Asam amino dapat bersifat asam dan dapat bersifat basa karena memiliki gugus fungsi

Sepasang kembar dilahirkan. Seorang lelaki dan seorang lagi perempuan. Pernyataan yang manakah adalah BENAR mengenai campuran genetik mereka?.

Mekanisme antibodi yang menghambat dan menghilangkan racun pada sel yang memberikan efek patologi adalah.

Jelaskan mekanisme kerjasama antioksidan dari dalam dan luar tubuh?.

fungsi peredaran darah yang tidak ada di serangga ​

contoh kasus infeksi nosokomial​

Tuliskan rumus alkohol atau asam laktat yang dihasilkan dari proses fermentasi tapai ketan

tahi kuping besi zat-zat mematikan dan juga zat perekat pada sharkan bahan penyusun salah satu fungsi tahi kuping yang benar adalah a mencegah masukny … a air kedalam telinga B mencegah kelancarannya masuk suara C mencegah infeksi mikroorganisme D mencegah kesehatan gendang telinga yang mengurangi tingkat kebisingan​

Sebutkan pusat-pusat produksi tanaman di Indonesia berdasarkan agroklimatologi?​

Perhatikan gambar melintang akar berikut! X Bagian yang ditunjuk oleh huruf X berfungsi untuk memperlancar proses.... A.penguapan air b. penyerapan ai … r dan unsur hara c.penyimpanan cadangan makanand.pengangkutan garam-garam mineral​

20. Pernyataan terkait dengan siklus hidup cacing penyebab filariasis adalah .... (A) makrofilaria hidup dalam pembuluh limfa (B) mikrofilaria stadium … satu terdapat dalam lambung nyamuk (C) mikrofilaria tahap dua terdapat dalam toraks nyamuk (D) mikrofilaria tahap tiga terdapat dalam kelenjar ludah nyamuk (E) reproduksi makrofilaria terdapat pada sel darah tepi

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam susunan larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino dapat menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk kelompokan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bentuk asam amino

Bentuk asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bentuk asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dikata juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tsb dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tsb merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan sesuai sifat kimia rantai samping tsb menjadi empat kelompokan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang diproduksi eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak berisi asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk cairan. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul cairan dipercakapkan dikata dalam susunan residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam susunan tidak terion (kiri) dan dalam susunan zwitter-ion.

Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dikata titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tsb dipercakapkan bermodel zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bentuk kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Banyakan asam amino lepas sama sekali berada dalam susunan zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral. Karena mempunyai muatan negatif dan positif, asam amino dapat mengalami reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bentuk kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Kelompokan ini memiliki cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dikata esensial bagi suatu spesies organisme apabila spesies tsb memerlukannya tetapi tidak dapat menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, spesies itu harus memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya bagi organisme heterotrof.

Bagi manusia, berada delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang harus dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dikata sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia matang sehat dapat memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan untuk kebutuhan pengobatan.

Lihat juga

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Pranala luar

  • (Inggris)Situs ini berisi biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 2

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam susunan larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino dapat menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk kelompokan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bentuk asam amino

Bentuk asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bentuk asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dikata juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tsb dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tsb merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan sesuai sifat kimia rantai samping tsb menjadi empat kelompokan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang diproduksi eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak berisi asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk cairan. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul cairan dipercakapkan dikata dalam susunan residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam susunan tidak terion (kiri) dan dalam susunan zwitter-ion.

Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dikata titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tsb dipercakapkan bermodel zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bentuk kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Banyakan asam amino lepas sama sekali berada dalam susunan zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral. Karena mempunyai muatan negatif dan positif, asam amino dapat mengalami reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bentuk kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Kelompokan ini memiliki cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dikata esensial bagi suatu spesies organisme apabila spesies tsb memerlukannya tetapi tidak dapat menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, spesies itu harus memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya bagi organisme heterotrof.

Bagi manusia, berada delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang harus dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dikata sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia matang sehat dapat memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan untuk kebutuhan pengobatan.

Lihat juga

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Pranala luar

  • (Inggris)Situs ini berisi biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 3

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam susunan larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino dapat menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk kelompokan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bentuk asam amino

Bentuk asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bentuk asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dikata juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tsb dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tsb merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan sesuai sifat kimia rantai samping tsb menjadi empat kelompokan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang diproduksi eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak berisi asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk cairan. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul cairan dipercakapkan dikata dalam susunan residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam susunan tidak terion (kiri) dan dalam susunan zwitter-ion.

Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dikata titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tsb dipercakapkan bermodel zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bentuk kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Banyakan asam amino lepas sama sekali berada dalam susunan zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral. Karena mempunyai muatan negatif dan positif, asam amino dapat mengalami reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bentuk kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Kelompokan ini memiliki cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dikata esensial bagi suatu spesies organisme apabila spesies tsb memerlukannya tetapi tidak dapat menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, spesies itu harus memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya bagi organisme heterotrof.

Bagi manusia, berada delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang harus dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dikata sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia matang sehat dapat memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan untuk kebutuhan pengobatan.

Lihat juga

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Pranala luar

  • (Inggris)Situs ini berisi biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 4

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang memiliki gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam susunan larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino dapat menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk kelompokan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bentuk asam amino

Bentuk asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bentuk asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dikata juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tsb dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tsb merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan sesuai sifat kimia rantai samping tsb menjadi empat kelompokan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik jika polar, dan hidrofobik jika nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang berbeda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Cara sederhana untuk mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Jika searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Jika urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang diproduksi eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak berisi asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk cairan. Oleh sebab itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul cairan dipercakapkan dikata dalam susunan residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam susunan tidak terion (kiri) dan dalam susunan zwitter-ion.

Karena asam amino memiliki gugus aktif amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat dianggap sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dikata titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tsb dipercakapkan bermodel zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bentuk kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Banyakan asam amino lepas sama sekali berada dalam susunan zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang dekat netral. Karena mempunyai muatan negatif dan positif, asam amino dapat mengalami reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bentuk kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Kelompokan ini memiliki cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sejumlah senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dikata esensial bagi suatu spesies organisme apabila spesies tsb memerlukannya tetapi tidak dapat menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Untuk memenuhi kebutuhan ini, spesies itu harus memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya bagi organisme heterotrof.

Bagi manusia, berada delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang harus dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dikata sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia matang sehat dapat memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan untuk kebutuhan pengobatan.

Lihat juga

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Pranala luar

  • (Inggris)Situs ini berisi biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 5

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat adalah salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan adalah sebuah asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat adalah pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat adalah nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan adalah nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial adalah nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat adalah hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, disertai dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium adalah logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat adalah gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, adalah enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat adalah produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama adalah cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida adalah bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida adalah metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila dimohon kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya harus dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Konsentrasi
berdasar beratMolaritasKlasifikasiFrase-R
10%–25%1.67–4.16 mol/LIritan (Xi)R36/38
25%–90%4.16–14.99 mol/LKorosif (C)R34
>90%>14.99 mol/LKorosif (C)R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat adalah berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 6

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] yaitu senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) yaitu cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat yaitu salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan yaitu suatu asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi beberapa menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat yaitu pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat yaitu nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan yaitu nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini yaitu asam etanoat. Asam asetat glasial yaitu nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat yaitu AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat yaitu hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, suatu sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang diterapkan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya yaitu dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk awal mulanya. Reaksi kimia yang diterapkan yaitu klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat yaitu asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya yaitu asetat (CH3COO−). Suatu larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair yaitu pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal yaitu reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian yaitu kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium yaitu logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat yaitu pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat yaitu gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, yaitu enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), yaitu zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat yaitu produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar yaitu Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya yaitu Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama yaitu cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida yaitu bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut yaitu perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida yaitu metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi kebanyakan sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila diminta kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya yaitu etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Beberapa agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya mesti dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat yaitu senyawa korosif

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% mesti ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat yaitu berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Pustaka

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 7

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] yaitu senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) yaitu cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat yaitu salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan yaitu suatu asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi beberapa menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat yaitu pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat yaitu nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan yaitu nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini yaitu asam etanoat. Asam asetat glasial yaitu nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat yaitu AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat yaitu hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, suatu sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang diterapkan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya yaitu dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk awal mulanya. Reaksi kimia yang diterapkan yaitu klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat yaitu asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya yaitu asetat (CH3COO−). Suatu larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair yaitu pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal yaitu reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian yaitu kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium yaitu logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat yaitu pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat yaitu gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, yaitu enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), yaitu zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat yaitu produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar yaitu Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya yaitu Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama yaitu cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida yaitu bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut yaitu perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida yaitu metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi kebanyakan sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila diminta kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya yaitu etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Beberapa agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya mesti dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat yaitu senyawa korosif

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% mesti ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat yaitu berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Pustaka

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 8

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat adalah salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan adalah sebuah asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat adalah pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat adalah nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan adalah nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial adalah nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat adalah hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, disertai dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium adalah logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat adalah gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, adalah enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat adalah produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama adalah cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida adalah bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida adalah metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila dimohon kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya harus dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Konsentrasi
berdasar beratMolaritasKlasifikasiFrase-R
10%–25%1.67–4.16 mol/LIritan (Xi)R36/38
25%–90%4.16–14.99 mol/LKorosif (C)R34
>90%>14.99 mol/LKorosif (C)R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat adalah berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 9

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang benar gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bangun-bangun larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino bisa menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bangun asam amino

Bangun asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bangun asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dinamakan juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan berlandaskan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat himpunan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik bila polar, dan hidrofobik bila nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang beda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Aktivitas sederhana sebagai mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Bila searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Bila urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh karena itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dituturkan dinamakan dalam bangun-bangun residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam bangun-bangun tak terion (kiri) dan dalam bangun-bangun zwitter-ion.

Karena asam amino benar gugus giat amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat diasumsikan sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dinamakan titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tersebut dituturkan berwujud zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bangun kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino tidak terikat berada dalam bangun-bangun zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang tidak jauh netral. Karena benar muatan negatif dan positif, asam amino dapat merasakan reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bangun kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Himpunan ini benar cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sebanyak senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dinamakan esensial untuk suatu spesies organisme apabila spesies tersebut memerlukannya tapi tak bisa menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Sebagai memenuhi kebutuhan ini, spesies itu mesti memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya untuk organisme heterotrof.

Untuk manusia, telah tersedia delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang mesti dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dinamakan sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia dewasa sehat bisa memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan sebagai kebutuhan pengobatan.

Lihat pula

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Tautan luar

  • (Inggris)Situs ini memuat biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 10

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang benar gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bangun-bangun larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino bisa menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bangun asam amino

Bangun asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bangun asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dinamakan juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan berlandaskan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat himpunan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik bila polar, dan hidrofobik bila nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang beda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Aktivitas sederhana sebagai mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Bila searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Bila urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh karena itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang sudah melepaskan molekul air dituturkan dinamakan dalam bangun-bangun residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam bangun-bangun tak terion (kiri) dan dalam bangun-bangun zwitter-ion.

Karena asam amino benar gugus giat amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat diasumsikan sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dinamakan titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tersebut dituturkan berwujud zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bangun kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino tidak terikat berada dalam bangun-bangun zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang tidak jauh netral. Karena benar muatan negatif dan positif, asam amino dapat merasakan reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bangun kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Himpunan ini benar cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sebanyak senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dinamakan esensial untuk suatu spesies organisme apabila spesies tersebut memerlukannya tapi tak bisa menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Sebagai memenuhi kebutuhan ini, spesies itu mesti memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya untuk organisme heterotrof.

Untuk manusia, telah tersedia delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang mesti dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dinamakan sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia dewasa sehat bisa memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan sebagai kebutuhan pengobatan.

Lihat pula

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Tautan luar

  • (Inggris)Situs ini memuat biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 11

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang benar gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bangun-bangun larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino bisa menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bangun asam amino

Bangun asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bangun asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dinamakan juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan berlandaskan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat himpunan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik bila polar, dan hidrofobik bila nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang beda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Aktivitas sederhana sebagai mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Bila searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Bila urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh karena itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang sudah melepaskan molekul air dituturkan dinamakan dalam bangun-bangun residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam bangun-bangun tak terion (kiri) dan dalam bangun-bangun zwitter-ion.

Karena asam amino benar gugus giat amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat diasumsikan sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dinamakan titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tersebut dituturkan berwujud zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bangun kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino tidak terikat berada dalam bangun-bangun zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang tidak jauh netral. Karena benar muatan negatif dan positif, asam amino dapat merasakan reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bangun kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Himpunan ini benar cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sebanyak senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dinamakan esensial untuk suatu spesies organisme apabila spesies tersebut memerlukannya tapi tak bisa menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Sebagai memenuhi kebutuhan ini, spesies itu mesti memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya untuk organisme heterotrof.

Untuk manusia, telah tersedia delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang mesti dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dinamakan sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia dewasa sehat bisa memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan sebagai kebutuhan pengobatan.

Lihat pula

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Tautan luar

  • (Inggris)Situs ini memuat biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 12

Asam amino adalah sembarang senyawa organik yang benar gugus fungsional karboksil (-COOH) dan amina (biasanya -NH2). Dalam biokimia seringkali pengertiannya dipersempit: keduanya terikat pada satu atom karbon (C) yang sama (disebut atom C "alfa" atau α). Gugus karboksil memberikan sifat asam dan gugus amina memberikan sifat basa. Dalam bangun-bangun larutan, asam amino bersifat amfoterik: cenderung menjadi asam pada larutan basa dan menjadi basa pada larutan asam. Perilaku ini terjadi karena asam amino bisa menjadi zwitter-ion. Asam amino termasuk golongan senyawa yang paling banyak dipelajari karena salah satu fungsinya sangat penting dalam organisme, yaitu sebagai penyusun protein.

Bangun asam amino

Bangun asam α-amino, dengan gugus amina di sebelah kiri dan gugus karboksil di sebelah kanan.

Bangun asam amino secara umum adalah satu atom C yang mengikat empat gugus: gugus amina (NH2), gugus karboksil (COOH), atom hidrogen (H), dan satu gugus sisa (R, dari residue) atau dinamakan juga gugus atau rantai samping yang membedakan satu asam amino dengan asam amino lainnya.

Atom C pusat tersebut dinamai atom Cα ("C-alfa") sesuai dengan penamaan senyawa bergugus karboksil, yaitu atom C yang berikatan langsung dengan gugus karboksil. Oleh karena gugus amina juga terikat pada atom Cα ini, senyawa tersebut merupakan asam α-amino.

Asam amino biasanya diklasifikasikan berlandaskan sifat kimia rantai samping tersebut menjadi empat himpunan. Rantai samping dapat membuat asam amino bersifat asam lemah, basa lemah, hidrofilik bila polar, dan hidrofobik bila nonpolar.

Isomerisme pada asam amino

Dua model molekul isomer optis asam amino alanina

Karena atom C pusat mengikat empat gugus yang beda, maka asam amino—kecuali glisina—memiliki isomer optik: l dan d. Aktivitas sederhana sebagai mengidentifikasi isomeri ini dari cerminan dua dimensi adalah dengan "mendorong" atom H ke balik pembaca (menjauhi pembaca). Bila searah putaran jarum jam (putaran ke kanan) terjadi urutan karboksil-residu-amina maka ini adalah tipe d. Bila urutan ini terjadi dengan arah putaran berlawanan jarum jam, maka itu adalah tipe l. (Aturan ini dikenal dalam bahasa Inggris dengan nama CORN, dari singkatan COOH - R - NH2).

Pada umumnya, asam amino alami yang dihasilkan eukariota merupakan tipe l meskipun beberapa siput laut menghasilkan tipe d. Dinding sel bakteri banyak mengandung asam amino tipe d.

Polimerisasi asam amino

Lihat juga artikel tentang ekspresi genetik.

Reaksi kondensasi dua asam amino membentuk ikatan peptida

Protein merupakan polimer yang tersusun dari asam amino sebagai monomernya. Monomer-monomer ini tersambung dengan ikatan peptida, yang mengikat gugus karboksil milik satu monomer dengan gugus amina milik monomer di sebelahnya. Reaksi penyambungan ini (disebut translasi) secara alami terjadi di sitoplasma dengan bantuan ribosom dan tRNA.

Pada polimerisasi asam amino, gugus -OH yang merupakan anggota gugus karboksil satu asam amino dan gugus -H yang merupakan anggota gugus amina asam amino lainnya akan terlepas dan membentuk air. Oleh karena itu, reaksi ini termasuk dalam reaksi dehidrasi. Molekul asam amino yang telah melepaskan molekul air dituturkan dinamakan dalam bangun-bangun residu asam amino.

Zwitter-ion

Asam amino dalam bangun-bangun tak terion (kiri) dan dalam bangun-bangun zwitter-ion.

Karena asam amino benar gugus giat amina dan karboksil sekaligus, zat ini dapat diasumsikan sebagai sekaligus asam dan basa (walaupun pH alaminya biasanya dipengaruhi oleh gugus-R yang dimiliki). Pada pH tertentu yang dinamakan titik isolistrik, gugus amina pada asam amino menjadi bermuatan positif (terprotonasi, –NH3+), sedangkan gugus karboksilnya menjadi bermuatan negatif (terdeprotonasi, –COO-). Titik isolistrik ini spesifik bergantung pada jenis asam aminonya. Dalam kondisi demikian, asam amino tersebut dituturkan berwujud zwitter-ion. Zwitter-ion dapat diekstrak dari larutan asam amino sebagai bangun kristal putih yang bertitik lebur tinggi karena sifat dipolarnya. Kebanyakan asam amino tidak terikat berada dalam bangun-bangun zwitter-ion pada pH netral maupun pH fisiologis yang tidak jauh netral. Karena benar muatan negatif dan positif, asam amino dapat merasakan reaksi terhadap asam maupun basa. [1]

Asam amino dasar (standar)

Protein tersusun dari berbagai asam amino yang masing-masing dihubungkan dengan ikatan peptida. Meskipun demikian, pada awal pembentukannya protein hanya tersusun dari 20 asam amino yang dikenal sebagai asam amino dasar atau asam amino baku atau asam amino penyusun protein (proteinogenik). Asam-asam amino inilah yang disandi oleh DNA/RNA sebagai kode genetik.

Berikut adalah ke-20 asam amino penyusun protein (singkatan dalam kurung menunjukkan singkatan tiga huruf dan satu huruf yang sering dipakai dalam kajian protein), dikelompokkan menurut sifat atau bangun kimiawinya:

Asam amino alifatik sederhana

Asam amino hidroksi-alifatik

  • Serina (Ser, S)
  • Treonina (Thr, T)

Asam amino dikarboksilat (asam)

  • Asam aspartat (Asp, D)
  • Asam glutamat (Glu, E)

Amida

  • Asparagina (Asn, N)
  • Glutamina (Gln, Q)

Asam amino basa

  • Lisina (Lys, K)
  • Arginina (Arg, R)
  • Histidina (His, H) (memiliki gugus siklik)

Asam amino dengan sulfur

  • Sisteina (Cys, C)
  • Metionina (Met, M)

Prolin

  • Prolina (Pro, P) (memiliki gugus siklik)

Asam amino aromatik

  • Fenilalanina (Phe, F)
  • Tirosina (Tyr, Y)
  • Triptofan (Trp, W)

Himpunan ini benar cincin benzena dan menjadi bahan baku metabolit sekunder aromatik.

Fungsi biologi asam amino

  1. Penyusun protein, termasuk enzim.
  2. Kerangka dasar sebanyak senyawa penting dalam metabolisme (terutama vitamin, hormon dan asam nukleat).
  3. Pengikat ion logam penting yang diperlukan dalam dalam reaksi enzimatik (kofaktor).

Asam amino esensial

Asam amino diperlukan oleh makhluk hidup sebagai penyusun protein atau sebagai kerangka molekul-molekul penting. Beliau dinamakan esensial untuk suatu spesies organisme apabila spesies tersebut memerlukannya tapi tak bisa menghasilkan sendiri atau selalu kekurangan asam amino yang bersangkutan. Sebagai memenuhi kebutuhan ini, spesies itu mesti memasoknya dari luar (lewat makanan). Istilah "asam amino esensial" berlanjut hanya untuk organisme heterotrof.

Untuk manusia, telah tersedia delapan (ada yang menyebut sembilan) asam amino esensial yang mesti dipenuhi dari diet sehari-hari, yaitu isoleusina, leusina, lisina, metionina, fenilalanina, treonina, triptofan, dan valina. Histidina dan arginina dinamakan sebagai "setengah esensial" karena tubuh manusia dewasa sehat bisa memenuhi kebutuhannya. Asam amino karnitina juga bersifat "setengah esensial" dan sering diberikan sebagai kebutuhan pengobatan.

Lihat pula

  • Asam jengkolat, suatu asam amino yang menyebabkan gejala "jengkolan"

Referensi

  1. ^ Reaksi Asam Basa Terhadap Asam Amino

Tautan luar

  • (Inggris)Situs ini memuat biosintesis berbagai asam amino penyusun protein [1]

edunitas.com

Page 13

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] yaitu senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) yaitu cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat yaitu salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan yaitu suatu asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat yaitu pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat yaitu nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan yaitu nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini yaitu asam etanoat. Asam asetat glasial yaitu nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat yaitu AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat yaitu hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, suatu sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang diterapkan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya yaitu dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk awal mulanya. Reaksi kimia yang diterapkan yaitu klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat yaitu asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya yaitu asetat (CH3COO−). Suatu larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair yaitu pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan gampang dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal yaitu reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian yaitu kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium yaitu logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat yaitu pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibuat menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang gampang diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat yaitu gugus yang penting untuk biokimia pada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, yaitu enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), yaitu zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat yaitu produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar yaitu Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya yaitu Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama yaitu cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida yaitu bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut yaitu perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida yaitu metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi biasanya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila diminta kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan banyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya banyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) lebih agung dari 95%. Produk samping utamanya yaitu etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan gampang menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya mesti dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi gampang terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang gampang meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat yaitu senyawa korosif

Konsentrasi
berdasar beratMolaritasKlasifikasiFrase-R
10%–25%1.67–4.16 mol/LIritan (Xi)R36/38
25%–90%4.16–14.99 mol/LKorosif (C)R34
>90%>14.99 mol/LKorosif (C)R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% mesti ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang lebih pekat yaitu berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 14

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan merupakan sebuah asam lemah, gunanya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, disertai dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang memiliki gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama merupakan cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan jika dimohon kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam setelah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat adalah berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Tautan luar


edunitas.com

Page 15

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] adalah senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) adalah cairan higroskopis tak berwarna, dan memiliki titik beku 16.7°C.

Asam asetat merupakan salah satu asam karboksilat paling sederhana, setelah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan merupakan sebuah asam lemah, gunanya hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam jenis serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering digunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat merupakan nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan merupakan nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini adalah asam etanoat. Asam asetat glasial merupakan nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Disebut demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering digunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat adalah AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, meskipun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan lambang unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat merupakan hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, sebuah sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang disebut juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang dilakukan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial memiliki banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya adalah dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk pertama kalinya. Reaksi kimia yang dilakukan adalah klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, disertai dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat adalah asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya adalah asetat (CH3COO−). Sebuah larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) memiliki pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat memiliki konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan remeh dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya digunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal adalah reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir semua garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian adalah kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium merupakan logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, kebanyakan asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat adalah pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat diproduksi menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang remeh diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat merupakan gugus yang penting untuk biokimia pada nyaris seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang disebut Asetil-KoA, merupakan enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas memiliki konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang memiliki gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), adalah zat aditif yang umum pada makanan, dan juga digunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, memerankan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat merupakan produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar adalah Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya adalah Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Jika kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama merupakan cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida merupakan bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut adalah perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini semakin efisien dan semakin "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida merupakan metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang digunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Saat butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi pada umumnya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan jika dimohon kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan kebanyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya kebanyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat memiliki rasio hasil (yield) semakin agung dari 95%. Produk samping utamanya adalah etil asetat, asam format dan formaldehida, semuanya memiliki titik didih yang semakin rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan remeh menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat digunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia digunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga digunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karena itu harus digunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam setelah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu digunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi remeh terbakar jika suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang remeh meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat adalah senyawa korosif

Larutan asam asetat dengan konsentrasi semakin dari 25% harus ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang semakin pekat adalah berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Tautan luar


edunitas.com

Page 16

Asam asetatInformasi
Nama sistematisAsam etanoat
Asam asetat
Nama alternatifAsam metanakarboksilatAsetil hidroksida (AcOH)Hidrogen asetat (HAc)

Asam cuka

Rumus molekulCH3COOH
Massa molar60.05 g/mol
Densitas dan fase1.049 g cm−3, cairan
1.266 g cm−3, padatan
Titik lebur16.5 °C (289.6 ± 0.5 K) (61.6 °F)[1]
Titik didih118.1 °C (391.2 ± 0.6 K) (244.5 °F)[1]
PenampilanCairan tak berwarna atau kristal
Keasaman (pKa)4.76 pada 25 °C

Asam asetat, asam etanoat atau asam cuka[2] yaitu senyawa kimia asam organik yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka ada rumus empiris C2H4O2. Rumus ini seringkali ditulis dalam wujud CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Asam asetat murni (disebut asam asetat glasial) yaitu cairan higroskopis tak berwarna, dan ada titik beku 16.7°C.

Asam asetat yaitu salah satu asam karboksilat paling sederhana, sesudah asam format. Larutan asam asetat dalam cairan yaitu suatu asam lemah, berfaedah hanya terdisosiasi sebagian menjadi ion H+ dan CH3COO-. Asam asetat yaitu pereaksi kimia dan bahan baku industri yang penting. Asam asetat dipergunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat, selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun bermacam macam serat dan kain. Dalam industri makanan, asam asetat dipergunakan sebagai pengatur keasaman. Di rumah tangga, asam asetat encer juga sering dipergunakan sebagai pelunak cairan. Dalam setahun, kebutuhan dunia akan asam asetat sampai 6,5 juta ton per tahun. 1.5 juta ton per tahun diperoleh dari hasil daur ulang, sisanya diperoleh dari industri petrokimia maupun dari sumber hayati.

Penamaan

Asam asetat yaitu nama trivial atau nama dagang dari senyawa ini, dan yaitu nama yang paling dianjurkan oleh IUPAC. Nama ini berasal dari kata Latin acetum, yang berfaedah cuka. Nama sistematis dari senyawa ini yaitu asam etanoat. Asam asetat glasial yaitu nama trivial yang merujuk pada asam asetat yang tak bercampur cairan. Dinamakan demikian karena asam asetat bebas-air membentuk kristal mirip es pada 16.7 °C, sedikit di bawah suhu ruang.

Singkatan yang paling sering dipergunakan, dan merupakat singkatan resmi untuk asam asetat yaitu AcOH atau HOAc dimana Ac berfaedah gugus asetil, CH3−C(=O)−. Pada konteks asam-basa, asam asetat juga sering disingkat HAc, walaupun banyak yang menganggap singkatan ini tak ada. Ac juga tak boleh disalahartikan dengan simbol unsur Aktinium (Ac).

Sejarah

Kristal asam asetat yang dibekukan

Cuka sudah dikenal manusia semenjak dahulu kala. Cuka dihasilkan oleh bermacam bakteria penghasil asam asetat, dan asam asetat yaitu hasil samping dari pembuatan bir atau anggur.

Penggunaan asam asetat sebagai pereaksi kimia juga sudah dimulai semenjak lama. Pada abat ke-3 Sebelum Masehi, Filsuf Yunani lawas Theophrastos menjelaskan bahwa cuka bereaksi dengan logam-logam membentuk bermacam zat warna, misalnya timbal putih (timbal karbonat), dan verdigris, yaitu suatu zat hijau campuran dari garam-garam tembaga dan mengandung tembaga (II) asetat. Bangsa Romawi menghasilkan sapa, suatu sirup yang amat manis, dengan mendidihkan anggur yang sudah asam. Sapa mengandung timbal asetat, suatu zat manis yang dinamakan juga gula timbal dan gula Saturnus. Yang belakang sekalinya hal ini berlangsung untuk peracunan dengan timbal yang diterapkan oleh para pejabat Romawi.

Pada masa seratus tahun ke-8, ilmuwan Persia Jabir ibn Hayyan menghasilkan asam asetat pekat dari cuka menempuh distilasi. Pada masa renaisans, asam asetat glasial dihasilkan dari distilasi kering logam asetat. Pada masa seratus tahun ke-16 berbakat alkimia Jerman Andreas Libavius menjelaskan cara tersebut, dan membandingkan asam asetat glasial yang dihasilkan terhadap cuka. Ternyata asam asetat glasial ada banyak perbedaan sifat dengan larutan asam asetat dalam cairan, sehingga banyak berbakat kimia yang mempercayai bahwa keduanya sebenarnya yaitu dua zat yang berlainan. Berbakat kimia Prancis Pierre Adet yang belakang sekalinya membuktikan bahwa kedua zat ini sebenarnya sama.

Pada 1847 kimiawan Jerman Hermann Kolbe mensintesis asam asetat dari zat anorganik untuk awal mulanya. Reaksi kimia yang diterapkan yaitu klorinasi karbon disulfida menjadi karbon tetraklorida, diikuti dengan pirolisis menjadi tetrakloroetilena dan klorinasi dalam cairan menjadi asam trikloroasetat, dan yang belakang sekalinya reduksi menempuh elektrolisis menjadi asam asetat.

Semenjak 1910 kebanyakan asam asetat dihasilkan dari cairan piroligneous yang diperoleh dari distilasi kayu. Cairan ini direaksikan dengan kalsium hidroksida menghasilkan kalsium asetat yang akhir diasamkan dengan asam sulfat menghasilkan asam asetat.

Sifat-sifat kimia

Keasaman

Atom hidrogen (H) pada gugus karboksil (−COOH) dalam asam karboksilat seperti asam asetat dapat dibebaskan sebagai ion H+ (proton), sehingga memberikan sifat asam. Asam asetat yaitu asam lemah monoprotik dengan nilai pKa=4.8. Basa konjugasinya yaitu asetat (CH3COO−). Suatu larutan 1.0 M asam asetat (kira-kira sama dengan konsentrasi pada cuka rumah) ada pH sekitar 2.4.

Dimer siklis

Dimer siklis dari asam asetat, garis putus-putus melambangkan ikatan hidrogen.

Struktur kristal asam asetat menunjukkan bahwa molekul-molekul asam asetat sepasang membentuk dimer yang dihubungkan oleh ikatan hidrogen.[3] Dimer juga dapat dideteksi pada uap bersuhu 120 °C. Dimer juga terjadi pada larutan encer di dalam pelarut tak-berikatan-hidrogen, dan kadang-kadang pada cairan asam asetat murni.[4] Dimer dirusak dengan keadaan pelarut berikatan hidrogen (misalnya cairan). Entalpi disosiasi dimer tersebut diperkirakan 65.0–66.0 kJ/mol, entropi disosiasi sekitar 154–157 J mol–1 K–1.[5] Sifat dimerisasi ini juga dimiliki oleh asam karboksilat sederhana lainnya.

Sebagai Pelarut

Asam asetat cair yaitu pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti cairan dan etanol. Asam asetat ada konstanta dielektrik yang sedang yaitu 6.2, sehingga beliau bisa melarutkan patut senyawa polar seperi garam anorganik dan gula maupun senyawa non-polar seperti minyak dan unsur-unsur seperti sulfur dan iodin. Asam asetat bercambur dengan gampang dengan pelarut polar atau nonpolar lainnya seperti cairan, kloroform dan heksana. Sifat kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya dipergunakan secara lapang dalam industri kimia.

Reaksi-reaksi kimia

Asam asetat bersifat korosif terhadap banyak logam seperti besi, magnesium, dan seng, membentuk gas hidrogen dan garam-garam asetat (disebut logam asetat). Logam asetat juga dapat diperoleh dengan reaksi asam asetat dengan suatu basa yang cocok. Contoh yang terkenal yaitu reaksi soda kue (Natrium bikarbonat) bereaksi dengan cuka. Hapir seluruh garam asetat larut dengan patut dalam cairan. Salah satu pengecualian yaitu kromium (II) asetat. Contoh reaksi pembentukan garam asetat:

Mg(s) + 2 CH3COOH(aq) → (CH3COO)2Mg(aq) + H2(g)NaHCO3(s) + CH3COOH(aq) → CH3COONa(aq) + CO2(g) + H2O(l)

Aluminium yaitu logam yang tahan terhadap korosi karena dapat membentuk lapisan aluminium oksida yang melindungi permukaannya. Karena itu, biasanya asam asetat diangkut dengan tangki-tangki aluminium.

Dua reaksi organik tipikal dari asam asetat

Asam asetat mengalami reaksi-reaksi asam karboksilat, misalnya menghasilkan garam asetat bila bereaksi dengan alkali, menghasilkan logam etanoat bila bereaksi dengan logam, dan menghasilkan logam etanoat, cairan dan karbondioksida bila bereaksi dengan garam karbonat atau bikarbonat. Reaksi organik yang paling terkenal dari asam asetat yaitu pembentukan etanol menempuh reduksi, pembentukan turunan asam karboksilat seperti asetil klorida atau anhidrida asetat menempuh substitusi nukleofilik. Anhidrida asetat dibuat menempuh kondensasi dua molekul asam asetat. Ester dari asam asetat dapat diperoleh menempuh reaksi esterifikasi Fischer, dan juga pembentukan amida. Pada suhu 440 °C, asam asetat terurai menjadi metana dan karbon dioksida, atau ketena dan cairan.

Deteksi

Asam asetat dapat diketahui dengan baunya yang khas. Selain itu, garam-garam dari asam asetat bereaksi dengan larutan besi(III) klorida, yang menghasilkan warna merah pekat yang hilang bila larutan diasamkan. Garam-garam asetat bila dipanaskan dengan arsenik trioksida (AsO3) membentuk kakodil oksida ((CH3)2As-O-As(CH3)2), yang gampang diketahui dengan baunya yang tak menyenangkan.

Biokimia

Gugus asetil yang terdapat pada asam asetat yaitu gugus yang penting untuk biokimia pada hampir seluruh makhluk hidup, seperti gugus asetil yang berlapis pada koenzim A menjadi senyawa yang dinamakan Asetil-KoA, yaitu enzim utama untuk metabolisme karbohidrat dan lemak. Namun demikian, asam asetat lepas ada konsentrasi yang kecil dalam sel, karena asam asetat lepas dapat mengakibatkan gangguan pada mekanisme pengaturan pH sel. Berlainan dengan asam karboksilat berantai panjang, asam asetat tak ditemukan pada trigliserida dalam tubuh makhluk hidup. Sekalipun demikian, trigliserida hasil pekerjaan yang ada gugus asetat, triasetin (trigliserin asetat), yaitu zat aditif yang umum pada makanan, dan juga dipergunakan dalam kosmetika dan obat-obatan.

Asam asetat dihasilkan dan diekskresikan oleh bakteri-bakteri tertentu, misalnya dari genus Acetobacter dan spesies Clostridium acetobutylicum. Bakteri-bakteri ini terdapat pada makanan, cairan, dan juga tanah, sehingga asam asetat secara alami dihasilkan pada buah-buahan/makanan yang sudah basi. Asam asetat juga terdapat pelumas vagina manusia dan primata lainnya, berperan sebagai agen anti-bakteri.[6]

Biosintesis asam asetat

Asam asetat yaitu produk katabolisme aerob dalam jalur glikolisis atau perombakan glukosa. Asam piruvat sebagai produk oksidasi glukosa dioksidasi oleh NAD+ terion lalu segera diikat oleh Koenzim-A. Pada prokariota proses ini terjadi di sitoplasma sementara pada eukariota berlangsung pada mitokondria.

Produksi

Pabrik pemurnian asam asetat di tahun 1884

Asam asetat dihasilkan secara sintetis maupun secara alami menempuh fermentasi bakteri. Sekarang hanya 10% dari produksi asam asetat dihasilkan menempuh jalur alami, namun kebanyakan hukum yang mengatur bahwa asam asetat yang terdapat dalam cuka haruslah berasal dari proses biologis. Dari asam asetat yang dihasilkan oleh industri kimia, 75% ditengahnya dihasilkan menempuh karbonilasi metanol. Sisanya dihasilkan menempuh metode-metode alternatif.[7]

Produksi total asam asetat dunia diperkirakan 5 Mt/a (juta ton per tahun), setengahnya dihasilkan di Amerika Serikat. Eropa menghasilkan sekitar 1 Mt/a dan terus menurun, sedangkan Jepang menghasilkan sekitar 0.7 Mt/a. 1.51 Mt/a dihasilkan menempuh daur ulang, sehingga total pasar asam asetat sampai 6.51 Mt/a.[8][9] Perusahan produser asam asetat terbesar yaitu Celanese dan BP Chemicals. Produsen lainnya yaitu Millenium Chemicals, Sterling Chemicals, Samsung, Eastman, dan Svensk Etanolkemi.

Kebanyakan asam asetat murni dihasilkan menempuh karbonilasi. Dalam reaksi ini, metanol dan karbon monoksida bereaksi menghasilkan asam asetat

CH3OH + CO → CH3COOH

Proses ini melibatkan iodometana sebagai zat antara, dimana reaksi itu sendiri terjadi dalam tiga tahap dengan katalis logam kompleks pada tahap kedua.

(1) CH3OH + HI → CH3I + H2O(2) CH3I + CO → CH3COI(3) CH3COI + H2O → CH3COOH + HI

Bila kondisi reaksi diatas diatur sedemikian rupa, proses tersebut juga dapat menghasilkan anhidrida asetat sebagai hasil tambahan. Karbonilasi metanol semenjak lama yaitu cara paling menjanjikan dalam produksi asam asetat karena patut metanol maupun karbon monoksida yaitu bahan mentah komoditi. Henry Dreyfus mengembangkan cikal bakal pabrik karbonilasi metanol pada perusahaan Celanese di tahun 1925.[10] Namun, kurangnya bahan-bahan praktis yang dapat diberi inti bahan-bahan korosif dari reaksi ini pada tekanan yang diperlukan yaitu 200 atm mengakibatkan metoda ini dibiarkan lepas untuk tujuan komersial. Baru pada 1963 pabrik komersial pertama yang memakai karbonilasi metanol didirikan oleh perusahaan kimia Jerman, BASF dengan katalis kobalt (Co). Pada 1968, ditemukan katalis kompleks Rhodium, cis−[Rh(CO)2I2]− yang dapat beroperasi dengan optimal pada tekanan rendah tanpa produk sampingan. Pabrik pertama yang memakai katalis tersebut yaitu perusahan kimia AS Monsanto pada 1970, dan cara karbonilasi metanol berkatalis Rhodium dinamakan proses Monsanto dan menjadi cara produksi asam asetat paling dominan. Pada akhir 1990'an, perusahan petrokimia British Petroleum mengkomersialisasi katalis Cativa ([Ir(CO)2I2]−) yang didukung oleh ruthenium. Proses berbasis iridium ini lebih efisien dan lebih "hijau" dari cara sebelumnya[11], sehingga menggantikan proses Monsanto.

Oksidasi asetaldehida

Sebelum komersialisasi proses Monsanto, kebanyakan asam asetat dihasilkan menempuh oksidasi asetaldehida. Sekarang oksidasi asetaldehida yaitu metoda produksi asam asetat kedua terpenting, sekalipun tak kompetitif bila dibandingkan dengan cara karbonilasi metanol. Asetaldehida yang dipergunakan dihasilkan menempuh oksidasi butana atau nafta ringan, atau hidrasi dari etilena. Masa butena atau nafta ringan dipanaskan bersama udara ditemani dengan beberapa ion logam, termasuk ion mangan, kobalt dan kromium, terbentuk peroksida yang berikutnya terurai menjadi asam asetat sesuai dengan persamaan reaksi dibawah ini.

2 C4H10 + 5 O2 → 4 CH3COOH + 2 H2O

Umumnya reaksi ini dijalankan pada temperatur dan tekanan sedemikian rupa sehingga tercapai suhu setinggi mungkin namut butana sedang berwujud cair. Kondisi reaksi biasanya sekitar 150 °C and 55 atm. Produk sampingan seperti butanon, etil asetat, asam format dan asam propionat juga mungkin terbentuk. Produk sampingan ini juga berharga komersial dan bila diminta kondisi reaksi dapat diubah untuk menghasilkan banyakan produk samping, namun pemisahannya dari asam asetat menjadi keadaan yang menghalangi karena membutuhkan biaya banyakan lagi.

Menempuh kondisi dan katalis yang sama asetaldehida dapat dioksidasi oleh oksigen udara menghasilkan asam asetat.

2 CH3CHO + O2 → 2 CH3COOH

Dengan memakai katalis modern, reaksi ini dapat ada rasio hasil (yield) lebih agung dari 95%. Produk samping utamanya yaitu etil asetat, asam format dan formaldehida, seluruhnya ada titik didih yang lebih rendah daripada asam asetat sehingga dapat dipisahkan dengan gampang menempuh distilasi.

Penggunaan

Botol ada intinya 2,5 liter asam asetat di laboratorium

Asam asetat dipergunakan sebagai pereaksi kimia untuk menghasilkan bermacam senyawa kimia. Sebagian agung (40-45%) dari asam asetat dunia dipergunakan sebagai bahan untuk menghasilkan monomer vinil asetat (vinyl acetate monomer, VAM). Selain itu asam asetat juga dipergunakan dalam produksi anhidrida asetat dan juga ester. Penggunaan asam asetat lainnya, termasuk penggunaan dalam cuka relatif kecil.

Keamanan

Asam asetat pekat bersifat korosif dan karenanya mesti dipergunakan dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat mengakibatkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada membran mukosa. Luka bakar atau lepuhan bisa jadi tak terlihat sampai beberapa jam sesudah kontak. Sarung tangan latex tak melindungi dari asam asetat, sehingga dalam menangani senyawa ini perlu dipergunakan sarung tangan berbahan karet nitril. Asam asetat pekat juga dapat terbakar di laboratorium, namun dengan sulit. Beliau menjadi gampang terbakar bila suhu ruang melebihi 39 °C (102 °F), dan dapat membentuk campuran yang gampang meledak di udara (ambang ledakan: 5.4%-16%).

Asam asetat yaitu senyawa korosif

Konsentrasi
berdasar beratMolaritasKlasifikasiFrase-R
10%–25%1.67–4.16 mol/LIritan (Xi)R36/38
25%–90%4.16–14.99 mol/LKorosif (C)R34
>90%>14.99 mol/LKorosif (C)R10, R35

Larutan asam asetat dengan konsentrasi lebih dari 25% mesti ditangani di sungkup asap (fume hood) karena uapnya yang korosif dan berbau. Asam asetat encer, seperti pada cuka, tak berbahaya. Namun makanan asam asetat yang lebih pekat yaitu berbahaya untuk manusia maupun binatang. Hal itu dapat mengakibatkan kerusakan pada sistem pencernaan, dan perubahan yang mematikan pada keasaman darah.

Lihat pula

  • Asam karboksilat
  • Asetat
  • Acetobacter

Referensi

  1. ^ a b //webbook.nist.gov/cgi/cbook.cgi?ID=C64197&Units=SI&Mask=4#Thermo-Phase
  2. ^ (Inggris) Roger Blench, Matthew Spriggs, Archaeology and language, Volume 35, Routledge, 1999, ISBN 0-415-11786-0, 9780415117869
  3. ^ Jones, R.E.; Templeton, D.H. (1958). "The crystal structure of acetic acid". Acta Crystallogr. 11(7), 484–87.
  4. ^ James M. Briggs; Toan B. Nguyen; William L. Jorgensen. Monte Carlo simulations of liquid acetic acid and methyl acetate with the OPLS potential functions. J. Phys. Chem. 1991, 95, 3315-3322.
  5. ^ James B. Togeas. Acetic Acid Vapor: 2. A Statistical Mechanical Critique of Vapor Density Experiments. J. Phys. Chem. A 2005, 109, 5438-5444. DOI:10.1021/jp058004j
  6. ^ Dictionary of Organic Compounds (6th Edn.), Vol. 1 (1996). London: Chapman & Hall. ISBN 0-412-54090-8
  7. ^ Yoneda, Noriyki; Kusano, Satoru; Yasui, Makoto; Pujado, Peter; Wilcher, Steve (2001). Appl. Catal. A: Gen. 221, 253–265.
  8. ^ "Production report". Chem. Eng. News (July 11, 2005), 67–76.
  9. ^ Suresh, Bala (2003). "Acetic Acid". CEH Report 602.5000, SRI International.
  10. ^ Wagner, Frank S. (1978) "Acetic acid." In: Grayson, Martin (Ed.) Kirk-Othmer Encyclopedia of Chemical Technology, 3rd edition, New York: John Wiley & Sons.
  11. ^ Lancaster, Mike (2002) Green Chemistry, an Introductory Text, Cambridge: Royal Society of Chemistry, pp. 262–266. ISBN 0-85404-620-8.

Pranala luar


edunitas.com

Page 17

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM

Page 18

Tags (tagged): Judul Topik (Artikel) 3, 3 Diva (album), 3 Doa 3 Cinta (film), 3 Doors Down, 3 Februari, 30 Oktober, 30 Persei, 30 Rock, 30 September, 33 (angka), 330, 330 (angka), 330-an, 360-an, 360-an SM, 3600 Detik, 360s, 390 's, 390 SM, 390-an, 390-an SM

Page 19

Tags (tagged): 3 Title of articles, 3 April, 3 Juno, 3 Letters of John, 3 November, 300, 3000 BC, 303, 30s, 325, 33, 340s, 341, 37, 380's, 381, 387, 3rd century BC, 3rd Millennium, 3rd millennium BC, 3x3 Eyes

Page 20

Tags (tagged): 3 Title of articles, 3 April, 3 Juno, 3 Letters of John, 3 November, 300, 3000 BC, 303, 30s, 325, 33, 340s, 341, 37, 380's, 381, 387, 3rd century BC, 3rd Millennium, 3rd millennium BC, 3x3 Eyes

Page 21

Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque

Page 22

Tags (tagged): D Title of articles, Dagoberto Fontes, Dahana, Dahomey, Dai Iswandi, Damarcus Beasley, Damarwulan, Damas, Damascus, dance Didong, dance jaipongan, dance Janger, dance Laweut, Daniel Alejandro Lembo Betancor, Daniel Alfei, Daniel Alves, Daniel Amokachi, Daniel Gygax, Daniel Hernandez Gimenez, Daniel Jara Martinez, Daniel Jarque

Page 23

Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego

Page 24

Tags (tagged): C Title of articles, Cabinet Development I, Cabinet Dwikora II, Cabinet Dwikora III, cabinet Halim, Cagliari, Cagliari Calcio, Cahkwe, Cai, Cali, California, California Gurls, californium, Cameron Jerome, Cameroon, Cameroon Football Federation, Cameroon national football team, Campo Grande, Campo San Martino, Campobasso, Campodarsego

Page 25

Tags (tagged): B Title of articles, Bacterium, Bacukiki West, Parepare, Badajoz, Badakhshan Province, Badung Strait, Baduy, Baekje, Baerum, Bai'at 'Aqabah First, Bai'at 'Aqabah Second, Baichung Bhutia, Baihakki Khaizan, Balfour (Disambiguation), Balfour Declaration of 1917, Balfour, Ulu Ogan Histories, Balhae, Ballon dOr, Balloon, Balloon Soap, Balochistan (Pakistan)

Page 26

Tags (tagged): B Title of articles, Bacterium, Bacukiki West, Parepare, Badajoz, Badakhshan Province, Badung Strait, Baduy, Baekje, Baerum, Bai'at 'Aqabah First, Bai'at 'Aqabah Second, Baichung Bhutia, Baihakki Khaizan, Balfour (Disambiguation), Balfour Declaration of 1917, Balfour, Ulu Ogan Histories, Balhae, Ballon dOr, Balloon, Balloon Soap, Balochistan (Pakistan)

Video yang berhubungan

Postingan terbaru

LIHAT SEMUA