Ruang kebudayaan merupakan perkara ultim dalam kehidupan manusia. Kebudayaan memiliki interaksi dengan manusia, juga sekaligus menjadi fondasi atau dasar segala sesuatu yang bersangkutan dengan proses hidup manusia. Show Manusia yang menciptakan kebudayaan, namun kemudian kebudayaan yang membentuk manusia (Maran, 2007). Hal demikian didukung pula oleh kemajuan kehidupan manusia saat ini yang identik dengan perkembangan teknologi dan gaya, serta pola hidup modern, sehingga corak budaya tradisional lambat laun mengalami proses degradasi. Kendati demikian, di tengah arus globalisasi, masih terdapat beberapa kelompok atau lembaga masyarakat, khususnya komunitas-komunitas adat di suatu wilayah yang masih mempertahankan kebudayaan lamanya dari generasi ke generasi. Suku Adat Ammatoa KajangSalah satu komunitas adat yang masih bertahan sampai pada era modernisasi seperti saat ini adalah komunitas atau suku adat Ammatoa Kajang di Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Masyarakat adat Ammatoa Kajang sering disebut dengan “To Kajang”, artinya adalah orang Kajang. Mereka merupakan kelompok masyarakat yang masih menjaga dan merawat pesan filosofi nenek moyang mereka yang tertuang dalam “Pasang ri’ Kajang”. Di dalamnya tertuang pesan agar selalu hidup dengan nilai kebudayaan yang dianut. Pesan lainnya adalah agar menjaga diri dari intervensi kehidupan luar, seperti pola kehidupan budaya populer sebagai hasil produksi dari arena modernisasi. Pasang merupakan sistem pengetahuan tradisional masyarakat Ammatoa yang ajarannya dipercaya bersumber dari Turie* A’rana (Tuhan) yang telah diwariskan secara turun-temurun sejak generasi Ammatoa I (Too Mariolo) dan wajib diamalkan oleh setiap warga masyarakat. Ammatoa sebagai falsafah hidup untuk kemudian diwariskan secara lisan kepada generasi berikutnya. Lambang ketaatan terhadap isi Pasang diwujudkan dalam kesederhanaan hidup yang dalam istilah setempat disebut pola hidup “Kamase-masea”. Hidup sederhana dan pasrah pada kesederhanaan merupakan hakikat dan inti dari Pasang (Disnawati, 2013). Baca Juga Kang Jalal dan Logical Fallacies Salah satu tata nilai yang termuat dalam Pasang adalah prinsip dalam berpenampilan. Misalnya keharusan bagi seluruh masyarakat adat maupun para pengunjung kawasan adat untuk mengenakan pakaian berwarna hitam. Konon, adat tersebut sebagai simbol kesetaraan, dan tidak menggunakan alas kaki sebagai penanda bahwa tidak ada jarak antara manusia dengan alam. Sehingga, dari sana, manusia dan alam mampu saling berinteraksi. Adat tersebut juga sebagai bentuk maklumat, bahwasanya masyarakat adat Kajang tidak menghendaki intervensi dari luar (kehidupan modern). Senada dengan itu, Judi Bary dalam “Ekologi Revolusioner”, menamai kedekatan manusia dengan alam sebagai fenomena biosentris atau ekologi dalam, yakni alam tercipta bukan untuk melayani manusia. Lebih dari itu, ia hadir dan bersama dengan manusia. Kendati demikian, apa yang diistilahkan Bary memiliki keterkaitan dengan prinsip budaya masyarakat Adat Kajang yang terelaborasi dalam nilai kesederhanaan (kamase-masea) dan turut mendukung atensi serta empati masyarakat terhadap alam. Kajang dan Kesehatan Modern yang KontradiktifKesederhanaan sebagai pola utama kehidupan merupakan perkara yang terbilang sangat jarang digeluti manusia pada model kehidupan saat ini. Seperti kita ketahui bersama bahwa zaman yang kita hadapi dewasa ini merupakan zaman yang bergerak ke depan (modernisasi). Perkembangan teknologi dan perubahan gaya hidup masyarakat merupakan ciri mendasar dari proses modernisasi. Modernisme sebagai proses kemunculan industrialisme, kapitalisme, dan pengawasan yang mengacu kepada bentuk-bentuk kultural manusia yang terikat dengan modernisasi. Proses modernisasi tentu meniscayakan terjadinya perubahan sosial dan kebudayaan masyarakat, baik dari segi ekonomi, pembangunan, hingga kesehatan. Pada dunia kesehatan modern, proses perkembangannya sangat dipengaruhi oleh kemajuan teknologi. Hal demikian tergambar melalui seperangkat alat kesehatan canggih yang berbasiskan teknologi. Tak hanya itu, kesehatan modern pun mendemonstrasikan cara hidup sehat bagi masyarakat. Seperti anjuran untuk memakai alas kaki (sandal dan sepatu) agar terhindar dari pelbagai penyakit. Baca Juga Orkestrasi Penanganan Corona di Negeri Haha Hihi Anjuran tersebut tentu menuai kontroversi dan polemik bagi masyarakat khususnya adat Kajang yang memiliki kebiasaan tersendiri untuk tidak menggunakan alas kaki. Interelasi adat atau budaya Kajang dengan kesehatan modern sampai titik ini tampak kontradiktif. Dalam pandangan sosiologi budaya, masyarakat dan kebudayaan dalam perkembangannya tidak menutup kemungkinan suatu kebudayaan yang ada dalam suatu masyarakat akan mengalami perubahan ataupun reproduksi budaya (Ritzer, 2012). Dalam proses perubahan dan reproduksi budaya, tidak terlepas dari adanya berbagai faktor yang memengaruhinya. Adanya perubahan dan reproduksi budaya dalam suatu masyarakat akan berpengaruh juga terhadap perubahan kehidupan sosial dan budaya masyarakat yang terkait. Seperti halnya budaya masyarakat adat Kajang dan kesehatan modern yang keduanya membangun pola interelasi kontradiktif. Bourdieu, dalam sosiologi budayanya, menganalisis produksi dan reproduksi budaya. Dengan menggunakan konsep tentang habitus dan arena serta hubungan dialektis antara keduanya, ditemukan proses interelasi antara masyarakat adat Kajang dan kesehatan modern. Budaya Lokal dan ModernBeberapa jurnal penelitian dan artikel ilmiah lainnya menjadikan budaya lokal sebagai objek kajian. Namun, sebahagian hanya berhenti pada gambaran kebudayaan lokal. Hanya sedikit yang membahas tentang tantangan budaya lokal di tengah arus modernisasi, serta solusi demi keberlangsungan budaya lokal. Pada dasarnya, corak kehidupan modern memiliki dua makna. Meminjam sekaligus mengafirmasi perkataan Nurcholish Majid tentang modernisasi, di satu sisi gaya hidup modern lebih bermakna kepada westernisasi. Sementara, di sisi lain bermakna sikap modern yang lebih kepada cara berpikir dinamis. Prinsip Kamase-masea dalam budaya masyarakat adat Kajang terejawantahkan dalam bentuk sikap hidup bergelimang kesederhanaan dan lebih menjurus kepada penolakan terhadap budaya modernisasi yang kebarat-baratan. Akan tetapi, tetap bercorak modernisasi sebagai bentuk sikap berpikir yang dinamis. Baca Juga Kritik Ibnu Taymiyah terhadap Tasawuf Ibnu Arabi Salah satu contohnya adalah masyarakat adat Kajang masih tetap membuka diri terhadap masyarakat luar tanah adat yang sering mengunjungi kawasan tanah adat. Hal demikian menunjukkan bahwa masyarakat adat Kajang tetap menjunjung tinggi kekerabatan antarmanusia. Mempertahankan nilai-nilai budaya dan pola perilaku merupakan bentuk pelestarian budaya lokal yang sampai saat ini tak hentinya mendapat tekanan dan gangguan dari dunia luar. Tak dapat dipungkiri bahwa perkembangan budaya modern dan globalisasi yang dikemas dalam berbagai bentuk media komunikasi dan informasi juga turut memengaruhi turunnya apresiasi masyarakat terhadap eksistensi kebudayaan. Adanya proses urbanisasi dengan hadirnya masyarakat pendatang juga mengakibatkan hilangnya rasa kepemilikan terhadap nilai-nilai budaya yang dimiliki daerah tersebut. Para pendatang lebih bangga terhadap nilai-nilai budaya dari mana mereka berasal, dan berupaya untuk mengembangkan di tempat yang didatanginya. Sehingga, lambat laun kebudayaan pendatang tersebut kemungkinan bisa dapat lebih berkembang dibandingkan kebudayaan asli daerah setempat. Tak hanya masyarakat adat Kajang yang sampai hari ini mampu mempertahankan nilai-nilai budaya, beberapa masyarakat adat lainnya di Sulawesi Selatan juga melakukan hal yang sama. Namun, tak banyak yang mampu bertahan di atas gempuran kebudayaan modern. Oleh karenanya, kesadaran diri para generasi muda tentu menjadi syarat utama pelestarian budaya lokal di masa sekarang. Editor: Lely N
You're Reading a Free Preview PERUBAHAN SOSIAL BUDAYA MASYARAKAT KAJANG KECAMATAN BULUKUMPA KABUPATEN BULUKUMBA ASWAR WAHYU Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Makassar
Abstrak Aswar Wahyu. 2018.Perubahan Sosial Budaya Masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Fakultas Ilmu Sosial. Universitas Negeri Makassar. (Pembimbing I Dr.Ibrahim, S.Ag.,M.Pd dan Pembimbing II Hasni, S.Pd.,M.Pd). Penelitian ini bertujuan untuk (1) Mengetahui proses perubahan sosial budaya pada masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba, (2) Mengetahui faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat Kajang kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. (3) Mengetahui dampak perubahan sosisal budaya terhadap masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabaupaten Bulukumba, sehingga peneliti ikut berpartisipasi di lapangan dan melakukan observasi dan pengamatan serta mengkumpulkan data secara detail untuk mengetahui permasalahan yang terjadi di Kawasan Ammatoa Kajang Kabupaten Bulukumba.Hasil penelitian dapat diketahui bahwa: (1) Proses perubahan sosial budaya pada masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba dilihat dari Difusi, Akulturasi, Asimilasidan Akomodasi yang merupakan pengaruh dari proses perubahan sosial budaya, sehingga masyarakat mengalami perubahan sistem sosial yang menyangkut aspek kehidupan. (2) Faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Faktor penghambat masyarakat suku Kajang sangat terpengaruh dengan adanya dampak globalisasi yang dirasakan sehingga masyarakat ingin merasakan teknologi dan Faktor pendorong masyarakat suku Kajang secara tidak langsung mendorong ke arah masyarakatnya mengikuti gaya hidup saat ini, padahal masyarakat suku kajang hanya ingin memenuhi kebutuhan hidup bukan untuk bergaya dan menikmati sesaat. (3) dampak perubahan sosisal budaya terhadap masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba Dampak posistif masyarakat Ammatoa Kajang sangat menganjurkan generasinya untuk menuntut ilmu setinggi-tingginya supaya dapat mengetahui aktivitas diluar sana sehingga dapat bertahan dengan perubahan-perubahan yang terjadi seperti teknologi yang canggih dan Dampak negatif masyarakat Ammatoa Kajang terdampak negatif pada lingkungan dan adat istiadatnya dikarenakan suku Kajang tidak selamanya bermukim di Kajang dalam. PENDAHULUAN Setiap masyarakat manusia selama hidup pasti mengalami perubahan-perubahan.Perubahan mana dapat berupa perubahan yang tidak menarik dalam arti kurang mencolok. Ada pula perubahan-perubahan yang pengaruhnya terbatas maupun yang luas, serta ada pula perubahan-perubahan yang lambat sekali, akan tetapi ada juga yang berjalan dengan cepat. Perubahan- perubahan hanya akan dapat diketemukan oleh seseorang yang sempat meneliti susunan dan kehidupan suatu masyarakat pada suatu waktu dan membandingkannya dengan susunan dan kehidupan masyarakat tersebut pada waktu yang lampau. Seseorang yang tidak dapat menelaah susunan dan kehidupan masyarakat desa di indonesia misalnya, akan berpendapat bahwa masyarakat tersebut statis , tidak maju dan tidak berubah. Pernyataan demikian didasarkan pada pandangan sepintas yang tentu saja kurang mendalam dan kurang teliti.Karena tidak ada suatu masyarakat pun yang berhenti pada suatu titik tertentu sepanjang masa. Orang orang desa sudah mengenal perdagangan, alat-alat transportasi modern, bahkan dapat mengakui berita-berita menggenai daerah lain melalui radio, televisi, dan sebagainya yang kesemuanya belum dikenal sebelumnya.“Perubahan- perubahan masyarakat dapat mengenai nilai-nilai sosial, norma-norma sosial, pola-pola prilaku organisasi, susunan lembaga kemasyarakatan, lapisan-lapisan dalam masyarakat, kekuasaan dan wewenang, interaksi sosial dan lain sebagainya” 1 Karena luasnya bidang dimana mungkin terjadi perubahan- perubahan tersebut maka bilamana seseorang hendak membuat penelitian perlulah terlebih dahulu ditentukan secara tegas, perubahan apa yang dimaksudnya dasar penelitiannya mungkin tak akan jelas, apabila hal tersebut tidak dikemukakan terlebih dahulu. Hal ini sesuai dengan yang tercantum dalam undang-undang tentang sosial budaya pasal 33 ayat 1 yang berbunyi:“Bidang 1 Soerjono Soekanto, (1990), sosiologi suatu pengantar. Jakarta: Rajawali pers. sosial budaya merupakan unsur pelaksana teknis di bidang perencanaan pendidikan, agama, sosial, kebudayaan dan pariwisata, kesehatan, kesejahtraan rakyat dan kependudukan.” 2 Dengan diakuinya dinamika sebagai inti jiwa masyarakat banyak sosiolog modern yang mencurahkan perhatiannya pada masalah- masalah perubahan sosial dan kebudayaan dalam masyarakat. Perubahan dalam masyarakat memang telah ada sejak zaman dahulu. Namun dewasa ini perubahan- perubahan tersebut berjalan dengan sangat cepatnya, sehingga membingungkan manusia yang menghadapinya.Perubahan-perubahan sering berjalan secara konstan. Salah satu perubahan terkena dampak perubahan itu adalah masyarakat kultural dan kontroversial suku kajang dilihat dari pergeseran nilai sosial dan budayanya. Dikarenakan adanya masyarakat lapisan luar yang dinamakan kajang luar yang tdk lagi sepenuhynya memegang teguh nilai nilai sosial dan budayanya dari leluhur. Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka masalah yang akan diteliti dapat dirumuskan sebagai berikut: 1. Bagaimana proses perubahan sosial budaya pada masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba? 2. Bagaimana faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba? 3. Bagaimana dampak perubahan sosisal budaya terhadap masyarakatKajang 2 Undang-Undang RI Pasal 30 ayat 1 mengenai sosial budaya Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba? Sesuai dengan fokus masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Untuk mengetahui proses perubahan sosial budaya pada masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. 2. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan sosial budaya masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. 3. Untuk mengatahui dampak perubahan sosial budaya terhadap masyarakat Kajang Kecamatan Bulukumpa Kabupaten Bulukumba. Diharapkan penelitian ini memberikan manfaat sebagai berikut: 1. Sebagai acuan bagi peneliti sendiri, Utamanya dalam mengembangkan pengetahuan di bidang ilmu sosial yang menyangkut masalah perubahan sosial budaya masyarakat Kajang. 2. Sebagai bahan untuk pemerintah dalam pemberdayaan sosial budaya masyarakat Kajang Kabupaten Bulukumba. 3. Sebagai referensi yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan oleh peneliti selanjutnya TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA KONSEP A. Tinjauan Pustaka 1. Perubahan Sosial Budaya a. Pengertian Perubahan Sosial Budaya Perubahan Sosial dapat dikatakan sebagai perubahan yang terjadi didalam atau mencakup sistem sosial. Lebih tepatnya, terdapat perbedaan antara keadaan sistem tertentu dalam jangka waktu berlainan. Perubahan sosial adalah proses di mana terjadi perubahan struktur dan fungsi suatu sistem sosial. Perubahan tersebut terjadi sebagai akibat masuknya ide-ide pembaruan yang diadopsi oleh para anggota system sosial yang bersangkutan. Proses perubahan sosial biasa terdiri dari tiga tahap, yaitu : 1. Invensi, yakni proses dimana ide-ide baru diciptakan dan dikembangkan. 2. Difusi, yakni proses dimana ide-ide baru itu dikomunikasikan kedalam sistem sosial. Konsekuensi, yakni perubahan- perubahan yang terjadi dalam sistem sosial sebagai akibat pengadopsian atau penolakan inovasi. Sedangkan perubahan sosial budaya menurut Soerjono Soekanto adalah segala perubahan bagi lembaga kemasyarakatan didalam suatu masyarakat yang mempengaruhi sistem sosial. Perubahan budaya jauh lebih luas dari perubahan sosial,perubahan budaya banyak menyangkut aspek kehidupan aeperti kesenian, ilmu pengetahuan, teknologi, aturan aturan hidup berorganisasi dan fisafat. Persamaan antara perubahan sosial dan budaya keduanya berubungan dengan masalah penerimaan cara-cara baru atau suatu pe |