Jelaskan upaya bangsa indonesia dalam proses penegakan ham beserta payung hukumnya!

1. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

Pasal 28I ayat (4), "Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak asasi manusia adalah tanggung jawab Negara, terutama Pemerintah".

2. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia

Pasal 71, "Pemerintah wajib dan bertanggung jawab menghormati, melindungi, menegakkan, dan memajukan hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang ini, peraturan perundang-undangan lain, dan hukum internasional tentang hak asasi manusia yang diterima oleh Negara Republik Indonesia".

3. Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 32 Tahun 2016 tentang Pelayanan Komunikasi Masyarakat terhadap Permasalahan Hak Asasi Manusia

Pasal 10 ayat (1) huruf d, "Penyampaian Permasalahan HAM yang dikomunikasikan secara tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf b dapat menggunakan aplikasi online"

Penegakan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM) di Indonesia mencapai kemajuan ketika pada tanggal 6 November 2000 disahkannya Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM oleh Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dan kemudian diundangkan tanggal 23 November 2000. Undang-undang ini merupakan undang-undang yang secara tegas menyatakan sebagai undang-undang yang mendasari adanya pengadilan HAM di Indonesia yang akan berwenang untuk mengadili para pelaku pelanggaran HAM berat. Undang-undang ini juga mengatur tentang adanya pengadilan HAM ad hoc yang akan berwenang untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi di masa lalu.

Pengadilan HAM ini merupakan jenis pengadilan yang khusus untuk mengadili kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Pengadilan ini dikatakan khusus karena dari segi penamaan bentuk pengadilannya sudah secara spesifik menggunakan istilah pengadilan HAM dan kewenangan pengadilan ini juga mengadili perkara-perkara tertentu. Istilah pengadilan HAM sering dipertentangkan dengan istilah peradilan pidana karena memang pada hakekatnya kejahatan yang merupakan kewenangan pengadilan HAM juga merupakan perbuatan pidana. UU No. 26 Tahun 2000 yang menjadi landasan berdirinya pengadilan HAM ini mengatur tentang beberapa kekhususan atau pengaturan yang berbeda dengan pengaturan dalam hukum acara pidana. Pengaturan yang berbeda atau khusus ini mulai sejak tahap penyelidikan dimana yang berwenang adalah Komnas HAM sampai pengaturan tentang majelis hakim dimana komposisinya berbeda denga pengadilan pidana biasa. Dalam pengadilan HAM ini komposisi hakim adalah lima orang yang mewajibkan tiga orang diantaranya adalah hakim ad hoc.

Pengaturan yang sifatnya khusus ini didasarkan atas kerakteristik kejahatan yang sifatnya extraordinary sehingga memerlukan pengaturan dan mekanisme yang seharusnya juga sifatnya khusus. Harapan atas adanya pengaturan yang sifatnya khusus ini adalah dapat berjalannya proses peradilan terhadap kasus-kasus pelanggaran HAM yang berat secara kompeten dan fair. Efek yang lebih jauh adalah putusnya rantai impunity atas pelaku pelanggaran HAM yang berat dan bagi korban, adanya pengadilan HAM akan mengupayakan adanya keadilan bagi mereka.

UU No. 26 Tahun 2000 tentang pengadilan HAM telah dijalankan dengan dibentuknya pengadilan HAM ad hoc untuk kasus pelanggaran HAM yang berat yang terjadi di Timor-timur. Dalam prakteknya, pengadilan HAM ad hoc ini mengalami banyak kendala terutama berkaitan dengan lemahnya atau kurang memadainya instumen hukum. UU No. 26 Tahun 2000 ternyata belum memberikan aturan yang jelas dan lengkap tentang tindak pidana yang diatur dan tidak adanya mekanisme hukum acara secara khusus. Dari kondisi ini, pemahaman atau penerapan tentang UU No. 26 Tahun 2000 lebih banyak didasarkan atas penafsiran hakim ketika melakukan pemeriksaan di pengadilan.

Pengadilan HAM di Indonesia adalah bahan materi yang disampaikan oleh Zainal Abidin pada Kursus Ham untuk Pengacara XI yang dilaksanak oleh Elsam pada tahun 2007.  pokok pembahasan dalam materi ini adalah Latar Belakang Pembentukan Pengadilan HAM, Landasan Yuridis Terbentuknya Undang-undang Pengadilan HAM, Kedudukan dan Tempat Kedudukan, Lingkup Kewenangan Pengadilan HAM, Pengadilan HAM Adhoc.

Komnas HAM adalah lembaga mandiri yang kedudukannya setingkat dengan lembaga negara lainnya yang berfungsi melaksanakan pengkajian, penelitian, penyuluhan, pemantauan, dan mediasi hak asasi manusia. Hal ini disebutkan di Pasal 1 Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Landasan Hukum

Pada awalnya, Komnas HAM didirikan dengan Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1993 tentang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia. Sejak 1999 keberadaan Komnas HAM didasarkan pada Undang-undang, yakni Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 yang juga menetapkan keberadaan, tujuan, fungsi, keanggotaan, asas, kelengkapan serta tugas dan wewenang Komnas HAM.Disamping kewenangan tersebut, menurut UU No. 39 Tahun 1999, Komnas HAM juga berwenang melakukan penyelidikan terhadap pelanggaran hak asasi manusia yang berat dengan dikeluarkannya UU No. 26 Tahun 2000 tantang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Berdasarkan Undang-undang No. 26/2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia, Komnas HAM adalah lembaga yang berwenang menyelidiki pelanggaran hak asasi manusia yang berat. Dalam melakukan penyelidikan ini Komnas HAM dapat membentuk tim ad hoc yang terdiri atas Komisi Hak Asasi Manusia dan unsur masyarakat.

Komnas HAM berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis, mendapatkan tambahan kewenangan berupa pengawasan. Pengawasan adalah serangkaian tindakan yang dilakukan oleh Komnas HAM dengan maksud untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah baik pusat maupun daerah yang dilakukan secara berkala atau insidentil dengan cara memantau, mencari fakta, menilai guna mencari dan menemukan ada tidaknya diskriminasi ras dan etnis yang ditindaklanjuti dengan rekomendasi.

Sejak didirikan pada 1993, Komnas HAM telah mengalami enam kali periodisasi keanggotaan, yaitu 1993-1998, 1998-2002, 2002-2007, 2007-2012, 2012-2017, dan 2017-2022.

Tujuan

Di dalam Pasal 75 Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia, disebutkan bahwa tujuan dari Komnas HAM adalah:

  1. Mengembangkan kondisi yang kondusif bagi pelaksanaan hak asasi manusia sesuai dengan Pancasila, UUD 1945, dan Piagam PBB serta Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia.
  2. Meningkatkan perlindungan dan penegakan hak asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.

Alat Kelengkapan Lembaga

Alat kelengkapan Komnas HAM terdiri atas Sidang Paripurna dan Subkomisi. Disamping itu, Komnas HAM mempunyai Sekretariat Jenderal sebagai unsur pelayanan.

Sidang Paripurna


Sidang Paripurna adalah pemegang kekuasaan tertinggi di Komnas HAM, yang terdiri atas seluruh anggota Komnas HAM. Sidang Paripurna menetapkan Tata Tertib, Program Kerja dan Mekanisme Kerja Komnas HAM.

Sub-komisi

Pada periode keanggotaan 2017-2022, Sub-komisi Komnas HAM terdiri atas:
  1. Subkomisi Pemajuan HAM, yang terdiri atas fungsi Pengkajian dan Penelitian dan fungsi Penyuluhan,
  2. Subkomisi Penegakan HAM, yang terdiri atas fungsi pemantauan/penyelidikan dan fungsi mediasi.

Instrumen Hak Asasi Manusia


Dalam melaksanakan fungsi, tugas, dan wewenang guna mencapai tujuannya Komnas HAM menggunakan sebagai acuan intrumen-instrumen yang berkaitan dengan HAM, baik nasional maupun internasional.


Instrumen Nasional :
  1. UUD 1945 beserta amandemenya;
  2. Tap MPR No. XVII/MPR/1998;
  3. UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia;
  4. UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM;
  5. UU No. 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis;
  6. UU No. 7 Tahun 2012 tentang Penanganan Konflik Sosial;
  7. Peraturan perundang-undangan nasional lainnya yang terkait.
Instrumen Internasional :
  1. Piagam PBB 1945;
  2. Deklarasi Universal HAM 1948;
  3. Kovenan Internasional tentang Hak Sipil dan Politik;
  4. Kovenan Internasional tentang Hak Ekonomi, Sosial, dan Budaya;
  5. Instrumen HAM internasional lainnya.

Abdurrahman Sayuti
Mahasiswa Fakultas Hukum Unja

Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak yang dimiliki oleh manusia sejak lahir atas pemberian tuhan Yang Maha Esa. HAM menjadi ambigu ketika diletakkan pada kondisi kehidupan berbangsa dan bernegara. Mengapa demikian, hal ini dipengaruhi oleh suatu sikap dimana masyarakat menganggap bahwa HAM menyangkut semua aspek dalam diri setiap manusia. Sehingga kemudian hal ini menjadi opini publik, sebagai contoh melakukan sesuatu yang tidak wajar di depan umum dianggap sebagai suatu hak yang asasi. Ternyata keadaannya tidaklah seperti itu, setiap orang diberi hak baik yang bersifat asasi maupun yang bersifat relatif.

Hak yang bersifat asasi adalah hak sipil, hak politik, hak ekonomi dan hak sosial budaya. Adapun  hak yang bersifat relatif adalah hak yang berasal dari pengembangan hak asasi diatas. Terkait dengan hak yang bersifat relatif tentu saja harus memperhatikan hak relatif orang lain, karena sesungguhnya hak kita dibatasi dengan kewajiban menghormati hak orang lain.  Berbicara mengenai hak asasi manusia tidak terlepas dari peran aktif sebuah negara.

Indonesia merdeka pada tanggal 17 agustus 1945 sebagai gerbang awal untuk melakukan reformasi tataran kehidupan berbangsa dan bernegara. Berbagai macam implikasi diharapkan dapat mengubah bangsa Indonesia menjadi lebih baik. Sebagai negara yang baru merdeka pada waktu itu UUD 1945 yang disahkan pada tanggal 18 agustus 1945 menjadi pondasi hukum nasional. Walaupun Indonesia sudah merdeka, kondisi ini tidak serta merta mengakomodir kebutuhan perangkat bernegara. Bicara hak asasi manusia  pada waktu itu belum ada undang-undang yang secara khusus mengaturnya.

Pasca kemerdekaan kita memasuki masa orde lama di bawah kepemimpinan presiden Soekarno, perkembangan terhadap penghormatan hak asasi manusia belum menemukan langkah yang konkrit, negara pada waktu itu masih sibuk melakukan penataan perangkat bernegara, mengatasi masalah tekanan baik dari luar maupun dari dalam Indonesia sendiri. Kemudian pada masa orde baru warna penegakan hak asasi manusia masih saja tidak mengalami perkembangan, bahkan lebih parah, karena pada masa orde baru memerintah dengan otoriter.

Kendati pada orde baru HAM kurang berkembang, tahun 1990 an muncul Komisi Nasional Hak Asasi manusia (Komnasham) sebagai konsekuensi Indonesia masuk dalam komite HAM PBB. Oleh pemerintah Indonesia karena desakan dari dalam dan luar negeri. Akhirnya pemerintah mengeluarkan kebijakan politik dalam rangkah perlindungan HAM dan pemerintah memberlakukan undang-undang HAM serta mendirikan Komnasham.

Terkait dengan hukum tentu saja berhubungan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. HAM hari ini menjadi salah satu objek kajian yang menarik untuk diperhatikan. Mengapa demikain hal ini disebabkan bahwa hampir semua kehidupan berbangsa dan bernegara ini adalah untuk memenuhi HAM. HAM ini menjadi sebuah pekerjaan rumah yang besar bagi bangsa dan negara, karena berhasil atau tidaknya suatu negara terlihat sejauh mana penghormatan dan pemenuhan HAM di negara tersebut.
Indonesia sebagai negara yang berkembang tidak dapat dipungkiri akan rawan terhadap pelanggaran HAM. Hal ini disebabkan oleh banyak hal, seperti masalah sosial, politik maupun ekonomi. Antara masalah diatas saling mempengaruhi satu sama lainnya pelanggaran HAM karena masalah sosial tidak menutup kemungkinan disebabkan oleh masalah politik dan ekonomi. Kita memang perlu menyadari bahwa masalah penegakan hukum dindonesia masih dalam tahap pembelajaran apalagi masalah penegakan HAM.

Dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara kita seringkali menemukan ketimpangan dalam proses penegakan hukum dan HAM. Kadang kala hukum yang ditegakkan, namun disatu sisi mengabaikan HAM, begitu juga sebaliknya, HAM yng ditegakkan namun mengabaikan hukum yang berlaku. Ketika terjadi hal demikian tidak hanya aparat penegak hukum yang kesulitan, tetapi masyarakat lebih kesulitan lagi, karena berada dalam sistem tersebut. Masalah hukum dan HAM ini memang menjadi sesuatu yang penting untuk dilakukan kajian, baik secara normatif apalagi empirisnya.

Hal –hal mendasar dalam reformasi penegakan HAM di Indonesia, Pertama ; Subjek hukum, Dalam hal ini subjek hukum adalah segala sesuatu yang mampu mendukung hak dan kewajiban. Subjek hukum dipahami terbagi atas dua yaitu orang dan badan hukum. Orang sebagai subjek hukum ada kemungkinan terlalu berlebihan menggunakan haknya sehingga melanggar hak orang lain. Disamping itu ada kemungkinan juga tidak melakukan kewajiban yang seharusnya dilakukan sehingga mengakibatkan haknya terpangkaskan. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara diharapkan antara hak dan kewajiban itu seimbang, seperti halnya dua sisi mata uang yang saling memberi bentuk. Hak akan dihargai, jika kewajiban dilaksanakan begitu juga sebaliknya. Subjek hukum selanjutnya adalah badan hukum secara hakikat komposisinya terdiri dari kumpulan orang  yang menghimpun diri dalam sutu wadah untuk melakukan suatu tujuan bersama. Dewasa ini peran badan hukum dan keterlibatannya dalam proses penegakan HAM di Indonesia sudah sangat banyak. Kedua ; Aparat penegak hukum, dalam praktek penegakan hukum seringkali yang melakukan pelanggaran terhadap hukum itu adalah pihak yang mengerti hukum. Keadaan seperti ini membuat jelek wajah hukum Indonesia. tidak jarang menimbulkan sikap apatis dari masyarakat terkait apa yang dilakukan oleh aparat penegak hukum. Upaya penegakan hukum tidak terlepas dari menghormati HAM. Setiap aparat penegak hukum hendaknya memahami dan mengerti tugas dan fungsinya masing-masing. Kondisi ideal seperti itulah yang diharapkan mampu memperbaiki hukum di Indonesia. Salah satu penyebab bobroknya aparat penegak hukum di Indonesia mungkin karena sistem pendidikan yang tidak mendukung. Sejak sekolah ditingkat dasar sampai perguruan tinggi iklim yang terbentuk adalah budaya korup. Jika hukum itu ingin diterapkan secara baik, maka untuk kedepannya harus dibentuk aparat penegak hukum yang berkarakter. Berkarakter dari segi ucapan,pikiran dan perbuatan sehinggga memberikan angin segar dan perubahan hukum Indonesia yang lebih baik. Ketiga Peraturan perundang-undangan, berdasarkan Undang-Undang Nomor  12 Tahun 2012 tentang Pembentukan Peraturan     Perundang-Undangan. Jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan terdiri atas     Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Ketetapan Majelis  Permusyawaratan Rakyat, Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi, Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Proses penegakan HAM tidak bisa dilihat secara parsial tetapi harus secara universal. Keuniversalan penegakan HAM tersebut mencakup terkait dengan     peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan mengenai HAM ini harus menjadi perhatian yang serius. Kita     mengakui peraturanperundang-undangan di Indonesia  masih     banyak kekurangan, perlu perbaikan. Dapat disimpulkan bahwa dalam     proses penegakan HAM di Indonesia harus di dukung oleh banyak perangkat yang tersusun dalam sebuah sistem yang rapi.

HAM itu sendiri tersusun dalam sebuah sistem maka kemudian harus didukung oleh     sistem hukum yang baik. Berbicara penegakan HAM, berarti berbicara tentang harkat     dan martabat orang Indonesia, berbicara tentang cita-cita bangsa Indonesia yang di     ikrarkan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun     1945 alinea     ke-4 yang berbunyi “melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh     tumpah darah     Indonesia, dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan     kehidupan bangsa     dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan     kemerdekaan, perdamaian  abadi dan keadilan sosial. (*)