Asal sabu terbuat dari apa

Suara.com - Tertangkapnya Nunung Srimulat bersama suaminya karena kasus penyalahgunaan narkoba jenis sabu menyita perhatian.

Nunung mengaku mengonsumsi sabu sejak 5 bulan terakhir demi menjaga stamina tubuhnya.

Sabu atau juga dikenal metamfetamin adalah obat-obatan yang memang membuat tubuh terasa lebih berstamina tetapi itu hanya bersifat sementara.

Melansir dari Drug Free World, amphetamine pertama kali dibuat tahun 1887 di Jerman dan metamfetamin lebih kuat dikembangkan di Jepang tahun 1919.

Baca Juga: Belajar dari Nunung Srimulat, Efek Narkoba Lebih Besar Pada Pecandu Wanita!

Sabu yang juga dikenal metamfetamin ini mulai digunakan saat Perang Dunia II. Saat itu pasukan mengonsumsinya agar tetap terjaga selama perang.

Pada 1950-an, metamfetamin mulai diresepkan sebagai ramuan diet dan mengatasi depresi. Tetapi, seiring berjalannya waktu penggunaan metamfetamin justru disalahgunakan.

Tahun 1970-an, metamfetamin justru digunakan secara ilegal tanpa resep dokter. Sebagian besar penggunaannya saat itu adalah orang pedesaan yang tidak bisa membeli kokain karena terlalu mahal.

Asal sabu terbuat dari apa
Nunung Srimulat saat ditangkap polisi [Istimewa]

Penyalahgunaan metamfetamin atau sabu itulah yang membuatnya memberikan dampak buruk secara fisik dan mental karena dikonsumsi terus-menerus.

Melansir dari The Recovery Village, penggunaan metamfetamin dalam dosis yang tidak benar sangat memengaruhi otak dan tubuh penggunanya.

Baca Juga: Nunung Tetap Tidak Kurus Seperti Pemakai Narkoba Biasanya, Kok Bisa?

Efek samping ini bisa sangat terlihat pada pecandu sabu. Karena metamfetamin mengubah perilaku dan cara berpikir pecandu.

Adapun beberapa efek samping seseorang kecandung metamfetamin alias sabu, yakni.

1. Kehilangan minat pada aktivitas biasa

2. Mengisolasi diri dari orang lain

3. Pola tidur tidak menentu

4. Mengabaikan hubungan

5. Hiperaktif dan energi tinggi

Oleh: Khelvia Kasisuci Rilyant dan Nadya Rahmi Utami

Akhir-akhir ini banyaknya berita mengenai penyalahgunaan narkoba dari berbagai kalangan. Perlu mengenal shabu-shabu yang merupakan narkoba yang paling sering disalahgunakan. Sabu-sabu merupakan senyawa turunan dari amphetamine dan ephedrine. Amfetamin yang lebih dikenal dengan shabu-shabu di kalangan masyarakat dan bagaimana cara atau metoda yang digunakan dalam pemeriksaan positif pengguna amfetamin.Yuk simak!

Amfetamin merupakan salah satu dari obat yang sering disalahgunakan di masyarakat. Obat ini masuk ke dalam golongan Psikotropika golongan II yang bisa membuat peminumnya semakin bertenaga. Harganya yang murah dan lebih mudah didapat, membuat pecandu beralih dari golongan opioid ke amfetamin. Penggunaan jangka panjang menyebabkan ketergantungan dan intoleransi, sehingga pengguna akan senantiasa ingin mengkonsumsi obat tersebut untuk mencegah efek withdrawal (sakau).

Ada dua jenis amphetamine yang terkenal yaitu MDMA (Metil Dioksi Metamfetamin) dan metamfetamin. Bentuknya berupa bubuk warna putih dan keabu-abuan. Penggunaan amphetamine bisa dilakukan cara diminum (pil), dibakar dengan menggunakan kertas alumunium foil dan asapnya dihisap melalui hidung (kristal) atau dibakar dengan memakai botol kaca yang dirancang khusus, yang diberi nama bong. Nah dengan demikian, bagaimana cara pengujian yang dapat digunakan untuk mengetahui seseorang menggunakan narkotika jenis amfetamin atau shabu-shabu ini?

Pertama, uji melalui urine adalah jenis tes yang paling umum dan dianggap sebagai gold standard pengujian obat.
Yang kedua, yaitu uji melalui air liur. Uji narkoba juga bisa dilakukan melalui saliva atau air liur. Alat yang digunakan berupa rapid tes saliva. Yang ketiga, yaitu uji melalui rambut. Analisis sampel rambut memiliki banyak keunggulan sebagai metode skrining awal untuk mendeteksi keberadaan narkoba. Yang keempat, yaitu uji melalui darah. Darah akan diambil sesuai prosedur pengambilan darah yang benar, lalu sampel darah akan di uji di laboratorium pengujian. Yang kelima, uji melalui reagen marquish, Perubahan yang terjadi pada pengujian ini, ada perubahan warna dari orange hingga berwarna coklat tua, selain itu juga berasap seperti terbakar.

Amfetamin di dalam tubuh bisa dideteksi dari berbagai cairan biologis pengguna, seperti darah, cairan mulut, dan urin. Disini akan dijelaskan tentang metode skrining yang mudah dan relatif murah di lapangan adalah deteksi dengan menggunakan rapid test. Rapid test banyak digunakan dalam aplikasinya, tetapi memiliki beberapa kelemahan. Kelemahan uji rapid tersebut membuat perlu adanya pemeriksaan dengan alat deteksi yang lebih canggih (dengan sensitivitas dan spesifisitas tinggi). Oleh sebab itu, diadakannya metode analisis amfetamin yang dilakukan dengan menggunakan alat atau instrument fisiko-kimia di laboratorium berupa LC-MS/MS (Liquid Chromatography – Mass Spectrometry / Mass Spectrometry).

Metode deteksi baru dengan menggunakan LC-MS/MS ini digunakan untuk mendeteksi adanya amfetamin dalam darah sebagai alternatif metode yang sangat diperlukan di masyarakat menunjukkan spesifik untuk deteksi amfetamin kepada pengguna. Prosedur yang dilakukan dalam pengambilan sampel adalah 5 mL darah manusia dimasukkan ke dalam tabung yang bernama EDTA. Kemudian Sel-sel darah dipisahkan dari plasma dengan prosedur tertentu (sentrifugasi). Setelah proses sentrifugasi, plasma dipindahkan ke dalam tabung polypropylene steril dengan menggunakan pipet pasteur.
Sampel kemudian disimpan di dalam almari es pada suhu -20ºC sampai saat analisis.

Ketika dianalisis sampel plasma yang sudah beku dicairkan kembali dalam suhu ruangan. Campuran divorteks (diaduk menggunakan alat vorteks) selama 5 detik dan disentrifugasi selama 2 menit dengan kecepatan 14.800 rpm. Supernatan (lapisan atas sampel yang warnanya lebih jernih) disaring dengan saringan yang berdiameter 0.2 µm, kemudian dipindahkan ke dalam vial yang baru. Sebanyak 8 mikroliter sampel disuntikkan ke dalam alat instrument, yakni LC-MS/MS untuk deteksi kandungan amfetamin. Tes recovery juga dilakukan dengan membandingkan area kromatogram amfetamin dalam plasma manusia dengan area kromatogram standar amfetamin. Metode ini mempunyai spesifisitas dan sensitivitas yang tinggi.

Hati-hati dengan hasil positif palsu yang dapat terjadi. Positif palsu itu sendiri merupakan kesalahan dalam hasil pengujian dimana hasil tes seseorang menunjukkan adanya reaksi positif mengkonsumsi narkoba, padahal pada kenyataannya orang tersebut tidak menggunakan narkoba sama sekali. Hal ini dapat terjadi karena beberapa hal, misalnya adanya pengaruh dari obat-obatan medis tertentu yang dikonsumsi. Dapat kita ambil contoh nya seperti positif palsu amfetamin dan methamphetamine dapat terjadi karena konsumsi obat flu yang mengandung dextromethorpan, pseudoephedrine, phenylpropanolamine, serta ephedrine dan obat asam lambung lainnya. (**)

Narkoba sabu terbuat dari bahan apa?

Sabu adalah bahan kimia sintetis (buatan), tidak seperti kokain misalnya, yang berasal dari tanaman. Sabu umumnya diproduksi di laboratorium ilegal menggunakan bahan dasar berbagai jenis amfetamin atau turunannya, dicampur dengan bahan kimia lain untuk meningkatkan potensinya.

Dari mana asal nya sabu?

Sejarah. Penemuan metamfetamina berawal pada tahun 1871, ketika seorang ahli farmasi Jepang bernama Nagai Nagayoshi yang sedang melakukan riset di Universitas Humboldt, Berlin. Nagoyashi berhasil mengisolasi senyawa efedrina yang berfungsi sebagai stimulan dari tumbuhan Cina, Ephedra sinica.

Berapa harga 1 kg sabu?

Menurut penegak hukum itu, sabu-sabu tersebut per kilogramnya dijual Rp 400 hingga Rp 800 juta.

Berapa harga 1 gram sabu?

Berdasarkan laporan Badan Narkotika Nasional (BNN) harga sabu di pasaran Indonesia bisa mencapai Rp3,5 juta per gram, sedangkan harga termurahnya Rp700 ribu per gram.