Jelaskan Bagaimana Multikulturalisme pada zaman perjanjian Lama dan perjanjian Baru

Jelaskan Bagaimana Multikulturalisme pada zaman perjanjian Lama dan perjanjian Baru

Loading Preview

Sorry, preview is currently unavailable. You can download the paper by clicking the button above.

You're Reading a Free Preview
Pages 6 to 15 are not shown in this preview.

You're Reading a Free Preview
Page 19 is not shown in this preview.

KUISTUGAS DARI GURU BAHASA RUSIA------------------------------------------------------1) Россия в мае 2022 года отмечает День независимости . . . а) 2 … 5 января 2022 г. б) 12 июня 2022 г. в) 9 мая 2022 г. г) 17 июля 2022 г. д) 8 августа 2022 г.------------------------------------------------------2) Действующий президент России . . . а) Сергей Пономаренко б) Владимир Зейгенков в) Владимир Путинг) Эмма Стефатсон д) Сакаллеропулу------------------------------------------------------3) Россия расположена на континенте . . . а) Северная Азияб) Восточная Европа в) Северо-Восточная Азияг) Юго-Восточная Европа------------------------------------------------------nt : jwb yg bener, sy kurang mudeng​

tlggg bntuannya kakkk​

Diantara huruf mad yang benar adalah …Awawu sukun jatuh setelah dhommahBalif sukun jatuh setelah kasrohCya` jatuh setelah fathahDNun sukun bertemu ya` … tlg dbntu​

tlgg bangetttttt kakkkk​

tolong bantuin jawab plis​

tolong bantu mengerjakan bahsa Jawa ​

Jenis tumbuhan golongan tanaman padi/ rumput (graminae) yang dibudidayakan untuk menghasilkan bulir-bulir berisi biji-bijian sebagai sumber karbohidra … t/ pati adalah.... a. kacang-kacangan b. serealia C. umbi d. sayuran​

tolong bantu mengerjakan bahsa Jawa ​

apa maknane lengen tanpa kancing ing klambi surjan​

tolong bantu mengerjakan bahsa Jawa ​


Berbicara mengenai Alkitab dan multikultural, pertama-pertama kita perlu mendefinisikan istilah multikultural. Multikultural 1 dapat diartikan sebagai keragaman atau perbedaan terhadap suatu kebudayaan 2 dengan kebudayaan yang lain, sedangkan masyarakat multikultural dapat diartikan sebagai suatu masyarakat yang terdiri dari beberapa macam komunitas budaya dengan segala kelebihannya, dengan sedikit perbedaan konsepsi mengenai dunia, suatu sistem arti, nilai, bentuk organisasi sosial, sejarah, adat serta kebiasaan.3  Kondisi masyarakat Indonesia yang sangat majemuk baik dari aspek suku, ras, agama serta status sosial memberikan kontribusi yang luar biasa terhadap perkembangan dan dinamika dalam masyarakat. Kondisi yang demikian memungkinkan terjadinya benturan antar budaya, antar ras, etnik, agama dan nilai-nilai yang berlaku dalam masyarakat. Berbagai macam konflik individu maupun kelompok yang terjadi di Indonesia telah menyadarkan kita, apabila hal ini terus dibiarkan maka sangat memungkinkan  terciptanya disintegrasi bangsa. Kondisi demikian membuat kita sebagai orang percaya turut prihatin. Bagaimana pandangan Alkitab sendiri dan kita sebagai orang percaya menghadapi kondisi kemultikulturalan bangsa Indonesia? Kita perlu turut mengambil bagian untuk memikirkan dari sisi teologis masalah multikultural  karena kita merupakan bagian dari kemajemukan bangsa Indonesia yang justru merupakan tanah air kita tercinta. Melalui tulisan ini penulis bermaksud mengajak pembaca merefleksikan teologi multikultural dan sumbangsih kita untuk kemajuan tercapainya “Bhinneka Tunggal Ika” bangsa kita.  

SELAYANG PANDANG MULTIKULTURAL DALAM ALKITAB

1.      Perjanjian Lama

Konsep budaya pertama kali muncul dengan istilah terkenal “Amanat Budaya” yang berasal dari Kejadian 1:26-28. Menurut Petrus Octavianus,  teks ini berbicara mengenai mandat yang diberikan pada manusia untuk melaksanakan segala tugas mengelola serta memperkembangkan semua bidang ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Tujuan dan motivasi amanat budaya adalah untuk mempermuliakan Sang Pencipta (Keluaran 20:2-6).4 Namun sejak kejatuhan manusia ke dalam dosa, budaya  juga ikut terkena efeknya. Salah satu dampak yang jelas terdapat dalam Kejadian 11 yang mengisahkan kacau balaunya bahasa manusia akibat kesombongan manusia. Keberagaman bahasa yang merupakan bagian dari budaya merupakan catatan Alkitab yang pertama mengenai masyarakat multikultural.

Perjanjian Lama mencatat perbedaan budaya yang dipengaruhi agama –karena ada hubungan yang erat antara agama dan budaya 5- antara bangsa Israel dengan bangsa-bangsa Kanaan di sekitar menimbulkan pengaruh-pengaruh. Bangsa Israel berhadapan dengan kemajemukan budaya bangsa di sekitarnya. Namun ketika bangsa Israel bersosialisasi dengan bangsa di sekeliling, mereka tidak selektif. Efeknya, budaya-budaya bangsa sekitarnya yang negatif membawa bangsa Israel pada penyembahan berhala. Alkitab mencatat, sepanjang sejarah hakim-hakim hingga bangsa Israel menuju ke pembuangan, Israel terjerat dengan penyembahan berhala yang dipengaruhi oleh budaya kafir bangsa-bangsa di tanah Kanaan. Hal ini membawa mereka pada penghukuman yang berujung pembuangan selama kurang lebih tujuh puluh tahun di Babel.

2.      Perjanjian Baru

Budaya bangsa Israel di zaman Perjanjian Baru dipengaruhi oleh warna-warni budaya beberapa bangsa yang pernah menjajah Israel, seperti Persia, Yunani dan Romawi.6 Secara khusus, saat itu bangsa Israel yang tersebar di luar Yerusalem -Yeruselam sebagai pusat aktivitas rohani- membawa mereka pada konsep eksklusivisme sebagai umat pilihan Allah. Pada Zaman Tuhan Yesus, Dia membawa gebrakan tentang pentingnya inklusivisme. Yesus tidak menutup diri dari kemajemukan kebudayaan.7 Yesus  tidak memandang muka dalam pergaulan multikultural. Ketika seorang perempuan Kanaan hendak meminta tolong (Matius 15:21-28) dan seorang Perwira Roma meminta kesembuhan (Lukas 7:1-10), Yesus menjawab kebutuhan mereka dan menolong mereka. Ini menyatakan Tuhan Yesus sendiri menghargai keberagaman dan perbedaan budaya.

Dalam Perjanjian Baru, jemaat multikultural secara eksplisit dicatat dalam Kisah Para Rasul 2. Orang-orang yang berasal dari berbagai daerah dengan membawa budayanya mendengarkan khotbah Petrus dan tiga ribu orang bertobat, serta menjadi model gereja mula-mula dalam Kis 2:41-47. Dalam perkembangan selanjutnya, problem terjadi antara jemaat yang berbudaya Yunani dan Yahudi (Kis 6). Perbedaan budaya antara Yahudi dan Yunani menimbulkan banyak persoalan dalam beberapa jemaat, seperti di Roma, Korintus, yang menimbulkan perpecahan dan perselisihan mengenai kebiasaan-kebiasaan jemaat. (1 Korintus 11).

PENGHARGAAN TERHADAP MULTIKULTURAL: LANGKAH KESATUAN DI DALAM KEMAJEMUKAN

Paulus sebagai teolog sekaligus misionaris Yahudi yang mendedikasikan hidup dalam ladang pelayanan bagi orang-orang non-Yahudi memberikan banyak nasihat dalam menghadapi multikultural.  Salah satunya dia sampaikan dalam 1 Korintus 12:13,” Sebab dalam satu Roh kita semua, baik orang Yahudi, maupun orang Yunani, baik budak, maupun orang merdeka, telah dibaptis menjadi satu tubuh dan kita semua diberi minum dari satu Roh.” Paulus menekankan pentingnya kesatuan di dalam semua kemajemukan. Permasalahannya, bagaimana cara yang tepat menimbulkan kesatuan ini? Menghargai kemajemukan budaya menjadi kunci kesatuan.8 Hal ini dipertegas oleh Yonky Karman yang mengungkapkan bahwa mengakui keberagaman dalam praksis pergaulan menjadi tuntutan saat ini.9 Menurut dia, mengakui keberagaman tidak berarti memadukan berbagai unsur perbedaan (sinkretisme).10

Hal ini tersimpulkan ke dalam paham mengenai multikulturalisme. Multikulturalisme adalah sebuah ideologi yang menekankan pengakuan dan penghargaan pada kesederajatan perbedaan kebudayaan. Tercakup dalam pengertian budaya adalah para pendukung budaya, baik secara individual maupun secara kelompok, dan terutama ditujukan terhadap golongan sosial askriptif yaitu suku bangsa (dan ras), gender, dan umur.11 Ideologi bangsa Indonesia sendiri sudah merepresentasikan penghargaan terhadap multikultural, yaitu di dalam Pancasila yang dimanifestasikan dalam sistem demokrasi Pancasila.

Kita sebagai orang percaya perlu menjunjung tinggi penghargaan multikultural. Historika awal keberagaman budaya dunia yang bernada kelam (Kejadian 11:1-9) tidak perlu kita lihat secara negatif. Markus D. L. Dawa mengatakan bahwa perbedaan budaya harus dipandang sebagai anugerah Allah, bahwa kita membutuhkan budaya lain untuk melihat keterbatasan budaya sendiri dan memperluas pemahaman kita akan Allah dan kompleksitas serta keutuhan ciptaan.12 Implikasinya, kita perlu memiliki sikap inklusif kritis. Ini mengandung arti kita terbuka dengan kemajemukan budaya di sekeliling, baik menerima maupun saling memberikan pengaruh kemajemukan budaya, namun tentunya dengan filterisasi dari Firman Tuhan yang menjadi otoritas tertinggi di atas budaya (kontekstualisasi, bukan sinkretisme). Paulus memberikan nasihat untuk sebagai filter kebudayaan: “Segala sesuatu diperbolehkan. Benar, tetapi bukan segala sesuatu berguna. “Segala sesuatu diperbolehkan.” Benar, tetapi bukan segala sesuatu membangun.” (1 Korintus 10:23). Langkah praktis yang dapat kita sumbangkan bagi kesatuan di dalam kemajemukan budaya Indonesia adalah memberikan pengajaran jemaat tentang untuk mengembangkan sikap penghargaan kemajemukan budaya di Indonesia, baik di gereja-gereja, maupun lembaga pendidikan. Dengan demikian, “Bhinneka Tunggal Ika” tidak mustahil dapat diwujudkan.

(Ditulis oleh: Sdri. Liu Wisda)

email:


Page 2