Fase di mana seseorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala sama sekali disebut fase

TEMPO.CO, Jakarta - HIV akan merusak kekebalan tubuh penderitanya. Berbilang bulan, kekebalan tubuh akan semakin rusak dengan menyerang sel darah putih yang disebut CD4. (Baca: Darah Buatan Bisa Digunakan Dua Tahun Lagi)Tubuh mudah terserang berbagai penyakit bila jumlah CD4 rendah, yaitu kurang dari 350 sel tetes darah. Lantas, bagaimana proses perjalanan HIV menuju AIDS?Yuli Simarmata, manager program Business Coalition on AIDS (IBCA), organisasi yang dibentuk oleh gabungan beberapa perusahaan yang memiliki kepedulian terhadap AIDS ini, mengatakan butuh waktu lama bagi penderita HIV menjangkit AIDS.

"Ada empat stadium yang dilalui HIV menuju AIDS," kata Yuli kepada Tempo, Jumat, 28 November 2014.

Pada stadium pertama, HIV atau masa jendela, rata-rata memakan waktu 1-3 bulan bahkan bisa 6 bulan. Pada masa ini, orang yang HIV masih beraktivitas normal karena pada biasanya tanpa gejala. (Baca: Hasil Survei: Mayoritas Publik Belum Paham AIDS)

Stadium kedua, HIV positif atau Asimptomatik. Fase ini rata-rata selama 5-10 tahun. Pada fase ini, penderita akan memiliki gejala seperti, berat badan menurun 10 persen, infeksi saluran napas, herpes zoster, kheilitis angularis, ulkus di mulut, erupsi papular pruritis, dermatitis seboroik, dan infeksi jamur di kuku.

Selanjutnya stadium ketiga, pembesaran kelenjar limfa. Fase ini akan memakan waktu lebih dari sebulan. Penderita akan mengalami berat badan menurun lagi lebih 10 persen, diare kronis lebih dari sebulan, demam 37,5 celcius lebih dari sebulan, kandidiasis mulut berulang, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru, infeksi bakteri yang berat, peradangan mulut, ginggivitis akut, dan anemia, neutropenia, trombositopenia kronis.

kemudian stadium keempat, AIDS. Fase ini merupakan puncaknya. Penderita mengalami sindrom wasting HIV, pneumonia pneumocystis, infeksi herpes simpleks, kandidiasis esofagus, tuberkulosis di luar paru, sarkoma kaposi, infeksi sitomegalovirus, toksoplasmosis, infeksi mikrobakteri, ensefalopati HIV, kriptosporidiosis kronis, dan histoplamosis.

Apakah orang yang AIDS akan langsung meninggal? Tidak. Jumlah limposit CD4+ dapat ditingkatkan dan dijaga dalam batas aman. Ya, tentu dengan cara hidup sehat, hindari sumber infeksi dan penyakit serta mengonsumsi obat ARV. (Baca: Pengidap HIV/AIDS Malang Tambah 20 Orang per Bulan)

RINA ATMASARI


Terpopuler
Ketika Kerajinan Indonesia Naik Kelas
Menikmati Wine ala Kimmy Jayanti
Tip Mudah Berlipstik Merah
Begini 7 Tren Mode Tahun Depan
Hasil Survei: Mayoritas Publik Belum Paham AIDS

Tanda-tanda HIV AIDS biasanya tidak langsung muncul saat seseorang baru terinfeksi HIV. Pasalnya pada awal terinfeksi, gejala yang muncul mirip dengan gejala flu biasa. HIV seringkali baru terdeteksi saat sudah memasuki tahap lanjut.

HIV (human immunodeficiency virus) merupakan virus yang menyerang sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh yang kuat, tubuh kesulitan melawan infeksi, sehingga penderita HIV lebih rentan untuk terserang penyakit.

Fase di mana seseorang pengidap HIV tidak menunjukkan gejala sama sekali disebut fase

Penjelasan Mengenai HIV

HIV bekerja dengan cara menghancurkan sel darah putih yang berperan penting dalam sistem kekebalan tubuh. Semakin banyak sel darah putih yang rusak, semakin lemah kekebalan tubuh.

Banyak orang yang menganggap HIV adalah AIDS dan begitu pula sebaliknya. Padahal terinfeksi HIV tidak selalu akan berujung pada AIDS jika status infeksi HIV cepat terdeteksi dan diobati.

Pada tingkat infeksi HIV yang sangat parah, kekebalan tubuh sangat menurun sehingga membuat tubuh lebih rentan terkena infeksi dan penyakit kanker. Kondisi mematikan inilah yang disebut AIDS (acquired immunodeficiency syndrome).

Meski demikian, infeksi HIV membutuhkan waktu beberapa tahun untuk berkembang menjadi AIDS.

Gejala dan Tanda-Tanda HIV AIDS

Banyak orang dengan HIV tidak tahu kalau mereka terinfeksi. Hal ini karena gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS pada tahap awal sering kali tidak menimbulkan gejala berat. Infeksi HIV hingga menjadi AIDS terbagi menjadi 3 fase, yaitu:

Fase pertama: infeksi HIV akut

Fase pertama umumnya muncul setelah 1-4 minggu infeksi HIV terjadi. Pada fase awal ini, penderita HIV akan mengalami gejala mirip flu, seperti:

  • Sariawan
  • Sakit kepala
  • Kelelahan
  • Radang tenggorokan
  • Hilang nafsu makan
  • Nyeri otot
  • Ruam
  • Pembengkakan kelenjar getah bening
  • Berkeringat

Gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS tersebut dapat muncul karena sistem kekebalan tubuh sedang berupaya melawan virus. Gejala ini bisa bertahan selama 1-2 minggu atau bahkan lebih.

Fase kedua: fase laten HIV

Pada fase ini, penderita HIV/AIDS tidak menunjukkan tanda dan gejala yang khas, bahkan dapat merasa sehat. Padahal secara diam-diam, virus HIV sedang berkembang biak dan menyerang sel darah putih yang berperan dalam melawan infeksi.

Pada fase ini, tanda-tanda HIV/AIDS memang tidak terlihat, tapi penderita tetap bisa menularkannya pada orang lain. Pada akhir fase kedua, sel darah putih berkurang secara drastis sehingga gejala yang lebih parah pun mulai muncul.

Fase ketiga: AIDS

AIDS merupakan fase terberat dari infeksi HIV. Pada fase ini, tubuh hampir kehilangan kemampuannya untuk melawan penyakit. Hal ini karena jumlah sel darah putih berada jauh di bawah normal.

Tanda-tanda HIV AIDS pada tahap ini antara lain berat badan menurun drastis, sering demam, mudah lelah, diare kronis, dan pembengkakan kelenjar getah bening.

Karena pada fase AIDS sistem kekebalan tubuh sudah sangat lemah, maka penderita HIV/AIDS akan sangat rentan terkena infeksi dan jenis kanker tertentu. Penyakit yang biasanya terjadi pada penderita AIDS antara lain:

  • Infeksi jamur pada mulut dan tenggorokan
  • Pneumonia
  • Toksoplasmosis
  • Meningitis
  • Tuberkulosis (TB)
  • Kanker, seperti limfoma dan sarkoma kaposi

Pencegahan dan Pengobatan HIV

Pencegahan dan penanganan dini infeksi HIV adalah kunci utama agar kondisi ini tidak berkembang menjadi AIDS yang berbahaya.

Oleh karena itu, menjalani gaya hidup sehat dan menghindari perilaku berisiko, seperti seks bebas atau menggunakan jarum suntik secara bergantian, merupakan cara efektif untuk mencegah HIV/AIDS.

Untuk terhindar dari HIV dan AIDS, Anda harus menerapkan hal-hal berikut ini:

  • Menggunakan kondom saat berhubungan seksual. Gunakan kondom secara benar untuk menghindari kebocoran.
  • Tidak bergonta-ganti pasangan.
  • Menghindari kontak langsung dengan cairan tubuh orang lain, misalnya melalui luka atau seks
  • Tidak menggunakan peralatan pribadi seperti sikat gigi, alat cukur, dan sex toys secara bersama.
  • Memulai pengobatan ARV jika Anda berisiko terpapar virus HIV. Selain itu lakukan pemeriksaan status HIV secara rutin.

Pahamilah bahwa HIV ditularkan melalui cairan tubuh, seperti darah, ASI, air mani, dan cairan vagina. HIV tidak dapat ditularkan melalui air liur, gigitan serangga, makanan, atau minuman. Selain itu, HIV juga tidak menular melalui penggunaan toilet, atau berjabat tangan dan berpelukan dengan penderita.

Sampai saat ini, obat untuk menyembuhkan infeksi HIV belum ditemukan. Meski demikian, HIV masih bisa dikontrol dengan mengonsumsi antiretroviral (ARV), yaitu obat yang bekerja dengan cara mencegah duplikasi virus.

Antretroviral tersedia dalam bentuk tablet dan harus dikonsumsi setiap hari. Konsumsi obat ini secara teratur dapat memperlambat perjalanan penyakit HIV dan memperpanjang harapan hidup penderita. Tanpa pengobatan ini, HIV dapat berkembang menjadi AIDS dalam waktu yang lebih cepat.

Segera periksakan diri dan lakukan tes deteksi HIV jika Anda berisiko terinfeksi atau mengalami gejala dan tanda-tanda HIV/AIDS. Jangan sungkan atau malu untuk berkonsultasi ke dokter dan melakukan pemeriksaan HIV, karena pengobatan yang dilakukan sejak dini dapat memperlambat perkembangan infeksi HIV menjadi penyakit AIDS.

Patofisiologi HIV yogi 2022-06-07T10:27:45+07:00 2022-06-07T10:27:45+07:00

Patofisiologi infeksi HIV pada prinsipnya adalah defisiensi imunitas selular oleh HIV yang ditandai dengan penurunan limfosit T helper (sel CD4). Terjadinya penurunan sel T helper CD4 menyebabkan inversi rasio normal sel T CD4/CD8 dan disregulasi produksi antibodi sel B. Respon imun terhadap antigen mulai menurun, dan host gagal merespon terhadap infeksi oportunistik maupun organisme komensal yang seharusnya tidak berbahaya. Defek respon imun ini terutama terjadi pada sistem imunitas selular sehingga infeksi cenderung bersifat nonbakterial.[1,6,11]

Virus HIV dan Sel T

HIV bereplikasi dalam sel T yang teraktivasi, kemudian bermigrasi ke limfonodi dan menyebabkan gangguan struktur limfonodi. Gangguan jaringan dendritik folikular di limfonodi yang diikuti kegagalan presentasi antigen secara normal ini berperan dalam proses penyakit.

Beberapa protein HIV menganggu fungsi sel T secara langsung, baik melalui gangguan siklus sel maupun melalui penurunan regulasi molekul CD4. Efek sitotoksik langsung dari replikasi virus bukanlah penyebab utama penurunan sel T CD4, melainkan karena apoptosis sel T sebagai bagian dari hiperaktivasi imun dalam merespon infeksi kronik. Sel yang terinfeksi juga dapat terdampak oleh serangan imun tersebut. HIV menyebabkan siklus sel berhenti sehingga menganggu produksi profil sitokin. Pada infeksi HIV terjadi penurunan IL-7, IL-12, IL-15, FGF-2, dan peningkatan TNF-alpha, IP-10.[6]

Gut-Associated Lymphoid Tissue (GALT)

Gut-associated lymphoid tissue (GALT) juga berperan penting dalam replikasi HIV. Meskipun portal masuk HIV melalui inokulasi darah secara langsung atau paparan virus ke mukosa genital, traktus gastrointestinal memiliki banyak jaringan limfoid yang ideal untuk replikasi HIV. GALT diketahui merupakan tempat penempelan awal virus dan pembentukan reservoir proviral.[6,12]

Fase Infeksi HIV

Infeksi HIV terdiri dari 3 fase, yaitu fase serokonversi akut, fase asimtomatik, dan fase Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS).[3,6]

Fase Serokonversi Akut

Viremia plasma yang cepat disertai penyebaran virus yang luas terjadi 4-11 hari setelah virus masuk ke dalam mukosa. Virus cenderung akan berintegrasi pada area dengan transkripsi aktif. Hal ini dimungkinkan terjadi karena area tersebut memiliki kromatin terbuka yang lebih banyak dan deoxyribonucleic acid (DNA) yang lebih mudah diakses.

Selama fase ini, proses infeksi mulai terjadi dan terbentuk reservoir proviral. Reservoir ini mengandung sel yang terinfeksi (makrofag) dan mulai melepaskan virus. Beberapa virus yang terbentuk mengisi kembali reservoir, beberapa melanjutkan proses infeksi aktif. Reservoir proviral ini sangat stabil. Besarnya reservoir proviral berkorelasi dengan viral load yang stabil dan berbanding terbalik dengan respon sel T CD8 anti-HIV.

Pada fase ini, viral load sangat tinggi (sangat menular) dan jumlah sel T CD4 menurun cepat. Dengan munculnya respon sel T CD8 dan antibodi anti-HIV, viral load turun dan jumlah sel T CD4 kembali ke rentang normalnya namun sedikit lebih rendah dibandingkan sebelum infeksi.[3,6]

Fase Asimtomatik

Pada fase asimtomatik, pasien yang terinfeksi menunjukkan sedikit atau bahkan tidak ada gejala sama sekali selama beberapa tahun sampai 1 dekade atau lebih. Meski begitu, HIV tetap dapat ditularkan pada fase ini.

Replikasi virus tetap berlangsung. HIV tetap aktif namun diproduksi dalam jumlah sedikit. Respon imun melawan virus juga terjadi, yang ditandai dengan munculnya limfadenopati generalisata persisten pada beberapa pasien.

Selama fase ini, jika tidak diterapi, viral load akan tetap stabil (tidak meningkat atau menurun), dan sel T CD4 akan menurun. Fase ini dapat berlangsung sampai 1 dekade atau lebih. Pada akhir fase asimtomatik, viral load akan meningkat, jumlah sel CD4 menurun, mulai muncul gejala, dan memasuki fase AIDS.[3,6]

Fase AIDS

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) terjadi jika sistem imun telah rusak dan muncul infeksi oportunistik. Pasien didiagnosis AIDS jika Sel T CD4 di bawah 200/µL atau ada infeksi oportunistik.[2,3,6]

Pada fase AIDS, sel CD4 terus turun sehingga terjadi immunosupresi yang menyebabkan infeksi oportunistik. Viral load pada fase ini tinggi dan sangat infeksius. Tanpa pengobatan, kesintasan hidup pasien dengan AIDS adalah sekitar 3 tahun.[3,6]

Penulisan pertama oleh: dr. Abi Noya

1. Phanuphak N, Gulick RM. HIV treatment and prevention 2019: current standards of care. Curr Opin HIV AIDS. 2020 Jan;15(1):4-12. doi: 10.1097/COH.0000000000000588. 2. World Health Organization. HIV/AIDS. 2021. https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/hiv-aids 3. Centers for Disease Control and Prevention. HIV. 2021. https://www.cdc.gov/hiv/basics/whatishiv.html 6. Gilroy SA. HIV infection and AIDS. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/211316-overview#showall 11. Vidya Vijayan KK, Karthigeyan KP, Tripathi SP, Hanna LE. Pathophysiology of CD4+ T-Cell Depletion in HIV-1 and HIV-2 Infections. Front Immunol. 2017. 8:580. doi: 10.3389/fimmu.2017.00580

12. Thompson CG, Gay CL, Kashuba ADM. HIV Persistence in Gut-Associated Lymphoid Tissues: Pharmacological Challenges and Opportunities. AIDS Res Hum Retroviruses. 2017;33(6):513-523. doi:10.1089/AID.2016.0253