Bagaimana bentuk kolam yang paling baik digunakan sebagai kolam pemeliharaan larva

Larva adalah anak hewan avertebrata yang masih harus mengalami modifikasi menjadi lebih besar atau lebih kecil untuk mencapai bentuk dewasa. Menurut Lagler (1956), larva adalah organisme yang masih berbentuk primitif atau belum mem-punyai organ tubuh lengkap seperti induknya untuk menjadi bentuk definitif yaitu metamorfosa. Perkembangan stadia larva meliputi stadia pro-larva dan

stadia pasca larva. Stadia pro-larva merupakan tahap larva yang masih memiliki kuning telur, sedangkan stadia pasca larva merupakan tahap larva yang telah habis kuning telurnya dan masa penyempurnaan organ-organ tubuh yang ada. Akhir stadia ini ditandai dengan bentuk larva yang sama dengan induknya yang biasa disebut dengan juvenil atau benih ikan.

Larva ikan yang baru menetas memiliki kuning telur. Larva tersebut mengambil makanan dari kuning telur. Kuning telur akan habis setelah larva berumur 3 hari. Setelah kuning telur habis, larva mengambil makanan dari luar atau lingkungan hidupnya. Larva ikan yang dibudidayakan harus dilaku-kan pemeliharaan untuk mencapai stadia benih. Wadah yang dapat diguna-kan untuk melakudiguna-kan pemeliharaan larva ini bermacam-macam.

Wadah pemeliharaan larva ini antara lain dapat berupa bak atau kolam. Pada pemeliharaan di bak yang perlu diperhatikan adalah sanitasi wadah sebelum digunakan untuk pemeliharaan dengan cara wadah direndam meng-gunakan larutan Methilen Blue 100 ppm selama 24 jam, kemudian dikuras dan diisi air bersih. Sedangkan wadah yang menggunakan kolam, sebelum

diguna-kan harus disiapdiguna-kan terlebih dahulu. Persiapan kolam pemeliharaan larva/ pendederan meliputi perbaikan pematang, pengolahan dasar kolam, perbaikan pipa pemasukan dan pengeluaran, pemupukan, dan pe-ngapuran. Perbaikan pematang bertujuan untuk mencegah kebocoran kolam. Kebocoran kolam dapat di-akibatkan oleh binatang air seperti belut, ular, kepiting, dan lain-lain. Pematang yang bocor mengakibatkan air kolam tidak stabil dan benih ikan lolos keluar kolam. Perbaikan pe-matang yang bocor dilakukan dengan menyumbat bagian yang bocor meng-gunakan tanah atau ijuk.

Pengolahan dasar kolam dilakukan dengan mencangkul dasar kolam. Tujuan mengolah dasar kolam adalah untuk menguapkan gas beracun yang terdapat di dasar kolam. Tanah yang baru dicangkul diratakan. Setelah dasar kolam rata, lalu dibuat saluran di tengah kolam. Saluran ini disebut kemalir. Kemalir berfungsi untuk memudahkan pemanenan dan sebagai tempat berlindung benih ikan pada siang hari dan jika ada predator (pemangsa). Kemalir dibuat mulai dari pipa pemasukan air sampai pipa pe-ngeluaran air. Kemalir dibuat dengan ukuran lebar 0,5 meter dan kedalaman

0,3 meter.

Pipa pemasukan dan pengeluaran air dilengkapi saringan. Fungsi saringan pada pipa pemasukanan adalah untuk menghindari masuknya ikan liar atau sampah, sedangkan fungsi saringan pada pipa pengeluaran adalah untuk menghindari lolosnya benih ikan keluar kolam. Setelah melakukan pengolahan dasar kolam dan perbaikan pematang, kemudian dilakukan pengapuran.

Pengapuran bertujuan untuk mem- basmi bibit penyakit dan meningkatkan kadar pH tanah. Kapur ditebar merata di dasar kolam. Dosis kapur yang ditebar 10–50 gr/m2. Untuk kolam baru diperlukan 50– 150 kg kapur/m2. Kapur ditebarkan pada dasar kolam lalu dicampur dengan lapisan lumpur paling atas sedalam 5 cm. Seminggu kemudian lakukan pemupukan dengan 50–100 kg pupuk kandang/100 m2, TSP 0,25 kg/ 100 m2, dan urea 0,25 kg/100 m2. Semprot kolam dengan menggunakan pestisida golongan organophosphat seperti Sumithion, Argothion, dan Diazinon dengan konsentrasi 3–4 ppm. Kolam sudah dapat diairi 5– 7 hari setelah semua rangkaian kegiatan tersebut di atas dilakukan.

Kolam yang telah di pupuk dan dikapur segera ditutup pipa pengeluaran air. Selanjut- nya pipa pemasukan air di buka. Setelah ketinggian air 20–30 cm, tutup pipa pemasukan air. Biarkan kolam selama

5–7 hari. Hari ke-8 benih ikan dapat di tebar ke kolam untuk didederkan.

Setelah dipastikan hampir semua telur menetas, kakaban diangkat untuk menghindari penurunan kualitas air akibat adanya pembusukan dari telur-telur yang tidak menetas. Di samping itu juga dilakukan pergantian air bak penetasan dengan membuang air sampai ¾ bagian volume air dan kemudian diisi kembali dengan air yang baru. Larva ikan lele yang baru menetas akan berwarna hijau dan berkumpul di dasar bak penetasan di bagian yang gelap. Ukuran larva lebih kurang 5–7 mm dengan berat 1,2–3 mg. Setelah berumur 2 hari, larva mulai bergerak dan menyebar ke seluruh bak penetasan. Sampai umur 3 hari larva tidak perlu diberi pakan tambahan, karena masih memanfaatkan cadangan makanan yang dibawa di dalam tubuhnya, yakni yang dikenal dengan

”kuning telur”. Larva ikan lele dumbo

baru diberikan pakan tambahan setelah berumur 4 hari dengan memberikan

emulsi kuning telur ayam. Pemberian pakan tersebut sampai umur 5 hari. Setelah menginjak umur 6 hari, larva diberi pakan alami (makanan hidup) yang berukuran kecil, seperti kutu air (daphnia sp) atau cacing sutera (tubifex). Pakan buatan kurang baik diberikan karena jika tidak habis akan membusuk sehingga menurunkan kualitas air pada bak pemeliharaan. Pakan alami diberikan 3 kali sehari, pagi, siang dan sore hari atau sesuai dengan kebutuhan.

Faktor lain yang perlu diperhatikan selama pemeliharaan benih atau larva adalah kualitas air. Pergantian air dilakukan setiap 2–3 hari sekali atau tergantung dari kebutuhan. Jumlah air yang diganti sebanyak 50–70 % dengan cara menyipon (mengeluarkan air secara selektif dengan selang) sambil membuang kotoran yang mengendap pada dasar bak pemeliharaan larva. Selang yang digunakan adalah selang plastik yang lentur dan biasa digunakan sebagai selang air.

Setelah benih lele berumur 2–3 minggu dan mencapai ukuran 0,5–2 cm, benih sudah siap untuk dipanen. Agar benih lele tidak mengalami stres, pemanenan dilakukan pada pagi atau

sore hari saat suhu rendah. Cara memanennya adalah air dalam bak disurutkan secara perlahan, selanjutnya benih ditangkap secara hati-hati menggunakan seser (serokan) halus. Benih dapat langsung dipasarkan (dijual) langsung kepada pembeli atau didederkan pada kolam pendederan.

Larva yang akan didederkan sebaiknya jangan ditebarkan langsung ke dalam kolam namun terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi untuk meng-hindarkan perubahan suhu ekstrim antara suhu kolam dengan suhu air pada wadah pengangkutan. Padat pe-nebaran larva 10.000–15.000 ekor/m2. Selama masa pendederan (28–30 hari) pemupukan ulang perlu dilakukan untuk menjamin tersedianya makanan alami yang cukup. Pemupukan dapat dilaku-kan 1–2 kali seminggu, menggunadilaku-kan pupuk kandang (25 kg kotoran sapi atau 3 kg kotoran ayam/100 m2).

Pada saat pemeliharaan dapat diberi makanan tambahan berupa makanan halus seperti bekatul, konsentrat, atau pakan buatan bentuk tepung. Pengelolaan kualitas air dapat dilakukan berupa pengontrolan sistem pemasukan air agar tetap mengalir untuk mempertahankan tinggi air di kolam serta menjamin difusi oksigen terlarut ke

dalam kolam. Sedangkan pengendalian hama penyakit dapat dilakukan dengan cara mencegah hama atau hewan liar masuk ke kolam seperti: membersihkan lingkungan sekitar kolam, memasang saringan pada pipa inlet, memasang pagar sekeliling kolam, memasang lampu perangkap, dan lain sebagainya.

Pendederan adalah pemeliharaan benih lele dumbo yang berasal dari hasil pembenihan sehingga mencapai ukuran tertentu. Pendederan dilakukan dalam dua tahap, yakni pendederan pertama dan pendederan kedua. Pada pen-dederan pertama, benih lele dumbo yang dipelihara adalah benih yang berasal dari pembenihan yang berukuran 1–3 cm. Benih ini dipeliharan selama 12–15 hari sehingga saat panen akan diperoleh lele dumbo berukuran kurang lebih 5–6 cm perekornya. Pada pendederan ke dua, benih yang dipelihara berasal dari hasil pendederan pertama. Pemeliharaan dilakukan selama 12–15 hari sehingga diperoleh benih lele dumbo berukuran 8–12 cm perekornya. Pendederan ini dapat dilakukan di kolam tanah atau kolam tembok.

Penebaran benih dilakukan setelah 6 hari dari pemupukan atau saat pakan alami telah tersedia. Penebaran benih

dilakukan pada pagi atau sore hari dengan kepadatan 200–300 ekor/m2

berukuran 1–3 cm per ekornya. Penebaran harus dilakukan dengan hati-hati agar benih lele dumbo tidak mengalami stres. Benih yang akan didederkan sebaiknya jangan ditebar langsung ke kolam namun terlebih dahulu dilakukan aklimatisasi untuk menghindari perubahan suhu yang mencolok antara suhu air kolam dan suhu air pada wadah pengangkutan. Cara penebaran untuk proses adaptasi (aklimatisasi) benih lele dumbo cukup mudah. Benih lele dumbo yang masih berada di dalam wadah pengangkutan dibiarkan terapung-apung di atas permukaan air selama 5 menit. Selanjutnya ditambahkan air dari kolam ke wadah pengangkutan sedikit demi sedikit. Dengan cara ini diharapkan kualitas air yang ada di dalam wadah pengangkutan tersebut akan sama dengan yang ada di kolam.

Kegiatan pemeliharaan benih merupakan kegiatan inti dari pen-dederan. Selama pemeliharaan, benih harus diberi pakan tambahan. Pakan tambahan berupa tepung pelet sebanyak 3–5 % dari jumlah total benih yang dipelihara. Pakan diberikan 3–4 kali sehari. Agar pemberian pakan lebih efektif, sebaiknya pemberian pakan

disebarkan merata pada kolam pendederan.

Untuk memperkecil mortalitas atau kehilangan benih, selama pemeliharaan harus dilakukan pengontrolan terhadap serangan hama dan penyakit. Hama yang menyerang benih lele berupa belut, ular, dan ikan gabus. Tindakan pen-cegahan penyakit cukup dengan menjaga kualitas dan kuatitas air kolam, yakni dengan menghindarkan pemberian pakan yang berlebihan. Karena pakan yang berlebihan akan menumpuk di dasar kolam dan bisa membusuk yang akhirnya menjadi salah satu sumber penyakit. Pada ikan nila pemeliharaan larva dan benih ikan dapat dilakukan pada wadah pemeliharaan larva antara lain akuarium, fibre glass, bak, dan sebagainya. Sebelum larva dimasuk-kan, wadah pemeliharaan larva terlebih dahulu dibersihkan dan dilakukan sanitasi. Sanitasi dapat menggunakan malachyte green atau methalyn blue 10 ppm dengan cara dibilas keseluruh permukaan wadah.

Pemeliharaan larva dilakukan selama 6–8 hari, larva berumur 3 hari sudah dapat berenang di dasar wadah pemeliharaan. Sedangkan larva umur 5 hari sudah dapat berenang di-permukaan air. Pemeliharaan larva

meliputi pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air. Selama pemeliharaan, larva dapat diberi pakan berupa pakan alami, tepung ikan, dedak halus, dan sebagainya. Pakan yang diberikan harus lebih kecil dari bukaan mulut larva dan jumlah pakan. Ukuran butiran pakan harus lebih kecil dari bukaan mulut larva. Demikian pula jumlah pakan harus sesuai dengan jumlah larva. Pakan yang tersisa di wadah pemeliharaan dapat meng-akibatkan kualitas air kurang baik. Oleh sebab itu, setiap hari dilakukan penyiponan terhadap kotoran atau sisa pakan. Air harus terus-menerus mengalir di wadah. Selain itu, sebaiknya diberi aerasi pada wadah pemeliharaan larva.

Benih yang telah berumur 7–8 hari ditebar di kolam pendederan. Diharap-kan pada saat penebaran paDiharap-kan alami sudah tersedia di kolam. Padat penebaran benih ikan nila sebanyak 75–100 ekor/m2. Benih dari wadah pemeliharaan larva ditangkap meng-gunakan seser halus. Larva yang tertangkap tersebut ditampung di wadah. Selanjutnya benih tersebut ditebar di kolam. Sebelum ditebar terlebih dahulu di lakukan aklimatisasi dengan cara wadah yang berisi larva dimasukkan ke dalam air kolam. Jika

suhu air wadah penampungan larva lebih rendah dari suhu air kolam maka air kolam dimasukkan sedikit demi sedikit ke wadah penampungan sampai suhu kedua air tersebut sama. Selanjutnya larva ditebar dengan cara memiringkan wadah penampungan larva sehingga larva dapat keluar dengan sendirinya berenang ke kolam. Penebaran larva sebaiknya dilakukan pagi atau sore hari pada saat suhu udara rendah.

Pendederan dilakukan selama 3–4 minggu. Pada umur tersebut benih ikan sudah mencapai ukuran 3–5 cm. Selama pendederan benih ikan selain mendapatkan makanan alami di kolam juga diberi pakan tambahan yang halus seperti dedak. Pakan tambahan tersebut ditebar di sepanjang kolam. Frekuensi pemberian pakan sebanyak 2–3 kali perhari. Kandungan protein pakan benih ikan sebesar ≥ 30 %. Jumlah pakan yang diberikan 10 % dari biomasa.

Kualitas air sangat penting di-perhatikan dalam kegiatan pendederan. Suhu yang baik untuk pendederan ikan nila 28–30° C. Sedangkan oksigen terlarut sebesar 6–8 ppm. Pertumbuhan ikan mulai terganggu pada suhu ≤ 18° C dan ≥ 30° C. Pada suhu optimum,

pertumbuhan ikan normal. Suhu air sangat berpengaruh pada laju metabolisme ikan. Perubahan temperatur yang terlalu drastis dapat menimbulkan gangguan fisiologis ikan yang dapat menyebabkan ikan stres.

Pencegahan hama dan penyakit pada kegiatan pendederan sangat perlu dilakukan. Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan pengeringan dan pengapuran dasar kolam serta per-gantian air kolam, membuat saringan air sebelum air masuk ke kolam. Hama yang sering menyerang benih ikan nila adalah belut, ular, burung, ikan gabus, dan ikan lele. Penyakit yang menyerang terutama penyakit parasitik seperti

Ichthyophthirius multifilis yang

meng-akibatkan bintik putih dipermukaan tubuh ikan dan mengakibatkan kematian masal. Pencegahan penyakit ini dilakukan dengan menambahkan garam dapur di kolam media pen-dederan sebanyak 200 gr/m3. Pemeliharaan benih pada ikan patin meliputi pemberian pakan, pengelolaan kualitas air, serta pengendalian/hama penyakit ikan. Pemberian pakan yang perlu diperhatikan adalah jenis pakan, kadar protein, jumlah ukuran, dan frekuensi pemberian pakan. Pemberian pakan benih ikan patin yang dipelihara secara intensif dapat diberikan jenis

cacing tubifex, daphnia, rotifera, dan lain-lain. Pemberian pakan benih ikan harus disesuaikan ukuran benih ikan dengan ukuran pakan. Pakan yang diberikan untuk benih ikan sesuai dengan bukaan mulut benih ikan. Pakan yang diberikan harus lebih kecil dengan bukaan mulut ikan.

Pengelolaan kualitas air mutlak perlu diperlukan karena benih patin sangat peka terhadap perubahan lingkungan khususnya kualitas air. Pada pemeliharaan benih ikan patin secara intensif yang dilakukan di bak atau akuarium perlu dilakukan pembersihan kotoran dan penggantian air di wadah pemeliharaan. Pembersihan wadah dilakukan dengan menyipon kotoran dan sisa makanan menggunakan selang. Pada saat menyipon harus dilakukan dengan hati-hati agar benih ikan tidak ikut keluar. Penyiponan dapat juga dilakukan juga sekaligus dengan penggantian air. Air yang dikeluarkan pada saat penyiponan segera diganti dengan air bersih. Air yang dikeluarkan sebanyak 25–50%. Sehingga air yang diganti sebanyak air yang dikeluarkan. Hal yang perlu diperhatikan pada saat penggantian air adalah suhu air. Suhu air yang akan dimasukkan ke dalam wadah pemeliharan. Selain itu air baru yang akan dimasukkan sebaiknya telah

diendapkan terlebih dahulu.

Pengendalian hama dan penyakit benih ikan patin lebih ditekankan pada pencegahan. Pencegahan dapat di-lakukan dengan sanitasi lingkungan seperti wadah dan air. Demikian juga air yang akan digunakan sebaiknya disanitasi dengan menggunakan methylen blue, malachyte green, kalium permanganat, dan sebagainya. Wadah yang akan digunakan sebaiknya terlebih dahulu dibersihkan menggunakan deterjen. Hama dan penyakit ikan timbul disebabkan oleh kondisi lingkungan, kondisi benih ikan dan bibit penyakit. Ketiga bibit penyakit tersebut menjadi suatu sistem sehingga benih ikan terserang penyakit. Kondisi lingkungan yang kotor menyebabkan benih ikan lemah, kurang nafsu makan. Pada kondisi tersebut benih ikan mudah terserang bibit penyakit. Parasit/ penyebab penyakit sering menyerang bibit benih ikan patin adalah

Ichthyopthirius mulitifilis atau white

spot, gyrodactius sp, dactilogyrus sp,

aeromonas sp , dan sebagainya. Ichthyopthirius sp sering menyerang

pada bagian sisik dan sirip benih ikan. Benih ikan yang terserang penyakit ich biasanya menggosok-gosokkan bagian tubuhnya ke dinding atau dasar wadah.

Pemeliharan benih ikan patin dilakukan secara intensif di bak, akuarium, fiberglass, dan dapat juga dilakukan dipeliharaan di kolam. Jika pemeliharan benih ikan patin di kolam harus dilakukan persiapan. Persiapan tersebut meliputi pengolahan dasar kolam, pemupukan dan pengapuran, pembuatan kamalir, perbaikan saluran, dan sebagainya. Pengolahan dasar kolam berfungsi untuk mengoksidasi gas beracun yang terdapat di dasar kolam.

Pengolahan dasar kolam meliputi pencangkul tanah dasar kolam. Selanjutnya dilakukan pemerataan dasar kolam. Pemupukan bertujuan untuk menumbuhkan pakan alami di kolam. Pakan alami ini diharapkan menjadi pakan utama bagi benih ikan. Pupuk ditebar merata di dasar kolam. Dosis pupuk yang ditebar sebanyak 0,3–0,5 kg/m2. Selanjutnya kolam diisi dengan air setinggi 40 cm. Pakan alami akan mencapai puncaknya setelah 10–14 hari dari pemupukan. Pada hari ke 10 air kolam dinaikkan menjadi 50–70 cm. Selanjutnya, benih ikan dapat dilepas ke kolam. Pelepasan benih sebaiknya dilakukan sore hari agar suhu air kolam sudah menurun. Pelepasan benih ikan menggunakan metode aklimatisasi. Demikian juga untuk

pelepasan benih ikan patin ini juga menggunakan metode aklimatisasi. Metode aklimatisasi adalah suatu cara memberikan kesempatan kepada ikan untuk menyesuaikan diri terhadap lingkungan baru. Lingkungan baru tersebut adalah suhu, pH, dan salinitas. Suhumerupakan ”Controling factor” yaitu apabila suhu air berubah maka faktor yang lain akan berubah. Sedangkan pH termasuk ”Masking

factor” yaitu sebagai faktor pengendali

perubahan kimia dalam air. Ikan mempunyai alat dan cara untuk beradaptasi terhadap lingkungannya. Alat-alat tersebut akan dipergunakan pada saat sedang mengadakan proses osmoregulasi. Alat-alat tersebut antara lain kulit, insang, dan ginjal. Namun demikian ikan mempunyai batas toleransi terhadap perubahan lingkungannya. Begitu juga ikan mempunyai batas toleransi terhadap perubahan lingkungannya. Sebagai contoh ikan hanya mampu mentolerir perubahan suhu hanya ± 5° C, perubahan ini mampu ditolerir 0,5° C permenit. Betapa pentingnya kehati-hatian saat pelepasan benih ikan patin.

Padat penebaran sangat tergantung kepada ”Caryng Capacity” kolam tersebut dan sifat serta ukuran ikan.

Caryng capacity bisa diartikan daya

dukung kolam yang menyangkut kelimpahan pakan alami, ketersediaan oksigen serta minimalnya faktor penggangu hidupnya ikan. Caryng

capacity bisa dihitung, contoh: ada

beberapa juta sel per ml kelimpahan planktonnya, ada berapa ppm kandungan oksigennya, atau berapa kapasitas oksigen per volume kolam tersebut. Kemudian dengan meng-gunakan metode sampling ada berapa juta sel plankton yang terdapat dalam perut ikan dan berapa laju kecepatan respirasi ikan tersebut dalam menyerap oksigen.

Hal ini bisa digunakan rumus

Schroeder (1975), respirasi ikan pada

suhu 20–30° C.

Y = 0.001 W0,82

Y = Konsumsi O2/ikan (gr)/jam W = Berat ikan R= 0.99

Dengan membandingkan caryng

capacity dengan jumlah plankton isi

perut ikan dan laju respirasi ikan maka padat penebaran bisa dicari. Secara singkat caryng capacity biasanya telah diketemukan berdasarkan pengalaman atas beberapa kali pendederan ikan atau pemeliharaan ikan pada kolam tersebut. Contoh kolam A seluas 200 m2

menghasilkan ikan 300 kg.

Dalam pemeliharaan benih ikan patin harus dilakukan pemberian pakan. Menurut beberapa penelitian bahwa pendekatan jumlah pakan yang diberikan per hari adalah 3% dari total bobot ikan. Frekuensi pemberian pakannya 3 kali yaitu pagi, siang dan sore hari dengan jumlah yang sama. Tetapi kondisi permintaan pakan akan berubah-ubah tergantung suhu air. Apabila cuaca cerah, matahari bersinar terang maka suhu air akan naik segala proses/metabolisme dipercepat. Barangkali apabila kondisi demikian frekuensi pemberian pakan akan lebih dari 2 kali. Tetapi apabila cuaca mendung, matahari tidak bersinar otomatis suhu akan menurun, kondisi ini dibarengi dengan fotosintesis plankton terhambat. Sehingga produksi oksigen menurun sebagai akibat nafsu makan ikan menurun permintaan ikan akan pakan juga menurun. Ada suatu teori bahwa untuk mengatasi ikan ke-kurangan oksigen di samping melaku-kan aerasi air, diusahamelaku-kan imelaku-kan selalu berenang dipermukaan air. Hal ini terjadi apabila ikan dipuasakan.

Pakan yang diberikan selama pendederan benih ikan patin adalah campuran tepung pelet dengan bekatul

dengan perbandingan 1 : 2. Tetapi sebenarnya jenis ikan ini sangat menyukai pakan alami. Jika kombinasi kedua jenis pakan yaitu pakan buatan dan pakan alami diberikan bersama adalah sangat baik, karena unsur gizinya saling melengkapi. Dari hari ke hari ikan hidup itu tumbuh, baik bertambah panjang maupun bertambah berat. Begitu pula dari hari ke hari populasi ikan semakin berkurang ada beberapa ikan yang mati. Atas dasar kejadian ini maka untuk menetukan jumlah pakan pada hari-hari berikutnya perlu diadakan sampling ikan (Gambar

4.26). Jika total bobot ikan diketahui

maka jumlah pakan yang dibutuhkan dapat dihitung. Konversi/efesiensi pakan akan dapat dihitung apabila jumlah pakan yang diberikan serta bobot total ikan diketahui. Untuk itu pendataan hal ini perlu ketekunan.

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA