Komersialisasi adalah menjadikan suatu barang sebagai barang dagangan untuk mendapatkan

September 6, 2013 by Sirojul M  - dibaca 31463 kali

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Peran pendidikan sangant penting dalam kehidupan manusia bahkan tidak dapat dipisahkan dari keseluruhan proses kehidupan manusia. Dengan kata lain, kebutuhan manusia terhadap pendidikan bersifat mutlak dalam kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat, bangsa dan negara. Jika sistem pendidikanya berfungsi secara optimal maka akan tercapai kemajuan yang dicita-citakanya sebaliknya bila proses pendidikan yang dijalankan tidak berjalan secara baik maka tidak dapat mencapai kemajun yang dicita-citakan. Betapapun terdapat banyak kritik yang dilancarkan oleh berbagai kalangan terhadap pendidikan, atau tepatnya terhadap praktek pendidikan, namun hampir semua pihak sepakat bahwa nasib suatu komunitas atau suatu bangsa di masa depan sangat bergantung pada kontibusinya pendidikan. misalnya sangat yakin bahwa pendidikanlah yang dapat memberikan kontribusi pada kebudayaan di hari esok. Pendapat yang sama juga bisa kita baca dalam penjelasan Umum Undang-Undang Republik Indonesia Nomer 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan Nasional (UU No. 20/2003), yang antara lain menyatakan: “Manusia membutuhkan pendidikan dalam kehidupannya. Pendidikan merupakan usaha agar manusia dapat mengembangkan potensi dirinya melalui proses pembelajaran atau cara lain yang dikenal dan diakui oleh masyarakat”. Namun didalam dunia pendidikan sendiri banyak masalah-masalah pendidikan yang dihadapi di era globalisasi ini. Baik itu masalah yang bersifat internal maupun eksternal. Kondisi rakyat Indonesia sekarang ini sungguh sangat memprihatinkan, terutama dibidang pendidikan. Untuk mencapai program wajib belajar yang dicanangkan oleh pemerintah saja, yaitu sembilan tahun, masih banyak masyarakat yang sangat kesulitan untuk merealisasikan hal tersebut. Bukan tanpa alasan atas ketidak mampuan mereka akan hal itu. Ketidak mampuan masyarakat untuk mendapatkan pendidikan yang layak tersebut karena masih banyaknya lembaga-lembaga pendidikan terutama lembaga pendidikan negeri yang masih mahal dalam menerapkan biaya pendidikannya. Ditambah pungutan-pungutran liar yang belakangan semakin marak di instansi-instansi pendidikan yang ada sekarang ini. Hal ini harus segera diperhatikan secara khusus oleh pemerintah dan ada penyelasaian yang jelas, terutama kementrian pendidikan dan kebudayaan. Mengingat pentingnya akan hal tersebut demi menjadikan bangsa ini bangsa yang maju dalam hal pendidikannya . Dari latar belakang diataslah, makalah ini akan menguraikan pembahasan tentang “Komersialisasi Pendidikan” yang ada di Indonesia. B. Rumusan Masalah Dari Uraian diatas dapat kita rumuskan rumusan masalah sebagai berikut : a. Apa pengertian komersialisasi pendidikan ? b. Apa dampak komesialisasi pendidikan ? c. Bagaimana solusi alternatif penanggulangan komesialisasi pendidikan? C. Tujuan Penulisan a. Untuk mengetahui pengertian komersialisasi pendidikan. b. Untuk mengetahui dampak komesialisasi pendidikan. c. Untuk menjelaskan solusi alternatif penanggulangan komesialisasi pendidikan. D. Manfaat Penulisan a. Bagi Penyelenggara Pendidikan Dengan materi ini dapat dijadikan acuan dalam penyelenggaraan pendidikan seghingga tidak terjerumus pada praktek komersialisasi pendidikan. b. Bagi Pendidik Materi tersebut manjadi tembahan wawasan tentang penyelenggaraan pendidikan sehingga pendidik tidak terjebak pada praktek komersialisasi pendidikan. BAB II PEMBAHASAN

KOMERSIALISASI PENDIDIKAN

A. Pengertian Pendidikan dan kendala-kendala yang diahadapi 1. Pengertian Pendidikan Secara umum pendidikan adalah sebagai suatu proses pembentukan kemampuan dasar yang fundamental, baik menyangkut daya fikir (intelektual) maupun daya perasaan (emosional). Pendidikan merupakan aktivitas yang diorientasikan kepada pengembangan individu manusia secara optimal. Menurut Langeveld, Pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri. Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (atau yang diciptakan oleh orang dewasa seperti sekolah, buku, putaran hidup sehari – hari dan sebagainya) dan di tujukan kepada orang – orang yang belum dewasa. Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003, Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memilki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara.

Dari beberapa pengertian atau batasan pendidikan yang diberikan para ahli tersebut, meskipun berbeda secara redaksional, namun secara essensial terdapat kesatuan unsur – unsur atau faktor yang terdapat didalamnya yaitu bahwa pengertian tersebut menunjukan suatu proses bimbingan, tuntunan atau pimpinan yang didalamnya mengandung unsur – unsur seperti pendidik, anak didik, tujuan dan sebagainya.

2. Kendala-kendala yang dihadapi Kendala yang dihadapi dalam dunia pendidikan kita saat ini tak lain disebabkan oleh beberapa hal yang sangat urgen dan sangat mendasar bagi masyarakat, seperti: a. Tingginya biaya pendidikan menyebabkan masyarakat kurang mamputidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. b. Mengejar dan mengagungkan gelar akademis telah menjadi budaya ditengah-tengah masyarakat Indonesia. Hal ini mengakibatkan masyarakat melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan gelar akademis tersebut seperti jalan pintas tanpa melalui proses pembelajaran dengan mengandalkan uang sehingga praktik komersialisasi pendidikan semakin subur.

c. Penyebab Mahalnya Biaya Pendidikan Pendidikan bermutu itu mahal. Kalimat ini sering muncul untuk menjustifikasi mahalnya biaya yang harus dikeluarkan masyarakat untuk mengenyam bangku pendidikan.

B. Komersialisasi Pendidikan 1. Pengertian Komesialisasi Pendidikan Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, komersialisasi diartikan: Perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Merujuk pada arti itu, komersialisasi pendidikan dapat diartikan: Menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. “cap” komersialisasi pendidikan atau mengomersialisasikan pendidikan kerap ditimpakan kepada kebijakan atau langkah-langkah yang menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan. Sebenarnya, bukan sesuatu yang baru, bila ada yang berpendapat, segala sesuatu yang orang butuhkan dan untuk mendapatkannya orang rela untuk membayarnya adalah suatu kegiatan usaha (bisnis). Tidak peduli apakah yang mereka hasilkan itu barang atau jasa. Jean Baptiste Say (1767-1832), ekonom Prancis, sudah berpendapat seperti itu ratusan tahun yang lalu (George Soule, Pemikiran Para Pakar Ekonomi Terkemuka, 1994, h.66). Jadi, tidak usah heran apabila saat ini sektor pendidikan dan beberapa sektor yang dulunya dianggap “menguasai hajat hidup orang banyak”, sekarang menjadi barang dagangan atau dikomersialisasikan . Adapun istilah “komersialisasi pendidikan” mengacu pada dua pengertian yang berbeda, yaitu: a. Komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikan dengan program serta perlengkapan mahal. Pada pengertian ini, pendidikan hanya dapat dinikmati oleh sekelompok masyarakat ekonomi kuat, sehingga lembaga seperti ini tidak dapat disebut dengan istilah komersialisasi karena mereka memang tidak memperdagangkan pendidikan. Komersialisasi pendidikan jenis ini tidak akan mengancam idealisme pendidikan nasional atau idealisme Pancasila, akan tetapi perlu dicermati juga, karena dapat menimbulkan pendiskriminasian dalam pendidikan nasional. b. Komersialisasi pendidikan yang mengacu kepada lembaga pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang gedung saja, tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan. Komersialisasi pendidikan ini biasanya dilakukan oleh lembaga atau sekolah-sekolahyang menjanjikan pelayanan pendidikan tetapi tidak sepadan dengan uang yang mereka pungut dan lebih mementingkan laba. Itu hal yang lebih berbahaya lagi, komersialisasi jenis kedua ini dapat pula melaksanakan praktik pendidikan untuk maksud memburu gelar akademik tanpa melalui proses serta mutu yang telah ditentukan sehingga dapat membunuh idealisme pendidikan Pancasila. Komersialisasi ini pun telah berdampak pada tingginya biaya pendidikan.

Secara gamblang, masyarakat “disuguhi sesuatu” yang (seolah-olah) mengamini kondisi tersebut. Contoh sederhana dapat dilihat ketika memasuki tahun ajaran baru. Tak terbayangkan betapa banyaknya orang tua yang mengeluh akibat buku pelajaran yang digunakan tahun ajaran sebelumnya tidak lagi dapat digunakan di tahun ajaran berikutnya. Kondisi ini tentu sangat memberatkan masyarakat yang sebagian besar masih hidup di bawah garis kemiskinan. Siswa dipaksa menggunakan buku pelajaran baru sebagai pengganti buku lama yang konon “tidak layak” dipakai acuan lagi, dengan harga yang relatif tinggi. Padahal jika dicermati, materi atau pokok bahasan di dalamnya sama persis, tanpa ada “ilmu” baru yang dicantumkan.

2. Aspek-aspek yang Memunculkan Komesialisasi Pendidikan. a. Aspek Politik Pendidikan yang merupakan kebutuhan dasar manusia dan yang harus dipenuhi oleh setiap manusia juga memiliki aspek politik karena dalam pengelolaan harus berdasarkan ideologi yang dianut negara. Adapun ideologi pendidikan kita adalah ideologi demokrasi Pancasila, yaitu setiap warga negara mendapat kebebasan dan hak yang sama dalam mendapat pendidikan. Dalam Pembukaan UUD 45 pada alinea ke-4 , hal ini pun tercermin ada kalimat mencerdaskan kehidupan bangsa. Atas dasar itu sudah seharusnya pemerintah dalam menetapkan setiap kebijakan pendidikan merujuk pada ideologi negara. Akan tetapi dalam kenyataannya melalui pemerintah mengeluarkan peraturan (PP) No. 61 Tahun 1999 tentang Penetapan Perguruan Tinggi sebagai Badan Hukum, pemerintah telah memberikan otonomi pada perguruan tinggi dalam mengelola pendidikan lembaganya termasuk pencarian dana bagi biaya operasionalnya. Apabila pendidikan tetap mahal dan dikomersialisasikan, masyarakat yang kurang mampu tidak akan dapat meningkatkan status sosial mereka, dan ironisnya komersialisasi pendidikan ini didukung oleh tatanan sosial dan diterima oleh masyarakat. b. Aspek Budaya Budaya Bangsa kita mengagungkan gelar akademis dan sebagaicontoh dihampir setiap dinding rumah yang keluarganya berpendidikan selalu terpajang foto wisuda anggota keluarga lulusan dari universitasmanapun. Hal ini menunjukkan bahwa bangsa kita masih menganut budaya yang degree minded. Budaya berburu gelar ini berkembang pada lembaga pemerintah yang mengangkat atau mempromosikan pegawai yang memiliki gelar sarjana tanpa terlebih dahulu diteliti dan dites kemampuan akademik mereka. Ironisnya program pendidikan seperti ini banyak diminati oleh pejabat-pejabat. c. Aspek Ekonomi Ekonomi sudah pasti kita akan membicarakan aspek ekonomi terkait dengan masalah biaya. Biaya pendidikan nasional seharusnya menjadi tanggung jawab pemerintah, akan tetapi dengan keluarnya UUNo. 20 Tahun 2003 pada bab XIV pasal 50 ayat 6 dinyatakan bahwa perguruan tinggi menentukan kebijakan dan memiliki otonomi dalam mengelola pendidikan lembaganya. Hal ini menunjukkan ketidakmampuan pemerintah membiayai pendidikan nasional, khususnya pendidikan tinggi yang dulu mendapat subsidi dari pemerintah sebanyak75% dan 25% lagi berasal dari biaya masyarakat termasuk dana SPP. d. Aspek Sosial Pendidikan sangat menentukan perubahan strata sosial seseorang, yaitu semakin tinggi pendidikan seseorang, akan semakin meningkat pula strata sosialnya, begitu juga sebaliknya. Sesuai dengan pendapat Kartono (1997: 97) yang menyatakan: tingginya tingkat pendidikan dan tingginyataraf kebudayaan rakyat akan menjadi barometer bagi pertumbuhan bangsa dan negara yang bersangkutan. Akan tetapi bagaimana orang dapat mencapai pendidikan tinggi apabila biaya pendidikan tersebut mahal dan hanya dapat dinikmati oleh masyarakat golongan ekonomi mapan saja. lantas bagaimana dengan masyarakat golongan ekonomi lemah. e. Aspek Teknologi

Dengan berkembang pesatnya teknologi maka semakin menuntut sekolah-sekolah untuk menunjang berbagai fasilitas yang mendukung kegiatan belajar mengajar. Tapi, tak jarang lembaga pendidikan menjadikannya sebagai tameng untuk melakukan komersialisasi pendidikan. Biasanya lembaga pendidikan berujar, “Ini dilakukan agar para peserta didik bisa mengikuti perkembangan teknologi yang dari hari ke hari semakin maju. “Oleh karena, uang masuk ataupun SPP di sekolah ataupun perguruan tinggi semakin mahal, implikasinya peserta didik yang berasal dari ekonomi menengah ke bawah tidak bisa menyanggupinya. Ujung-ujungnya, mereka ketinggalan dalam hal teknologi. Padahal dengan perkembangan teknologi bisa meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kesejahteraan, dan kehidupan bangsa.

3. Dampak Komersialisasi Pendidikan a. Rakyat kalangan bawah yang menginnginkan pendidikan, tak mampu untuk merealkan keinginannya dikarenakan biaya pendidikan yang mahal. b. Memperkaya pihak-pihak tertentu c. Biaya yang dibayar oleh wali murid/wali mahasiswa/i tidakse banding dengan sarana prasarana yang diterima. d. Biaya yang dibayar tidak sebanding dengan kualitas lulusan suatulembaga pendidikan formal-informal

e. Menimbulkann kesenjangan sosial, kelompok orang kaya dengan orang miskin

4. Solusi Alternatif Penanggulangan Komersialisasi Pendidikan Munculnya komersialisasi pendidikan adalah sebagai akibat dari pelepasan tanggung jawab pemerintah yang telah mencabut subsidi pembiayaan terutama pada perguruan tinggi dan pemberian hak otonomi serta status BHMN pada perguruan tinggi negeri. Perlu diketahui banyak dari para pe-bisnis menjadikan dunia pendidikan sebagai salah satu tonggak utama usaha mereka dengan membuka yayasan-yayasan pendidikan tentu saja dengan tujuan “mendapatkan keuntungan” bukan lagi “mencerdaskan kehidupan bangsa” seperti tertera pada UUD 1945. Prinsip nirlaba mestinya menjadi roh dalam penyelenggaraan pendidikan nasional. Sehingga diharapkan bisa mencegah terjadinya praktek komersialisasi dan kapitalisasi dunia pendidikan. Karena prinsip nirlaba dalam penyelenggaraan pendidikan, menekankan bahwa kegiatan pendidikan tujuan utamanya tidak mencari laba, melainkan sepenuhnya untuk kegiatan meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan. Dewasa ini seperti yang sudah diketahui dana APBN sebesar 20% tidak dapat mencegah makin maraknya komersialisasi pendidikan diIndonesia, belum lagi pendidikan yang seyogyanya dijadikan jasa yangdapat dinikmati setiap orang seolah-olah menjadi komoditas utama yangdapat bahkan harus dijual dengan harga tinggi.

Berikut solusi alternatif penanggulangan komersialisasi pendidikan :

a. Pembentukan lembaga non pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengawasi jalannya sistem pendidikan. Alasan mengapa lembaga ini harus bersifat non pemerintah adalah agar dalam pelaksanaannya, lembaga ini tidak terpengaruh dan tidak tertekan oleh pihak manapun. Lembaga ini nantinya diharapkan mampu bersikap mandiri dan independen, sehingga ketika terjadi penyimpangan, mereka berani melaporkan apa yang sebenarnya terjadi tanpa takut akan ancaman apapun dan dari siapapun. Lembaga ini berhak melakukan evaluasi terkait kebijakan-kebijakan pemerintah dibidang pendidikan, seperti dana BOS dan sekolah dengan status RSBI, agar dapat berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun bersifat nonpemerintah, dalam melaksanakan tugasnya, lembaga ini tetap harus berkoordinasi dengan Departemen Pendidikan untuk mencapai tujuan mulia bersama. b. Pemberian beasiswa yang lebih gencar kepada para pelajar yangberprestasi dan tidak mampu dalam hal biaya. Upaya ini sebagai antisipasi agar para pelajar yang berprestasi dan tidak mampu dapat terus melanjutkan pendidikan tanpa harus terbebani biaya dan termotivasi untuk belajar lebih baik. Pencanangan program “Wajib Belajar 12 Tahun”. Pada program ini, nantinya SMA/sederajat memperoleh aliran dana BOS, sehingga biaya pendidikan dapat ditanggung oleh pemerintah dan tidak begitu memberatkan bagi orangtua/wali murid. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk mengurangi komersialisasi dan komoditasi pendidikan di jenjang SMA, dan biaya tinggi tak lagi menjadi alasan bagi mereka yang tidak mampu untuk berhenti belajar disekolah. c. Pemeriksaan rutin transaksi keuangan di seluruh lembaga pendidikan (tingkat dasar, menengah, dan perguruan tinggi), baik negeri maupun swasta, oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah. Dari lembaga pemerintah dapat diwakilkan oleh Badan PemeriksaKeuangan (BPK), sedangkan dari lembaga non pemerintah dapat diwakilkan oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang peduli dengan dunia pendidikan. d. Penarikan uang untuk biaya sekolah seharusnya disampaikan dengan jelas dan terinci. Biasanya modus penarikan untuk pendidikan yang bermacam- macam. Diantaranya pembayaran ekstrakulikuler, dana untuk keselamatan, dana untuk membeli gorden kelas, biaya wisuda, sertabiaya untuk membeli LKS dan seragam.

e. Penggunaan dana BOS dengan sasaran yang tepat. Adanya dana BOS dari Dinas Pendidikan seharusnya digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang sarana prasarana lembaga pendidikan. Tak hanya biaya sekolah yang mahal tetapi fasilitas yang didapat tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Biaya yang besar dikeluarkan juga mempengaruhi kualitas dari peserta didik. Semakin mahal sekolah maka semakin baik kualitas pendidikan ditempat tersebut. Apakah hal ini dapat dibenarkan, tentu saja tidak. Hal ini tidak menjamin.

BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan Setelah kami uraiankan makalah tentang Komersialisasi Pendidikan di atas maka dapat kami simpulkan sebagai berikut: 1. Pengertian Komersialisasi Pendidikan adalah Perbuatan menjadikan sesuatu sebagai barang dagangan. Merujuk pada arti itu, komersialisasi pendidikan dapat diartikan: Menjadikan pendidikan sebagai barang dagangan. “cap” komersialisasi pendidikan atau mengomersialisasikan pendidikan kerap ditimpakan kepada kebijakan atau langkah-langkah yang menempatkan pendidikan sebagai sektor jasa yang diperdagangkan. 2. Komersialisasi pendidikan mengacu pada dua hal yaitu komersialisasi dalam arti a). komersialisasi pendidikan yang mengacu lembaga pendidikandengan program serta perlengkapan mahal, b). komersialisasi pendidikan yang mengacu kepada lembaga pendidikan yang hanya mementingkan uang pendaftaran dan uang gedung saja, tetapi mengabaikan kewajiban-kewajiban pendidikan. 3. Dampak Komersialisasi Pendidikan, yaitu rakyat kalangan bawah yang menginnginkan pendidikan, tak mampu untuk merealkan keinginannya dikarenakan biaya pendidikan yang mahal, -memperkaya pihak-pihak tertentu, -biaya yang dibayar oleh wali murid/wali mahasiswa/i tidakse banding dengan sarana prasarana yang diterima, -biaya yang dibayar tidak sebanding dengan kualitas lulusan suatulembaga pendidikan formal-informal, -menimbulkann kesenjangan sosial, kelompok orang kaya dengan orang miskin 4. Solusi Alternatif Penanggulangan Komersialisasi Pendidikan adalah Pembentukan lembaga non pemerintah yang diberi kewenangan untuk mengawasi jalannya sistem pendidikan, – Pemberian beasiswa yang lebih gencar kepada para pelajar yangberprestasi dan tidak mampu dalam hal biaya, – Pemeriksaan rutin transaksi keuangan di seluruh lembaga pendidikan (tingkat dasar, menengah, dan perguruan tinggi), baik negeri maupun swasta, oleh lembaga pemerintah dan non pemerintah, – Penggunaan dana BOS dengan sasaran yang tepat. Adanya dana BOS dari Dinas Pendidikan seharusnya digunakan dengan sebaik-baiknya untuk menunjang sarana prasarana lembaga pendidikan. B. Saran dan Harapan Perlu adanya badan pengawas intensif yang benar-benar mengawasi jalannya dana untuk lembaga pendidikan. Tentu diikuti oleh anggota badan pengawas sendiri yang tidak “nakal”. Yang akan mengakibatkan kerugian Negara. Dan jika mengimpikan sebuah proses pendidikan yang murah di dalam kondisi saat ini. Maka salah satu jalan adalah dengan membuat sebuah model pendidikan baru, yaitu model pendidikan alternatif. Model pendidikan yang berpihak kepada kaum menengah kebawah. Model pendidikan yang bertujuan untuk membebaskan dari segala bentuk ketertindasan. Impian hanya menjadi khayalan jika kita berharap bias mengubah system pendidikan formal sekarang ini, tanpa membentuk sebuah sistem pendidikan alternatif sebagai bentuk perlawanan.

Demikian makalah yang kami susun, pastilah dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan dan kesalahan karena kami sadar ini merupakan keterbatasan dari kami. Makanya kami mengharap kritik dan saran yang membangun guna kesempurnaan makalah ini. Akhirnya semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita. Amin.

DAFTAR PUSTAKA

Langeveld,(terj), Paedagogiek Teoritis/Sistematik, FIP-IKIP Jakarta 1971; fatsal 5,Sa. Razy Dalimunte, Rahman, Kapita Selekta Pendidikan, Medan: IAIN Pres, 1999 http://andalusia.or.id/www/index.php?page=content&&ide=40 http://adinglkppi.blogspot.com/2010/07/komersialisasi-pendidikan.html