Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki

Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki

Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki
Lihat Foto

ANTARA FOTO/GALIH PRADIPTA

Sejumlah pelajar melakukan ziarah dan tabur bunga saat peringatan hari Pahlawan di Taman Makam Pahlawan Nasional Utama Kalibata, Jakarta, Minggu (10/11/2019). Ziarah tersebut dalam rangka peringatan Hari Pahlawan 10 November 2019.

KOMPAS.com - Peristiwa-peristiwa sejarah selama perang kemerdekaan Indonesia banyak mengandung nilai-nilai positif yang penting diketahui generasi sekarang dan mendatang.

Tahukah kamu apa saja nilai-nilai perjuangan selama masa revolusi kemerdekaan Indonesia?

Nilai-nilai kejuangan masa revolusi

Banyak tokoh yang terlibat saat proses perjuangan memperoleh kedaulatan negara Indonesia dengan cara berbeda-beda. Para tokoh masa perjuangan kemerdekaan menunjukkan suri tauladan berupa nilai-nilai perjuangan yang patut ditiru generasi sekarang dan mendatang.

Dikutip dari situs resmi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI, nilai-nilai perjuangan atau nilai-nilai kejuangan masa revolusi meliputi:

  1. Persatuan dan kesatuan
  2. Rela berkorban dan tanpa pamrih
  3. Cinta pada tanah air
  4. Saling pengertian dan saling menghargai

Baca juga: Pentingnya Belajar Sejarah

Berikut ini penjelasannya:

Persatuan dan kesatuan

Dalam setiap bentuk perjuangan, persatuan dan kesatuan adalah nilai yang sangat penting. Persatuan dan kesatuan selalu menjadi jiwa dan kekuatan perjuangan. Nilai persatuan dan kesatuan cocok dengan jiwa bangsa Indonesia.

Dalam menghadapi kaum penjajah untuk mencapai kemerdekaan Indonesia, dibutuhkan persatuan dan kesatuan dari semua organisasi atau kekuatan yang ada meski terdapat perbedaan paham, ideologi dan organisasi.

Nilai persatuan dan kesatuan terlihat saat:

  1. Anggota TNI, kelaskaran dan rakyat bersatu padu di masa perlucutan senjata terhadap Jepang, perang mewalan Sekutu dan Belanda.
  2. Belanda menciptakan negara-negara bagian dan daerah otonom dalam negara federal sebagai upaya memecah belah bangsa Indonesia. Akibatnya muncul berbagai kesulitan di bidang politik dan ekonomi di rakyat Indonesia. Sehingga banyak yang menuntut Indonesia kembali ke negara kesatuan yang terwujud pada 17 Desember 1950.

Baca juga: Perjanjian Linggarjati: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Rela berkorban dan tanpa pamrih

Nilai rela berkorban menonjol di masa perang kemerdekaan. Para pahlawan mempertaruhkan jiwa dan raga, mengorbankan waktu dan harta benda, demi perjuangan kemerdekaan.

Telah banyak pejuang yang gugur di medan juang, atau cacat dan menderita, serta korban harta benda saat berjuang melawan penjajah demi tegaknya kemerdekaan Indonesia.

Contoh nilai rela berkorban dan tanpa pamrih terlihat dari Jenderal Soedirman yang berjuang dalam keadaan sakit, dengan satu paru-paru yang berfungsi tetap memimpin perang gerilya.

Jenderal Soedirman bersama pasukannya telah menempuh sekitar 1000 kilometer dalam waktu sekitar enam bulan, menderita lapar dan dahaga. Tetapi semangat perjuangan tidak pernah padam.

Cinta pada tanah air

Cinta tanah air adalah faktor pendorong yang sangat kuat bagi para pejuang masa revolusi di medan juang. Cinta tanah air menimbulkan semangat patriotisme di kalangan para pejuang untuk melawan penjajah.

Sebagai perwujudan rasa cinta tanah air dan tumpah darah, maka muncul berbagai perlawanan di daerah-daerah terhadap para penjajah demi kemerdekaan tanah air Indonesia. Misal perjuangan di Sumatera, Jawa, Bali, Sulawesi dan daerah-daerah lain di nusantara.

Baca juga: Konferensi Meja Bundar: Latar Belakang, Tujuan, Hasil, dan Dampaknya

Saling pengertian dan saling menghargai

Sikap pengertian dan saling menghargai dapat memupuk rasa persatuan dan menghindarkan dari perpecahan. Sehingga timbul kekompakan dan rasa kebersamaan.

Nilai kejuangan berupa saling pengertian dan saling menghargai masa revolusi terlihat dari:

  1. Perbedaan pandangan antara golongan pemuda (Sutan Syahrir dan kawan-kawan) dengan golongan tua (Soekarno, Hatta, dan kawan-kawan) pada peristiwa Rengasdengklok. Tetapi karena adanya saling pengertian dan saling menghargai maka kesepakatan dapat tercapai. Teks prokalmasi kemerdekaan Indonesia dapat selesai dan kemerdekaan dapat diproklamasikan.
  2. Tokoh-tokoh Islam yang menjadi Panitia Sembilan dan PPKI memahami dan menghargai kelompok-kelompok lain sehingga tidak keberatan menghilangkan kata-kata dalam Piagam Jakarta yang berbunyi "Ketuhanan dengan menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya" dan diganti dengan "Ketuhanan Yang Maha Esa".
  3. Kaum sipil lebih menekankan cara diplomasi atau perundingan damai, sedangkan kelompok militer menekankan strategi perjuangan bersenjata. Sikap saling menghargai membuktikan perjuangan diplomasi dan perjuangan bersenjata saling mendukung.
  4. Pada Agresi Belanda II, para pemimpin sipil ingin bertahan di pusat ibu kota sehingga ditawan Belanda sedangkan kaum militer ingin gerilya di luar kota. Kaum militer tidak memaksanakn kaum sipil ikut ke luar kota untuk bergerilya dan sebaliknya. Karena perjuangan diplomasi dan perjuangan bersenjata sama penting dan saling mengisi.

Baca juga: Perjanjian Roem-Royen: Latar Belakang, Isi, dan Dampaknya

Hikmah nilai-nilai kejuangan

Nilai-nilai perjuangan seperti persatuan dan kesatuan, rela berkorban dan tanpa pamrih, cinta tanah air, saling pengertian atau tenggang rasa dan saling menghargai adalah nilai-nilai yang penting dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

Nilai-nilai kejuangan tersebut tidak hanya penting di masa perjuangan menentang penjajahan tetapi juga dalam kegiatan pembangunan sekarang. Sehingga pembangunan demi kemaslahatan umum akan dapat tercapai.

Pemahaman dan kemauan mengamalkan nilai-nilai perjuangan tersebut di masa kemerdekaan menunjukkan adanya kesadaran sejarah yang tinggi.

Generasi sekarang dan mendatang dapat mengamalkan nilai-nilai perjuangan dengan cara tidak korupsi, tidak memperkaya diri sendiri, tidak mengorbankan orang lain, tidak sewenang-wenang, tidak menyebarkan isu-isu perpecahan demi kepentingan golongan sendiri.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

  • Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki
  • Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki
  • Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki
  • Empat nilai yang dapat anda peroleh dari peristiwa g30s/pki

Mengenang sejarah peristiwa G30S/PKI, Forum Peduli Masyarakat Ekonomi Lemah ( FORMEL) berziarah ke empat tempat, yaitu dukuh Pundung ( Desa Pojok, Kawedanan), Monumen Peristiwa ’48 PG. Redjosari, Dukuh Bathokan ( Desa Banjarejo, Ngariboyo) dan makam Gubernur Suryo. Kegiatan yang rutin dilakukan pada tanggal 30 September ini bertujuan untuk mengingat sejarah dan memperkuat nilai nasionalisme kebangsaan.

Setelah berziarah, FORMEL bersama Wakil Bupati Magetan, perwakilan Kodim 0804 Magetan, pimpinan SKPD terkait serta perwakilan keluarga Gubernur Suryo (dari pihak istri) melakukan Sarasehan. Acara berlangsung di Gedung Pertemuan Jalan Salak, Kamis (30/9).

Wakil Bupati Magetan, menyampaikan bahwa generasi muda perlu belajar mengenai sejarah dan pendidikan karakter. Hal ini untuk memupuk jiwa nasionalisme kebangsaan. Sehingga tidak akan ada ancaman dari paham lain.

Perwakilan keluarga Gubernur Suryo (dari pihak istri) menyampaikan bahwa keturunan langsung dari Gubernur Suryo memang sudah tidak ada. Namun, keluarga dari saudara Gubernur Suryo dan keluarga dari istri Gubernur Suryo masih ada. Pihak keluarga pun berharap nantinya akan ada Haul untuk Gubernur Suryo untuk mengenang jasa yang diberikan untuk Indonesia.

(Diskominfo/fik/fa2)