Bagaimana strategi dalam ekonomi sektor pertanian di tengah terjadinya bencana banjir saat ini

Banjir yang terjadi di Desa Sukajadi merupakan salah satu bencana yang memberikan kerugian ekonomi bagi masyarakat yang bermatapencaharian sebagai petani, sehingga hal ini perlu diteliti. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dampak banjir yang dirasakan oleh rumahtangga petani terhadap pertanian, mengestimasi perubahan penghasilan petani akibat bencana banjir, menganalisis kerentanan rumahtangga petani dalam menghadapi banjir, dan menganalisis strategi yang dilakukan rumahtangga petani dalam menghadapi banjir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu analisis deskriptif kualitatif, metode penghasilan yang hilang, metode livelihood vulnerability index, serta metode analisis deskriptif kuantitatif. Hasil dari penelitian ini ialah banjir yang terjadi menyebabkan adanya penurunan hasil produksi pertanian para petani dan adanya kegagalan panen, rata-rata penghasilan petani yang hilang akibat bencana banjir yang terjadi ialah sebesar Rp 2.130.789,47 per rumahtangga petani, nilai LVI rumahtangga petani terhadap banjir sebesar 0,40 dan nilai LVI-IPCC sebesar 0,09, dan strategi yang paling banyak dilakukan rumahtangga petani dalam menghadapi banjir ialah memiliki pekerjaan sampingan sektor on-farm.

Memasuki triwulan pertama 2021, Indonesia mengalami puncak musim penghujan. Hal ini tentunya ditunjukkan dengan adanya intensitas hujan tinggi, yang turun setiap hari. Semakin tinggi curah hujan akan meningkatkan potensi terjadinya bencana banjir, apalagi untuk daerah yang memiliki saluran pembuangan air (drainase) yang kurang baik.

Bencana banjir tersebut akan mempengaruhi kondisi lahan pertanian tanaman pangan yang ada di daerah terdampak. Berdasarkan prakiraan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), beberapa sentra produksi padi terancam terdampak banjir pada periode Februari-Maret 2021 ini, antara lain: Sumatera Selatan, Sulawesi Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.

Menurut data dari Kementerian Pertanian, lahan yang terkena banjir pada Januari 2021 seluas 70.076 hektare, terluas sejak tiga tahun terakhir dengan persentase padi yang mengalami kerusakan sebesar 17%. Persentase kerusakan tertinggi akibat banjir umumnya memang terjadi pada Januari dan Februari. Kondisi tahun 2021 ini agak berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, karena puncak banjir datang lebih awal yaitu sejak Desember 2020 beberapa daerah telah terendam banjir.

“Koordinasi yang kuat antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (Pemda), serta antar sektor menjadi kunci penanganan dampak banjir, khususnya untuk mencegah kerusakan lahan sawah yang berpotensi menyebabkan gagal panen. Luas lahan terkena banjir dalam tiga tahun terakhir (2018-2020) meningkat, namun persentase padi yang mengalami puso cenderung menurun,” ungkap Asisten Deputi Pangan Kedeputian Bidang Koordinasi Pangan dan Agribisnis Kemenko Perekonomian Muhammad Saifulloh, dalam FGD tentang “Strategi Antisipasi Dampak Banjir untuk Menjaga Tercapainya Sasaran Produksi dan Stabilisasi Harga Pangan”, di Depok, Kamis (11/2).

Beberapa daerah yang mengalami luas lahan terkena puso karena banjir dengan jumlah cukup besar (rata-rata per tahun) antara lain, yaitu: Sulawesi Selatan (16 ribu hektare), Lampung (6 ribu hektare), Jawa Barat (5 ribu hektare), Sumatera Selatan (4 ribu hektare), Jawa Tengah (4 ribu hektare), dan Sulawesi Tenggara (4 ribu hektare).

Sebagai langkah antisipasi dan mitigasi terhadap La Nina atau iklim basah dengan tingkat curah hujan tinggi, Kementerian Pertanian juga sudah melakukan mapping wilayah rawan banjir; membuat early warning system dan rutin memantau informasi BMKG; Gerakan Brigade Banjir, Brigade Tanam dan Brigade Panen.

Penyebab banjir lainnya, yaitu: sedimentasi sungai/situ dan saluran air yang menyebabkan kapasitasnya menurun, rusaknya tanggul/sungai/situ/saluran air, pasangnya air laut sehingga air sungai tak dapat mengalir ke muara, serta adanya perubahan tata ruang atau alih fungsi lahan.

Adapun upaya yang telah dan terus dilakukan pemerintah untuk mengatasi banjir yang selalu datang setiap awal tahun yaitu dengan cara: memompa in-out dari sawah serta rehabilitasi jaringan irigasi tersier dan kuarter; menggunakan benih tahan genangan (misal: Inpari 1-10, Inpari 29, Inpari 30, dan Ciherang); menerapkan Asuransi Usaha Tani Padi dan bantuan benih gratis bagi yang puso; serta paskapanen dengan menggunakan pengering (dryer) dan RMU.

Khusus bantuan dryer yang diberikan kepada para petani bertujuan untuk mempertahankan mutu hasil gabah petani, meningkatkan nilai tambah gabah, menjadi penyelamat saat panen musim hujan, serta meningkatkan rendemen beras yang dihasilkan (1%-2%). Diharapkan Perum Bulog dapat hadir di tengah petani yang sedang panen untuk dapat menyerap hasil panennya, terutama di daerah yang harga Gabah Kering Panen (GKP) di bawah Harga Pokok Penjualan (HPP).

Dengan berbagai usaha yang dilakukan Pemerintah Pusat, Pemda, serta antar sektor tersebut, diharapkan panen berhasil baik, tepat waktu dengan produktivitas tinggi sehingga target produksi dapat dicapai. Tentunya akan membawa multiplier effect yang tinggi yakni stok aman, harga stabil baik di tingkat produsen/petani maupun di tingkat konsumen, mengingat sebentar lagi sudah akan memasuki Ramadan dan Idulfitri. (rep/iqb)

***

Keywords: bencana hidrometeorologis, banjir, DAS Bengawan Solo Hulu Tengah

Daerah Aliran Sungai (DAS) merupakan salah satu faktor penentukondisi sumber daya air di suatu wilayah. Fokus bencana yang dikajidalam penelitian ini adalah bencana yang disebabkan karena faktorkondisi hidrometeorologis. Salah satu jenis bencana yang disebabkankarena faktor hidrometeorologis wilayah adalah bencana banjir.Bencana banjir yang terjadi di daerah penelitian berdampak padasektor pertanian sehingga menurunkan produktivitas lahan dan hasilpertanian. Tujuan dari penelitian ini adalah mengkaji strategiadaptasi yang dilakukan oleh petani dalam menghadapi bencanabanjir. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisisdata sekunder yang didukung dengan wawancara dengan kuosioner.Analisis data menggunakan metode deskriptif kuntitatif. Hasilpenelitian menunjukkan bahwa strategi yang dilakukan oleh petani didaerah penelitian bervariasi seperti: membuat tanggul sungai,mengadakan penghijauan di wilayah hulu dan sempadan sungai,pelebaran dan pengerukan sungai, dan rotasi tanaman pertanian.Strategi yang paling banyak dilakukan masyarakat dalammenghadapi bencana banjir adalah dengan membuat tanggul sungai

dan melakukan pelebaran dan pengerukan sungai.

[1] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2018. Data Kejadian Bencana Banjir, Kekeringan, dan Tanah Longsor [internet]. Diakses pada laman http://dibi.bnpb.go.id pada tanggal 16 September 2018 pukul 14.00 WIB [2] Departemen Kehutanan. 2014. SK Menteri Kehutanan No. SK.328/Menhut-II/2009, Tanggal 12 Juni 2009 menetapkan 108 DAS kritis dengan prioritas penanganan yang dituangkan dalam RPJM 2010- 2014 [internet] diakses pada tanggal 18 April 2015 dialamat: http://www.dephut.go.id [3] Pramono I B, Putra P B. 2017. Tipologi Daerah Aliran Sungai untuk Mitigasi Bencana Banjir di Daerah Aliran Sungai Musi. Jurnal Penelitian Pengelolaan Daerah Aliran Sungai Vol. 1 No. 2 Oktober 2017: 143-165 [4] Kodoatie R J, Roestam S. 2006. Pengelolaan Bencana Terpadu. Jakarta: Yarsif Watampone [5] Tommi, Barus B, Dharmawan A H. 2015. Analisis Kerentanan Petani terhadap Bahaya Banjir di Kabupaten Karawang. Jurnal Geografi Volume 12 No 2 (156 dari 221) [6] Huda, I A S. 2016. Bentuk-Bentuk Adaptasi Masyarakat dalam menghadapi Bencana Banjir (Studi Kasus di Desa Pelangwot Kecamatan Laren Lamongan). Prosiding Seminar Nasional Geografi UMS 2016, ISBN: 978-602-361-044-0, page 299-31 [7] Dahlia S, Sudibyakto, Hizbaron D R. 2017. Penilaian Kerentanan Lahan Sawah Padi terhadap Banjir DAS Cidurian di Desa Renged, Kecamatan Binuang, Serang, Banten. Jurnal Alami (ISSN : 0853-8514), Vol. 21, No. 1, Tahun 2016 page 21-31 [8] Sulistiyono, Eko; Suwarno; Lubis, Iskandar Lubis; Triwidiyati. 2012. Pengaruh Umur Tanaman dan Lama Banjir terhadap Pertumbuhan dan Produksi Galur-Galur Padi Sawah. Jurnal AGROVIGOR VOLUME 5 NO. 2 SEPTEMBER 2012 halaman

132-135