Lepasnya pulau sipadan dan ligitan terjadi pada masa pemerintahan presiden

Liputan6.com, Jakarta - Mahkamah Internasional (MI) memenangkan Malaysia dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dengan Indonesia. Keputusan tersebut dibacakan Ketua Pengadilan Gilbert Guillaume di Gedung MI Den Haag, Belanda pada Selasa 17 Desember 2002 atau tepat 17 tahun silam.

MI menerima argumentasi Indonesia bahwa Pulau Sipadan dan Ligitan tidak pernah masuk dalam Kesultanan Sulu seperti yang diklaim Malaysia. Namun, MI juga mengakui klaim-klaim Malaysia bahwa mereka telah melakukan administrasi dan pengelolaan konservasi alam di kedua pulau yang terletak di sebelah timur Kalimantan itu.

Pada babak akhir, MI menilai, argumentasi yang diajukan Indonesia mengenai kepemilikan Sipadan dan Ligitan yang terletak di sebelah timur Pulau Sebatik, Kalimantan Timur itu tidak relevan.

Karena itu, secara defacto dan dejure, dua pulau yang luasnya masing-masing 10,4 hektare untuk Sipadan dan 7,4 ha untuk Ligitan itu menjadi milik Malaysia. Keputusan yang diambil melalui pemungutan suara itu bersifat mengikat bagi Indonesia dan Malaysia. Kedua negara bertetangga itu juga tidak dapat lagi mengajukan banding.

Sebelum diputus, anggota delegasi Indonesia Amris Hasan mengakui argumen Malaysia memang lebih kuat dalam kasus sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan ini. Menurut dia, Negeri Jiran diuntungkan dengan alasan change of title atau rantai kepemilikan dan argumen effectivités (effective occupation) yang menyatakan kedua pulau itu lebih banyak dikelola orang Malaysia.

Mahkamah Internasional juga memandang situasi Pulau Sipadan-Ligitan lebih stabil di bawah pengaturan pemerintahan Malaysia.

Menteri Luar Negeri Hassan Wirajuda dalam konferensi pers usai putusan di Den Haag, Belanda menyatakan, pemerintah Indonesia menerima keputusan Mahkamah Internasional yang memutuskan Pulau Sipadan dan Ligitan masuk ke dalam kedaulatan Malaysia.

Kendati begitu, tak bisa dipungkiri bahwa pemerintah Indonesia merasa kecewa dengan keputusan yang mengikat dan tak bisa dibanding lagi itu.

Sementara itu, Wakil Presiden Hamzah Haz meminta masyarakat bisa menerima keputusan Mahkamah Internasional yang memenangkan Malaysia atas kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan. Pasalnya, diserahkannya sengketa tersebut ke Mahkamah Internasional sesuai dengan keinginan kedua negara.

Menurut Hamzah Haz, keputusan tersebut harus disadari sebagai konsekuensi atas diserahkannya persoalan Pulau Sipadan dan Ligitan kepada Mahkamah Internsional.

Selain itu, konflik sengketa Pulau Sipadan dan Ligitan dinilai telah banyak menguras energi pemerintah sejak zaman Orde Baru. Karenanya, kini Hamzah Haz meminta masyarakat mengkonsentrasikan diri pada persoalan-persoalan lain yang lebih penting untuk dituntaskan.

Scroll down untuk melanjutkan membaca

  • Home
  • Nasional
  • TEMPO Interaktif, Jakarta:Mahkamah Internasional (International Court of Justice) telah memutuskan bahwa Malaysia memiliki kedaulatan atas Pulau Sipadan-Ligitan. “Pemerintah Indonesia menerima keputusan akhir Mahkamah Internasional (MI), dan saya sungguh berharap bahwa keputusan MI dalam masalah ini dapat menutup satu babakan dalam sejarah bilateral antara Indonesia-Malaysia,” kata Menteri Luar Negeri Hasan Wirajuda, dalam jumpa persnya di Deplu, Selasa (17/12). Hari ini, pada sidang yang dimulai pukul 10.00 waktu Den Haag, atau pukul 16.00 WIB, MI telah mengeluarkan keputusan tentang kasus sengketa kedaulatan Pulau Sipadan-Ligatan antara Indonesia dengan Malaysia. Hasilnya, dalam voting di lembaga itu, Malaysia dimenangkan oleh 16 hakim, sementara hanya 1 orang yang berpihak kepada Indonesia. Dari 17 hakim itu, 15 merupakan hakim tetap dari MI, sementara satu hakim merupakan pilihan Malaysia dan satu lagi dipilih oleh Indonesia. Kemenangan Malaysia, kata menteri, berdasarkan pertimbangan effectivitee, yaitu pemerintah Inggris (penjajah Malaysia) telah melakukan tindakan administratif secara nyata berupa penerbitan ordonansi perlindungan satwa burung, pungutan pajak terhadap pengumpulan telur penyu sejak tahun 1930, dan operasi mercu suar sejak 1960-an. “Sementara itu, kegiatan pariwisata yang dilakukan Malaysia tidak menjadi pertimbangan, serta penolakan berdasarkan chain of title (rangkain kepemilikan dari Sultan Sulu),” kata Menlu. Di pihak yang lain, MI juga menolak argumentasi Indonesia yang bersandar pada konvensi 1891, yang dinilai hanya mengatur perbatasan kedua negara di Kalimantan. Garis paralel 14 derajat Lintang Utara ditafsirkan hanya menjorok ke laut sejauh 3 mil dari titik pantai timur Pulau Sebatik, sesuai dengan ketentuan hukum laut internasional pada waktu itu yang menetapkan laut wilayah sejauh 3 mil. Dalam kesempatan itu, Wirajuda juga mengatakan, pemerintah Indonesia menyatakan rasa kecewa yang mendalam bahwa upaya yang dilakukan oleh empat pemerintahan Indonesia sejak tahun 1997 ternyata tidak membuahkan hasil. “Namun, kita berkewajiban untuk menghormati Persetujuan Khusus untuk bersama-sama mengajukan sengketa kedua pulau ini ke Mahkamah Internasional pada 31 Mei 1997,” kata dia. Dia menambahkan, sesuai dengan kesekapatan antara Indonesia-Malaysia tidak ada banding setelah keputusan ini. Sebab, keputusan mahkamah ini bersifat final dan mengikat. Dalam urusan ini, pemerintah Indonesia juga percaya seluruh proses peradilan telah berlangsung secara adil dan transparan. Tentang tindak lanjut pasca keputusan MI, menteri menyatakan, langkah pertama yang diambil adalah merumuskan batas-batas negara dengan negara-negara terdekat. “Untuk Sipadan-Ligitan akan ditarik batas laut wilayah sejauh 12 mil dari lingkungan dua pulau tersebut,” katanya. Mengenai kerugian yang diderita, Wirajuda menegaskan tidak ada. “Kita hanya kehilangan dua pulau, Sipadan dan Ligitan,” kata dia. Menteri mengaku sudah melaporkan hasil itu kepada Presiden, tapi karena Presiden Megawati sedang dalam perjalanan, maka belum ada respons. Disebutkan, biaya yang dikeluarkan hingga proses ini mencapai Rp 16 miliar, yang sebagian besar digunakan untuk membayar pengacara. Menteri memandang, biaya itu bukan sebuah kerugian karena hal itu merupakan konsekuensi dari sebuah perjuangan. “Ini bisa dibilang sebuah perjuangan demi tercapainya cita-cita,” kata dia. Saat ditanya, apakah pemerintahan Megawati bisa dijatuhkan karena kasus ini, Wirajuda menyatakan tidak bisa begitu. Sebab, masalah ini sudah ada sejak tahun 1997, dan telah menjadi masalah serius bagi empat Presiden sebelumnya. “Jadi, tidak bisa kita salahkan ujungnya karena merupakan satu rangkaian yang tidak bisa dilepaskan,” kata dia. Mengenai rencana interpelasi anggota DPR jika pemerintah Indonesia kehilangan pulau ini, menteri menjawab hal itu merupakan satu rangkaian dari keputusan serius yang telah lama ada di Indonesia, dan proses peradilan ini sendiri telah berlangsung secara adil dan transparan. "Justru ini merupakan upaya diplomasi dan konsultasi yang dilakukan secara gencar oleh berbagai pihak," kata dia. Wirajuda sendiri berpendapat, kehilangan dua pulau ini berkaitan dengan keteidakjelasan pembatasan wilayah Nusantara sehingga perlu dilakukan upaya untuk memperjelas garis pembatas negara. "Ini menjadi kebijakan penting pada pemerintahan Megawati saat ini, yaitu menginventarisir garis batas wilayah kita agar 17.508 pulau kita tidak tercecer," kata dia. (Diah Ayu Candraningrum-Tempo News Room)

    Lihat Juga


    Merdeka.com - Presiden ke lima RI, Megawati Soekarnoputri, diberikan gelar Honoris Causa dari Universitas Padjajaran. Megawati menilai gelar ini sekaligus penghargaan untuk Kabinet Gotong Royong.

    "Izinkan saya mengucapkan terima kasih kepada para menteri yang telah membantu saya dengan memberikan pengabdian kepada bangsa ini," ujar Megawati saat berada dalam acara 'Penganugerahan Gelar Doktor Honoris Causa Bidang Politik dan Pemerintahan", Rabu (25/5).

    Megawati mengajak masyarakat untuk menampilkan demokrasi politik yang lebih terbuka, tanpa disintegrasi, dan berdiri kokoh melalui pelembagaan politik. Dalam kesempatan tersebut, Mega menyampaikan pertanggungjawaban sejarah atas berbagai persoalan penting ketika ia menjabat sebagai Presiden.

    Pertama, Megawati memfokuskan pembahasannya terhadap sengketa Sipadan dan Ligitan. Kedua, Pulau Nipah dan yang terakhir proyek LNG tangguh antara Indonesia dengan RRC.

    "Pada saat saya menjadi Presiden, saya memerintahkan menteri luar negeri untuk terus memperjuangkan agar Sipadan dan Ligatan menjadi bagian dari wilayah Indonesia. Akan tetapi, argumentasi yang diterima Mahkamah Internasional bukan karena Malaysia yang lebih dahulu masuk ke Sipadan atau Ligitan," jelasnya.

    Bukti sejarah yang diterima Mahkamah Internasional adalah dokumen dari pihak Malaysia yang membuktikan bahwa Inggris, negara yang menjajah Malaysia, dan menjadi bagian dari commonwealth, paling awal masuk Sipadan Ligitan dengan bukti berupa mercusuar dan konservasi penyu.

    Sedangkan Indonesia dianggap tidak memiliki hak atas wilayah kedua pulau tersebut, karena Belanda, negara yang menjajah Indonesia, hanya terbukti pernah masuk ke Sipadan Ligitan, namun hanya singgah sebentar tanpa melakukan apapun.

    "Dan putusan Mahkamah Internasional tersebut kebetulan ditetapkan pada tahun 2002, saat saya menjabat sebagai Presiden," imbuhnya.

    Megawati juga membahas perihal Pulau Nipah. Kala itu, cerita Mega, Pulau Nipah berbatasan dengan singapura. Nipah hampir tenggelam, namun Megawati menunjukkan kepada Singapura bahwa Pulau Nipah adalah bagian dari wilayah kedaulatan Indonesia.

    Terakhir adalah soal proyek LNG tanggung antara Indonesia dengan RRC yang kala itu Megawati melakukan lobi diplomatik 'Lenso Bengawan Solo' secara langsung dengan Presiden RRC, Jiang Zemin.

    "Itulah beberapa hal yang ingin saya luruskan. Catatan sejarah lainnya disusun oleh para menteri Kabinet Gotong Royong. Saya ingin tekankan sekali lagi betapa penting sejarah bagi kehidupan bangsa ini ke depan, terutama keputusan-keputusan politik untuk mengelola pemerintahan dan negara," papar dia. (mdk/lia)

    Baca juga:

    Megawati: Jangan anggap sejarah rongsokan

    Dapat gelar Doktor Honoris Causa, Megawati kenang anjuran Bung Karno

    Megawati terima gelar Doktor Honoris Causa, Unpad dijaga ketat

    Gelar DHC untuk Megawati, penghargaan kepemimpinan di masa krisis

    Megawati disebut-sebut lebih utamakan kader untuk Pilgub DKI 2017

    Ini dua alasan Unpad beri gelar doktor HC untuk Megawati

    Yusril: Megawati layak terima gelar doktor HC dari Unpad