Jelaskan faktor internal yang MEMPENGARUHI investasi di Indonesia

Tim | CNN Indonesia

Kamis, 19 Agu 2021 15:32 WIB

Agar investasi dapat tercapai, ada faktor yang harus diperhatikan baik oleh pelaku individu maupun badan usaha. Berikut faktor yang memengaruhi investasi. (Foto: iStockphoto/number1411)

Jakarta, CNN Indonesia --

Investasi menjadi salah satu tolok ukur pertumbuhan ekonomi. Merujuk OJK, investasi adalah penanaman modal jangka panjang untuk pengadaan aktiva lengkap atau pembelian saham-saham dan surat berharga lain untuk memperoleh keuntungan.

Sebagai contoh yang termasuk instrumen investasi adalah reksa dana, saham, deposito, obligasi, saham, logam mulia, tanah, dan bangunan. Investasi ini dapat dilakukan baik secara individu maupun perusahaan.

Termasuk pemerintah yang melakukan investasi melalui berbagai kementerian untuk memberikan keuntungan pada negara.

Agar investasi dapat tercapai, ada banyak faktor yang harus diperhatikan baik oleh pelaku individu maupun badan usaha.

Secara garis besar, faktor-faktor yang memengaruhi investasi yakni sebagai berikut.

1. Suku Bunga

Suku bunga adalah salah satu faktor yang memengaruhi investasi. (Foto: iStockphoto/arthon meekodong)

Suku bunga turut menyumbang pengaruh pada iklim investasi. Nilai suku bunga disebabkan dalam banyak faktor, termasuk kondisi global.

Jika nilai suku bunga tidak memberikan imbal hasil yang baik maka investor asing berpotensi memindahkan atau menarik modalnya dari negara berkembang.


2. Sumber Daya Alam

Kekayaan SDA Indonesia bisa menjadi daya tarik bagi investor asing untuk berinvestasi. Indonesia memiliki dua jenis sumber daya alam yakni fosil bumi dan pariwisata.

Fosil bumi seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam. Sementara pada pariwisata pemandangan alam menjadi daya tarik utama untuk berinvestasi. Hal tersebut terlihat dari digalakkannya 7 Bali baru di Indonesia.


3. Demografis

Sebagai negara kepulauan, Indonesia memiliki jumlah penduduk yang padat bahkan melonjak dalam beberapa tahun terakhir.

Catatan BPS dalam rentang 10 tahun (2010-2020) menunjukkan jumlah penduduk Indonesia bertambah 32 juta jiwa. Dengan demikian potensi lonjakan jumlah penduduk bisa saja terjadi.


4. Tenaga Kerja

Tenaga kerja terampil dengan usia produktif masih terbilang rendah di Indonesia. Keterampilan tenaga kerja akan berdampak pada pendapatan pekerja, pendapatan per daerah atau provinsi, hingga regional.

Selain berdampak pada pendapatan, dengan adanya tenaga kerja terampil maka turut membuka banyak lapangan kerja baru.


5. Iklim Perekonomian yang Baik

Faktor yang memengaruhi investasi. (Foto: ANTARA FOTO/ADITYA PRADANA PUTRA)

Di Asia, Indonesia termasuk negara dengan iklim ekonomi yang baik. Indonesia telah berulang kali bertahan dari situasi ekonomi krisis berskala global.

Indonesia dapat menciptakan keamanan dan menjaga kesehatan iklim ekonomi dan investasi meski situasi ekonomi dunia sedang tidak baik-baik saja.


6. Situasi dan Stabilitas Politik Dalam Negeri

Sejak era reformasi tahun 1998, situasi dan stabilitas politik dalam negeri memang naik-turun.

Untuk menjaga iklim investasi, pemerintah selalu dapat menekan pergolakan yang terjadi demi terciptanya negara yang sehat dan aman.


7. Politik Luar Negeri

Untuk mendapatkan investor asing, pemerintah juga perlu berperan aktif menjalin hubungan baik dengan negara lain.

Hubungan baik dapat meningkatkan kepercayaan negara lain untuk mengelola uangnya di Indonesia dan menguntungkan Indonesia dalam jangka panjang.


8. Birokrasi

Salah satu mandeknya investasi asing adalah birokrasi yang njelimet dan memakan waktu lama. Penilaian kelayakan dan kemudahan birokrasi negara dilakukan oleh Bank Dunia dan Internasional Finance Corporation.

Dalam beberapa tahun terakhir pemerintah mulai berbenah menata birokrasi menjadi lebih cepat termasuk pemanfaatan teknologi di dalamnya.

(imb/fef)

Saksikan Video di Bawah Ini:

TOPIK TERKAIT

Selengkapnya

Masuknya investor dalam suatu negara untuk melakukan investasi dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor yang mempengaruhi investasi dapat dibagi dalam 2 bagian, yaitu faktor di dalam negeri (interen) dan di luar negeri (eksteren).

Faktor interen yang mempengaruhi investasi, antara lain adalah:

1) Stabilitas politik dan perekonomian,

2) Kebijakan dan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi yang secara terus-menerus telah diambil oleh pemerintah dalam rangka penggairahan iklim investasi, dengan langkah-langkah tersebut berbagai bidang usaha dalam rangka penanaman modal menjadi lebih terbuka. Pembangunan kawasan industri, prasarana seperti jalan, telepon serta listrik yang saat ini dapat ditangani oleh swasta, diperkirakan akan lebih siap untuk dapat menunjang pelaksanaan investasi.

3) Diberikannya fasilitas perpajakan khusus untuk daerah tertentu, seperti penundaan pajak pertambahan nilai di Indonesia Bagian Timur yang akan semakin merangsang bagi para investor untuk menanamkan modalnya di daerah yang belum begitu berkembang.

4) Tersedianya sumber daya alam yang berlimpah seperti minyak bumi, gas, bahan tambang dan hasil hutan maupun iklim dan letak geografis serta kebudayaan, dan keindahan alam Indonesia tetap menjadi daya tarik tersendiri yang telah mengakibatkan tumbuhnya proyek-proyek yang bergerak di bidang industri kimia, industri perkayuan, industri kertas dan industri perhotelan (tourisme), yang sekarang menjadi sektor primadona yang banyak diminati para investor baik dalam rangka PMDN maupun PMA.

5) Tersedianya sumber daya manusia dengan upah yang kompetitif memberikan pengaruh terhadap peningkatan minat investor pada proyek-proyek yang bersifat padat karya, seperti industri tekstil, industri sepatu dan mainan anak-anak.


Faktor eksteren yang mempengaruhi investasi,antara lain adalah:

1) Apresiasi mata uang dari Negara-negara yang jumlah investasinya di Indonesia cukup tinggi, yaitu Jepang, Korea Selatan, Hongkong dan Taiwan.

Adanya apresiasi mata uang negara asal investor terhadap mata uang rupiah, dapat mendorong para investor asing melakukan investasi langsung di Indonesia, hal tersebut dikarenakan melakukan investasi di indonesia menjadi sangat murah, karena nilai uang rupiah menjadi sangat kecil dari nilai mata uang negara asal investor.

2) Pencabutan GSP (Generalized System Of Preferences) terhadap 4 negara industri baru di Asia (Korea Selatan, Taiwan, Hongkong dan singapura).

Generalized System Of Preferences (GSP) merupakan suatu konsesi yang diberikan oleh negara maju (negara donor) kepada negara- negara berkembang dengan maksud industri di negara-negara berkembang tersebut dapat cepat maju. Konsesi yang diberikan adalah dalam wujud :

Dengan dicabutnya GSP terhadap 4 negara tersebut, menjadikan daya saing produk ekspor yang dihasilkan oleh negara-negara tersebut menjadi rendah apabila dibandingkan dengan produk negara lain, hingga tidak kompetitif lagi.

Untuk mempertahankan daya saing atas produknya, para produsen di negara

tersebut terdorong untuk melakukan relokasi industrinya ke negara-negara

berkembang yang masih mendapatkan fasilitas GSP termasuk ke Indonesia.

3) Meningkatnya biaya produksi di luar negeri, terutama di Negara-negara NIC’S.

Dengan meningkatnya biaya produksi di negara asal investor berarti tingkat keuntungan yang diperoleh investor akan semakin menipis. Dengan pertimbangan ingin memperoleh tingkat keuntungan yang besar, maka para investor mulai berfikir untuk mengalihkan usahanya di luar negeri terutama di Negara berkembang yang masih rendah upah tenaga kerjanya dan untuk mendekatkan produk dengan pasar , sehingga bagi perusahaan yang padat karya, dengan upah tenaga kerja yang rendah dan ongkos distribusi rendah akan menghemat biaya produksi.

Menurut Sadono Sukirno , menarik tidaknya sesuatu daerah sebagai pusat pertumbuhan, dan sebagai pusat industrialisasi yang baru, tergantung kepada faktor-faktor berikut : keadaan prasarana, keadaan pasar, dan keadaan beberapa jenis external economies yang tersedia. Dengan adanya prasarana yang baik sesuatu industri dapat dengan mudah berhubungan dengan berbagai tempat di daerah itu, dengan daerah lain dan ke luar negeri; menghemat ongkos pengangkutan dalam pengangkutan bahan mentah dan hasil produksinya; dan memungkinkan mengurangi jumlah investasi modalnya. Oleh sebab itu prasarana yang baik mempertinggi effisiensi industri dan mengurangi keperluan untuk memberikan perangsang kepada industri-industri yang akan ditumbuhkan.

Berdasarkan kepada hubungan sesuatu industri dengan pasarnya, berbagai industri dapat dibedakan dalam 3 golongan, yaitu industri yang mendekat ke bahan mentah (resource oriented industry), industri yang mendekat kepada pasarnya (market oriented industry), dan industri yang letaknya netral terhadap pasar maupun bahan mentah (foot-loose industry).

Bagi industri yang termasuk dalam golongan pertama yang terutama terdiri dari industri yang memproses bahan pertanian dan hasil industri primer lainnya, menarik tidaknya sesuatu daerah terutama ditentukan apakah di daerah tersebut terdapat bahan mentah yang diperlukannya. Tersedianya bahan mentah dengan harga yang murah telah memberikan dorongan yang besar sekali kepada industri yang bersangkutan untuk mengembangkan usahanya, dan dengan demikian mengurangi perangsang fiskal dan keuangan.

Industri golongan kedua, yang pada umumnya merupakan industri bahan makanan yang tidak tahan lama atau industri jasa-jasa, menarik tidaknya sesuatu daerah terutama tergantung pada apakah daerah tersebut tersedia pasar yang cukup bagi kegiatan industri tersebut, dengan demikian maka perangsang fiskal dan keuangan yang akan diberikan dapat dikurangi.

Industri golongan ketiga, yang pada umumnya terdiri dari industri pengolahan (manufakturing) menghadapi persoalan yang sedikit berbeda yaitu efisiensinya tidak tergantung pada tersedianya pasar atau bahan mentah di daerah tersebut. Dalam keadaan demikian industri tersebut mempunyai lebih banyak kebebasan dalam menentukan lokasi dari industrinya dan perangsang yang disediakan mempunyai pengaruh yang besar sekali terhadap keputusan mereka untuk menentukan lokasi dari industrinya.

Dengan demikian apabila pengembangan industri daerah terutama adalah dengan tujuan untuk menarik industri-industri yang netral terhadap pasar dan bahan mentah (foot-loose industry), perangsang fiskal dan keuangan memegang peranan yang cukup penting dalam usaha tersebut dan lebih penting adalah jenis industri lainnya yang akan ditingkat pengembangannya.

Faktor-faktor penting lainnya yang akan menentukan menarik tidaknya suatu daerah sebagai lokasi industri adalah external economies selain dari prasarana umum seperti fasilitas untuk memperoleh kredit jangka pendek, tersedianya tenaga ahli yang diperlukan, tersedianya perusahaan service atau jasa untuk industri tersebut, tersedianya perumahan bagi para pekerja, dan tersediananya fasilitas rekreasi dan pendidikan untuk para pekerja. Tersedianya berbagai fasilitas ini menjamin kelancaran jalannya operasi perusahaan yang ditumbuhkan dan selanjutnya akan mempertinggi efisiensi kegiatannya. Tanpa tersedianya perusahaan jasa, perumahan pekerja, tempat rekreasi dan institusi pendididkan yang memadai, industri-industri terpaksa menyediakan fasilitas tersebut dan mempertinggi jumlah investasi yang perlu mereka keluarkan. Sedangkan kesukaran dalam medapatkan kredit jangka pendek untuk membiayai pengeluaran rutin terutama akan mengganggu kelancaran jalannya perusahaan. Dan, akhirnya ketiadaan tenaga kerja ahli yang mahir menyebabkan industri-industri harus mencari daerah lain dan hal ini akan mempertinggi biaya. Jadi apabila berbagai jenis external economies tersebut di atas tidak cukup tersedia pemerintah perlu memperbesar perangsang fiskal dan keuangan yang diberikan untuk mengimbangi kekurangan dari berbagai fasilitas di atas.

Menurut BKPM faktor internal dan eksternal yang menjadi kendala dalam meningkatkan investasi di indonesia antara lain adalah :

faktor internal, meliputi :

a. Kestabilan sosial, politik dan keamanan belum kondusif terhadap investasi.

b. Penegakan dan kepastian hukum masih dirasakan kurang.

c. Belum adanya kejelasan kewenangan penanganan penanaman modal dalam era otonomi daerah.

d. Tingkat suku bunga perbankan masih cukup tinggi.

e. Sistem pelayanan satu atap (one roof service) belum berjalan.

f. Kebijakan insentif fiskal kurang kompetitif.

g. Kurang memadainya infrstruktur tertutama di Kawasan Indonesia Timur (KTI).

h. Masalah-masalah dalam kaitan dengan penerapan Otonomi Daerah.

faktor eksternal, meliputi :

a. Dimulainya liberalisasi perdagangan dan investasi negara-negara berkembang di kawasan Asia Pasifik (AFTA 2002, AIA2003, APEC 2020).

b. Persaingan antar Negara dalam menarik Foreign Direct Investment (FDI) yang semakin tajam.

c. Masih adanya persepsi negatip terhadap daya saing dan iklim investasi Indonesia (hasil penilaian lembaga pemeringkat internasional).

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA