuk menemui Suhail bin Amr, tetapi Suhail juga menolak permintaan beliau. Lalu beliau mengirim utusannya menemui al-Muth’im bin Adi, maka berkatalah ia, ‘Baiklah, aku bersedia’. Kemudian Muth’im mengenakan senjata dan mengajak putra-putranya beserta kaumnya untuk melindungi Rasulullah.

Mereka berjaga-jaga di sudut Ka’bah, dan mengirim seorang utusan untuk mengirimkan pesan kepada Rasulullah agar beliau memasuki kota Mekah. Lalu, Rasulullah Bersama Zaid bin Haritsah memasuki Mekah, hingga sampai ke Masjidil Haram.

Di tempat itu, Muth’im sedang berada di atas tunggangannya seraya berseru, ‘Wahai kaum Quraisy! Sesungguhnya aku telah memberikan perlindungan kepada Muhammad, maka janganlah ada seorangpun di antara kalian yang mengejeknya.’ Rasulullah berjalan hingga tiba di rukun Yamani, lalu menyentuhnya, selanjutnya melakukan Thawaf dan shalat, baru kemudian beliau pulang ke rumah. Sementara Muth’im dan utra-putranya mengiringi beliau dengan senjata hingga beliau benar-benar memasuki rumahnya.

Ada satu riwayat yang menyebutkan bahwa Abu Jahal ketika itu menanyai Muth’im perihal yang dilakukannya, apakah ia sebatas pelindung atau sudah menjadi pengikut Rasulullah. Muth’im menjawab, ia hanya memberikan perlindungan saja. Lalu Abu Jahal berkata kepadanya,”Kalau begitu, kami juga memberikan perlindungan kepada orang yang telah engkau berikan perlindungan tersebut”.

Karena peristiwa tersebut, Rasulullah senantiasa memendam budi baik yang dilakukan oleh Muth’im bin Adi terhadap diri beliau, maka beliau pernah berkata tentang tawanan perang Badar, “Andaikata al-Muth’im masih hidup kemudian dia memintaku untuk membebaskan mereka, iscaya akan aku serahkan mereka kepadanya.” (HR. Bukhari 2/7)

Referensi : Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung, Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri (Darul Haq : 2017)