Buku panduan praktikum biologi perikanan

Neviaty Putri Zamani, Beginer Subhan, Meutia Samira Ismet, Hawis Madduppa

PT Penerbit IPB Press, 25 May 2021 - Juvenile Fiction - 182 pages

0 Reviews

Reviews aren't verified, but Google checks for and removes fake content when it's identified

Preview this book »

PROPOSAL PRAKTIKUM BIOLOGI PERIKANAN (SB091123)

ANGGOTA KELOMPOK

: Elok Adityawati Faisal Azis P. Windasari Putri S. Risanda Martalina M. Mizzanul Halim Adisya Prima N. S. Boing Indraswari

1510 100 001 1511 100 001 1511 100 023 1511 100 049 1511 100 070 1511 100 076 1511 100 077

KELOMPOK

:2

DOSEN PENGAMPU

: Dra. Nurlita Abdulgani M.Si

ASISTEN

: Moch. Khoirul Anam

JURUSAN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2013

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LatarBelakang Kota Surabaya berada di wilayah Provinsi Jawa Timur Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara geografis Surabaya terletak pada garis Lintang Selatan antara 7° 9’ - 7° 21’ dan 112° 36’ 112° 57’ Bujur Timur. Panjang garis pantai adalah 47,4 Km2 dengan luas daratan wilayah Kota Surabaya sebesar 19,039 Ha. Secara umum keadaan Topografi Kota Surabaya memiliki ketinggian tanah berkisar antara 0-20 meter di permukaan laut, sedangkan pada daerah pantai ketinggiannya berkisar antara 1-3 meter di atas permukaan air laut. Untuk wilayah yang mempunyai potensi perikanan terbesar adalah pesisir Kota Surabaya yang terdiri dari 12 kecamatan (24 kelurahan) seluas 87,42 Km2. Jumlah nelayan laut di Kota Surabaya sebanyak 2.26 orang, nelayan perairan umum 50 orang, petani tambak 901 orang, petani ikan air tawar 547 orang. Jumlah penangkapan ikan di wilayah Kota Surabaya sebagian besar berasal dari tangkapan di laut dan sebagian kecilnya berasal dari perairan umum dalam hal ini waduk dan sungai (DinasPertanian Kota Surabaya, 2012). Jenis-jenis ikan yang ditangkap di perairan laut maupun perairan tawar oleh para nelayan pada daerah Pesisir Surabaya sangat beragam. Bagi para nelayan yang memang sudah terbiasa menangkap ikan, tentulah mudah untuk membedakan jenis ikan tersebut. Namun tidak bagi orang yang tak terbiasa bergelut dalam dunia perikanan. Untuk dapat mengidentifikasi jenis ikan tersebut diperlukan bidang ilmu yang memang mempelajari tentang keseluruhan, baik morfologi maupun fisiologi, dari ikan. Ikhtiologi merupakan cabang ilmu biologi yang mempelajari khusus tentang ikan beserta segala aspek kehidupan yang dimilikinya. Ilmu pengetahuan tentang ikan dimunculkan oleh raa ingin tahu oleh manusia dan kebutuhan akan informasi untuk kepentingan perdagangan, industri, ataupun pariwisata. Didalam mengidentifikasi ikan banyak sekali parameter yang digunakan, diantaranya adalah morfometri, analisa lambung ikan, dan studi tingkat kematangan gonad pada ikan. Berdasarkan wawancara yang telah di lakukan di kawasan pesisir timur Kota Surabaya yakni Pantai Kenjeran dan Wonorejo, didapatkan data bahwa penangkapan di kedua tempat menggunakan beberapa macam jaring untuk kelangsungan kegiatan perikanan di wilayah tersebut. Sedangkan untuk data ikan yang didapat ternyata memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi. Oleh karena itu, dalam praktikum ini kami bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman sumber daya perikanan di wilayah ini. Pengidentifikasian dilakukan berdasarkan morfometri ikan, analisa lambung ikan, perbedaan jenis sisik ikan, serta berdasarkan pada tingkat kematangan gonad ikan yang didapatkan. 1.2 Permasalahan Permasalahan yang akan dibahas dalam praktikum ini diantaranya adalah:

a. b. c. d. e. f. g.

Bagaimana keanekaragaman ikan dan non ikan di suatu perairan ? Bagaimana karakter morfologi ikan untuk identifikasi ikan ? Apa saja jenis-jenis sisik ikan ? Apa saja jenis-jenis isi lambung ikan atau alat cerna ikan ? Bagaimana kebiasaan makan ikan ? Bagaimana menghitung TKG (tingkat kematangan gonad) serta nilai GSI dan GI ? Bagaimana kelimpahan sumber daya ikan dan non ikan di suatu perairan ?

1.2 Tujuan

Tujuan dari diadakannya praktikum ini diantaranya adalah sebagai berikut: a. Mengetahui keanekaragaman ikan dan non ikan di suatu perairan. b. Mengenal morfologi untuk identifikasi ikan. c. Mengetahui jenis-jenis sisik ikan. d. Mengetahui segala jenis isi lambung ikan atau alat cerna ikan serta mengetahui kebiasaan makan ikan. e. Mengetahui Tingkat Kematangan Gonad serta nilai GSI dan GI. f.

Mengetahui kelimpahan sumber daya ikan dan non ikan di suatuperairan.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Morfologi Ikan Morfologi merupakan ilmu yang mempelajari bentuk luar tubuh suatu makhluk hidup atau suatu organisme. Pada ikan morfologi (bentuk luar) dari ikan ini dapat dilihat secara jelas dan dapat dibedakan bagian-bagian tubuhnya. Secara historis, morfologi ikan merupakan sumber utama informasi untuk studi taksonomi dan evolusi (Saputra, 2007). Ikan apabila ditinjau dari morfologinya dapat dibagi menjadi tujuh bagian yaitu bentuk tubuh, bentuk mulut, linea lateralis, sirip, sungut, sisik, dan ciri-ciri lainnya. Sedangkan bagian tubuh lainnya, ikan dapat dibagi menjadi tiga bagian yaitu kepala (caput), badan (truncus), dan ekor (caudal). (Mahardono, 1979) Bagian kepala yakni bagian dari ujung mulut terdepan hingga hingga ujung operkulum (tutup insang) paling belakang. Adapun organ yang terdapat pada bagian kepala ini antara lain adalah mulut, rahang, gigi, sungut, cekung hidung, mata, insang, operkulum, otak, jantung, dan pada beberapa ikan terdapat alat pernapasan tambahan. (Mahardono, 1979) 1. Bagian badan, yakni dari ujung operkulum (tutup insang) paling belakang sampai pangkal awal sirip belang atau sering dikenal dengan istilah sirip dubur. Organ yang terdapat pada bagian ini antara lain adalah sirip punggung, sirip dada, sirip perut, hati, limpa, empedu, lambung, usus, ginjal, gonad, gelembung renang. 2. Bagian ekor, yakni bagian yang berada diantara pangkal awal sirip belakang/dubur sampai dengan ujung terbelakang sirip ekor. Adapun yang ada pada bagian ini antara lain adalah anus, sirip dubur, sirip ekor, dan pada ikan-ikan tertentu terdapat scute dan finlet. (Mahardono, 1979) Bagian tubuh ikan mulai dari anterior sampai posterior berturut – turut adalah : 1) Kepala (caput) : bagian tubuh mulai dari ujung mulut sampai bagian belakang operculum. 2) Tubuh (truncus) : bagian tubuh mulai dari batas akhir operculum sampai anus 3) Ekor (cauda) : dari anus sampai bagian ujung sirip ekor

(Mahardono, 1979)

Gambar 1. Anatomi ikan (Mahardono, 1979)

Morfometrik merupakan pengamatan morfologi dengan pengukuran struktur tubuh misalnya panjang sirip, panjang tubuh total, panjang kepala, diameter mata dan lain-lain semua pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain tanpa melalui lengkungan badan. (Saputra, 2007). Adapun hal – hal yang harus diperhatikan dalam pengamatan morfologi ikan adalah : 1. Bentuk tubuh ikan Antara jenis yang satu dengan jenis lainnya berbeda- beda. Perbedaan bentuk tubuh ini pada umumnya disebabkan oleh adanya adaptasi terhadap habitat dan cara hidupnya, yaitu : a. Pipih (compressed) yakni ikan yang bertubuh pipih atau dengan kata lain lebar tubuh jauh lebih kecil dibanding tinggi tubuh dan panjang tubuh. b. Picak (depressed) yakni ikan yang lebar tubuhnya jauh lebih besar dari tinggi tubuhnya. c. Cerutu (fusiform) yakni ikan dengan tinggi tubuh yang hampir sama dengan lebar dan panjang tubuhnya beberapa kali ukuran tingginya. d. Ular (sidat) yakni ikan yang bentuk tubuhnya menyerupai belut atau ular. e. Tali (filiform) yakni ikan yang bentuk tubuhnya menyerupai tali. f. Pita (taeniform atau flattedform) yakni ikan yang bentuk tubuhnya memanjang dan tipis menyerupai pita. g. Panah (sagittiform) yakni ikan yang bentuk tubuhnya menyerupai anak panah. h. Bola (globiform) yakni ikan yang bentuk tubuhnyamenyerupai bola. i. Kotak (ostraciform) yakni ikan yang bentuk tubuhnya menyerupai kotak. (Pulungan, 2006) 2. Bentuk Sirip

Bentuk sirip pada ikan baik sirip punggung, sirip dada, sirip perut, sirip belakang (dubur) maupun sirip ekor beraneka ragam. Pada dasarnya ada sepuluh macam bentuk sirip ekor antara lain: a. Sirip ekor bercagak seperti pada ikan mas (Cyprinus carpio), ikan tawes (Puntius javanicus), ikan bawal (Pampus sp.) dan sebagainya. b. Sirip ekor berpinggiran tegak, seperti pada ikan buntal (Tetraodon sp.) c. Sirip ekor berpinggiran tegak, seperti pada ikan tambakan (Helostoma temmincki) d. Sirip ekor berlekuk kembar, seperti pada ikan Scatophagus argus e. Sirip ekor berbentuk membundar, seperti pada ikan gurame (Osphronemus gouramy) f. Sirip ekor berbentuk bajir, seperti pada ikan bloso (Glossogobius sp.) g. Sirip ekor berbentuk meruncing, seperti pada ikan belut (Monopterus albus) h. Sirip ekor berbentuk sabit, seperti pada ikan tongkol (Euthynus sp.) i. Sirip ekor berbentuk episerkal, dalam hal ini ekor bagian atasnya lebih panjang dibanding ekor bagian bawahnya seperti yang terdapat pada ikan atlantik sturgeon (Acipencer oxyrhynchus) j. Sirip ekor berbentuk hiposerkal, dalam hal ini ekor bagian bawah lebih panjang dibanding ekor bagian atasnya seperti yang terdapat pada ikan caracas (Tylosurus sp,) Sirip ikan terdiri dari tiga jenis jari-jari sirip yang hanya sebagian atau seluruhnya dimiliki oleh spesies ikan, yaitu : 1. Jari-jari sirip keras; merupakan jari jari sirip yang tidak berbuku-buku dan keras. 2. Jari jari sirip lemah; merupakan jari jari sirip yang dapat ditekuk, lemah , dan berbuku- buku. 3. Jari jari sirip lemah mengeras; merupakan jari jari sirip yang keras tetapi berbuku-buku. (Rahadjo, 1985) Penulisan jari-jari sirip dikodekan berdasarkan letak sirip tersebut pada tubuh ikan. Jumlah jari-jari sirip dituliskan dalam angka Romawi besar untuk jari-jari sirip keras, angka Romawi kecil untuk jari-jari sirip lemah mengeras dan angka Arab untuk jari jari sirip lemah. (Rahadjo, 1985). 3. Letak mulut (cavum oris) Mulut pada ikan memiliki berbagai bentuk dan posisi yang tergantung dari kebiasaan makan dan kesukaan pada makanannya (feeding dan food habits). Perbedaan bentuk dan posisi mulut ini juga kadang diikuti dengan keberadaan gigi dan perbedaan bentuk gigi pada ikan. Bentuk mulut pada ikan dapat digolongkan dalam :

a. Terminal, posisi mulut pada ujung moncong, contoh : ikan belanak. Ikan yang memiliki bentuk mulut seperti ini merupakan ikan yang mempunyai pola kebiasaan makan di kolom air. Antara maxila dan mandibula panjangnya sama memudahkan untuk mendapatkan mangsa di kolom air. b. Subterminal, posisi mulut sedikit dibawah moncong, contoh : ikan sembilang. Ikan yang memiliki bentuk seperti ini hampir sama dengan ikan tipe terminal yang memiliki kebiasaan makan di kolom air, namun dengan bentuk mandibula yang sedikit lebih pendek memudahkan ikan ini bisa mencari makanan di dasar perairan. c. Superior, posisi mulut diatas moncong, contoh : ikan sumpit. Ikan yang memiliki bentuk mulut seperti ini mempunyai kebiasaan makan memakan makanan yang ada di permukaan. Selain di permukaan, ikan ini mempunyai kebiasaan memakan makanan yang jatuh dari kolom air di atasnya. d. Inferior, posisi mulut dibawah moncong, contoh : Hiu. Ikan bertipe mulut seperti ini memiliki pola kebiasaan memakan di dasar perairan. Dengan adanya mandibula yang lebih pendek daripada maxila, memudahkan ikan ini untuk memakan makanan yang berada di kolom air di bawahnya. (Pulungan, 2006) 4. Gurat Sisi (Linea lateralis) Gurat sisi atau linea lateralis berupa garis memanjang di sisi lateral truncus, berfungsi untuk megetahui tekanan air dan mengetahui jika ikan tersebut mendekati atau menjauhi benda-benda keras. Jumlah sisik pada gurat sisi merupakan jumlah pori-pori pada gurat sisi atau jika gurat sisi tidak sempurna atau tidak ada, maka jumlah sisik yang dihitung adalah jumlah sisik yang biasa ditempati gurat sisi atau disebut deretan sisik sepanjang sisi badan. Penghitungan sisik ini dimulai dari sisik yang menyentuh tulang bahu hingga pangkal ekor. (Barus, 2006)

Gambar 2 . Skema penghitungan squama linea lateralis (Barus, 2006)

5. Pengukuran Tubuh Pengenalan struktur ikan tidak terlepas dari morfologi ikan yaitu bentuk luar ikan yang merupakan ciri-ciri yang mudah dilihat dan diingat dalam mempelajari jenis-jenis ikan.

Ukuran dan perbandingan ukuran tubuh ikan dapat digunakan untuk melakukan penggolongan. Semua ukuran yang digunakan merupakan pengukuran yang diambil dari satu titik ke titik lain juga melalui lengkungan badan. Ukuran-ukuran ikan yang digunakan adalah: a. Panjang total atau Total length (TL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai bagian sirip ekor paling posterior. b. Panjang baku atau Standard length (SL) diukur dari bagian mulut paling anterior sampai pangkal batang ekor (caudal penducle). c. Panjang sampai lekuk ekor atau Fork length (FL) diukur dari bagian paling anterior sampai lekukan sirip ekor. d. Lingkar badan ikan (LL) diukur dari bagian sirip perut melingkar pada tubuh ikan smpai kembali ke sirip perut. e. Panjang kepala (HL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir (premaxilla) hingga bagian terbelakang operculum atau membran operculum. f. Panjang batang ekor (LCP) diukur mulai dari jari terakhir sirip dubur hingga pertengahan pangkal batang ekor. g. Panjang moncong (SNL) diukur mulai dari bagian terdepan moncong/bibir hingga pertengahan garis vertikal yang menghubungkan bagian anterior mata. h. Tinggi sirip punggung (DD) diukur mulai dari pangkal hingga ujung pada jari-jari pertama sirip punggung. i. Diameter mata (ED) diukur mulai dari bagian anterior hingga posterior bola mata, diukur mengikuti garis horisontal. j. Tinggi batang ekor (DCP) diukur mulai dari bagian dorsal hingga ventral pangkal ekor. k. Tinggi badan (BD) diukur secara vertikal mulai dari pangkal jari-jari pertama sirip punggung hingga pangkal jari-jari pertama sirip perut. l. Panjang sirip dada diukur mulai dari pangkal hingga ujung jari-jari sirip dada. m. Panjang sirip perut diukur mulai dari pangkal hingga ujung sirip perut. (Moyle, P.B. & J.J. Cech., 1988) 2.2 Tipe Sisik pada Ikan Berdasarkan bentuk dan bahan yang terkandung di dalamnya, sisik ikan dapat dibedakan menjadi lima jenis, yaitu placoid, cosmoid, ganoid, cycloid dan ctenoid. a. Sisik placoid

Jenis sisik ini karakteristik bagi golongan ikan bertulang rawan (Chondroichtyes). Bentuk sisik tersebut menyerupai bunga mawar dengan dasar yang bulat atau bujur sangkar. Sisik macam ini terdiri dari keping basal yang letaknya terbenam di bagian dermis kulit, dan suatu bagian yang menonjol berupa duri keluar dari permukaan epidermis. Sisik tersebut merupakan struktur exoskeleton yang primitif yang mempunyai titik perkembangan menuju ke lembaran sisik yang biasa terdapat pada osteichthyes yang terdiri atas lempeng dasar, tangkai sentral dan duri (Burhanuddin, 2008).

Gambar 2.2.a. Sisik Placoid b. Sisik cosmoid

Sisik ini hanya ditemukan pada ikan fosil dan ikan primitif yang sudah punah dari kelompok

Crossopterygii

dan

Dipnoi.

Tipe

sisik

ini

ditemukan

pada

jenis

ikan Latimeriachalumnae. (Effendi, 1997)

Gambar 2.2.b. Sisisk Cosmoid c. Sisik ganoid

Jenis sisik ini dimiliki oleh ikan-ikan Lepidosteus (Holostei) dan Scaphyrynchus (Chondrostei). Sisik ini terdiri dari beberapa lapisan yakni lapisan terluar disebut ganoine yang materialnya berupa garam-garam anorganik, kemudian lapisan berikutnya dalah cosmine, dan lapisan yang paling dalam adalah isopedine. Pertumbuhan sisik ini dari bagian bawah dan bagian atas. Ikan bersisik type ini adalah antara lain, Polypterus, Lepisostidae, Acipenceridae dan Polyodontidae. (Effendi, 1997)

Gambar 2.2.c. Sisik Ganoid d. Sisik cycloid dan ctenoid

Sisik ini ditemukan pada golongan ikan teleostei, yang masing-masing terdapat pada golongan ikan berjari-jari lemah (Malacoptrerygii) dan golongan ikan berjari-jari keras (Acanthopterygii). Perbedaan antara sisik cycloid dengan ctenoid hanya meliputi adanya sejumlah duri-duri halus yang disebut ctenii beberapa baris di bagian posteriornya. Pertumbuhan pada tipe sisik ini adalah bagian atas dan bawah, tidak mengandung dentine atau enamel dan kepipihannya sudah tereduksi menjadi lebih tipis, fleksibel dan transparan. (Iqbal, 2008)

Gambar 2.2.d. Sisik Cycloid dan Ctenoid 2.4. Analisa Lambung Ikan Bentuk anatomi lambung sangat bervariasi tergantung kepada kebiasaan makanan ikan tersebut. Lambung ikan herbivora berbeda dengan lambung ikan carnivora. Ikan herbivora tidak mempunyai lambung yang sebenarnya, kalaupun ada maka merupakan lambung palsu yang merupakan penggelembungan usus bagian depan. Umumnya ikan carnivora mempunyai lambung yang berbentuk seperti tabung (Gambar 2.4.1), sedangkan pada ikan omnivora berbentuk seperti kantung (Gambar 2.4.2). Pada beberapa ikan tertentu lambung mengalami modifikasi. Pada ikan belanak (Liza sp.), lambung mengalami modifikasi menjadi gizzard yang berfungsi sebagai alat untuk menggiling makanan (Gambar 10). Gizzard mempunyai dinding (lapisan otot) yang lebih tebal dibanding dengan dinding lambung biasa. Pada ikan cucut, usus mengalami modifikasi dimana pada bagian dalamnya membentuk spiral (spiral valve). Dengan adanya spiral valve ini, daerah penyerapan zat-zat makanan yang telah dicerna semakin luas (Gambar 2.4.3). (Afandi et al., 1992)

Gambar 2.4.1 Alat pencernaan ikan carnivora dan gizzard (Afandi et al., 1992)

Gambar 2.4.2. Alat pencernaan ikan omnivora (Affandi et al., 1992)

Gambar 2.4.3. Alat pencernaan ikan (Wischnitzer, 1972)

Menurut Effendie

(2002), berdasarkan jenis makanan yang dicerna ikan dapat

dikelompokkan menjadi enam yaitu : •

Ikan pemakan plankton

Ikan pemakan tanaman

Ikan pemakan dasar

Ikan pemakan detritus

Ikan pemakan campuran

Ikan buas

Menurut Effendie (2002), berdasarkan jumlah variasi dari macam-macam makanannya ikan dapat digolongkan menjadi tiga yaitu : 

Golongan Euryphagic, merupakan ikan pemakan bermacam–macam makanan.

Golongan Stenophagic, merupakan ikan dengan jenis makanan yang terbatas atau tertentu.

Golongan Monophagic, merupakan ikan dengan satu jenis ikan.

2.5. Penentuan Biomassa dan Umur Ikan 2.5.1. Penentuan Biomassa Ikan Biomassa dihitung dengan rumus menurut (Blaber et al, 1994; Sparre dan Venema, 1992) sebagai berikut :

dimana luas sapuan (a) = D x h x X2 , dan D adalah V x t. V adalah kecepatan tarikan oleh kapal (3 knot = 3 mil laut/jam, dimana 1 mil laut = 1,85 km); h , panjang tali ris atas jaring (28 meter); t , lamanya waktu penarikan jaring di dalam laut (0,5 jam); X2 , persentase atau bagian dari tali ris atas jaring yang sama dengan lebar daerah sapuan disebut “Wing Spread” (0,5); dan Cwi, Bobot ikan yang tertangkap tiap haul atau stasiun ke-i (kg). Untuk mengkaji perbedaan biomassa sumberdaya ikan demersal berdasarkan kedalaman (antara kedalaman > 30 meter dengan kedalaman ≤ 30 meter) dilakukan uji”t”. Untuk memeriksa pengelompokan biomassa, indeks keanekaragaman dan indeks kemerataan berdasarkan kualitas perairan digunakan Analisis Komponen Utama (PCA) (Ludwig & Reynold, 1988; Digby dan Kempton, !987; Bengen, 1998). Operasional Analisis Komponen Utama (PCA) dengan menggunakan program STAT-ITCF (Beaux et al., 1992) Untuk mengetahui korelasi antara biomassa dengan struktur komunitas sumberdaya ikan demersal dilakukan uji korelasi Spearman (Siegel, 1990) dengan rumus :

dimana di adalah beda antar 2 pengamatan berpasangan [IX-YI, X = biomassa, Y = struktur komunitas] ke-1 sampai ke=n, N adalah total pengamatan (n = 21) dan ρ adalah koefisien korelasi Spearman. Biomassa / Standing Stok merupakan jumlah total bahan organisme hidup yang ada pada saat itu. Biomassa/ Standing stok akan berpengaruh terhadap pemanfaatan dan pengolahan potensi sumber daya perikanan. Salah satu sumber daya yang ada di wilayah pantai dan laut ialah sumberdaya biota laut. Biota laut yang dimaksud antara lain meliputi berbagai jenis ikan dan non ikan (udang, kerang–kerangan, moluska, rumput laut). Untuk memanfaatkan potensi sumberdaya tersebut, dilakukan eksploitasi, dengan cara penangkapan. Untuk daerah–daerah tertentu tingkat eksploitasi sumberdaya ikan telah mengalami lebih tangkap (overfishing). Overfishing pada suatu daerah akan mempengaruhi struktur komunitas dalam suatu area, akibatnya akan terjadi kepunahan dan kerusakan lingkungan dalam area tersebut (Sutono, 2003) menyebutkan beberapa upaya pendekatan pengelolaan sumber daya perikanan agar tidak terjadi overfishing, yaitu pengaturan musim penangkapan, penutupan daerah penangkapan, selektifitas alat tangkap, pelarangan alat tangkap, kuota penangkapan, pengendalian upaya penangkapan. 2.5.2. Penentuan Umur Ikan Dalam menduga umur pada ikan, umumnya dilakukan dengan menggunakan metode perhitungan terhadap lingkaran-lingkaran tahunan pada bagian sisik dan otolith. Lingkaran-lingkaran ini dibentuk karena adanya fluktuasi yang kuat dalam berbagai kondisi lingkungan dari musim panas ke musim dingin dan sebaliknya. Namun, pada kondisi perairan tropis hal ini tidak dapat dilakukan karena tidak terjadinya perubahan musim yang signifikan pada wilayah tropis. Beberapa metode dikembangan dalam menentukan umur pada kondisi perairan tropis. Salah satu yang paling sering digunakan adalah dengan konversi atas data frekuensi panjang ke dalam komposisi umur, yakni dengan analisis sejumlah data frekuensi panjang. Data frekuensi panjang yang dijadikan contoh dan dianalisa dengan benar dapat memperkirakan parameter pertumbuhan yang digunakan dalam pendugaan stok spesies tunggal (Pauly 1983). Analisa frekuensi panjang digunakan untuk menentukan kelompok ukuran ikan yang didasarkan kepada anggapan bahwa frekuensi panjang individu dalam suatu spesies dengan kelompok umur yang sama akan bervariasi mengikuti sebaran normal (Effendie 1997). Sejumlah data komposisi panjang dapat digunakan untuk melihat komposisi tangkapan.

No .

Cycloid

Ctenoid

Placoid

f

1. f Ct

Keterangan: RL : Radius Length (Panjang Radii) C : Centrulii F : Focus (Cheung et all, 2007)

Keterangan: RL : Radius Length (Panjang Radii) C : Centrulii Ct : Ctenii F : Focus (Cheung et all, 2007)

(Mozley, 2004)

Panjang ikan dapat ditentukan dengan mudah dan cepat dalam investigasi di lapangan, karena panjang ikan dari umur yang sama cenderung membentuk suatu distribusi normal sehingga umur bisa ditentukan dari distribusi frekuensi panjang melalui analisis kelompok umur. Kelompok umur bisa diketahui dengan mengelompokkan ikan dalam kelas-kelas panjang dan menggunakan modus panjang kelas tersebut untuk mewakili panjang kelompok umur. Hasil identifikasi kelompok umur dapat digunakan untuk menghitung pertumbuhan dan laju pertumbuhan (Busacker et al. in Schreck & Moyle 1990). Ketika suatu contoh besar yang tidak bisa diambil dari suatu stok ikan atau invertebrata, panjang masing-masing individu bisa diukur dan digambarkan sebagai diagram frekuensi panjang. Jika pemijahan terjadi sebagai suatu peristiwa diskret, hal ini akan menghasilkan kelompok ukuran atau kelas yang berbeda yang dibuktikan dengan puncak atau modus pada distribusi frekuensi panjang (King 1995). 2.6. Tingkat Kematangan Gonad (TKG) Efendie (1997), menyatakan bahwa ikan mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda antara satu dengan lainnya, hal tersebut juga terjadi pada gonad ikan yang berhubungan dengan tahapan proses reproduksi. Perkembangan gonad sangat erat kaitannya dengan proses metabolisme, dimana pada saat gonad semakin matang proses metabolisme sebagian besar akan tertuju kepada perkembangan gonad tersebut. Penentuan kematangan gonad sangat diperlukan untuk mengetahui perbandingan ikan-ikan yang akan melakukan reproduksi atau tidak, untuk dihubungkan dengan pertumbuhan ikan serta faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya.

Tingkat kematangan gonad dapat dipergunakan sebagai penduga status reproduksi ikan, ukuran dan umur pada saat pertama kali matang gonad, proporsi jumlah stok yang secara produktif matang dengan pemahaman tentang siklus reproduksi bagi suatu populasi atau spesies (Nielson, 1983). Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan pembenihan ikan. Hal ini karena pengetahuan tersebut akan mempermudah dalam pemilihan calon-calon induk ikan yang akan dipijahkan. Seiring dengan berkembangnya TKG, diameter telur yang ada dalam gonad juga semakin membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan butir-butir minyak yang berjalan secara berurutan. Nikolsky (1969), menyatakan bahwa menggunakan tanda utama untuk membedakan kematangan gonad berdasarkan berat gonad. Secara alamiah hal ini berhubungan dengan ukuran dan berat tubuh ikan keseluruhannya atau tanpa berat gonad. Pengamatan kematangan gonad dilakukan dengan 2 cara, yang pertama cara histologi dilakukan di laboratorium dan yang kedua dengan cara pengamatan morfologi. Cara histologi perkembangan gonad dilakukan dengan cara anatomi, sedangkan pada morfologi ialah dilihat bentuk, ukuran, panjang dan berat, warna, dan perkembangan isi gonad. Perkembangan gonad ikan betina lebih banyak diperhatikan karena perkembangan diameter telur pada ikan betina lebih mudah dilihat daripada sperma yang terdapat di dalam testis ikan jantan. Tahapan tingkat kematangan gonad menurut Kesteven (dalam Effendi 2002) tersaji pada Tabel:

Tabel 6. Tahapan tingkat kematangan gonad menurut Kesteven, adalah: TKG

Tingkat Kematangan

Keterangan

I

Dara

Organ sexual sangat kecil berdekatan di bawah tulang punggung testes dan ovarium transparan,dari tidak berwarna sampai berwarna abu-abu telur tidak terlihat dengan mata biasa.

II

Dara berkembang

Testes dan ovarium jernih, abu-abu merah panjang setengah atau lebih sedikit dari rongga bawah telur dapat dilihat dengan kaca pembesar.

III

Perkembangan I

Testes dan ovarium berbentuk bulat, warna merah dengan pembuluh kapiler, telur dapat terlihat seperti serbuk putih.

IV

Perkembangan II

Testes warna putih kemerahan, tidak ada sperma bila perut ditekan, ovarium warna orange kemerahan, telur sudah jelas.

V

Bunting

Organ sexual mengisi ruang bawah, testes warna

putih telur bulat, jernih dan masak. VI

Mijah

Telur dan sperma keluar dengan sedikit tekanan ke perut bentuk bulat telur terdapat di ovarium.

VII

Mijah atau salin

Gonad kosong sama sekali, tidak ada telur yang bulat.

VIII

Salin

Testes dan ovarium kosong dan berwarna merah, beberapa telur sedang ada dalam keadaan dihisap kembali.

IX

Pulih salin

Testes dan ovarium berwarna jernih, abu-abu menjadi merah.

Tahapan tingkat kematangan gonad menurut Nikolsky (dalam Effendi 2002) tersaji pada Tabel: Tabel 7. Tahapan tingkat kematangan gonad menurut Nikolsky, adalah: TKG Tingkat Kematangan

Keterangan

I

Tidak masak

Ukuran gonad kecil, belum ingin reproduksi.

II

Masa istirahat

Gonad kecil, tidak dapat dibedakan dengan mata.

III

Hampir masak

Telur dapat dibedakan dengan mata, testes dari transparan ke warna rose.

IV

Masak

Mencapai berat maksimum tetapi belum keluar bila perut diberi sedikit tekanan.

V

Reproduksi

Bila diberi tekanan produk sexual akan menonjol keluar dari lubang pelepasan.

VI

Keadaan Salin

Produk seks telah dikeluarkan, lubang genital berwarna kemerahan, gonad mengempis.

VII

Masa istirahat

Produk seks telah dikeluarkan, lubang genital telah pulih, gonad kecil dan telur belum terlihat oleh mata.

Proses reproduksi sebelum terjadi pemijahan sebagian besar hasil metabolisme tertuju untuk perkembangan gonad, semakin bertambah berat gonad dibarengi dengan semakin bertambah besar ukurannya, termasuk garis tengah telurnya. Berat gonad akan mencapai maksimum sesaat ikan akan berpijah, kemudian berat gonad akan menurun dengan cepat selama pemijahan sedang berlangsung sampai selesai (Saputra, 2008).

Perkembangan gonad pada ikan betina umumnya disebut dengan istilah perkembangan ovarium mempunyai tingkat perkembangan sejak masa pertumbuhan hingga masa reproduksi yang dapat dikategorikan kedalam beberapa tahap. Jumlah tahapan tersebut bervariasi bergantung kepada spesies maupun peneliti yang mengamati perkembngan ovarium tersebut. Perkembangan ovarium bergantung pada tingkat kematangan gonad pada tiap masing-masing waktu yang berbeda (Utiah, 2006). Perkembangan gonad yang semakin matang merupakan bagian dari reproduksi ikan sebelum terjadi pemijahan. Selama itu sebagian besar hasil metabolisme tertuju kepada perkembangan gonad. Umumnya pertambahan berat gonad pada ikan betina sebesar 10-25% berat tubuh dan pada ikan jantan sebesar 5-10%. Dalam individu telur terdapat proses yang dinamakan vitellogenesis yaitu terjadinya pengendapan kuning telur pada tiap individu. Hal ini menyebabkan perubahan-perubahan dalam gonad (Effendie, 2002). Gonado Index (GI) Gonado Index (GI) oleh Batts (1972) dalam Effendie (2002) yaitu perbandingan antara berat gonad segar (gram) dengan panjang ikan (mm), dengan menggunakan rumus :

Keterangan : GI

= Gonado Index

Wg

= Berat gonad (gr)

L3

= Panjang total tubuh (mm)

Penelusuran ukuran telur masak dalam komposisi ukuran telur secara keseluruhan dapat menuntun kepada pendugaan pola pemijahan ikan tersebut. Batts (1972) dalam Effendie (2002) menggunakan perbandingan antara berat gonad segar (gram) dengan panjang ikan (mm) dan menamakan indeks yang didapat Gonado Index (GI). GSI (Gonado Somatic Index) Untuk mengetahui perubahan yang terjadi pada gonad, tingkat perkembangan ovarium, secara kuantitatif dapat dinyatakan dengan suatu Indeks Kematangan Gonad (IKG) (Effendie,2002). Menurut Sitohang (2011) analisis tingkat kematangan gonad menggunakan Gonado Somatic Index (GSI) dilakukan dengan cara berat gonad ikan dibagi dengan berat tubuh ikan seluruhnya (total) lalu dikalikan dengan 100%, sehingga diperoleh rumus sebagai berikut :

Keterangan :

GSI

= Gonado Somatic Index

Wg

= Berat gonad (gr)

Wt

= Berat tubuh (gr)

Gonado Somatic Index (GSI) akan semakin meningkat nilainya dan akan mencapai batas maksimum pada saat akan terjadi pemijahan. Adakalanya nilai GSI ini dihubungkan dengan Tingkat Kematangan Gonad (TKG) yang pengamatannya berdasarkan ciri-ciri morfologi kematangan gonad. Bergantung pada macam dan pola pemijahannya, maka akan didapatkan nilai indeks yang sangat bervariasi pada setiap saat. Semakin besar ukuran gonad (beratnya makin tinggi), maka semakin tinggi pula TKGnya. Nilai TKG juga berbading lurus dengan nilai GSI (Gonado Somatic Index) dan atau GI (Gonado Index) (Effendie, 2002).

BAB III METODOLOGI 3.1

Waktu dan Lokasi Praktikum Praktikum Biologi Perikanan dilakukan pada Sabtu, 16 Nopember 2013 pukul 06.00.

Pengambilan sampel nekton dilakukan di daerah Wonorejo dan Kenjeran. Penangkapan berupa fish dan non fish baik pada perairan pelagis maupun demersal. Pada praktikum ini digunakan 2 transek, yaitu transek 1, dan 2, dimana pada tiap transek terdapat 3 plot. Untuk transek 1 terdapat 2 plot, yaitu F1, F2, dan F3, sedangkan transek 2 juga terdapat 3 plot, yaitu F4, F5, dan F6. Transek dibuat sejajar dengan garis pantai dan masing-masing transek berjarak 100 m. 3.2 Metode Pengambilan Sampling 3.2.1. Metode Pengambilan Sampling Nekton Pada praktikum ini menggunakan perahu layar berbahan bakar solar dengan spesifikasi tenaga 5 HP (horse power) sampai 23 HP (horse power) yang memiliki 1 jumlah silinder dengan sistem pendingin hopper/radiator, serta cara menghidupkannya dengan engkol/starter. Alat tangkap yang digunakan untuk menangkap ikan dan bukan ikan baik pada perairan pelagis maupun demersal menggunakan jaring oleh nelayan di kawasan tersebut. Untuk keterangan mengenai modifikasi alat tangkap dan penggunaannya dapat ditunjukkan sebagai berikut : a.

Penangkapan Ikan Pelagis Pada perairan pelagis menggunakan alat jaring yang dengan lebar + 700 m dan lebar

mata jarring 1.5 dan 2 inchi, pancing, waring dengan lebar 130 m. Cara kerja dari jarring yang digunakan pada perairan pelagis adalah jaring dilepaskan ke perairan, kemudian dicatat waktu pada saat jaring dilepaskan sampai jaring diangkat (waktu hauling). Parameter fisika kimia dan koordinat perairan dicatat setelah seluruh jaring sudah masuk ke dalam perairan mesin kapal dimatikan. Jaring pada alat tangkap pelagis tidak akan tengelam dalam air karena terdapat pelampung di bagian atas jaring. Setelah kurang lebih 1 jam, jaring diangkat secara perlahan. Gambaran mengenai cara kerja jaring begadang dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2.1 Ilustrasi metode penangkapan ikan pelagis b.

Penangkapan Ikan Demersal Pada perairan demersal juga menggunakan alat jaring yang dengan lebar + 700 m dan

lebar mata jaring 1.5 dan 2 inchi, pancing, waring dengan lebar 130 m. Cara kerja dari jaring yang digunakan pada perairan demersal adalah jaring dilepaskan ke perairan kemudian dicatat waktu pada saat jaring dilepaskan sampai waktu pengangkatan, dicatat juga koordinat dan parameter fisika kimia perairan tempat sampling. Setelah seluruh jaring masuk kedalam perairan, mesin kapal dimatikan dan ditunggu kurang lebih 1 jam. Kapal akan bergerak mengikuti arus perairan, kemudian jaring diangkat perlahan ke atas kapal. Jaring pada alat tangkap demersal memiliki pemberat sehingga dapat masuk sampai ke dasar perairan. Gambaran mengenai cara kerja jaring begadang dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 2.2 Ilustrasi metode penangkapan ikan demersal 3.2.2

Pengambilan Data Tangkapan Pengambilan data tangkapan berupa jenis ikan, jumlah ikan, dan berat ikan pada

masing-masing plot kemudian dicatat. Tiap individu ikan yang tertangkap didokumentasikan.

3.2.3 Pembedahan Sampel dan Tabel Parameter 3.2.3.1 Metode Pembedahan Sampel Untuk pengambilan organ lambung/alat pencernaan, ikan sampel yang telah didapat dibedah pada bagian ventral menggunakan alat bedah dengan cara menggunting mulai dari lubang anal ikan ke arah dorsal sampai linea lateralis kemudian ke arah anterior sampai belakang kepala lalu ke arah bawah hingga ke dasar perut sampai isi perut ikan terlihat. hingga ke dasar perut tanpa merusak organ dalam ikan tersebut. Ikan yang telah dibedah diambil organ lambung/alat pencernaan dan gonad. Organ lambung/pencernaan dan gonad diambil untuk dianalisis isi lambung dan tingkat kematangan gonadnya.

3.2.3.2 Parameter yang Diamati Tabel 2.1 Parameter yang diamati No

Parameter yang diamati

1 Morfometri

Jumlah Sampel per Survey Jumlah Satuan Semua Individu

Rincian Pada parameter morfometri,

ikan

antara lain: panjang baku, panjang total, tinggi

tubuh,

panjang

yang diukur

kepala,

panjang

moncong, panjang batang ekor, tinggi sirip punggung,diameter mata, tinggi batang ekor, panjang sirip dada dan panjang sirip perut.

2 Umur ikan

Spesies

Pada parameter umur ikan, individu ikan diambil sisiknya. Sisik yang diambil adalah tiga sisik kunci yang yang diambil sebanyak

3 Tingkat Kematangan

Gonad (1

tiga buah. Parameter yang diamati yaitu GI, GSI,

pasang)

morfologi, persen gonad dalam rongga tubuh,

Gonad

ada tidaknya telur dan tahap kematangan

4 Isi Lambung

Lambung

gonad. Parameter

yang

diamati

yaitu

berat

lambung+isi, berat lambung kosong, berat isi lambung, 5 Penghitungan CPUE

Ikan dan

Kg/jam

bukan ikan Ikan dan

6 Biomassa

isi

lambung,

identifikasi

isi

lambung. Parameter yang diamati yaitu massa hasil tangkapan, durasi hauling, catch rate, upaya

Kg/km

2

penangkapan dalam satu hari. Parameter yang diamati yaitu total massa

bukan

ikan tiap transek, massa ikan dan non ikan

ikan

tiap transek.

3.3

Metode Analisa Data

3.3.1

Pengukuran Catch per Unit Effort (CpUE)

a.

Laju Tangkap Analisis data hasil tangkapan dilakukan secara deskriptif, dengan cara mengklasifikasi dan menginterpretasikan data. Untuk analisis laju tangkap digunakan formula Shindo sebagai berikut:

dengan cr = laju tangkap (kg / jam) catch = hasil tangkapan (kg) effort = upaya penangkapan (dikonversi dari per towing / hauling / trip dalam satuan jam) b.

Biomassa Hasil biomassa produksi dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

dengan: P

= produksi biomassa (g)

3.3.2

w

= bobot rata-rata (g / ekor)

N

= jumlah populasi (ekor)

Keanekaragaman Ikan dan Bukan Ikan Keanekaragaman ikan dan non ikan yang didapat dianalisis menggunakan Indeks

Shannon-Wiener (H’) dengan rumus sebagai berikut:

dengan H’

= Indeks Diversitas

Pi

= perbandingan jumlah individu suatu jenis dengan seluruh jenis

ln Pi

= logaritma Pi

Jika nilai H’

0 – 2,203

keanekaragaman rendah

2,203 – 6,9907

keanekaragaman sedang

6,907 3.3.3

keragaman tinggi

Analisis Lambung Pelagis dan Demersal Isi lambung ikan dianalisis dengan metode jumlah dan metode perkiraan tumpukan

dengan persen. Untuk metode jumlah, mula-mula diambil organ lambung, kemudian diambil semua individu organisme serta benda-benda yang terdapat di dalam lambung. Setelah itu diidentifikasi, dihitung satu per satu, dan dipisahkan tiap spesies. Apabila masing-masing jumlah individu tiap spesies diketahui, dibandingkan jumlah antar spesies dan ditarik kesimpulan terbatas dari macam-macam isi lambung tersebut. Metode perkiraan tumpukan dengan persen dilakukan dengan cara sebagai berikut. Diambil lambung ikan, kemudian diukur dengan menggunakan teknik pemindahan air, yaitu isi air yang dipindahkan oleh makanan ikan itu ialah isi dari makanan itu. Makanan tersebut kemudian dilarutkan dengan air sehingga isinya menjadi sepuluh atau dua puluh kali dari isi semula. Dikocok hingga penyebaran makanan merata. Diambil sebagian dan diletakkan dalam cawan petri. Setelah itu diperikasa isi makanan ikan di bawah mikroskop. Dipilih organisme yang sejenis atau sama menjadi satu tumpuk, diidentifikasi, diperkirakan tumpukan organisme tersebut ke dalam persen. Diulang pengambilan dari sampel makanan contoh yang telah dilarutkan, dirata-rata, dan dinyatakan dalam persen.

Jenis-jenis makanan yang ada di dalam lambung dianalisa dengan Index of Preponderance dalam bentuk rumusan sebagai berikut:

keterangan: IP

= Index of Preponderance atau Indeks Bagian Terbesar

Vi

= presentase volume satu jenis makanan

Oi

= presentase frekuensi kejadian satu jenis makanan

Ʃ Vi x Oi

= Jumlah Vi x Oi dari semua jenis makanan

Presentase volume dinyatakan dengan cara menghitung volume makanan sejenis per volume makanan seluruhnya dengan rumus:

Pada presentas frekuensi kejadian dinyatakan dengan cara menghitung jumlah lambung yang berisi makanan per jumlah lambung yang berisi seluruhnya dengan rumus:

Dengan ketentuan: IP . 40% sebagai makanan utama IP 4-40% sebagai makanan pelengkap IP <4% sebagai makanan tambahan 3.3.4

Analisa morfometri Analisa morfometri dilakukan pengukuran pada tubuh ikan yang meliputi panjang

total, fork length, panjang baku, tinggi tubuh, tinggi ekor, panjang sirip dorsal, panjang kepala, panjang moncong, panjang batang ekor, tinggi sirip punggung, diameter mata, tinggi batang ekor, panjang sirip dada dan panjang sirip perut. Kemudian masing-masing data dicatat dan ditentukan rumus sirip. 3.3.5

Analisa Umur Ikan Untuk memnentukan umur ikan digunakan analisis sisik ikan dengan cara sebagai

berikut. Diambil 3-5 squama / sisik kunci dengan menggunakan pinset. Squama kunci terletak pada tiga baris anterior pinnae dorsalis dan di sebelah dorsal linea lateralis. Kemudian dibersihkan squama dengan sikat gigi lalu diletakkan di atas gelas obyek, ditetesi dengan alkohol, dan ditutup dengan gelas penutup untuk diamati di bawah mikroskop

compound. Squama diamati dengan perbesaran lemah (4X). Dihitung jumlah annuli atau circuli (garis-garis melingkar) yang hampir berimpitan. Setelah itu umur ikan dapat ditentukan berdasarkan jumlah annuli atau circuli. 3.3.6

Analisa TKG Analisa TKG dilakukan mula-mula dicuci gonad yang telah diambil. Kemudian

ditimbang berat gonad, diamati bentuk dan warnanya, serta ditentukan jenis kelamin dan tingkat kematangan gonadnya dengan rumus GI dan GSI sebagai berikut. %

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. --. http://biosearch.in/publicOrganismPage.php?id=12529. Diakses pada tanggal 7 Nopember 2013 pukul 23.00 WIB. Anonim. --. http://www.fishbase.org/summary/1407. Diakses pada tanggal 7 Nopember 2013 pukul 23.00 WIB. A. S. Sihotang. 2011. Biologi Reproduksi Ikan Bilis, Thryssa hamiltonii (Famili Engraulidae) yang Tertangkap di Teluk Palabuhan Ratu. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor. Bogor Barus, T.A., Wahyuningsih, H. 2006. Buku Ajar Iktiologi. Medan: Departemen Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara : Sumatera Utara. Beaux et al.1992.. STAT-ITCF User's Manual. ITCF, Paris. Bengen, D.G. 1998. Sinopsis Analisis Statistik Multivariabel/Multidimensi. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Blaber et al. 1994. Distribution, Biomass and Community Structure of Demersal Fishes of the Gulf of Carpentaria, Australia. Australian Journal of Marine and Freshwater Research., Special Issue Ecology of the Gulf of Carpentaria., 45, 375-396. Busacker et al. in Schreck & Moyle 1990

Cheung et all, 2007 Dinas Pertanian Kota Surabaya.2012. Profil Perikanan Kota Surabaya. Surabaya. Devadoss, P. _. On the Food of Rays, Dasyatis uarnak (Forskal), D. Alcockii (Annandale) and D. Sephen (Forskal). Central Marine Fisheries Research Institute Centre. Porto Novo Digby, P.G.N., and R.A. Kempton, 1987. Multivariate Analysis of Ecological Communities. Population and Community Biology Series. Chapman and Hall Ltd, London. Effendie, Moch. Ichsan. 1997. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta Effendie, Moch. Ichsan. 2002. Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusantara: Yogyakarta Jennings, Gerald. 1997. The Sea and Fresh Water Fishes of Australia and New Guinea Second Edition. Calypso Publications. King M. 1995. Fisheries biology; assessment & management. Fishing News Books in UK. 341 p. Ludwig, J.A. and Reynold, J.F. 1988. Statistical Ecology A Prime on Methods and Computing. John Wiley & Sons, Inc. United States of America. Mahardono, 1979. Anatomi Ikan. PT Inter Masa: Jakarta. Moyle, P.B. & J.J. Cech. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology.Second Edition. Prentice Hall : New Jersey. Mozley. 2004. Mullan, Bob. 1999. Zoo Culture Second Edition. George Weidengfeld Danicolson Ltd : Britain Nielson,J.S. 1983. Fishes of the world. John Wiley and Sons. NewYork. 600p. Nikolsky, G.V. 1969. Theory of Fish Population Dynamic, as the Biological Background of Rational Exploitation and The Management of Fishery Resource, translated by Bbrandley Oliverand Boynd,323. Noviyanti, Yenni Dewi. 2007. Struktur Anatomis dan Dimensi Insang Kaitannya dengan Aktifitas dan Habitat Ikan. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor : Bogor Pauly D. 1983. Studying single species dynamic in a tropical multispecies contex, p 33-70. in D. Pauly & G. I Murphy (editor). Theory and management of tropical fisheries. Proceedings of the ICLRAM/CSRIO, Workshop on the theory & management of tropical multispecies stocks, 12-21 January 1981. Cronulla, Australia

Pulungan, C.P., et al. 2006. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Univesitas Riau : Pekanbaru. Purba,

Resmayeti. 1994. Perkembangan Awal Ikan Kakap argentimaculatus. Oseana, Volume XIX, Nomor 3 : 11 - 20

Merah,

Lutjanus

Rahadjo, M.F. 1985. Ictiologi Sebagai Pedoman Kerja Praktikum. IPB : Bogor. Rainboth, Walter J. 1996. Fishes of Cambodian Mekong. Department of Biology and Microbiology University of Wisconsin Oshkosh : USA Saputra, Suradi Wijaya, Siti Rudiyanti, dan Atifah Mahardhini. 2008. Evaluasi Tingkat Eksploitasi Sumberdaya Ikan Gulamah (Johnius Sp) Berdasarkan Data TPI PPS Cilacap. [Laporan Penelitian] Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro. Semarang. 6 hlm Schultz, Ken. 2004. Field Guide To Saltwater Fish. John Wiley & Sons Inc. Canada Serena, Fabrizio. 2005. Field Identification Guide to the Sharks and Rays of Mediterranean and Black Sea. Food and Agriculture : USA Siegel. 1990. Sparre, P. dan Venema, S.C. 1992. Introduction to Tropical Fish Stock Assessment. Part I Manual FAO Fisheries Technical Paper. Rome, Italy. Sulistyo & Setijanto. 2002 dalam Heltonika, 2009. Kajian Makanan dan Kaitannya dengan Reproduksi Ikan Senggaringan (Mystus nigriceps) di Sungai Klawing Purbalingga Jawa Tengah. Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor : Bogor.Pauly D. 1983. Studying single species dynamic in a tropical multispecies contex, p 33-70. in D. Pauly & G. I Murphy (editor). Theory and management of tropical fisheries. Proceedings of the ICLRAM/CSRIO, Workshop on the theory & management of tropical multispecies stocks, 12-21 January 1981. Cronulla, Australia Sutono .2003. Utiah, H. 2006. Penampilan Reproduksi Induk Ikan Gulamah (Otolithoides microdon) dengan Pemberian Pakan Buatan yang Ditambahkan Asam LemakN-6 dan N-3 dan dengan Implantasi Estradiol-17 dan Tiroksin [Disertasi] . Program Pascasarjana Institut Pertaian Bogor, Bogor.